Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai induk dari segala ilmu, filsafat telah berjasa dalam kelahiran sebuah disiplin
ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran sampai ideology hingga saat ini. Ada mulanya ilmu
yang pertama kali muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat,
sehingga ada yang mengatakan filsafat sebagai induk atau ibu ilmu pengetahuan, karena objek
material filsafat sangat umum yaitu seluruh kenyataan. Padahal ilmu-ilmu membutuhkan objek
material yang khusus, hal ini berakibat berpisahnya ilmu dari filsafat. Meskipun dalam
perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan
filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Disinilah filsafat berusaha untuk
menyatupadukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan
merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas.
Oleh karena itu filsafat merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami dari
mahluk yang berfikir.
pemikir Inggris Francis Bacon menamakan filsafat ” induk agung dari ilmu-ilmu”.
Filsafat menagani semua pengetahuan sebagai bidangnya. Menurut Henry Sidgwick, filsafat
memeriksa pengertian-pengertian khusus, azas-azas fundamental, metode yang tegas, dan
kesimpulan-kesimpulan utama dari suatu ilmu dengan maksud mengkoordinasikannya dengan
ilmu-ilmu yang lain, sehingga dari arti ini filsafat dapat dinamakan ilmu dari ilmu-ilmu (scientia
scientiarium) (The Liang Gie. 2007).
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang
memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan
dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang
berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat yang tepat sehingga
sejalan dengan pengetahuan ilmiah. Interaksi antara filsafat dan ilmu-ilmu khusus juga
menyangkut suatu tujuan yang lebih jauh dari filsafat.
Tafsir ( 2010), mengemukakan Filsafat berusaha untuk mengatur hasil-hasil dari berbagai
ilmu-ilmu khusus kedalam suatu pandangan hidup dan pandangan dunia yang tersatupadukan,
komprehensif dan konsisten. Secara komprehensif artinya tidak ada sesuatu bidang yang berada

1
di luar jangkauan filsafat. Secara konsisten artinya uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat-
pendapat yang saling berkontradiksi.
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah
merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi
logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana
perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun
mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi
lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa
manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan
meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiology (Beni, 2009).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah definisi filsafat dan Asal usulnya?
1.2.2 Bagaimana filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan?
1.2.3 Bagaimana hubungan antara filsafat dan ilmu ?
1.2.4 Bagaimana metode mendapatkan kebenaran dalam filsafat?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah


1.3.1. Mengetahui definisi filsafat dan asal usulnya
1.3.2. Mengetahui filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan
1.3.3. Mengetahui hubungan antara filsafat dan ilmu.
1.3.4. Mengetahui metode mendapatkan kebenaran dalam filsafat

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Filsafat dan Asal Usulnya

Secara etimologis, kata filsafat berasal dari kata “philosophia”. Kata ini terbentuk dari
dua kata, “phileo” yang berarti mencintai, mencari, dan “Sophia” yang berarti hikmat,
kebijaksanaan, pengetahuan. Kata filsafat berasal dari bahasa Inggris dan bahasa Yunani. Dalam
bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan bahasa Yunani philein atau philos dan sofien atau
sophi. Ada pula yang mengatakan berasal dari bahsa Arab, yaitu falsafah, yang berarti alhikmah
(Salahudin, 2011). Maka filsafat berarti mencintai atau mencari kebijaksanaan, atau
pengetahuan. Dan seorang filsuf adalah seorang pencinta atau pencari kebijaksanaan atau
pengetahuan (Hamersma, 1981). Disini tidak berarti bahwa seorang filsuf itu adalah orang yang
sudah memiliki kebijaksanaan, atau pengetahuan melainkan ia sedang mencarinya. Filsafat
bermaksud menyingkapkan hakikat segala sesuatu, tetapi upaya itu tak pernah mencapai tujuan
itu sepenuhnya karena apa yang disebut sebagai hakikat tidak pernah dapat dideskripsikan
sebagaimana adanya (Hardiman, 2007).
Beberapa definisi filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber
kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif.
b. Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian
alam.
c. Filsafat adalah pengembaraan alam piker manusia yang tidak mengenal kenyang dengan ilmu
pengetahuan dan kebenaran yang hakiki (Salahudin, 2011).
Pengertian filsafat menurut para filosof
a. Menurut Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli.
b. Aristoteles mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
tergabung didalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika.
c. Bernard Russel mengartikan filsafat sebagai the attent to answer ultimate question critically.
d. William james mengartikan filsafat sebagai a collective name for question which have not
answered to the satisfaction of all that have asked them.
e. Al-farabi mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang hakikat sebagai yang sebenarnya.

