Anda di halaman 1dari 6

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN WPP NRI 573

WPP RI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat. Topografi dasar perairan
Samudera Hindia di selatan Jawa dan barat Sumatera didominasi oleh basin besar Australia –
Hindia, dengan diabatasi oleh palung memanjang sejajar pantai barat Sumatera, selatan Jawa
dan Pulau-pulau Nusa Tenggara. Kedalaman palung bervariasi dari ratusan meter hingga
ribuan meter. Lempeng Samudera di selatan Pulau Jawa menunjam kebawah lempeng benua
dan membentuk jalur lurus Mid Oceanic Ridge. Selain itu terbentuk cekungan busur muka di
selatan pulau-pulau Nusa Tenggara Barat, yaitu Cekungan Lombok. Kondisi dasar laut yang
dalam dan bervariasi menyebabkan munculnya ekosistem bawah laut yang khas (Pradana dan
Sutedjo, 2018).
1. Suhu
laut selatan jawa memiliki kenaikan muka air laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang lainnya. Kenaikan muka air laut yang terjadi dominan didaerah yang dekat dengan
daratan. Besar nilai SSHA ini dipengaruhi oleh angin monsun. Kondisi muka air laut tersebut
dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu peningkatan temperatur air laut dan perubahan massa
air laut (Khasanah & Marzuki, 2017). Menurut (Bima, Setyono, & Harsono, 2014). Kenaikan
muka air laut pada musim barat lebih tinggi di daerah yang dekat dengan pantai dibanding laut
lepas, sebaliknya dengan musim timur. Sehingga untuk wilayah pengelolaan perikanan (WPP)
573 ini didominasi oleh La Nina dan IOD-. Kenaikan muka air laut di WPP 573 ini juga
dipengaruhi oleh arus lintas Indonesia (Arlindo). Perairan Laut Timor, merupakan salah satu
lintasan utama Arlindo yang membawa massa air Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Sumber air
yang dibawa oleh Arlindo berasal dari Lautan Pasifik bagian utara dan selatan (Tomascik &
Mah, 1997).
Menurut musim, nilai sebaran SPL terendah ditemukan musim timur (Juni-JuliAgustus)
dan musim peralihan II (September-Oktober November), nilai sebaran SPL tertinggi ditemukan
pada musim peralihan I (Maret-Mei) dan musim barat (Desember-Januari-Februari). Dinginnya
massa air permukaan laut pada musim timur, disebabkan oleh intensitas tiupan angin muson
tenggara yang kuat mencapai puncaknya pada Agustus-September dengan kecepatan 0,90-
6,61 m/det (di barat Sumatera) dan 5,23-8,02 m/det (di selatan Jawa). Massa air SPL rendah di
pusat upwelling memiliki nilai sebaran ≤ 24 0 C. Semakin tinggi intensitas upwelling, nilai SPL
semakin rendah (22-23 0 C) (Amri, Manurung, Gaol, & Baskoro, 2013).
Suhu air laut di Selat Sunda (St.9) dan Samudera Hindia (St.2 dan St.5) pada bulan
Februari - Maret 2012 menunjukkan nilai yang beragam. Di lapisan permukaan bervariasi
antara 27,02oC – 30,18oC. Pada gambar 2 terlihat mixed layer yaitu lapisan permukaan di
Stasiun Selat (St.9) hingga kedalaman 75 m sedangkan di Stasiun Samudera (St.2 dan St.5)
masing-masing hingga kedalaman 100 m dan 190 m, suhu menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dari pada lapisan di bawahnya. Makin ke lapisan dalam, suhu air laut makin dingin dan suhu
minimum terlihat pada lapisan > 300 m di St. 2 dan > 1000 m di St.5. Terlihat pula semakin jauh
dari daratan (open ocean), semakin dalam mixed layernya (mixed layer di St 2 dan St. 5 lebih
dalam dibandingkan di St.9) (Era, Wijaya, Triyulianty, Arief, & Widagti, 2012)

2. Gelombang
Pada Januari-April kondisi gelombang tinggi dan angin kuat di perairan selatan jawa
(Wijopriono & Rachmawati, 2015).

