Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK)

DISUSUN OLEH:
MAYA PUTRI UTAMI
NIM: P07120315025

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
DIV KEPERAWATAN
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid, biasanya
dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari dua kali ukuran normal
(Daniel,2008).Menurut Johan (2006) Struma adalah pembesaran kelenjar
gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang
menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan
keluhan seperti berdebar-debar, keluar keringat, gemetaran, bicara jadi
gagap, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan
hipertiroid.Menurut AME (2006) Struma nodosa non toksik adalah
pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih
tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidesme.
Menurut Djokomoeljanto (2006) Struma nodosa non toksik adalah
pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala
hipertiroid, penyebab paling banyak dari struma nodosa non toksik adalah
kekurangan iodium. Menurut Solymosi (2007) Struma nodosa non toxic
adalah pembesaran kelenjar tyroid akibat kekurangan iodium yang kronik.
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas stroma nodosa non toxic
adalah pembesaran kelenjar tiroid akibat kekurangan iodium dan tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidesme.

B. Etiologi
Menurut Djokomoeljanto (2006) penyebab stroma nodosa non toksik
adalah
1. Defisiensi iodium
2. Autoimmun thyroiditis :hashimoto atau postpartum thyroiditis
3. Kelebihan iodium (efek wolff-chaikoff) atau ingesti lithium, dengan
penurunan pelepasan hormon tiroid.
4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisi, resistensi, dan
tiroid-stimulating immunoglobulin.
5. Inborri errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam
biosynthesis hormon tiroid.
6. Terpapar radiasi
7. Penyakit deposisi
8. Resistensi hormon tyroid
9. Tiroiditid sub akut
10. Agen-agen infeksi dan keganasan tiroid

C. Klasifikasi
Menurut Jamson (2005) klasifikasi stroma adalah
1. Berdasarkan fisiologis
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid
yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah
normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam
jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika
terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.
Kegagalan dari kelenjaruntuk mempertahankan kadar plasma yang
cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai
kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar
tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotop atau akibat
destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam
sirkulasi.Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,
sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi,
gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini
dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi
besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.
2. Berdasarkan klinis
a. Struma toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
multinoduler toksik).

b. Struma non toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik.
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang
kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik,
atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang
menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
D. Anatomi Fisiologi

Menurut Jomson (2005) Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah


leher, terdiri dari 2 lobus yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi
cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm,
lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh
berat badan dan asupan yodium. Pada orang dewasa berat normalnya
antara 10-20 gram.
Pada sisi posterior melekat erat pada fasia pratrakea dan laring
melalui kapsul fibrosa, sehingga akan ikut bergerak kea rah cranial
sewaktu menelan.Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot
pretrakealis (m. sternotiroid dan m. sternohioid) kanan dan kiri yang
bertemu pada midline. Pada sebelah yang lebih superficial dan sedikit
lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan superfisialis yang
membungkus m. sternokleidomastoideus dan vena jugularis eksterna. Sisi
lateral berbatasan dengan a. karotis komunis, v. jugularis interna, trunkus
simpatikus dan arteri tiroidea inferior. Dari a. Subklavia dan a. Tiroidea
ima berasal dari a. Braktuosefalik salah satu cabang arkus aorta (Solymosi,
2007).
Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit,
kira-kira 50 kali lebih banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh
lainnya. Pada keadaan hipertiroidisme, aliran darah ini akan meningkat
sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di
ujung bawah kelenjar.Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler
dan limfatik, sedangkan system venanya berasal dari pleksus parafolikuler
yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan
inferior.Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang
kelenjar paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan
sepasang lagi di lobus medius.Pembuluh getah bening kelenjar tiroid
berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari
pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada di atas ismus
menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang
langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk
menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid (Johan,
2006).

Gambar : Anatomi tiroid, Sumber : Wijayahadi (2000).

Gambar : Anatomi potongan melintang, Sumber : Wijayahadi (2000)

Fisiologi kelenjar tiroid menurut Djokomoeljanto (2006), Kelenjar


tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif
ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi
hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar
tiroid. Yodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan
baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali yang
afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik mengalami
oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari
tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT)
atau diyodotirosin (DIT). Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau
dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan
dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi,
sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami
deyodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,
hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid
binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine
binding prealbumine, TBPA). Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh
suatu hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) yang
dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis secara
langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid
dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative feedback terhadap lobus
anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone
(TRH) dari hipotalamus.Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel
parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu
polipeptida yang turut mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan
kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang.
Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa
langkah, yaitu:
1. Iodide trapping
2. Iodium masuk ke dalam tiroid dan mengalami oksidasi
3. Iodinasi tirosin
4. Perangkaian iodotironil
5. Hidrolisis
6. Tiroksin dan triodotirosin
7. MIT dan DIT
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum
endoplasma dan kompleks golgi.

