Anda di halaman 1dari 32

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Thailand adalah sebuah Negara di wilayah Asia Tenggara yang berbentuk


Monarki Konstitusi (suatu pemerintahan yang didirikan di bawah sistem
konstitusional yang mengakui Raja, Ratu, atau Kaisar sebagai kepala negara).
Asal mula Thailand secara tradisional dikaitkan dengan sebuah kerajaan yang
berumur pendek, Kerajaan Sukhothai yang didirikan pada tahun 1238. Kerajaan
ini kemudian diteruskan Kerajaan Ayutthaya yang didirikan pada pertengahan
abad ke-14 dan berukuran lebih besar dibandingkan Sukhothai. Kebudayaan
Thailand dipengaruhi dengan kuat oleh Tiongkok dan India. Hubungan dengan
beberapa negara besar Eropa dimulai pada abad ke-16 namun meskipun
mengalami tekanan yang kuat, Thailand tetap bertahan sebagai satu-satunya
negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh negara Eropa, meski
pengaruh Barat, termasuk ancaman kekerasan, mengakibatkan berbagai perubahan
pada abad ke-19 dan diberikannya banyak kelonggaran bagi pedagang-pedagang
Britania.

Siam atau Muangthai merupakan Negara di Asia Tenggara yang tidak


dijajah Bangsa Barat dikarenakan negeri ini cenderung menjauhkan diri dari
beberapa arus perubahan yang mengubah Siam. Alasan atau pendapat dari para
ahli yang menyatakan Siam tidak dijajah bangsa barat karena beberapa faktor
yaitu: posisi yang terlampau jauh dari rute – rute perdagangan; sumber daya alam
hanya sedikit.

Selain hubngan perdagangan yang lebih di utamakan adalah untuk


kepentingan untuk penyebaran agama Katolik. Namun demikiaan penyebaran
agama Katolik Ayutt’ia mendapat reaksi keras sehingga mengakibatkan banyak
timbulnya konflik.

1
Berdasarkan masalah di atas,maka penulis mengangkat judul dari makalah
ini yaitu’’ Sejarah Awal Muangthai Sampai Menjelang Kedatangan Bangsa
Barat’’.

1.2 Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang yang tersaji diatas, maka yang akan dikaji di
dalam makalah ini, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang berdirinya negara Muangthai ?

2. Bagaimanakah perkembangan suku-suku bangsa di Negara Muangthai ?

3. Bagaimana sejarah dan kondisi Muangthai pada masa kerajaan kerajaan di


Muangthai ?

4. Bagaimana peran raja raja pada masa kerajaan Siam ?

1.3 Tujuan

Bedasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai


penulis dalam penulisan makalah ini ialah:

1. Mengetahui latar belakang berdirinya negara Muangthai;

2. Mengetahui perkembangan suku-suku bangsa di Negara Muangthai;

3. Mengetahui sejarah dan kondisi Muangthai pada masa kerajaan kerajaan di


Muangthai;

4. Memahami peran raja raja pada masa kerajaan Siam.

2
1.4 Manfaat Penelitian

Makalah ini diharapkan dapat berguna dan memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi penulis,dapat mengetahui dan memahami sejarah kerajaan


Muangthai;

2. Bagi Pembaca, dapat dijadikan bahan penambah pengetahuan mengenai


sejarah kerajaan negara Thailand.

3
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Berdirinya Negara Muangthai

Kerajaan Thai (nama resmi bahasa Thai: ราชอาณาจัก รไทย Ratcha Anachak
Thai; atau Prathēt Thai), yang lebih sering disebut Thailand dalam bahasa Inggris,
atau dalam bahasa aslinya Mueang Thai (dibaca: "meng-thai", sama dengan versi
Inggrisnya, berarti "Negeri Thai"), adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang
berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di
selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Kata "Thai" (ไทย) berarti
"kebebasan" dalam bahasa Thai, namun juga dapat merujuk kepada suku Thai,
sehingga menyebabkan nama Siam masih digunakan di kalangan warga negara
Thai terutama kaum minoritas Tionghoa.

Kerajaan Thai merupakan tempat terletaknya beberapa wilayah geografis


yang berbeda. Di sebelah utara, keadaannya bergunung-gunung, dan titik
tertingginya berada di Doi Inthanon (2.576 m). Sebelah timur laut terdiri dari
Hamparan Khorat, yang dibatasi di timur oleh sungai Mekong. Wilayah tengah
negara didominasi lembah sungai Chao Phraya yang hampir seluruhnya datar, dan
mengalir ke Teluk Thailand. Di sebelah selatan terdapat Tanah Genting Kra yang
melebar ke Semenanjung Melayu.

Thailand juga dikenal sebagai Sukothai. Pada awalnya dikenal sebagai


wilayah Buddhis agama dan wilayah itu dibagi menjadi beberapa kerajaan seperti
Lanna, Lan Chang, dan Sukhothai. Tidak ada keraguan bahwa Thailand modern
yang muncul dari asal geografis-politik yang kompleks dengan Bangkok sebagai
modal dan Raja Rama, pertama diciptakan Chakri dinasti. Selama periode ini
sejarah Thailand mendapat nama Modernitas awal atau Pencerahan oleh beberapa
sejarawan.

Di awal tahun 1200, bangsa Thai mendirikan kerajaan kecil di Lanna,


Phayao dan Sukhotai. Pada 1238, berdirilah kerajaan Thai yang merdeka penuh di

4
Sukhothai ('Fajar Kebahagiaan'). Di tahun 1300, Sukhothai dikuasai oleh kerajaan
Ayutthaya, sampai akhirnya direbut oleh Burma di tahun 1767. Jatuhnya
Ayutthaya merupakan pukulan besar bagi bangsa Thai, namun tak lama kemudian
Raja Taksin berhasil mengusir Burma dan mendirikan ibukotanya di Thon Buri.
Di tahun 1782 Raja pertama dari Dinasti Chakri yang berkuasa sampai hari ini
mendirikan ibukota baru di Bangkok.

Raja Mongkut (Rama IV) dan putranya, Raja Chulalongkorn (Rama V),
sangat dihormati karena berhasil menyelamatkan Thailand dari penjajahan barat.
Saat ini, Thailand merupakan negara monarki konstitusional, dan kini dipimpin
oleh YM Raja Bhumibol Adulyadej.

2.1.1 Geografi

Kerajaan Thai merupakan tempat terletaknya beberapa wilayah geografis


yang berbeda. Di sebelah utara, keadaannya bergunung-gunung, dan titik
tertingginya berada di Doi Inthanon (2.576 m). Sebelah timur laut terdiri dari
Hamparan Khorat, yang dibatasi di timur oleh sungai Mekong. Wilayah tengah
negara didominasi lembah sungai Chao Phraya yang hampir seluruhnya datar, dan
mengalir ke Teluk Thailand. Di sebelah selatan terdapat Tanah Genting Kra yang
melebar ke Semenanjung Melayu.

Cuaca setempat adalah tropis dan bercirikan monsun. Ada monsun hujan,
hangat dan berawan dari sebelah barat daya antara pertengahan Mei dan
September, serta monsun yang kering dan sejuk dari sebelah timur laut dari
November hingga pertengahan Maret. Tanah genting di sebelah selatan selalu
panas dan lembap. Kota-kota besar selain ibu kota Bangkok termasuk Nakhon
Ratchasima, Nakhon Sawan, Chiang Mai, dan Songkhla.

Kerajaan Thai berbatasan dengan Laos dan Myanmar di sebelah utara,


dengan Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dengan Myanmar dan Laut Timur di
barat dan dengan Laos dan Kamboja di timur. Koordinat geografisnya adalah 5°-
21° LU dan 97°-106° BT.

5
2.1.2 Politik

Sang raja mempunyai sedikit kekuasaan langsung di bawah konstitusi


namun merupakan pelindung Buddhisme Kerajaan Thai dan lambang jati diri dan
persatuan bangsa. Raja yang memerintah saat ini dihormati dengan besar dan
dianggap sebagai pemimpin dari segi moral, suatu hal yang telah dimanfaatkan
pada beberapa kesempatan untuk menyelesaikan krisis politik. kepala
pemerintahan adalah Perdana Menteri, yang dilantik sang raja dari anggota-
anggota parlemen dan biasanya adalah pemimpin partai mayoritas.