3. Salinitas
Januari-April merupakan periode musim penghujan dimana salinitas perairan dekat
pantai, khususnya Teluk Palabuhanratu menjadi rendah akibat pengenceran oleh air hujan
(Amri & Satria, 2013). di perairan barat Banten bagian pesisir dan tengah umumnya mempunyai
nilai suhu tinggi dan salinitas yang rendah. Sementara pada lapisan yang lebih dalam, suhu dan
salinitas relatif stabil mengingat area tersebut merupakan perairan dangkal. Pada perairan yang
lebih dalam, lapisan termoklin terdeteksi pada kedalaman 50-150 m. Sebaran melintang suhu
dan salinitas, menunjukkan pada area pesisir barat Banten, dimana kedalamannya lebih
dangkal dibanding bagian tengah, memiliki suhu dan salinitas cenderung homogeny (Amri,
Priatna, & Suprapto, 2014).
Samudra Hindia bagian timur, Massa air dengan salinitas rendah terdapat di lapisan
permukaan, dengan kisaran antara nilai salinitas 33.90 - 34.80 PSU dengan suhu air laut
bervariasi antara 28.0°C – 29.0°C dan kerapatan air (densitas), σ=21.0-22.0 kg/m3 . Pada
lapisan kedua, terdapat massa air bersalinitas tinggi dengan kisaran salinitas 35.15 - 35.20 PSU
dengan suhu berkisar 18.0 – 23.0°C dan densitas σ=24.5-25.5kg/m3 . Lapisan ketiga adalah
massa air dengan salinitas 35.00 PSU, suhu 7.0 - 11.0°C dan σ=26.5-27.5 kg/m3 . Sedangkan
lapisan keempat yang terdalam adalah massa air dengan salinitas 34.70 – 34.90 PSU, suhu
2.0°C-6.0°C, σ=27.5-28.0 kg/m3 . Selanjutnya massa air ke bawah tampak hampir homogeny
(Kusmanto & Siswanto, 2018). Salinitas air laut di Selat Sunda (St.9) dan Samudera Hindia
(St.2 dan St.5) pada bulan Februari - Maret 2012 menunjukkan nilai yang beragam. Di lapisan
permukaan bervariasi antara 30,96 psu (di St. Selat Sunda/St.9) sampai dengan 35,48 psu (di
St. Samudera/ St.2 dan St.5) (Era et al., 2012). Pada perairan Selat Sunda Salinitas berkisar
antara 31,0 sampai dengan 33,7‰ dengan nilai terendah (31,0‰) pada musim barat,
sementara salinitas tertinggi (32,7 sampai dengan 33,7‰) ditemukan pada musim peralihan 2.
Sebaran klorofil-a berkisar antara 0,1 sampai dengan 2,0 mg m-3 (Amri, Manurung, & Siregar,
2017)

