Anda di halaman 1dari 13

PENGEMBANGAN KURIKULM

Dosen Pengampu : Dr. Khaerudin, M.Pd

TUGAS 6b

Oleh :
Ahmad Lazuardi Al-Fitrie
9901820001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT pencipta alam semesta, pemberi kekuatan serta
kenikmatan bagi kita semua. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata
kuliah Pengembangan Kurikulum.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Khaerudin, M.Pd selaku dosen mata kuliah Pengembang Kurikulum dalam
memberikan bimbingan, saran dan arahan.
Penulis menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikiannya sehingga akhirnya
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta
bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Amiin.
Jakarta , April 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 3
B. Rumusan.................................................................................... 3
C. Tujuan........................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Sosiologis ................................................ 5
B. Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum ........... 6
C. Pentingnya Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan
Kurikulum Dan Sesuai Kebutuhan Masyarakat ....................... 8
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan era zaman milenial dan revolusi industri 4.0 mengharuskan seluruh
bidang kehidupan beradaptasi dengan tantangan zaman. Tantangan zaman menjadi semakin
cepat. Pertumbuhan teknologi bergerak sangat cepat sehingga membutuhkan sumber daya
manusia yang unggul dan siap menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Tantangan yang
utama bukan hanya dari ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi dari segi etika, moral,
akulturasi kebudayaan dan norma-norma yang ada sering diabaikan. Oleh sebab itu,
pendidikan berperan sangat penting untuk dapat berperan semakin besar dalam
mengarahkan laju pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi lebih beradab
dan tidak meninggalkan nilai-nilai etika dan moral masyarakat dan diharuskan untuk selalu
bertransformasi dan menawarkan gagasan baru.
Pendidikan dalam bertransformasi tentunya tidak berdiri sendiri. Dimana pendidikan
nantinya akan menjadi subbagian dari rancangan pendidikan yakni kurikulum. Kurikulum
inilah yang pada akhirnya menentukan perencanaan, pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Kurikulum yang ditawarkan harus mampu menjawab kompleksitas tatangan kedepan.
Kompleksitas akibat masyarakat yang selalu ingin selalu berkembang dan juga teknologi
yang menuntut masyarakat untuk selalu dinamis. Atau bahkan tantangan dari bangsa lain,
yang mengharuskan pedidikan mampu menerawang serta menerobos cakrawala masa depan.
Sehingga pendidikan dapat menciptakan generasi yang cemerlang dimasa depan.
Output kurikulum yaitu generasi peserta didik yang cemerlang di masa depan menjadi
mutlak adanya. Permasalahan pendidikan yang semakin menantang terutama berkaitan dengan
masalah nilai sosial yang akhir-akhir ini kita rasakan semakin tereduksi dengan kebebasan
media. Maka adalah hal penting untuk mempertimbangkan aspek sosial dalam pengembangan
kurikulum. Landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologis yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Landasan
ini didasari bahwa pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan landasan sosiologis ?
2. Apa yang dimaksud dengan landasan sosiologis dalam pengembangan
kurikulum ?
3. Mengapa kurikulum harus memiliki landasan sosiologis ?