Parlemen Kerajaan Thai yang menggunakan sistem dua kamar dinamakan


Majelis Nasional atau Rathasapha - รัฐสภา, yang terdiri dari Dewan Perwakilan
(Sapha Phuthaen Ratsadon - สภาผูแ้ ทนราษฎร) yang beranggotakan 480 orang dan
Senat (Wuthisapha - วุฒิสภา) yang beranggotakan 150 orang. Anggota Dewan
Perwakilan menjalani masa bakti selama empat tahun, sementara para senator
menjalani masa bakti selama enam tahun. Badan kehakiman tertinggi adalah
Mahkamah Agung (Sandika - ศาลฎีกา), yang jaksanya dilantik oleh raja. Kerajaan
Thai juga adalah anggota aktif dalam ASEAN.

2.1.3 Demografi

Populasi Kerajaan Thai didominasi etnis Thai dan etnis Lao, yang
berjumlah 3/4 dari seluruh penduduk. Selain itu juga terdapat komunitas besar
etnis Tionghoa yang secara sejarah memegang peranan yang besar dalam bidang
ekonomi. Etnis lainnya termasuk etnis Melayu di selatan, Mon, Khmer dan
berbagai suku orang bukit.

Sekitar 95% penduduk Kerajaan Thai adalah pemeluk agama Buddha


aliran Theravada, namun ada minoritas kecil pemeluk agama Islam, Kristen dan
Hindu. Bahasa Thai merupakan bahasa nasional Kerajaan Thai, yang ditulis
menggunakan aksaranya sendiri, tetapi ada banyak juga bahasa daerah lainnya.
Bahasa Inggris juga diajarkan secara luas di sekolah.

2.2 Perkembangan Suku-Suku Bangsa di Negara Muangthai.

6
Kebudayaan Masa Perunggu diduga dimulai sejak 5600 tahun yang lalu di
Thailand (Siam). Kemudian, datang berbagai imigran antara lain suku bangsa
Mon, Khmer dan Thai. Salah satu kerajaan besar yang berpusat di Palembang,
Sriwijaya, pernah berkuasa sampai ke negeri ini, dan banyak peninggalannya yang
masih ada di Thailand. Bahkan, seni kerajinan di Palembang dengan Thailand
banyak yang mirip.

2.2.1 Suku Akha

Suku Akha adalah masyarakat adat suku bukit yang hidup di desa-desa
kecil di dataran tinggi di pegunungan Thailand. Mereka terdapat juga di Burma,
Laos, dan provinsi Yunnan di Cina. Diperkirakan mereka berasal dari Cina
bermigrasi ke Asia Tenggara pada tahun 1900-an. Perang sipil di Burma dan Laos
mengakibatkan peningkatan imigran Akha di provinsi utara Thailand Chiang Rai
dan Chiang Mai, di mana mereka merupakan salah satu yang terbesar dari suku
bukit.
Bahasa Akha adalah sebuah cabang bahasa Lolo / Yi, dari keluarga
rumpun bahasa Tibeto-Burman. Bahasa Akha berkaitan erat dengan bahasa Lisu
dan Lahu. Diduga bahwa suku Akha dulu berkaitan erat dengan suku pemburu
Lolo, suku yang pernah menguasai dataran Paoshan dan Teinchung sebelum
invasi Dinasti Ming (AD 1644) di Yunnan, Cina.

Para peneliti setuju bahwa Akha berasal dari daratan China, dan menolak
tentang apakah tanah air asli adalah perbatasan Tibet, sebagai yang diklaim oleh
orang Akha, atau lebih jauh ke selatan dan timur di Propinsi Yunnan, kediaman
utara kini Akha. Keberadaan hubungan historis di dokumentasikan dengan
pangeran Shan Kengtung, yang menunjukkan bahwa Akha berada di Burma
Timur pada awal tahun 1860-an. Memasuki Thailand dari Burma pada pergantian
abad ini, mereka menghindar dari perang sipil selama beberapa dekade di Burma.

7
Orang Akha tinggal di desa-desa di Pegunungan Thailand Utara, barat
daya Cina, Burma timur, Laos barat dan barat laut Vietnam. Di semua negara ini
mereka adalah etnis minoritas. Populasi saat ini Akha kira-kira 400.000 jiwa.
Penurunan ukuran desa di Thailand sejak tahun 1930 telah dicatat dan
dihubungkan dengan situasi ekologi dan ekonomi yang memburuk di pegunungan.
Agama asli orang Akha (zahv), sering digambarkan sebagai campuran
ibadah animisme dan leluhur, yang menekankan hubungan mereka dengan tanah
dan tempat mereka di dunia alam dan siklus. Suku Akha menekankan ritual dalam
kehidupan sehari-hari dan menekankan ikatan keluarga yang kuat.

2.2.2 Suku Melayu

Thailand mempunyai jumlah suku Melayu ketiga terbesar setelah Malaysia


dan Indonesia, dengan populasi lebih dari 3,3 juta jiwa (Perkiraan 2010).
Kebanyakan dari mereka berdomisili di kawasan Selatan Thailand serta di
kawasan sekitar Bangkok (terkait dengan perpindahan Suku Melayu dari selatan
Thailand serta utara semenanjung Malaya ke Bangkok sejak abad ke-13).

Kehadiran Suku Melayu di kawasan selatan Thailand telah ada sebelum


perpindahan Suku Thai ke Semenanjung Malaya melalui penaklukan Kerajaan
Sukhothai, yang diikuti oleh Kerajaan Ayutthaya, pada awal abad ke-16. Hal ini
dapat dilihat pada nama-nama daerah di kawasan selatan Thailand yang berasal
dari Bahasa Melayu atau nama lain dalam logat Melayu, misalnya "Phuket/ภูเ ก็ต "
dalam bahasa Melayu "Bukit/‫"بوكيت‬, "Trang" ("Terang/‫راڠ‬R‫)"ت‬, Narathiwat/นราธิวาส (
"Menara"), "Pattani/ปั ตตานี " ("Patani/ ‫)"ڤتني‬, "Krabi/กระบี่" ("Gerabi"), "Songkla/สงขลา
" ("Singgora/‫يڠڬورا‬R‫)"س‬, "Surat Thani/สุ ร าษฎร์ธ านี " ("Lingga"), "Satun/สตูล " ("Mukim
Setul/‫)"مقيم ستول‬, ""Nakhon Si Thammarat/นครศรี ธ รรมราช" ("Ligor"), "Chaiya/ไชยา"
(Cahaya), , "Yala/ยะลา" ("Jala/‫ )"جال‬dan sebagainya.

Kawasan selatan Thailand juga pernah melihat kebangkitan dan kejatuhan


kerajaan Melayu antaranya Negara Sri Dhamaraja (100an–1500an), Langkasuka

8
(200an − 1400an), Kesultanan Pattani (1516–1771), Kesultanan Reman (1785–
1909) serta Kesultanan Singgora (1603–1689).

Kebanyakan suku Melayu Siam fasih berbicara bahasa Thai serta bahasa
Melayu setempat saja. Contohnya, suku Melayu di kawasan pesisir tenggara
Thailand yakni Pattani, Songkhla, serta Hat Yai, lebih cenderung menggunakan
logat Melayu Pattani, sedangkan suku Melayu di pesisir barat seperti Satun,
Phuket, dan Ranong, menuturkan logat Melayu Kedah. Suku Melayu di Bangkok
juga mempunyai logat Melayu Bangkok sendiri.

 Kebudayaan Melayu dan perubahan identitas Melayu di Thailand Selatan

Mayoritas maryarakat Melayu di selatan Thailand mempunyai dua


kawasan, pertama kawasan bekas Nageri Melayu Pattani lama yang sekarang
menjadi provinsi, Pattani, Yala, Narathiwat dan beberapa daerah di provinsi
senggora. Kedua kawasan bekas jajah Nageri Kedah uang sekarang menjadi
provinsi Satul, Sadao, Songkla. Masyarakat melayu memang menjadi mayoritas di
kedua kawasan tersebut, namun mareka tetap merupa penduduk minoritas di
Thailand.

Masyakat Melayu di selatan Thailand menuturkan dua jenis dialek bahasa


Melayu, yaitu dialek Kedah – Perlis dan Pattani. Dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Melayu Pattani menganut budaya Melayu, yang paling banyak
diminat adalah sastra Melayu, yaitu puisi, syair dan sebagainya serta memiliki
peran penting dalam mempersatukan puak-puak Melayu serupun baik sesama
Melayu, Indonesia, Malasia, Brunai Darusalam dan Singapura.