4. Arus
Arus utama selatan Jawa, menurut (Sprintall et al., 1999) mengalir arus ekuatorial selatan
kearah barat. Pada 150 km dari pantai, arus balik musiman terjadi pada kedalaman lebih dari
250 m.
Dominasi arah gerakan angin pada Musim Barat menunjukan arah gerakan ke tenggara
(Syafik, Kunarso, & Hariadi, 2013). (Wyrtki, 1961) menyatakan bahwa pada bulan Desember
sampai Februari, yaitu pada musim dingin di BBU matahari berada pada posisi 23,50 LS, pusat
tekanan tinggi berada di Asia Utara. Pada kondisi ini angin bertiup dari arah timur laut kemudian
saat melewati khatulistiwa angin ini dibelokkan karena karena pengaruh rotasi bumi dan
menjadi angin barat laut di atas Indonesia serta bertiup menuju pusat tekanan rendah di Benua
Australia. Pada Musim Timur, bulan Juni sampai Agustus, yaitu pada musim dingin di BBS
matahari berada pada posisi 23,50 LU, pusat tekanan tinggi berada di Australia. Angin bertiup
dari Benua Australia kemudian ketika melewati khatulistiwa angin berbelok dari arah barat daya
menuju arah timur laut melewati bagian barat Indonesia menuju pusat tekanan rendah di Asia
Utara
5. Rata-rata ketinggian permukaan laut
Menurut (Susanto, Gordon, & Zheng, 2001), Sebagian massa air akan mengalir melalui
Selat Lombok dan berakhir di Lautan Hindia. Berdasarkan hasil perhitungan, maka diperoleh
nilai estimasi kenaikan muka air laut di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 573 ini sebesar
4,175 mm/th (Khasanah & Marzuki, 2017)
6. Upwelling
Upwelling dimulai dari lepas laut sejajar tengah pulau Jawa dimana sangat kuat pada
bulan Juli dan lalu bergeser kearah barat menuju tenggara Pulau Sumatera pada bulan
Agustus. (Wibowo, Jayawiguna, & Triyono, 2019). Pengaruh antara komponen gesekan angin
tegak lurus pantai (τ+ ) dengan fenomena upwelling dan downwelling yang menyebabkan naik
dan turunnya SPL, diduga pula komponen gesekan angin tegak lurus pantai (τ+ ) yang
gesekannya menjauhi pantai (positif) yang menyebabkan upwelling dan komponen gesekan
angin yang mendekati pantai (negatif) yang menyebabkan downwelling di Samudera Hindia
WPP RI 573 (Syafik et al., 2013).
Tiupan angin muson tenggara yang kuat pada musim timur menyebabkan upwelling di
selatan Jawa dan ke arah barat mencapai perairan selatan Jawa Barat dan sekitar Selat Sunda.
Upwelling di selatan Jawa Barat dan barat Sumatera merupakan fenomena yang terjadi
berurutan, bergerak dari arah timur ke barat (pesisir selatan Jawa Barat) dan kemudian
berlanjut ke arah utara (pesisir barat Sumatera) Upwelling ditemukan di perairan selatan Jawa
Barat pada fase IODM normal (kecuali pada 2001) yaitu pada 1995, 1999, 2000, 2004 dan 2009
dan fase IODM positif lemah (2003, 2007 dan 2008) serta fase IODM positif kuat pada 1994,
1997 dan 2006. Tidak ditemukannya indikasi upwelling di selatan Jawa Barat pada fase IODM
normal pada 2001, diduga angin muson tenggara pada musim timur bertiup lemah. Lemahnya
tiupan angin muson tenggara diduga terkait dengan asosiasi dipole mode. Jadi mekanisme
utama terjadinya upwelling di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa adalah “Ekman
pumping”, pengisian kekosongan massa air permukaan di perairan pantai oleh massa air
dalam. Kejadian upwelling pada musim timur terjadi ketika tiupan angin muson tenggara
menguat (Amri et al., 2013). Massa air upwelling hanya ditemukan musim timur sampai musim
peralihan II dan secara perlahan menghilang pada musim barat. Massa air upwelling,
dibangkitkan oleh proses upwelling di sepanjang pantai selatan Jawa Barat dan barat
Sumatera. Massa air upwelling dapat dibedakan dengan massa air mixed water mass upwelled
yang berasal dari dari selatan Jawa Timur dari posisinya berada jauh di selatan. Upwelling di
selatan Jawa dan barat Sumatera, menurut (Susanto et al., 2001) merupakan respon dari
bertiupnya angin muson, berlangsung dari Juni hingga pertengahan Oktober, pusat upwelling
berada di selatan Jawa Timur kemudian bergerak ke arah barat/ barat laut hingga posisi 1040
BT.
7. Klorofil-a
Analisis korelasi parsial antara chlorophyll-a dengan variabilitas iklim antar tahunan, IOD
(Indian Ocean Dipole) - (ENSO (El Niño Southern Oscillation) dikendalikan), terlihat secara
signifikan di pesisir selatan Jawa. Pengaruh IOD (ENSO dikendalikan) terhadap peningkatan
chlorophyll-a terlihat secara signifikan di pesisir selatan Jawa pada periode JJASON
(September-Oktober-November) bersamaan dengan berlangsungnya monsun Timur,
Peningkatan chlorophyll-a di perairan Selatan Jawa terjadi pada tahun 2006-2007 terkait
dengan kejadian El Niño lemah yang bersamaan dengan IOD positif. Pada tahun 2011-2012
juga terjadi peningkatan chlorophyll-a di Selatan Jawa yang bersamaan dengan La Nina lemah
dan IOD positif. Peningkatan chlorophyll-a mulai terjadi kembali pada tahun 2014-2016 di
selatan Jawa. Pada periode tahun 2014-2015 terjadi IOD positif yang diikuti dengan El Nino
sangat kuat terjadi pada tahun 2015-2016. Peningkatan kelimpahan chlorophyll-a ini terjadi
secara spasial dan temporal (Ratnawati, Hidayat, Bey, & June, 2016).
Musim barat merupakan musim dengan kandungan klorofil-a terendah 0,1 mg m-3 dan
musim timur merupakan musim dengan tingkat kesuburan perairan tertinggi (1,5 sampai
dengan 2,0 mg m-3) (Amri et al., 2017)