3
4. Bagaimana menentukan landasan pengembangan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian landasan sosiologis
2. Mengetahui landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum
3. Mengetahui alasan kurikulum harus memiliki landasan sosiologis
4. Mengetahui menentukan landasan pengembangan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Sosiologis
Pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang
berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan
dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi
manusia yang berbudaya
Disisi lain bahwa pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa)
menghadapi kehidupan yang selalu mengalami perubahan dengan pesat dan bahkan sulit
untuk ditebak. Dengan kedua alasan tersebut, maka agar kurikulum sebagai program
pendidikan maupun kurikulum sebagai pengalaman yang diterapkan dalam proses
pembelajaran di setiap satuan pendidikan, harus menggunakan asumsi-asumsi landasan
sosiologis.
Sosiologi kurikulum awalnya hanyalah satu kajian dalam sosiologi pendidikan.
Menurut Musgrave sebagaimana dikutip Rahmat Hidayat sosiologi berkembang sekitar awal
1970. Diawali dengan konsen para sejarawan yang menulis tentang kurikulum dan mereka
mengunakan konsep-konsep sosiologis. Munculnya sosiologi kurikulum juga dikarenakan
perkembangan dalam sistem pendidikan diberbagai negara yang menempatkan kurikulum
sebagai posisi penting diseluruh sekolah. Ditambahkan juga oleh Michael F.D Young, ada
pertanyaan yang muncul dalam pemikiran sosiolog pendidikan di inggris saat itu. Pertanyaan
itu adalah apa pengetahuan berharga untuk pendidikan? Pertanyaan kedua adalah apa
perbedaan yang signifikan anatara kurikulum dan pengetahuan sehari-hari yang didapatkan
dirumah, dimasyarakat dan ditempat kerja? Pertanyaan itu membuat keresahan yang tiada
henti dikalangan sosiolog pendidikan inggris.hingga akhirnya InstitueOf Education dilondon
yang berdidiri tahun1909, menerbitkan sebuah publikasi yang berjudul Knowledge And
Control; New Directions For Sosiology Of Educatio. Dalam tulisan ini memusatkan pada
sifat dan karakteristik pengetahuan sekolah sebagai hal penting dalam pendidikan khususnya
sekolah. Pada akhirnya melahirkan sebuah pendekatan baru untuk mengkaji kurikulum yang
berada disekolah. Pendekatan baru ini disebut dengan “New Sociology of education” yang
kemudian hari yang akan kita kenal dengan “sosiologi kurikulum”. Sejarah singkat kurikulum
diatas menujukkan kepada kita semua bahwasanya sifat dan karateristik lingkungan memiliki
peran penting dalam pendidikan disekolah.

5
B. Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum
Dilihat dari substansinya faktor sosiologis sebagai landasan dalam mengembangkan
kurikulum dapat dikaji dari dua sisis yaitu dari sisi kebudayaan dan kurikulum serta dari unsur
masyarakat dan kurikulum.
a. Kebudayaan dan Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan
kurikulum dengan pertimbangan:
1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya. Semua itu dapat diperoleh
individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat
sekitar, dan tentu saja sekolah / lembaga pendidikan. Oleh karena itu sekolah
/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut
kurikulum.
2) Kurikulum dalam setiap masyarakat pada dasarnya merupakan
refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita- cita, atau kebiasaan-
kebiasaan. Karena itu dalam mengembangkan suatu kurikulum perlu
memahami kebudayaan. Kebudayaan adalah pola kelakuan yang secara
umum terdapat dalam satu masyarakat yang meliputi keseluruhan ide, cita-
cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan lain sebagainya.
3) Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut
kebudayaan. Oleh karena itu kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu
konsep yang memiliki kompleksitas tinggi. Kebudayaan adalah hasil dari
cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
a) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan dan lain-lain. Wujud
kebudayaan ini bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia
dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
b) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
Tindakan ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas
manusia sifatnya konkrit, bisa dilihat dan diobservasi. Tindakan berpola
manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya

6
sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi dari ide,
konsep, gagasan, nilai dan norma yang telah dimilikinya.
c) Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah
seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh
karena itu wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah produk dari wujud
kebudayaan yang pertama dan kedua.
Secara umum pendidikan dan khususnya persekolahan pada dasarnya bermaksud
mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi dengan anggota masyarakat yang
lain. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat mencapai tujuan
pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum pula, seperti: nilai-nilai, sikap-sikap,
pengetahuan, kecakapan dan kegiatan yang bersifat umum yang sangat penting bagi
kehidupan bermasyarakat.
b. Masyarakat dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri
kedalam kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah
masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir
tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.
Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian
yang membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal
ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi
terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan dimana ia dibesarkan. Menurut
Daud Yusuf (1982) bahwa sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan
melalui proses pendidikan ada tiga yaitu: logika, estetika, dan etika. Ilmu pengetahuan dan
kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran)
Sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya
adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat
sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup
ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat.
Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program Pendidikan harus dapat
menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk dapat menjawab tutntutan tersebut
bukan hanya pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan
dan strategi pelaksanaannya.