Sejak Nageri Melayu Pattani dibawah pengaruh pemerintah Thailand


maka terjadi Siamisasi atau Asimilasi budaya terhadap masyakat Melayu.
Siamisasi bertujuan untuk memupus perbedaan buadaya antara kedua pihak,
Siamisasi berbagai bidang antara lain politik, sosial budaya, media massa dan
pendidik.

9
2.3 Sejarah dan kondisi Thailand pada Masa Kerajaan-kerajaan di
Thailand.

Bangsa T’ai dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya seperti P’yao merupakan


wilayah yang berada dalam kedaulatan Cina. Lambat laun negara-negara kecil
tersebut ingin melepaskan diri dari kekuasaan Cina dan menjadi negara merdeka.
Mereka melakukan migrasi dan penaklukan-penaklukan salah satunya adalah
ibukota Pyu tahun 832 hingga daerah delta Irrawaddy. Mereka kemudian Lembah
Menam dan lembah Salween dan Mekong. Selanjutnya di utara Raheng di
pertemuan sungai Meping dan Mewang muncul negara merdeka T’ai dan P’ayao
awal tahun 1096. Adapun kerajaan-kerajaan tertua yang ada di Muang Thai
(Thailand) diantaranya:

1. Kerajaan Sukhot’ai

Tahun 1238 seorang kepala suku Tai, Sri Intraditya, menyatakan


kemerdekaannya dari tuan Khmer dan mendirikan kerajaan di Sukhothai di Chao
Phraya Lembah di pusat Thailand. Orang-orang dari dataran pusat mengambil
nama Thai, yang berarti "bebas," untuk membedakan diri dari orang lain Tai
masih di bawah kekuasaan asing. Kerajaan Sukhothai menaklukkan Tanah
Genting Kra pada abad ketiga belas dan dibiayai sendiri dengan jarahan perang
dan upeti dari negara bawahan di Burma (sekarang Myanmar), Laos, dan
Semenanjung Melayu.

Sebelum kedatangan Bangsa T’ai, Sukhot’ai merupakan ibukota kerajaan


Angkor bagian barat laut. Menjelang akhir pemerintahan Jayawarman VII
kerajaan bangsa Khmer ini menjadi lemah akibat sering terjadinya
pemberontakan vasal-vasal kerajaan Angkor dan terjadinya perebutan tahta
kerajaan Angkor. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh bangsa T’ai untuk
menyerang dan menundukkan kekuasaan (gubernur) khmer di Sukhot’ai. Di
bekas kerajaan Angkor inilah bangsa T’ai mendirikan pusat kerajaan Sukhot’ai
yang nantinya mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Rama Kamhaeng
yaitu tahun 1283 hingga kira-kira tahun 1317.

10
Terkait dengan peradaban kerajaan bangsa Sukhot’ai tersebut George
Coedes menjelaskan sebagai berikut: Secara Geografis wilayah kekuasaan
kerajaan Sukhot’ai pada masa pemerintahan Rama Kamhaeng meliputi daerah-
daerah:sebelah timur dibatasi oleh Vien Chang (kini daerah Vientiane) sebelah
selatan berbatasan dengan Ligor sampai ke laut, barat berbatasan dengan Pegu
sampai ke laut, utara berbatasan dengan Luang Prabang (laos).

Kerajaan Sukhot’ai juga mendapat pengaruh sistem politik, kebudayaan


alphabet dan sejumlah istilah dari bahasa Kamboja. Seniman-seniman Siam pun
terpengaruh seniman-seniman Khmer, dan mentransformasikan kesenian Khmer
sesuai dengan kesenian yang mereka miliki dan kesemuanya dipengaruhi oleh
hubungannya dengan tetangga bagian barat yaitu Mon dan Burma. Bangsa Siam
menerima tradisi dan hukum serta ajaran Budha Terawada dan kesenian India
dari bangsa Mon Khmer. Kerajaan Sukhot’ai terletak diantara lingkungan
pengaruh bangsa Mon, khmer dan Burma diserap ke dalam peradaban Siam.

Sebagian besar rakyat Sukhot’ai terdiri dari bangsa Mon dan Kmhmer dan
dari merekalah Rama Kamhaeng menerima tulisan yang beliau pakai untuk
memindahkan bahasa T’ai ke dalam tulisan (alphabet). Pemindahan Bahasa T’ai
ke dalam tulisan ini terjadi tahun 1823. Alpabet baru tersebut yang kemudian
lebih terkenal sebagai alphabet Sukodaya pertama kali digunakan Rama
Kamhaeng pada sebuah prasastinya yang dibuat tahun 1292, sehingga prasasti
tersebut dapat dikatakan sebagai sumber sejarah tertua yang ditulis dalam bahasa
T’ai. Alpabet Sukodaya ciptaan Rama Kamhaeng selain dapat diterima oleh
rakyat Siam ternyata berpengaruh juga terhadap perkembangan tulisan-tulisan di
berbagai daerah Laos. Corak kebudayaan Sukhot’ai dapat dikatakan sebagai
kebudayaan hasil akulturasi dari bentuk unsur-unsur kebudayaan bangsa Mon,
Khmer, Burma dan ditambah kebudayaan Siam.

Selain pemakaian alphabet Sukodaya dalam prasasti Rama Kamhaeng


yang dibuat tahun 1292, dalam prasasti ini juga diceritakan mengenai penaklukan
terhadap daerah-daerah musuh diantaranya, kearah timur beliau menaklukkan

11
negara sampai Sarakiang (P’ichit), Song Kwe (P’isnulok), Lum (Lomsak), Bacha,
Sakha sampai ke pinggir-pinggir Mekong seta perbatasan Vien Chan dan Vieng
Kham. Kearah selatan beliau telah menaklukkan daerah sampai ke Khiont’i, Prek
(Paknam P’o) Sup’an-naphum, Ratburi, P’echaburi, sampai perbatasan Si
Thammarat (Ligor). Kearah barat beliau telah menaklukkan negeri sampai ke
Muong Chot, Hangsavati (Pegu). Kearah utara beliau melakukan penaklukan ke
daerah Muong P’le (P’re), Muong Man, Muong P’lua (di sungai Nan) dan di
bagian lain Mekong sampai Muong Chava (Luang Prabang).

Kunci Politik yang diterapkan Rama Kamhaeng dalam memerintah


Sukhot’ai adalah memelihara hubungan baik dengan Cina dengan mengirimkan
misi-misi ke Cina. Bahkan Rama Kamhaeng sendiri pernah beberapa kali
berkunjung sendiri ke Cina. Diceritakan bahwa sepulang dari Cina Rama
Kamhaeng membawa pekerja-pekerja Cina, yang membangun produksi barang-
barang keramik di Sukhot’ai dan Savankhalok. Industri tersebut terus ada samapi
pertengahan abad XVIII (Hall,1988:156).

Politik luar negeri Rama Kamhaeng inilah yang mendukung terciptanya


kondisi damai, sehingga memungkinkan tumbuh berkembangnya Kebudayaan
Siam. Mengenai ahir pemerintahan dan akhir hidup Rama Kamhaeng tidak
banyak diketahui, diberitakan bahwa Rama Kamhaeng hilang dalam aliran sungai
di Savankhalok tahun 1318 (Hall, 1988:156).

Selama Rama Kamhaeng meninggal kerajaan Sukhot’ai menjadi lemah,


berbagai kerajaan bawahannya mulai melepaskan diri. Hal ini disebabkan raja-
raja pengganti Rama Kamhaeng lebih mengutamakan segi keagamaan. Salah satu
diantaranya adalah putra Rama Kamhaeng yaitu Lo T’ai (1317-1447).