Gambar : Sintesis dan sekresi


hormon tiroid, Sumber : Wijayahadi (2000).
E. Patofisiologi
Menurut Solymosi (2007), Struma terjadi karena kegagalan sintesa
hormon yang berhubungan dengan pengurangan hormon T3 dan T4.
Pengurangan ini mencegah inhibisi umpan balik TSH yang normal. Kadar
TSH yang meningkat akan menyebabkan peningkatan massa tyroid.
Pembesaran tyroid dapat menimbulkan hyperplasia tetapi tidak semua
menunjukkan kadar TSH. Hipotesis lainmenyatakan bahwa struma
disebabkan karena stimulus kelenjar tyroid oleh growth imunoglobulin,
struma dapat berupa defus atau noduler dan nodul disebabkan oleh
adenoma, karsinoma, atau proses inflamasi. Pembesran tyroid yang tidak
berhubungan dengan hypertiroidisme, malignasi atau inflamasi sering kali
terjadi pada wanita yang timbul pada saat pubertas atau selama kahamilan
disebut dengan simpel goiter. Pada tiap orang dapat dijumpai masa dimana
kebutuhan terhadap tiroxin bertambah terutama masa pertumbuhan,
menstruasi pubertas, kehamilan, laktasu, menopause, infeksi dan stress.
Pada masa tersebut akan menimbulkan modularitas kelenjar tiroid serta
kelainan arsitektur yang dapat berlanjut pada berkurangnya aliran darah.

F. Pathway

Hambatan Defisiensi iodium Penghambat sintesa hormon


komunikasi verbal oleh zat kimia dan obat
Kelainan metabolic kongenital

Perlukaan terhadap
laring

Pembedahan Struma nodular non toksik Tumbuh jaringan di tiroid

Sulit menelan Disfagia

Intake nutrisi kurang Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan kekuatan dan
ketahanan otot

Kelemahan Defisit perawatan diri

Terdapat jahitan General anastesi Luka insisi dikontinuitas


jaringan

Estetika Depresi system pernapasan


Mediator kimia, bradikulin,
instamin prostaglandin
Gangguan konsep diri Penekanan modula oblongata tersensori

Pintu masuk kuman Penurunan refleks batuk Rangsang ujung saraf perifer
menghantarkan rangsangan

Mempermudah masuknya Akumulasi sputum


kuman/bakteri Substansia gelatinosa

Ketidakefektifan bersihan
Resiko infeksi Thalamus kortex serebri
jalan napas

Gangguan rasa nyaman


nyeri
G. Tanda dan Gejala
Menurut Djokomoeljanto (2006), beberapa penderita stroma nodosa non
toksik tidak memiliki gejala sama sekali. Jika struma cukup besar akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi
dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan dan
gangguan lain seperti,
1. Peningkatan jantung seperti berdebar-debar
2. Gelisah
3. Berkeringat
4. Tidak tahan cuaca dingin
5. Kelelahan

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk struma nodosa menurut Solymosi
(2007), antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan tes fungsi hormon T4 atau
T3, dan TSH
2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto rontgen
Dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesran struma
yang pada umumnya secara klinis sudah bisa diduga, foto rontgen
pada leher lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
b. Pemeriksaan USG, manfaat USG dalam pemeriksaan tiroid, yaitu :
1) Untuk menentukan jumlah nodul
2) Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kestik
3) Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang
akan dilakukan biopsi terarah
5) Pemeriksaan sidik tiroid, hasil pemeriksaan dengan radioisotop
adalah tentang ukuran
3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy),
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan struma menurut Jamson (2005), dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
1. Penatalaksanaan konservatif
a. Pemberiantiroksin dan obat anti-tiroid, tiroksin digunakan untuk
menyusutkan ukuran struma pertumbuhan sel kanker dipengaruhi
hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah
mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini yang diberikan untuk
mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengankatan kelenjar tiroid.
b. Terapi yodium radioaktif, memberikan radiasi dengan dosis yang
tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan.
Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktis dapat mengurangi gondok sekitar 50%.
2. Penatalaksanaan operatif
Tiroidektomi, tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengankat
kelenjar tiroid adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total.
Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau pengankatan 5/6
kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total yaitu pengankatan
jaringan seluruh lobus termasuk istmus.
3. Penatalaksanaan keperawatan
a. Manajemen atau penatalaksanaan nyeri
b. Penatalaksanaan nutrisi
c. Penatalaksanaan mobilisasi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Identitas penanggung jawab
3. Keluhan utama
Keluhan utama adalah nyeri post op
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, perawat
harus menanyakan secara langsung kepada pasien dengan teknik
PQRST.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau
tidak, atau mengalami trauma muskuloskeletal lainnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan
maupun menular seperti DM, hipertensi, asma, hepatitis, TBC dll,
yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan penyakit.
5. Pengkajian pola fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutri dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola istirahat dan tidur
f. Pola perseptual dan kognitif
g. Pola seksual dan reproduksi
h. Pola persepsi diri dan konsep diri
i. Pola peran dan hubungan
j. Pola management koping stress
k. Pola nilai dan keyakinan
6. Pemeriksaan fisik
a. KU
b. Tanda-tanda vital : TD, N, RR, dan S
c. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
2) Mata
3) Hidung
4) Telinga
5) Mulut dan gigi
6) Leher
7) Ekstermitas atas dan bawah
8) Dada
9) Abdomen