7
Oleh karena itu guru, para pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka
mengantisipasi perkembangan masyarakat agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan
berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat. Teori, prinsip, hukum, yang terdapat dalam
semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, penerapannya harus disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya di masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa
lebih bermakna dalam hidupnya.
Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963) Tanner dan Tanner (1984) menyatakan tuntutan
masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.Calhoun, Light, dan
Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu: 1) Mengajar keterampilan,
2) Mentrasmisikan budaya, 3) Mendorong adaptasi lingkungan, 4) Membentuk kedisiplinan,
5) Mendorong bekerja berkelompok,6) Meningkatkan perilaku etik, dan 7)Memilih bakat
dan memberi penghargaan prestasi.

C. Pentingnya Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan Kurikulum Dan Sesuai


Kebutuhan Masyarakat
Setiap sistem sosial masyarakat pasti memiliki karakteristik yang berbeda.
Karakteristik suatu masyarakat bisa dilihat dari berbagai kondisi, seperti kondisi sosial
ekonomi, kondisi geografi, kondisi lingkungan sosial budaya, adat istiadat, dan lain-lain.
Dengan kata lain, kurikulum yang dikembangkan harus berisi sejumlah kompetensi seperti
kemampuan akademik, nilai, sikap perilaku, kepercayaan, adat istiadat yang dibutuhkan siswa
untuk dapat berdaptasi, berkembang, berkontribusi, dan minimal untuk mempertahankan diri
(survive) dalam kondisi masyarakat dimana mereka tinggal.
Kurikulum yang dikembangkan akan dijadikan acuan oleh anak-anak untuk
mempelajari berbagai pengalaman hidupnya. Apabila kurikulum tersebut dikembangkan
dengan mengacu pada masyarakat industri, maka anak-anak yang belajar menggunakan
kurikulum tersebut akan mempelajari berbagai kompetensi untuk bisa hidup dan berkembang
di lingkungan masyarakat industri dengan berbagai karakteristiknya. Hal ini tentu akan sangat
membantu anak-anak yang memang hidup di lingkungan masyarakat industri. Mereka telah
memiliki sejumlah kompetensi yang menjadi tuntutan masyarakatnya, baik itu hard-skills
maupun soft-skills nya, sehingga akan terhindar dari berbagai konflik sosial, baik yang
disebabkan oleh faktor sosial ekonomi, budaya, adat-istiadat ataupun norma dan nilai-nilai
religius yang dianut masyarakat tersebut. Dalam kondisi seperti ini, kurikulum yang

8
dikembangkan sangat relevan, dan efektif dalam menyiapkan anak-anak menjadi anggota
masyarakat industri yang baik.
Permasalahan akan muncul apabila kurikulum tersebut digunakan dan dipelajari oleh
anak-anak yang hidup di lingkungan masyarakat agraris. Karena itu berarti karakteristik yang
dimiliki anak-anak menjadi tidak relevan dengan karakteristik masyarakatnya. Dengan kata
lain, akan terjadinya gap antara karakteristik yang dimiliki anak-anak dengan karakteristik
masyarakat tempat mereka hidup. Salah satu gap yang sangat mungkin muncul adalah adanya
gap antara kebutuhan tenaga kerja dengan ketersediaan tenaga kerja yang ada. Hal ini akan
berakibat pada anak-anak yang telah mengenyam pendidikan dengan menggunakan kurikulum
yang berbasis pada masyarakat industri menjadi pengangguran atau mereka bermigrasi ke
perkotaan, karena kompetensi yang mereka miliki tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
agraris. Uraian ini juga ingin menegaskan bahwa kompetensi yang diperlukan oleh anak-anak
yang hidup dalam masyarakat dengan kondisi geografis di perkotaan berbeda dengan mereka
yang hidup di daerah pedesaan dan pesisir. Tuntutan terhadap anak-anak yang hidup di Jakarta
dengan kondisi sosial budaya yang metropolis sangat berbeda dengan anak-anak yang hidup
di masyarakat yang masih memegang budaya tradional yang ketat, atau masyarakat yang lebih
religius, seperti di Bali, di Aceh, dan di beberapa daerah lain yang memegang nilai-nilai agama
yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dengan kata lain kurikulum yang kita
kembangkan harus mampu mengembangkan karakteristik siswa yang sesuai dengan
karakteristik masyarakat dimana kurikulum itu akan dilaksanakan agar mereka bisa
berpartisipasi aktif dan berkontribusi positif dalam perkembangan masyarakatnya, sehingga
anak yang lulus dari suatu sekolah tidak menjadi beban apalagi “sampah” masyarakat.
Kurikulum yang kita kembangkan harus menyesuaikan dengan kondisi masyarakat
saat ini, saat dimana anak-anak sedang tumbuh dan berkembang. Hal ini dilakukan agar anak-
anak yang mempelajari kurikulum tersebut memiliki sistem nilai, norma, dan budaya (tradisi)
yang berkembang dalam masyarakatnya. Kecermatan mendapatkan gambaran karakterisitik
masyarakat yang berkembang saat ini menjadi sangat vital. Hal ini penting agar anak-anak kita
tidak menghadapi konflik sosial dalam lingkungannya.
Saat ini kita telah memasuki era globalisasi, yang juga dikenal sebagai abad-21
(Twenty-first Century). Pengembang kurikulum harus memahami betul karakteristik abad-21
dengan berbagai tuntutan dan kebutuhannya. Telah banyak kajian yang menggambarkan
kompetensi yang harus dimiliki oleh anak-anak kita yang hidup di abad-21 ini. Sebagian besar,
para ahli, hampir sepakat bahwa kompetensi yang harus dimiliki anak-anak kita lebih pada
kompetensi dalam bentuk soft-skills. Hal ini bukan berarti kompetensi hard-skills tidak