Pada awal pemerintahannya ia meluaskan kekuasaannnya ke Tenaserim


yang sejak abad ke XI menjadi daerah kekuasaan Burma. Lo T’ai adalah raja
terpelajar, tetapi pemerintahannya buruk karena ia lebih mementingkan segi
keagamaan, akibatnya kerajaan Sukhot’ai merosot dengan cepat. Lo T’ai
meninggalkan istana dan masuk wihara. Dalam salah satu prasastinya disebut-

12
sebut menjadi Budha. Dijelaskan ia menyadari bahwa jalan terpendek untuk
mencapai kesempurnaan adalah menjadi biksu. Salah satu peninggalan Lo T’ai
yang cukup tekenal adalah Traibhumi katha (Traipum Pa Ruang), berisi tentang
kosmologi Budhisme. Dalam prasasti ini dijelaskan ajaran budha untuk bisa
menahan diri dari perbuatan yang tidak terpuji serta ajaran untuk tidak melakukan
balas dendam bahkan dianjurkan untuk memberi maaf dan ampunan bagi yang
melakukan kesalahan. Ia juga dikenal tokoh yang mengadakan perbaikan
kosmologi Budhisme berupa kalender Budha yang dimulai ketika Budha masih
berada di Nirwana. Karena pengabdian keagamaannya Lo T’ai menyandang gelar
Dharmaraja (Hall, 1988:157).

2. Kerajaan Ayut’ia

Setelah pendirian Ayut’ia tahun 1350 wilayah yang mengaku setia pada
raja-rajanya jadi terkenal sebagai orang-orang Eropa sering menyebut kota itu
sendiri ”kota Siam”. Kerajaan baru Ayut’ia adalah kerajaan kuat yang segera
menghancurkan kekuasaan beliau. Ayut’ia berhasil menguasai Menam tengah dan
selatan dan banyak daerah-daerah disemenanjung Melayu termasuk  ternassserim
dan tavoy yaitu Burma sekarang dan berdaulat atas Sukhot’ai. Ku blai Khan dan
pengganti-penggantinya telah mendorong T’ai untuk memereteli kekaisaran
Khmer sesuai dengan politik fragmentasi Cina yang tradisional itu yang
dijalankan kearah “orang-orang barbar diselatan”. Tetapi kelemahan kekuatan
Mongol pertengahan abad XIV memungkinkan terciptanya negara yang begitu
kuat seperti Ayut”ia. Segera setelah Mongol digantikan oleh Ming, situasi
berubah radikal. Raja-raja Siam rupanya sadar akan hal ini, karena itu mereka
secara teratur mengirim utusan-utusan ke Nanking ibukota Ming, dan dengan
bersusah payah menanamkan hubungan-hubungan persahabatan. Sebagai para
diplomat T’ai tidak pernah dikalahkan. Pergeseran kekuatan pusat utama T’ai
dilembah Menam Sukopati trt’ai jauh diutara ke Ayut’ia diselatan mempunyai
konsekuensi membahayakan Kamboja, Angkor sekarang berada dalam posisi
terjangkau oleh serangan. Telah terbukti kesimpulannya bahwa Ramadhipati tidak

13
merebut Angkor tahun 1353, tetapi tentu tidak diragukan bahwa segera setelah
menaklukkan Kamboja.

Ramadhipati I memperlakukan sistem undang-undang pertama yang


tercatat diThailand. Meliputi banyak macam adat lama T’ai dari zaman Nanchao.
Perlahan-lahan disesuaikan dengan undang-undang Siam selam berabad-abad
sampai pada pemerintahan Chulalomgkorn dan tidak seluruhnya diganti dengan
hukum modern. Tahun 1371 Boromoraja memimpin serangan ke kerajaan
disebelah utara dan berhasil merebut beberapa kota. Ini merupakan yang pertama
dari rangkaian dari serangan-serangan berkala yang mencapai puncaknya tahun
1378 menyerahnya raja T’ammaraja II dari Sukhot’ai dan penyerahan pada
Ayut’ia disterik sebelah baratnya, Kamp’engp’et. Perluasan kekuasaan Ayut’ai
begitu jauh kearah utara mengakibatkan keributan dengan Chengmai dan persis
sebelum mangkatnya Bor omoraja suatu pertikaian mulai berlangsung dan
berakhir setelah berabad-abad. Tahun berikut Bomomaraja I mangkat dan
digantikan puteranya, seorang anak usia 15 tahun. Beliau segera diturunkan dari
tahta dan dibunuh oleh bekas raja Rameseun yang merebut kekuasaan dan
memerintah sampai tahun 1395. Beliau dipercaya bersalah dengan penaklukan
kedua Siam dan Angkor, yang diperkirakan tahun 1394 dan yang menjadi sebab
berpindahnya ibukota Khmer ke Phnom penh. Apa yang sebenarnya terjadi adalah
bahwa raja Chiengmai, salah memimpin pasukan kesana membantu Sukhot’ai
yang menjalankan usaha lain demi mencapai kemerdekaannya.

Kurun waktu 1395-1408 kosong dalam sejarah Siam. Raja Raksasa, Ram
Raja, putra Ramasuen, menduduki tahta tetapi tidak ada apa-apa tercatat tentang
menantang pemerintahannya. Tahun 1408 beliau diturunkan melalui
pemberontakan di istana dipimpin oleh Bomomaraja I, yang menggantikannya
naik tahta sebagai Int’araja(1408-1424). Yang pertama di Sukhot’ai, dimana
orang-orang Siam campurtangan dan mendesak penyelesaiannya tahun 1410.
Yang lain terjadi tahun berikutnya di Chengmai dan sebagai akibatnya
mangkatnya Sen Muang Ma. Pasukan Siam dipimpin oleh raja T’ammaraja III,
dari Sukhot’ai dikirim untuk mendudukan salah seseorang dari penuntut tahta itu.

14
Sebelum maju langsung ke Chiengmai diserangnya dulu kota P’ayao, dulunya
sebuah negara T’ai merdeka, baru kearah barat laut.

Ketika Int’araja mati tahun 1424, beliau meninggalkan tiga orang putra.
Perjuangan merebut tahta segera mulai pecah antara dua saudara yang lebih tua.
Tahun 1438 suatu langkah penting terjadi untuk mengkonsolidasikan kerajaan
Siam itu. Boromaraja II mengangkat putra sulungnya, Ramesuen sebagai
gubernur di P’itsanulok, disana menyatukan apa yang ditinggalkan kerajaan
Sukhot’ai lama sebagai propinsi Siam. Segera setelah itu, tahun 1442, perang
perebutan kekuasaan yang lain di Chiengmai membuka kesempatan bagi orang-
orang Siam campur tangan. Pangeran Ramaseun, yang menggantikannya sebagai
Boromo Trailokanat (1448-1488), biasanya disingkat dengan Trailok, telah
meninggalkan jasa atas sejarah pemerintahan negeri itu. Rencananya bertujuan
menciptakan sistem pemerintahan terpusat. Sampai pada zamannya pemerintahan
propinsi yang bermacam-macam itu sangat sedikit yang berada dibawah
pengawasan terpusat.

Pangeran ramesuen yang mengagantikannya sebagai boromo Trailorkanat


(1448-1488), biasanya disingkat dengan trailok, telah meninggalkan jasa atas
sejarah pemerintahan negeri itu. Rencananya bertujuan menciptakan sistem
pemerintahan terpusat.sampai pada zaman pemerintahan propinsi yang
bermacam-macam itu sanagat sedikit yang berada di bawah pengawasan pusat.
Agar dapat mengawasinya pemerintah pusat disusun kembali atas dasar basis
departemen sipil besar dan pemerintahan militer. Departemen – departemen sipil
adalah kementrian urusan dalam negeri.

Pemerintah militer dibawah kalahom juga di bagi dalam departemen-


departemen yang kepalanya setingkat menteri. Ini masih berlaku sebagian besar
dalam struktur pemerintahan pusat sampai abad XIX. Badan tertinggi menteri-
menteri terdiri dari hlutdaw yang melakukan pengawasan gabungan, teorinya
atass seluruh bidang pemerintahan sampai penghapusan kerajaan tahun 1886.

15
Portugis Tindakan lain pemerintahan trailok adalah peraturan tentang
tingkatan sakdina. Sejak jaman dulu dalam sistem masyarakat T’ai setiap orang
harus mempunyai sejumlah tanah yang berbeda-beda luasnya menurut
kedudukannya. Pemerintahan trailok merupakan salah satu pemerintahan yang
tidak putus-putusnya berperang melawan chiengmai.

Pendapat Krom tentang pemerintahan mudzafar shah, lebih terkenal


sebagai raja kasim (1446-1459) menyebabkan orang meragukan kebenaran-
kebenaran tulisan orang siam. Beliau menulis bahwa perluasan terbesar kekuasaan
malaka terjadi dibawah pemerintahan raja ini, yang namanya dikaitkan dengan
suksesnya memukul mundur siam. Winnstedt dalam History of Malaya tidak
menyebutkan apa-apa tentang dugaan perbuatan malaka oleh siam.