3
f. Immanuel Kant memaknai filsafat sebagai pangkal poko segala pengetahuan yang tercakup
di dalamnya (Soegiono dan Muis, 2012).
Berpijak dari definisi-definisi diatas ada yang mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan pengetahuan mudah difahami karena
filsafat menjadi salah satu dari apa yang diperoleh manusia lewat indra dan pikirannya.
Pengetahuan adalah hasil interaksi antara diri seseorang dan dirinya sendiri ataupun dengan
lingkungannya. Filsafat juga membahas segala sesuatu yang ada, meliputi sesuatu yang benar-
benar dapat ditangkap oleh indra, diyakini benar-benar ada, meskipun tidak dapat ditangkap
indra, ada yang hanya ditangkap pikiran, ada yang bersifat kemungkinan ada, dan adanya sesuatu
yang tidak ada (tidak ada itu ada) (Soegiono dan Muis. 2012). Jadi ada meliputi ada, yang
mungkin ada, dan yang tidak ada, semuanya menjadi sasaran filsafat. Batasan arti filsafat
tersebut sangat bersifat umum,namun dapat mengakomodasikan batasan-batasan yang lain.
Asal usul filsafat sangatlah sederhana, yakni ada tiga hal yang mendorong manusia untuk
berfilsafat, yaitu keheranan, rasa ingin tahu yang mendalam, dan kekaguman. Kerajaan Yunani
merupakan tempat berkembangnya filsafat pada zaman dahulu mencatat bahwa dari rasa heran,
orang terdorong untuk mencari jawab atas pertanyaan mengapa demikian. Pada saat itu,
keheranan orang Yunani banyak tertuju pada alam semesta dengan langit berbintang, serta
peristiwa-peristiwa yang menyertainya, seperti gerhana, bintang berekor, meteor, dan
sebagainya. Oleh sebab itu,filsafat yang berkembang di daerah itu banyak filsafat alam
(Cosmologia). Di samping keheranan, hal yang mendorong lainnya ialah rasa ingin tahu . rasa
ingin tahu merupakan naluri manusia yang sebenarnya tidak sekedar ingin tahu, tetapi
konotasinya menjadi dua arah, yaitu ingin tahu yang mendalam dan inin yang secar terus-
menerus. Dari rasa ingin tahu, orang terdorng utnuk mencari jawab atas pertanyaan mengapa
demikian. Agar didapatkan jawaban yang memuaskan, maka dikerahkan secara maksimal pikiran
dan pancaindera. Namun, sebagian besar pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu tersebut
(terutama rasa ingin tahu yang mendalam) justru tidak terjawab, misalanya dari mana asal benda
langit tersebut, mengapa ada benda langit, dan sebagainya. Jawaban tentang hal tersebut tdiak
akan dapat dicapai dengan pacaindera, sehingga orang harus berpikir mendlam melampaui batas
kemampuan pancaindera yang sifatnya fisik, menembus sampai metafisik, maka lahirlah filsafat.
Sebaliknya,apabila pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu tersebut dapat
tejawab dalam jangkauan pancaindera yang sifatnya fisi, maka lahirlah ilmu kealaman. Cirri dari

4
rasa ingin tahu pada ilmu kealaman adalah yang secara terus menerus, sehingga menjadi motor
dari sifat ilmu yang selalu berkembang. Pendororng munculnya filsafat yang lain lagi ialah
kagum. Orang yamg merasa kagum selalu merasa dirinya kecil dan lemah, sedangkan yang
dikagumi itu adalah besar dan hebat. Oleh sebab itu, kemudian muncul kagum pada alam, pada
gunung, samudera, matahari, dan sebagainya. Dengan demikian, dirinya hanya merupakan hal
bagian yang kecil atau tidak berarti dari yang mereka kagumi, bahkan hanya merupakan salah
satu unsur (bagian kecil) dari yang mereka kagumi. Dengan cara yang sama, maka muncul
filsafat. Apapun jenis pendorongnya, filsafat merupakan hasil olah ikir manusia.