9
diperlukan, hanya mengingat perubahan yang sangat cepat di era ini, maka kompetensi yang
paling fleksibel dan akan dibutuhkan dalam era apapun adalah kompetensi soft-skills.
Sedangkan kondisi masa depan juga menjadi sangat penting, karena kurikulum yang
kita kembangkan pada hakikatnya adalah dalam upaya mempersiapkan anak-anak kita bisa
hidup dan berkembang di masa akan datang. Sekolah memiliki tugas dan fungsi sosial
menyiapkan anak didiknya memiliki karakteristik dan kompetensi yang diperlukan untuk bisa
berkembang di masa depan. Oleh karena itu, tim pengembang kurikulum harus bisa melihat
kecenderungan perkembangan masyarakat di masa depan seperti apa; Hal ini agar mereka bisa
merumuskan karakteristik yang akan dikembangkan pada diri anak dalam kurikulum.

10
BAB III
PENUTUP
Pendidikan merupakan suatu proses kebudayaan yang lahir dari budaya dan
dilaksanakan dalam rangka proses pembudayaan, melalui interaksi insani menuju manusia
yang berbudaya. Dalam proses tersebut perlu landasan sosiologis pengembangan kurikulum.
landasan pengembangan kurikulum adalah pondasi pengembangan rancangan pembelajaran
yang melihat dari sisi sosial masyarakat. Dimana dalam pembelajaran nantinya peserta didik
akan dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan
drinya menjadi manusia berbudaya.
Landasan sosiologis penting adanya dalam pengembangan kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum pada prinsipnya pendidikan harus mencerminkan keinginan, cita-
cita tertentu dan kebutuhan masyarakat. Karena itu sudah sewajarnya kalau pendidikan
memerhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan harus memberi jawaban atas tekanan-
tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan. Sementara dengan
adanya landasan sosiologis pengembangan kurikulum yang merujuk pada asas
kemasyarakatan dan juga kebutuhan masyarakat membuat pendidikan lebih bermakna.
Harapanya dengan adanya landasan sosiologis pendidikan akan mampu menjawab
tantangan masyarakat, membekali peserta didik untuk setia pada norma/etika dimasyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA
Asfiati. 2016. Pendekatan Humanis dalam Pengembangan Kurikulum. Medan: Pedana
Publishing
Dakir, H. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta:Rinekaa Cipta
Khalim, A. D. N. 2016. Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum sebagai
Persiapan Generasi yang Berbudaya Islam. Jurnal Kajian Kritis Pendidikan Islam
dan Manajemen Pendidikan Dasar, vol.2 (1). 2599-2732

12

Anda mungkin juga menyukai