Tome pires yang tinggal di malaka segera setelah portugis merebutnya


tahun 1511. Dan dalam bukunya summa Oriental, memberikan gambaran tentang
timur penting karena dapat dipercaya,menyebutkan persekutuan antara siam dan
malaka dalam pemerintahan “moda farxa” ia mengatakan raja ini berhasil baik
berperang melawan raja-raja Pahang,trengganau, dan patani dan juga melawan
Negari-negeri Kampar dan Indragiri di Sumatra dan bahwa keberhasilannya justru
karena persekutuan dengan jawa cina dan siam.

Beliau kemudian mengusahakan membuat chiengmai lemah dengan cara


rahasia. Tahun 1467 beliau mengirimkan bhiksu Burma untuk menanamkan
ketidakpuasan karena perbedaan pendapat di istana chiengmai. Dalam tahun
berikutnya beliau mengulangi dengan mengirim utusan yang di pimpin oleh
seorang brahmana tertuju pada sasaran yang sama. Banyak kesulitan sebenarnya
di sebabkan oleh orang-orang yang dikirim ini, karena tujuan mereka mengarah
pada terbunuhnya putera sulung raja dan seorang menteri yang dipercaya pada
tugas yang salah. Tetapi tindakan brahmana itu menyebabkan kecurigaan,
komplotan itu terbongkar dan kedua brahmana dan beliau di buang ke suangai
dengan leher digantungi batu. Perang berkecamuk lagi dalam tahun 1494, dan
berlangsung tanpa istirahat dan tanpa hasil selama seperempat abad berikutnya. 

16
Tetapi tahun 1545, perselisihan perebutan kekuasaan di chiengmai membuka
kesempatan bagi siam untuk campur tangan dan berhasil. 

3. Kerajaan Siam

Peperangan antara Ayutt’ia dengan Burma tahun 1565 berakibat


tenggelamnya atau kekalahan Ayutt’ia. Namun bangsa Thai di bawah pimpinan
Phya Taksin tahun 1767 bangkit kembali kembali dan berhasil merebut dan
memerdekakan wilayah bekas kekuasaan Ayutt’ia dari kekuasaan Burma dan
mendirikan kerajaan Siam serta mendirikan kota bangkok (1782) sebagai pusat
kerajaan hingga kini menjadi ibu kota Thiland .Akan tetapi pada tahun 1782 itu
pula Phya Taksin di gulingkan oleh panglima nya sendiri ,yaitu Phra Chucalok .Ia
di sebut sebagai pendiri Dinasti Chakri yang raja rajanya memerintah Siam
hingga jaman moderen.Adapun dinasti Chakri antara lain :

1) Rama I(Chulalok)1782-1809;

2) Rama II(Nobhalai)1809-1824;

3) Rama III(Nang Klao) 1824-1851;

4) Rama IV(Mongkut)1851-1868 terbuka kembali berhubungan dengan


bangsa barat;

5) Rama V(Chulalongkorn) 1868-1910.Pada masa pmerintahannya tahun


1893;

6) Rama VI(Vajiravudh)1910-1925;

7) Rama VII(Prajadhipok)1925-1935;

8) Rama VIII(Ananda Mahidol)1935-1946;

9) Rama IX(Phumipon Adundet)1946.

17
2.4 Peran Raja Pada Masa Kerajaan Siam

1. Rama I (Chulalok) 1782-1809

Rama I dipulihkan sebagian besar sistem sosial dan politik dari kerajaan
Ayutthaya, promulgating kode hukum baru, pengadilan mengembalikan upacara
dan menerapkan disiplin pada rahib Buddha. Pemerintahannya dilakukan oleh
enam besar kementerian yang dipimpin oleh pangeran kerajaan. Empat dari
wilayah-wilayah tertentu yang diberikan : di Kalahom selatan; yang Mahatthai di
utara dan timur; yang Phrakhlang daerah segera selatan ibukota; dan
Krommueang area sekitar Bangkok. Dua lainnya adalah pelayanan tanah (Krom
Na) dan pelayanan istana kerajaan (Krom Wang). Pasukan itu dikendalikan oleh
wakil Raja dan saudara, yang Uparat. Burma, melihat kekacauan yang menyertai
penggulingan Taksin, menginvasi Siam lagi pada 1785. Rama memungkinkan
mereka untuk menduduki baik utara dan selatan, tetapi Siam Uparat memimpin
pasukannya ke barat Siam dan mengalahkan Burma dalam pertempuran di dekat
Kanchanaburi. Ini besar terakhir Burma Invasi Siam, meskipun hingga akhir 1802
pasukan Burma harus diusir dari Lanna. Pada tahun 1792 diduduki orang Siam
Luang Prabang dan membawa sebagian besar di Laos di bawah pemerintahan
Siam tidak langsung. Kamboja juga efektif dikuasai oleh Siam. Pada saat
kematiannya pada tahun 1809 Rama aku telah menciptakan Kekaisaran Siam
mendominasi area jauh lebih besar daripada Thailand modern.

2. Rama II (Nobhalai) 1809-1824

Pemerintahan Rama putra saya Phuttaloetla Naphalai (sekarang dikenal


sebagai Raja Rama II) adalah relatif lancar. The Chakri keluarga sekarang
menguasai semua cabang pemerintah Siam - sejak Rama punya anak, saudaranya
yang Uparat sudah 43 dan Rama II 73, tidak ada kekurangan staf pangeran
kerajaan birokrasi, tentara, dan rahib senior pemerintah provinsi. (Sebagian besar
adalah anak-anak dari selir dan dengan demikian tidak memenuhi syarat untuk
mewarisi takhta.) Ada konfrontasi dengan Vietnam, kini menjadi kekuatan utama
di kawasan itu, alih Kamboja pada 1813, berakhir dengan status quo ' 'dipulihkan.

18
Tetapi selama pemerintahan Rama II pengaruh barat lagi mulai terasa di Siam.
Pada 1785 Inggris menduduki Penang, dan pada 1819 mereka mendirikan
Singapura. Segera pengungsi Inggris Belanda dan Portugis sebagai utama
ekonomi Barat dan pengaruh politik di Siam. Inggris dan Siam keberatan dengan
sistem ekonomi, di mana monopoli perdagangan dipegang oleh pangeran kerajaan
dan bisnis menjadi subyek pajak yang sewenang-wenang. Pada 1821 pemerintah
British India mengirim misi untuk menuntut bahwa pembatasan angkat Siam
perdagangan bebas - tanda pertama dari sebuah isu yang mendominasi politik
Siam abad ke-19.

3. Rama III (Nang Klao) 1824-1851

Rama III, Mongkut menganggap saudaranya sebagai ahli warisnya,


meskipun sebagai biarawan Mongkut tidak bisa secara terbuka menganggap peran
ini. Dia menggunakan tinggal lama sebagai biarawan untuk memperoleh
pendidikan barat dari Perancis dan Amerika misionaris, salah satu Siam pertama
untuk melakukannya. Dia belajar bahasa Inggris dan bahasa Latin, dan
mempelajari ilmu pengetahuan dan matematika. Para misionaris tidak diragukan
lagi berharap untuk mengubah dirinya menjadi Kristen, tetapi kenyataannya ia
adalah seorang Buddha ketat dan Siam nasionalis. La berniat menggunakan
pengetahuan barat ini untuk memperkuat dan memodernisasi Siam ketika ia
datang ke tahta, yang ia lakukan pada tahun 1851. Pada tahun 1840-an itu jelas
bahwa kemerdekaan Siam dalam bahaya dari kekuatan kolonial: ini diperlihatkan
secara dramatis oleh Inggris Opium Wars dengan Cina pada 1839-1842. Pada
tahun 1850 Inggris dan Amerika mengirimkan misi ke Bangkok menuntut akhir
dari semua pembatasan perdagangan, pembentukan pemerintahan gaya barat dan
kekebalan bagi warga negara mereka dari hukum Siam (ekstrateritorialitas). Rama
III pemerintah menolak tuntutan ini, meninggalkan penggantinya dengan situasi
yang berbahaya. Rama III dilaporkan mengatakan di ranjang kematiannya: "Kami
tidak akan lagi perang dengan Burma dan Vietnam. Kami akan minta mereka
hanya dengan Barat."