Daftar pustaka

Amri, K., Manurung, D., Gaol, jhonson L., & Baskoro, mulyono S. (2013). Karakteristik Suhu
Permukaan Laut dan Kejadian Upwelling Fase Indian Ocean Dipole Mode Positif di Barat
Sumatera dan Selatan Jawa Barat. Segara, 9(1), 23–35.
Amri, K., Manurung, D., & Siregar, V. P. (2017). Dinamika Kondisi Oseanografi Musiman
Perairan Selat Sunda Dari Analisis Data Multitemporal. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 13(3), 191. https://doi.org/10.15578/jppi.13.3.2007.191-199
Amri, K., Priatna, A., & Suprapto. (2014). Oceanographycal Characteristic and Phytoplankton
Abundance in Sunda Strait in East Monsoon. Bawal, 6(1), 11–20.
Bima, raden bima yoga, Setyono, H., & Harsono, G. (2014). Dinamika Upwelling Dan
Downwelling Berdasarkan Variabilitas Suhu Permukaan Laut Dan Klorofil-a Di Perairan
Selatan Jawa. Journal of Oceanography, 3(1), 57–66.
Era, W., Wijaya, D., Triyulianty, I., Arief, T., & Widagti, N. (2012). DISTRIBUSI VERTIKAL
SUHU, SALINITAS, DAN OKSIGEN TERLARUT DI SAMUDERA HINDIA DAN SELAT
SUNDA PERIODE JAVA UP-WELLING VARIABILITY OBSERVATION (JUVO) CRUISE
2012. Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan Dan Kelautan, (January
2018). yogyakarta: semnaskan UGM.
Khasanah, U. N., & Marzuki, M. I. (2017). Analisis Kenaikan Muka Air Laut Menggunakan Data
Altimetri untuk Aplikasi Mitigasi Perubahan Iklim di Wilayah Pengelolaan Perikanan
( WPP ) 573. Seminar Nasional Penginderaan Jauh Ke-4 Tahun 2017, (2013), 265–270.
Kusmanto, E., & Siswanto, S. (2018). Analisis Masa Air Dan Estimasi Transport Arus Bawah
Ekuator Pada Bujur 90°E Selama Indonesia Prima 2017. Jurnal Meteorologi Dan
Geofisika, 19(2), 59–69. https://doi.org/10.31172/jmg.v19i2.522
Pradana, S. dan Sutedjo, A.( 2018). Pembentukan Benua dan Samudera; Pendalaman Materi
Geologi. Modul 17, Kemenristek Dikti
Ratnawati, H. I., Hidayat, R., Bey, A., & June, T. (2016). Upwelling di Laut Banda dan Pesisir
Selatan Jawa serta Hubungannya dengan ENSO dan IOD. Omni-Akuatika, 12(3), 119–
130. https://doi.org/10.20884/1.oa.2016.12.3.134
Sprintall, J., Chong, J., Syamsudin, F., Morawitz, W. L. M., Hautala, S., Bray, N. A., & Wijffels,
S. (1999). Dynamics of the South Java Current in the Indo-Australian Basin. Geophysical
Research Letters, 26(16), 2493–2496. https://doi.org/10.1029/1999GL002320
Susanto, R. D., Gordon, A. L., & Zheng, Q. (2001). Upwelling along the coasts of java and
sumatera and its relation to ENSO. Geophysical Research Letter, 28(8), 1559–1602.
Syafik, A., Kunarso, & Hariadi. (2013). Pengaruh Sebaran Dan Gesekan Angin Terhadap
Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Samudera Hindia (Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia 573). Journal of Oceanography, 2(3), 318–328.
Tomascik, tomas, & Mah, A. J. (1997). Ecology of the Indonesian Seas Part 2. singapore:
peripilus edition.
Wibowo, S., Jayawiguna, M. H., & Triyono. (2019). Potensi Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan WPPNRI 573 (1st ed.; S. Wibowo, M. H. Jayawiguna, & Triyono, eds.). jakarta:
AMAFRAD Press.
Wijopriono, & Rachmawati, puput fitri. (2015). Perikanan Tongkol Dan Daya Dukungnya
Terhadap Penyediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Di Palabuhanratu. Penelitian,
21(1), 17–24.
Wyrtki, K. (1961). Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report Volume
2. Scientific Results of Marine Investigation of the South China Sea and the Gulf of
Thailand 1959-1961. In Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga
Report Volume 2. Scientific Results of Marine Investigation of the South China Sea and the
Gulf of Thailand 1959-1961. UC San Diego. Retrieved from
https://escholarship.org/uc/item/49n9x3t4#author
%0Ahttps://escholarship.org/uc/item/49n9x3t4

Anda mungkin juga menyukai