2.2 Filsafat sebagai Induk Ilmu Pengetahuan

Apabila kita berbicara mengenai filsafat, maka kita telah membicarakan sebuah studi
yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Oleh karena
itu, filsafat disebut sebagai induk atau ibu dari ilmu pengetahuan (mother of science). Jika kita
telusuri lebih lanjut
Ditinjau dari perkembangan ilmu, filsafat dipandang sebagai ilmu yang pertama kali
muncul dan sekaligus dipandang sebagai induk dari segala ilmu. Filsafat bagi ilmu pengetahuan
yang lain merupakan suatu acuan, dan filsafat mempunyai hak untuk menjadi acuan. Filsafat
sebagai titik awal dan sebagai panduan serta pengontrol ilmu pengetahuan. Filsafat diposisikan
sebagai induk dari segala ilmu antara lain dapat kita lihat bahwa filsafat dipakai sebagai salah
satu kriteria dalam menentukan apakah suatu bangunan pengetahuan disebut ilmu atau bukan,
bergantung pada apakah bangunan tersebut memiliki tiga aspek kefilsafatan, yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi yang khas, yang berbeda dengan ilmu-ilmu yang sudah ada
sebelumnya. Kalau belum memiliki kriteria tersebut tidak boleh dikatakan sebagai ilmu yang
mandiri dan cukup dianggap sebagai bagian dari ilmu yang sudah ada, bahkan mungkin disebut
bukan ilmu.
Filsafat merupakan induk dari semua ilmu, ilmu-ilmu yang berkembang sesudahnya
memiliki kekhususan dibandingkan dengan induknya. Perbedaannya terdapat pada objek
material dan objek formalnya, dalam hal metodologi pembahasannya, kebenaran yang dicari,
serta dalam hal penerapannya.

5
Will Durant (dalam Jujun, 2007) menyatakan bahwa “ tiap ilmu dimulai dengan filsafat

dan diakhiri dengan seni”. Sedangkan Auguste Comte membagi perkembangan ilmu menjadi

tiga tahap, yaitu tahap religious, metafisik, dan positif. Dua pendapat ini sama-sama mendukung

pendapat bahwa keberadaan ilmu didahului filsafat.

Ontologi

Kosmologi
Metafisika

Humanologi

Epistemologi
Teologi

Filsafat
Ilmu
Induksi
Logika

Deduksi

Etika
Aksiologi
Filsafat
Estetika
Filsafat Proses
Pendidikan

Filsafat. Praktek
Pendidikan
Filsafat
Pendidikan Filsafat Sosial
Filsafat Ilmu
Pendidikan
Pendidikan
Filsafat
Ontologi
Filsafat Hukum
Ilmu Pendidikan
Khusus
Filsafat
Sejarah Epistemologi
Ilmu Pendidikan

Filsafat
Seni Metodologi
Ilmu Pendidikan

6
Aksiologi
Ilmu Pendidikan

Ilmu Pendidikan
Gambar. 1 Status Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan

2.3 Hubungan antara Filsafat dan Ilmu

Istilah filsafat dan ilmu mengandung banyak pengertian. Filsafat diartikan sebagai suatu
cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-
dalamnya atau sampai akar-akarnya. Filsafat menanyakan segala sesuatu dari kegiatan berpikir
kita dari awal sampai akhir. Kemajuan manusia dalam berfilsafat tidak hanya diukur dari
jawaban yang diberikan tetapi juga pertanyaan yang diajukannya.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri tertentu yang
membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ciri keilmuan ini didasarkan pada
jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga pertanyaaan pokok yakni: Apakahyang ingin kita
ketahui? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Dan apakah nilai pengetahuan
tersebut bagi kita? (Jujun, 1984)
Pada zaman kuno klasik, filsafat dan ilmu adalah satu. Tidak dapat dibedakan diantara
keduanya. Menurut Aristoteles, sophia adalah keutamaan intelektual yang tertinggi dan
philosophia menjadi suatu sinonim dari episteme yang berarti suatu kumpulan yang teratur dari
pengetahuan rasional dengan obyeknya sendiri yang sesuai. Aristoteles membagi kumpulan
pengetahuan rasional menjadi tiga jenis yaitu:

7
EPISTEME

Praktike Poitike theoritike

Matematika fisika teologi


(prote philosophia)

Gambar 2.1 Kumpulan pengetahuan rasional menurut Aristoteles


(Sumber: The Liang Gie. 1977).