19
4. Rama IV(Mongkut)1851-1868 terbuka kembali berhubungan dengan
bangsa barat.

Mongkut datang ke tahta sebagai Rama IV pada tahun 1851, bertekad


untuk menyelamatkan Siam dari dominasi kolonial dengan memaksa enggan
modernisasi pada mata pelajaran. Tapi meskipun ia dalam teori monarki mutlak,
kuasa-Nya terbatas. Setelah biarawan selama 27 tahun, ia tidak memiliki dasar
yang kuat di antara pangeran kerajaan, dan tidak memiliki aparatur negara modern
untuk melaksanakan keinginannya. Usaha pertama reformasi, untuk membangun
sistem administrasi modern dan meningkatkan status utang-budak dan perempuan,
sedang frustrasi. Rama IV dengan demikian datang untuk menyambut tekanan
barat, Siam. Ini datang pada tahun 1855 dalam bentuk sebuah misi yang dipimpin
oleh Gubernur Hong Kong, Sir John Bowring, yang tiba di Bangkok dengan
tuntutan untuk segera berubah, didukung oleh ancaman kekerasan. Sang Raja
segera menyetujui permintaan kepada perjanjian baru, yang disebut Bowring
Perjanjian, yang membatasi bea masuk hingga 3%, menghapuskan monopoli
perdagangan kerajaan, dan diberikan ekstrateritorialitas mata pelajaran Inggris.
Kekuatan Barat lainnya segera menuntut dan mendapat konsesi serupa.

Raja segera datang untuk mempertimbangkan bahwa ancaman nyata Siam


berasal dari Perancis, bukan Inggris. Inggris tertarik pada keuntungan komersial,
Perancis dalam membangun kekaisaran kolonial. Mereka menduduki Saigon pada
tahun 1859, dan 1867 mendirikan protektorat di selatan timur Vietnam dan
Kamboja. Rama IV berharap bahwa Inggris akan membela Siam jika ia memberi
mereka konsesi ekonomi mereka menuntut. Pada masa pemerintahan berikutnya
ini akan membuktikan menjadi ilusi, tetapi memang benar bahwa Inggris melihat
Siam sebagai negara penyangga yang bermanfaat antara Burma dan Inggris
Indochina Perancis.

5. Rama V (Chulalongkorn) 1868-1910.

Pada masa pmerintahannya tahun 1893 terjadi krisis Siam-Prancis masalah


perbatasan Sian dengan indo-china ,karena Siam berbatasan dengan Laos dan

20
Kamboja yang saat itu Siam berusaha untuk meluaskan wilayahnya ke daerah itu
sehingga terjadi konflik dengan Prancis yang berkuasa atas Indo-China .Dalam
krisis iniPrancis berusaha menguasai dan memblokir Bangkok sehingga terjadi
perjajian Siam-Prancis (1893) berisi;semua daerah di sebelah timursungai
Mekong di serahkan kepada Prancis,begitu pula daerah lembah sungai
Menam.Perjanjian Siam-Prancis ini di protes keras oleh Inggris karena
perdagangan antara inggris-Siam terhenti,sehingga timbul pula krisis inggris
dengan Prancis.Sebenrnya antara Ingris dan Prancis sama sama ingin menguasai
Siam.Inggris yang telah menguasai Burma ingin meluaskan ekspansinya ke arah
timur menuju Siam.Demikian pula Prancis yang telah menguasai Indo-China
bermaksud meluaskan daerah jajahannya ke arah barat menuju Siam,sehingga
kalau keduanya tetap sama sma terus meluaskan ekspansinya tidak menutup
kemungkinan Siam menjadi ajang peperangan adu kekuatan antara inggris dengan
Prancis.Untuk menghindari peperangan antara Inggris dengan Prancis maka
keduanya tahun 1896 mengadakan perjanjian Status-quo untuk membentuk
membentuk zonc netral isinya sbb;

1. Muangthai tidak akan di ganggu kedaulatan dan kemerdekaannya,baik


oleh inggris maupun Prancis;

2. Inggris mengakui kedaulatan Prancis atas seluruh Indo-China;

3. Prancis mengakui ke kuasaan Inggris atas seluruh daerah Burma .

4. Dengan adanya perjanjian membentuk zonc netral tersebut maka


Muangthai menjadi daerah bebas dari jajahan barat.

6. Rama VI (Vajiravudh) 1910-1925

Gaya Vajiravudh pemerintah berbeda dari ayahnya. Pada awal


pemerintahan keenam, raja terus menggunakan tim ayahnya dan tidak ada istirahat
mendadak dalam rutinitas sehari-hari pemerintah. Sebagian besar menjalankan
urusan sehari-hari Oleh karena itu di tangan orang-orang berpengalaman dan
kompeten. Bagi mereka dan staf mereka Siam berutang banyak langkah-langkah

21
progresif, seperti pengembangan rencana nasional untuk pendidikan seluruh
rakyat, mendirikan klinik di mana vaksinasi gratis diberikan terhadap cacar, dan
perluasan terus kereta api.

Namun, senior secara bertahap dipenuhi omembers dari King's Coterie


ketika terjadi kekosongan jabatan melalui kematian, pensiun, atau mengundurkan
diri. Pada 1915, setengah kabinet terdiri dari wajah-wajah baru. Paling menonjol
adalah Chao Phraya Yomarat kehadiran dan ketidakhadiran Pangeran Damrong.
Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Dalam Negeri secara resmi
karena kesehatan yang buruk, tetapi dalam kenyataannya karena gesekan antara
dirinya dan raja.

Siam pada tahun 1917 menyatakan perang terhadap Jerman, terutama


untuk mendapatkan nikmat dengan Inggris dan Perancis. Siam's token partisipasi
dalam Perang Dunia I mengamankan tempat duduk di Konferensi Perdamaian
Versailles, dan Menteri Luar Negeri Devawongse menggunakan kesempatan ini
untuk berdebat untuk pencabutan abad ke-19 perjanjian dan pemulihan Siam
penuh kedaulatan. Amerika Serikat diwajibkan pada tahun 1920, sementara
Perancis dan Britania ditunda sampai 1925. Kemenangan ini diperoleh raja
beberapa popularitas, tapi tak lama kemudian melemahkan oleh ketidakpuasan
atas isu-isu lain, seperti sebagai pemborosan, yang menjadi lebih terlihat ketika
sebuah resesi terjadi sesudah perang tajam Siam pada tahun 1919. Ada juga fakta
bahwa raja tidak mempunyai anak, ia jelas perusahaan lebih suka laki-laki dengan
perempuan (masalah yang dengan sendirinya tidak terlalu peduli Siam pendapat,
tetapi yang juga merongrong stabilitas monarki karena tidak adanya ahli waris).
Jadi ketika Rama VI meninggal tiba-tiba pada tahun 1925, usia hanya 44, monarki
sudah dalam keadaan lemah. Ia digantikan oleh adiknya Prajadhipok.

7. Rama VII(Prajadhipok)1925-1935

Siap menghadapi tanggung jawab barunya, semua telah Prajadhipok dalam


mendukung hidup adalah intelijen, diplomasi tertentu dalam berurusan dengan

22
orang lain, yang kesederhanaan dan rajin kemauan untuk belajar, dan yang agak
berkarat, tapi masih ampuh, sihir mahkota.

Tidak seperti pendahulunya, raja tekun membaca hampir semua dokumen


negara yang datang dalam perjalanan, dari menteri pengajuan untuk petisi oleh
warga negara. Dalam waktu setengah tahun hanya tiga dari dua belas menteri
Vajiravhud tetap tinggal, sisanya telah digantikan oleh anggota keluarga kerajaan.
Di satu sisi, janji ini membawa kembali orang-orang dari bakat dan pengalaman,
di sisi lain, itu tanda kembali ke kerajaan oligarki. Raja jelas ingin menunjukkan
istirahat yang jelas dengan keenam mendiskreditkan pemerintahan, dan pilihan
orang untuk mengisi posisi teratas tampaknya sebagian besar dibimbing oleh
keinginan untuk mengembalikan tipe Chulalongkorn pemerintah.