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen injuri fisik (luka post operasi).
2. Gangguan komunikasi verbal b.d cedera pita suara atau kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3. Resiko infeksi b.d adanya port de entri kuman atau bakteri

C. Intervensi Keperawatan
No.
Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan a. Kaji TTV dan KU a. Mengetahui cara
keperawatan selama ...X24 jam pasien terhadap efektif mengatasi
diharapkan nyeri pasien nyeri nyeri
berkurang dengan KH : b. Kaji nyeri secara b. Mengetahui tingkat
a. Skala nyeri 1-3 komprehensif nyeri pasien
b. Pasien mampu mengontrol c. Ajarkan teknik c. Mengurangi nyeri
nyeri relaksasi nafas dan memberikan
c. TTV dalam batas normal dalam rasa nyaman
d. Atur posisi tidur d. Memposisikan
pasien pada posisi pasien dalam posisi
senyaman mungkin nyaman
e. Edukasi tentang e. Memberi alternatif
aktivitas yang dapat menurnkan nyeri
mengangkat dan
menurunkan nyeri
f. Kolaborasi dengan f. Mengurangi nyeri
dokter pemberian pasien
analgetik
2. Setelah dialakukan tindakan a. Kaji fungsi bicara a. Membantu
keperawatan selama ...X24 jam periodik memenuhi
diharapkan gangguan kebutuhan pasien
komunikasi verbal dikarenakan suara
berhubungan dengan cidera serak dan salut
pitasuara dapat teratasi dengan tenggorokan akibat
KH : edema jaringan atau
Paien mampu berkomunikasi kerusakan karena
untuk pemenuhan pembedahan pada
kebutuhanya. syaraf laringeal.
b. Pertahankan b. Menurunkan
komunikasi yang kebutuhan berespon,
sederhana, beri mengurangi bicara
pertanyaan yang
hanya memerlukan
jawaban ya tau tidak
c. Memberikan metode c. Memfasilitasi
komunikasi ekspresi yang
alternatif yang dibutuhkan
sesuai, seperti papan
tulis, kertas tulis
d. Antisipasi d. Menurunnya asietas
kebutuhan sebaik dan kebutuhan
mungkin pasien untuk
e. Pertahankan berkomunikasi
lingkungan yang e. Menurunkan
tenang kerasnya suara yang
harus diucapkan
pasien untuk
didengar
3. Setelah dilakukan tindakan a. Kaji TTV pasien a. Mengetahui
keperawatan selama ...X24 jam peningkatan suhu
diharapkan tidak adanya tanda sebagai tanda infeksi
dan gejala infeksi dengan KH : b. Kaji adanya tanda b. Mengetahui akan
a. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi timbulanya infeksi
dan gejala infeksi pada luka (sebagai
b. Angka lekosit dalam rentan komplikasi yang
normal 4.000-10.000 u/L mungkin timbul
c. TTV dalam batas normal pada luka)
c. Lakukan perawatan c. Mempercepat proses
luka dengan teknik penyembuhan luka
aseptik tiap 2x dan mencegah
sehari terjadinya infeksi
d. Anjurkan pasien d. Meningkatkan status
untuk meningkatkan imunitas pasien
intake nutrisi TKTP
e. Edukasi pasien dan e. Mencegah terjadinya
keluarga untuk pertumbuhan kuman
menjaga personal
f. Mencegah terjadinya
hygiene
infeksi
f. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antibiotik

DAFTAR PUSTAKA
AME/AACE Guideline. 2006. American Assosiation of Clinical Endocrinologis
and Assosiation Medici Endocrinologi, Medikal Guidelnus For Clinical
Pratice For the Diagnosis and Management of Thyroid Nodule.
Endocrine Practice Vol 12 No.1 . Mei/24/2016

Daniel. 2008. Jeli dan Practice Menghadapi Kelainan Tiroid. Jakarta

Gordon. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed.3. Jakarta : EGC

Jonson, L. 2005. Disease of Tyroid Gland. Harrisons Principels of Internal


Medicine, 16th edition, Mc graw-Hill Medical Publishing Division.

Johan, S.M. 2006. Nodul Tiroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi
IV. Jakarta : FKUI

Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidyme, Buku Ajar Penyakit


Dalam, Jilid III, Jakarta : FKUI

Solymosi.2007. Therapy For Nontoxic Nodular Golter 16 Th edition, Mc graw-


Hil Medical Publishing Devision.

Anda mungkin juga menyukai