Hubungan antara filsafat dan ilmu-ilmu diluar filsafat juga tampak pada aktivitas filsafat
yang berperan sebagai pengendali semua ilmu yang ada. Meskipun telah terjadi banyak ilmu
yang merupakan anak filsafat, filsafat masih dianggap memiliki hak untuk mengendalikan ilmu-
ilmu cabang-cabangnya, walaupun sudah mempunyai otonomi dalam menentukan objeknya,
metodologinya, kriteria kebenarannya, dan bagaiman penerapannya.
Kaitan filsafat dengan ilmu juga berupa seolah-olah adanya pembagian tugasnya dalam
menelaah objeknya. Dalam hal ini Jujun (2007) menganologikan filsafat sebagai pasukan marinir
dan ilmu sebagai pasukan pendudukan dalam suatu upaya merebut wilayah. Jadi filsafatlah yang
terus-menerus mengadakan penjelajahan ke berbagai penjuru untuk mencari apa yang perlu
ditelaah dan mengadakan identifikasi terhadap sasaran tersebut. Setelah itu ilmu-ilmu cabang
filsafat mengadakan telaah lebih lanjut sesuai dengan karateristik tiap ilmu itu.

Tabel 2.1 Hubungan filsafat dengan ilmu


Science Philosophy
1. Originally, the child of philosophy 1. Mother of knowledge
2. Analityc, examines all phenomena 2. Synoptic, views the world
3. Concerned with facts, with describing 3. Concerned not only with things as they
things as they are, tries to abstract from are but also with the way they ought to
human desires and wants be. Human desires and human values
are an important factors.
4. Begins with assumptions 4. Examines and question all assumptions.
5. Uses the controlled experiment as its 5. Uses all pertinent findings sciences,
most important and characteristic verifies trough reason based on human
8
method, verifies by means of sense experiences
experience.
(Sumber: Jujun, 1977)

Sains aslinya anak cabang dari filsafat. Sedangkan filsafat adalah induk dari pengetahuan.
Sains bersifat analisis dan hanya menggarap salah satu pengetahuan sebagai obyek formalnya.
Filsafat bersifat pengetahuan sinopsis, artinya melihat segala sesuatu dengan menekankan secara
keseluruhan, karena keseluruhan memiliki sifat tersendiri yang tidak ada pada bagian-bagiannya.
Sains bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat menemukan fakta-fakta, netral dalam arti
tidak memihak pada etik tertentu. Filsafat tidak hanya menggambarkan sesuatu, melainkan
membantu manusia untuk mengambil putusan-putusan tentang tujuan, nilai-nilai, dan tentang
apa-apa yang harus diperbuat manusia.
Sains mengawali kerjanya dengan bertolak pada suatu asumsi yang tidak perlu diuji,

sudah diakui dan diyakini kebenarannya. Filsafat bisa merenungkan kembali asumsi-asumsi yang

telah ada untuk dikaji ulang tentang kebenaran asumsi. Sains menggunakan eksperimentasi

terkontrol sebagai metode yang khas. Verifikasi terhadap teori dilakukan dengan jalan empiris.

Filsafat selain menghasilkan suatu konsep atau teori juga dapat menggunakan hasil-hasil sains,

dilakukan dengan menggunakan akal pikiran yang didasarkan pada semua pengalaman insan,

sehingga filsafat dapat menelaah yang tidak dicarikan penyelesaiannya oleh sains.