Awal Prajadhipok warisan yang diterima dari kakaknya masalah adalah


jenis yang telah menjadi kronis di Pemerintahan Keenam. Yang paling mendesak
adalah ini ekonomi: keuangan negara berada dalam kekacauan, anggaran besar
dalam defisit, dan account kerajaan mimpi buruk seorang akuntan utang dan
transaksi dipertanyakan. Bahwa seluruh dunia berada di dalam depresi ekonomi
setelah Perang Dunia I tidak membantu keadaan baik.

Sebenarnya tindakan pertama sebagai raja Prajadipok mensyaratkan


inovasi kelembagaan dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan dalam
kerajaan dan pemerintah, pembentukan Dewan Tertinggi Negara. Dewan
penasihat ini terdiri dari sejumlah berpengalaman dan sangat kompeten anggota
keluarga kerajaan, termasuk waktu panjang Menteri Dalam Negeri (dan
Chulalongkorn tangan kanan) Pangeran Damrong. Bertahap meningkatkan
arrogated pangeran ini kekuasaan oleh memonopoli semua posisi menteri utama.
Banyak dari mereka merasa tugas mereka untuk menebus kesalahan atas
kesalahan-kesalahan pemerintahan sebelumnya, tetapi biasanya tidak dihargai.

Dengan bantuan dari dewan ini, raja berhasil memulihkan stabilitas


ekonomi, meskipun dengan harga membuat sejumlah besar pegawai negeri sipil

23
berlebihan dan pemotongan gaji yang tetap. Ini jelas tidak populer di antara para
pejabat, dan merupakan salah satu aktivitas untuk memicu kudeta tahun 1932.

Prajadhipok lalu mengalihkan perhatian pada pertanyaan tentang masa


depan politik di Siam. Terinspirasi oleh contoh Inggris, Raja ingin untuk
mengizinkan orang biasa untuk memiliki hak suara dalam urusan negara dengan
penciptaan parlemen. Sebuah konstitusi diusulkan diperintahkan untuk wajib
militer, tetapi Raja keinginan itu ditolak, mungkin dengan bijaksana, dengan para
penasihatnya, yang merasa bahwa penduduk belum siap untuk demokrasi.

Pada tahun 1932, dengan negara jauh di dalam depresi, Dewan Tertinggi
memilih untuk memperkenalkan pemotongan pengeluaran resmi, termasuk
anggaran militer. Raja meramalkan bahwa kebijakan ini akan menciptakan
ketidakpuasan, terutama dalam tentara, dan karena itu ia mengadakan pertemuan
khusus para pejabat untuk menjelaskan mengapa luka itu diperlukan. Dalam
berbicara ia menyatakan sebagai berikut:

Aku sendiri tahu apa-apa tentang keuangan, dan semua yang bisa saya lakukan
adalah mendengarkan pendapat orang lain dan memilih yang terbaik ... Jika saya
telah membuat kesalahan, aku benar-benar layak untuk dimaafkan oleh orang-
orang Siam.

No previous raja Siam yang pernah berbicara dalam istilah-istilah tersebut.


Banyak menafsirkan pidato tampaknya bukan sebagai Prajadhipok dimaksudkan,
yaitu sebagai daya tarik yang jujur untuk memahami dan kerjasama. Mereka
melihat itu sebagai tanda kelemahan dan bukti bahwa sistem yang mengabadikan
aturan otokrat sempurna harus dihapuskan. Gangguan politik yang serius
terancam di ibukota, dan pada bulan April raja sepakat untuk memperkenalkan
konstitusi di mana ia akan berbagi kekuasaan dengan perdana menteri. Ini tidak
cukup untuk unsur-unsur radikal dalam tentara, namun. Pada Juni 24, 1932,
sedangkan raja berlibur di tepi pantai, Bangkok garnisun memberontak dan
merebut kekuasaan, dipimpin oleh sekelompok dari 49 perwira yang dikenal

24
sebagai "Promotor." Dengan demikian mengakhiri 150 tahun monarki absolut
Siam.

8. Rama VIII(Ananda Mahidol)1935-1946

Kemudian sebuah peristiwa besar dalam sejarah Thailand terjadi ketika


Raja Prajadhipok mengundurkan diri pada tahun 1935, di tengah kondisi politik
negeri yang memanas, dan juga karena masalah kesehatan dirinya sendiri. Kala
itu, mahkota sebenarnya sudah jatuh ke tangan saudara-saudara tiri Pangeran
Mahidol Adulyadej, karena kakak kandungnya, Putra Mahkota Maha Vajirunhis,
meninggal dunia ketika masih remaja dalam masa pemerintahan Raja
Chulalongkorn. Kemudian, saudara tirinya, Pangeran Vajiravudh, menggantikan
Vajirunhis sebagai putra mahkota, dan ibu Vajiravudh dijadikan ratu sementara,
ketika Chulalongkorn melakukan kunjungan ke Eropa. Yang menjadi masalah
adalah, pangeran-pangeran yang merupakan putra dari ibu Vajiravudh, Ratu
Saovabha, menjadi lebih berhak atas takhta kerajaan. Hal ini kemudian berujung
ketika Raja Vajiravudh meninggal dunia, dan mahkota jatuh ke tangan Pangeran
Prajadhipok, adiknya.

Pemberian mahkota kepada Pangeran Prajadhipok sendiri menuai konflik.


Kemudian muncul kandidat baru Raja Siam, yaitu Pangeran Chulachakribongse,
putra Pangeran Chakrapongsepoovanat dari Phitsanulok, yang telah ditunjuk
sebagai pewaris Raja Vajiravudh sebelum kematiannya. Undang-undang
Pewarisan Takhta yang disahkan Vajiravudh sendiri kemudian dipertanyakan,
karena menutup kemungkinan Pangeran Chakrapongsepoovanat (dan Pangeran
Chulachakripongse) dari jalan menuju takhta, lantaran menikahi orang asing.
Namun pernikahan tersebut terjadi sebelum disahkannnya UU, dan posisinya
dikembalikan ke jalur. Belakangan, Prajadhipok dimahkotai sebagai raja.

Ketika Raja Prajadhipok mengundurkan diri, mahkota kembali lagi ke ibu


Vajirunahis, Ratu Savang Vadhana, karena Prajadhipok adalah satu-satunya putra
Ratu Sri Pacharindra yang tersisa. Savang Vadhana memiliki dua putra lain yaitu,
Pangeran Sommootiwongwarothai yang meninggal tanpa putra dan Pangeran

25
Mahidol Adulyadej yang meninggal tetapi memiliki putra, yakni Ananda dan
Bhumibol. Kemungkinan Ananda Mahidol menjadi raja tampak lebih jelas.
Bagaimanapun juga, konflik yang sama seputar raja berikutnya terjadi lagi.
Namun, karena negara telah mempunyai sistem pemerintahan yang baru,
Kabinetlah yang menentukan jawabannya. Suara terbelah antara Pangeran
Chulachakrapongse dan Pangeran Ananda Mahidol. Pada tanggal 2 Maret 1935,
Ananda Mahidol terpilih sebagai Raja Siam berikutnya, menggantikan
Prajadhipok yang mengundurkan diri, pada usia 9 tahun. Karena Raja Ananda
Mahidol masih terlampau kecil dan sedang bersekolah di Lausanne, Parlemen
menunjuk Pangeran Kolonel Anuwatjaturong, Pangeran Letnan Athitaya
Dibhabha, dan Chao Phraya Yommaraj sebagai pengisi jabatan sementara.

Pada tahun 1938, di usianya yang ke-13, Ananda mengunjungi Siam


sebagai raja untuk pertama kalinya. Ia didampingi ibunya dan adiknya, Bhumibol.
Kala itu, Perdana Menteri Siam adalah Plaek Pibulsonggram. Pibulsonggram
menjadi perdana menteri selama hampir sepanjang masa pemerintahan Ananda
Mahidol. Pibulsonggram juga adalah diktator militer yang mengganti nama Siam
menjadi Thailand.

Pada tanggal 8 Desember 1941, militer Jepang datang menduduki


Thailand. Ketika itu, Ananda Mahidol sedang berada di luar Thailand, dan Pridi
Phanomyong merupakan wakilnya. Sejak 24 Januari 1942, Thailand menjadi
pendukung Jepang dan menjadi bagian dari Blok Poros. Di bawah Plaek
Pibulsonggram, Thailand menyatakan perang atas Sekutu.