2.4 Metode Mendapatkan Kebenaran dalam Filsafat

Kebenara filsafat sering kali disebut kebenaran filosofis merupakan suatu kebenaran yang
kriteria kebenarannya didasarkan atas logika atau rasio. Dengan demikian, dikatakan benar
apabila memang masuk akal, dapat diterima oleh akal sehat bahwa hal itu memang benar. Perlu
diketahui bahwa pikiran manusia dapat menembus ke luar dunia nyata masuk ke dunia abstrak,
yang tidak terjangkau oleh pengalaman atau pancaindera.
Metode untuk menguji kebenaran filsafat tersebut dengan menggunakan logika analogi.
Metode ini pertama kali diajarkan oleh Aristoteles (384-322 SM), di mana sebenarnya
merupakan penalaran deduktif, yaitu suatu cara berpikir menarik kesimpulan dari hal yang
9
umum ke hal yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola
berpikir yang disebut silogisme. Pola pikir silogisme ini terdiri dari tiga unsur, dengan rincian:
dua unsur merupakan pernyataan yang benar dan satu unsur lagi berupa kesimpulan. Kedua
pernyataan tersebut disebut premis, yang dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor.
Adapun mekanisme atau langkah-langkah silogisme adalah sebagai berikut: 1) premis mayor,
yaitu suatu dasar pikiran yang berlaku umum; 2) premis minor, yaitu kejadian yang khusus; dan
3) kesimpulan, yaitu ada tidaknya koherensi tau konsistensi premis minor dan premis mayor.
Dalam cara berpikir deduktif, apabila kejadiannya (premis minor) itu memilki koherensi dengan
dasar pikirannya (premis mayor), maka kesimpulannya adalah benar. Disimpulkan benar apabila
terdapat koherensi antara premis minor dan premis mayor, sebaliknya disimpulkan tidak benar
apabila tidak ada koherensi antara premis minor dengan premis mayor. Sebagai gambaran
mekanisme tersebut dapat diikuti sebagai berikut.
Premis mayor : Semua manusia akan mati
Premis minor : Rendi adalah seorang manusia
Kesimpulan : Rendi akan mati
(kesimpulan tersebut benar, karena premis minor memiliki koherensi dengan premis mayor, di
mana koherensi tersebut dapat diterangkan seperti saat ujian masuk dulu ada materi berenang,
saat latihan perang ada materi penjeburan di laut, menyelam, dan sebagainya).
Kebenaran yang didasarkan atas logika analaogi disebut juga dengan kebenaran
koherensi, yakni dianggap benar karena premis minor tersebut didukung oleh premis mayor yang
dapat member penjelasan argumentasi secara kronologis kebenaran premis minor tersebut,
sementara premis mayor sudah dianggap benar (Sutomo, 2013).

10
11
BAB III

KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan tentang filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan dapat
disimpulkan bahwa filsafat bagi ilmu pengetahuan yang lain merupakan suatu acuan, dan filsafat
mempunyai hak untuk menjadi acuan. Filsafat sebagai titik awal dan sebagai panduan serta
pengontrol ilmu pengetahuan. Filsafat diposisikan sebagai induk dari segala ilmu. Hubungan
antara filsafat dan ilmu-ilmu diluar filsafat juga tampak pada aktivitas filsafat yang berperan
sebagai pengendali semua ilmu yang ada.

12
DAFTAR RUJUKAN

Beni, Ahmad. 2009. Filsafat Ilmu. Bandung: Pustaka Setia Agung


Hamersma, Harry. 2006. Pintu masuk ke dunia filsafat. Yogyakarta: kanisius
Hardiman, F. 2007. Filsafat Fragmentaris. Yogyakarta: Kanisius
Hedi, Sutomo. 2013. Filsafat Ilmu Kealaman dan Etika Lingkungan. Malang: Universitas Negeri
Malang
Sadulloh, Uyoh. 2004. Pengantar filsafat Pendidikan. Bandung Alfabeta
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia Agung
Soegiono dan Muis, T. 2012. Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset
Syaifullah, Ali. Tanpa Tahun. Antara Filsafat dan Pendidikan Pengantan Filsafat Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional
Suriasumantri, Jujun. 2007. Filsafat ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Suriasumantri, Jujun. 1983. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
The Liang Gie. 1977. Suatu Konsepsi ke Arah Penertiban Bidang Filsafat. Yogyakarta: Karya
Kencana
The Liang Gie. 2007. Pengantar filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty

13

Anda mungkin juga menyukai