Pada tahun 1944, Jepang terlihat akan segera kalah, dan Bangkok hancur
akibat terjangan militer Sekutu. Ditambah lagi dengan krisis ekonomi,
pemerintahan Plaek Pibulsonggram menjadi tidak populer. Pada bulan Juli, Plaek
Pibulsonggram digulingkan, dan Parlemen mengadakan konvensi lagi dengan
menunjuk Khuang Aphaiwong yang merupakan seorang pengacara sebagai
perdana menteri. Jepang akhirnya menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945. Raja

26
Ananda Mahidol dan Pangeran Bhumibol Adulyadej ketika mengunjungi kawasan
pecinan Bangkok, 1946.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Raja Ananda Mahidol kembali ke


Thailand. Ia kembali pada Desember 1945 dengan memegang gelar hukum.
Meskipun ia masih muda dan belum berpengalaman, ia berhasil merebut
dukungan rakyat dengan cepat. Salah satu hal yang berhasil mendongkrak
popularitasnya adalah kunjungannya ke kawasan pecinan Bangkok untuk
meredakan tensi yang bergejolak antara etnis Thailand dan Cina.

Meskipun demikian, pengamat-pengamat luar negeri berpendapat bahwa


Ananda tidaklah ingin menjadi seorang raja, dan sang Raja sendiri merasa bahwa
pemerintahannya takkan berlangsung lama.

Pada tanggal 9 Juni 1946, Ananda ditemukan tewas tertembak secara


misterius dalam kamar tidurnya di istana, tepat empat hari sebelum rencana
keberangkatannya ke Lausanne untuk meraih gelar doktor. Kemudian, adiknya,
Bhumibol Adulyadej, diangkat sebagai Raja Thailand selanjutnya.

9. Rama IX(Phumipon Adundet)1946.

Paduka Yang Mulia Raja Bhumibol Adulyadej (bahasa Thai: ภูมิพลอดุลยเดช;


IPA: pʰu:mipʰon adunjadeːt; dengarkan (bantuan·info)) (lahir di Cambridge,
Massachusetts, Amerika Serikat, 5 Desember 1927; umur 86 tahun) atau dikenal
sebagai Raja Rama IX adalah Raja Thailand sejak 9 Juni 1946. Ia menjadi raja
sejak usia 19 tahun. Ia merupakan anggota Dinasti Chakri yang bersekolah di
Sekolah Mater Dei (Bangkok). Putra Pangeran Mahidol Adulyadej ini
melanjutkan sekolah dasarnya ke Lausanne ketika sebagian keluarganya pindah
ke Swiss. Ia menjadi sangat terkenal di dunia berkaitan jabatannya sebagai Kepala
Negara.

Ia menghabiskan pendidikan SLTA di Lausanne dan mendapat nilai tinggi


pada Sastra Perancis, Latin, dan Yunani. Ia kemudian belajar Ilmu Pengetahuan di
Universitas Lausanne ketika kakaknya (Ananda Mahidol) menjadi raja tahun

27
1935. Tetapi, kematian misterius kakaknya di bulan Juni 1946 menjadikannya raja
pada 9 Juni 1946.

Saat itu, ia tidak langsung naik takhta karena diminta menyelesaikan


studinya di Swiss. Ia diminta belajar hukum dan ilmu politik yang berguna
sebagai raja. Saat akhir studi, ia sering melihat pabrik otomotif di Perancis dan
bertemu dengan sepupu jauhnya (Mom Rajawongse Sirikit Kitiyakara) yang juga
seorang putri Duta Besar Thailand di Paris.

Cinta pun bersemi. Sirikit diminta meneruskan sekolah di Lausanne. Pada


Juli 1949, keduanya bertunangan dan menikah pada Mei 1950. Pernikahan
keduanya membuahkan empat anak, yaitu seorang putra dan tiga putri. Putra-putri
raja terlibat penuh dalam proyek-proyek raja.

Bhumibol memerintah dengan seorang wakil raja hingga tahun 1950 dan
naik takhta sebagai Raja Rama IX. Kepemimpinannya mendapat tempat di hati
rakyat karena sentuhan-sentuhan pribadinya. Penggemar musik jazz dan lagu
kontemporer, ia memperoleh anggota kehormatan dari Institut Musik dan Seni
Wina (Austria). Ia selalu memberi waktu untuk menyerahkan diploma pada setiap
lulusan universitas negeri di Thailand. Tugasnya itu kemudian diambil alih oleh
putra-putri raja.

Raja yang gemar fotografi dan mengarang atau menerjemahkan ini dikenal
seorang atlet berlayar dan memperoleh medali emas dalam Asian Games (SEA
GAMES) pada tahun 1967 di Manila (Filipina). Ia juga selalu kontak dengan
atlet-atlet negaranya yang meraih medali emas. Pada awal Juni 2006, raja
merayakan peringatan ke-60 tahun kenaikan takhta. Para raja atau keluarga
kerajaan dari 25 negara menghadiri acara peringatan tersebut.

Tahun 1973, secara jelas, ia menghendaki Marsekal Thanom Kittikachorn


mundur dari rezim militer dan membentuk pemerintahan demokrasi. Menyusul
kudeta tahun 1991, raja kemudian mendesak rezim militer pimpinan Jenderal
Suchinda Kraprayoon mengadakan pemilu. Rakyat marah karena partai pemenang
pemilu tahun 1992 menempatkan Jenderal Suchinda sebagai perdana menteri.

28
Raja memanggil Jenderal Suchinda dan Mayjen Chamlong Srimuang yang
pro-demokrasi. Kedua jenderal menghadap raja sambil berlutut. Raja hanya minta
agar demokrasi ditegakkan. Sejak itu, kudeta militer menjadi tabu. Pada ulang
tahunnya yang ke-78 pada tahun 2005, raja mengkritik Perdana Menteri Thaksin
Shinawatra agar bersedia menerima kritik karena itu adalah konsekuensi sebagai
pemimpin.

"Jika Anda berpikir dia bertakhta untuk kekuasaan, Anda salah," demikian
komentar umum tentang Raja Bumibol di Thailand dalam rangka Peringatan 50
Tahun Raja Bhumibol bertakhta pada tahun 1996 lalu.

Bhumibol sendiri pada pidato ulang tahunnya pada tahun 2005


menyatakan bahwa ia tidak melarang dirinya dikritik. "Saya juga mesti dikritik.
Saya tidak takut jika kritikan tersebut terkait dengan kesalahan yang saya lakukan
karena dengan begitulah saya sadar telah melakukan kesalahan. Jika raja
dikatakan tidak bisa dikritik, itu artinya raja bukan manusia," kata sang raja.
"Anggapan bahwa raja tidak mungkin berbuat salah adalah penghinaan karena itu
artinya raja bukan manusia. Saya bisa berbuat salah dan saya tidak takut dikritik
langsung," kata sang raja.

"Saya ingin menyatakan kalau saya bisa dikritik. Mungkin saya kadang-
kadang membuat kesalahan. Kasih tahu saya saja kalau memang saya salah. Dan
kalau seseorang mengkritik Raja, saya ingin tahu mengapa? Saya salahnya di
mana?" kata sang raja.

Kepemimpinannya yang telah 60 tahun di Thailand menjadikan raja


sebagai kepala negara terlama di dunia. Keteladanan serta integritas Raja
Bhumibol dirasa pantas diambil contoh. Hak dan kesejahteraan petani pun diambil
seperti terlihat dengan kebijakan impor beras. Baginya, petani adalah segalanya.
Raja juga mengharapkan kepada para politikus, aparat negara, dan segenap
lapisan masyarakat untuk tidak selalu melibatkan raja agar terjadi proses
pembelajaran politik di negaranya.

29
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

30
Kerajaan Thai merupakan tempat terletaknya beberapa wilayah geografis
yang berbeda. Di sebelah utara, keadaannya bergunung-gunung, dan titik
tertingginya berada di Doi Inthanon (2.576 m). Sebelah timur laut terdiri dari
Hamparan Khorat, yang dibatasi di timur oleh sungai Mekong. Wilayah tengah
negara didominasi lembah sungai Chao Phraya yang hampir seluruhnya datar, dan
mengalir ke Teluk Thailand. Di sebelah selatan terdapat Tanah Genting Kra yang
melebar ke Semenanjung Melayu.

Thailand juga dikenal sebagai Sukothai. Pada awalnya dikenal sebagai


wilayah Buddhis agama dan wilayah itu dibagi menjadi beberapa kerajaan seperti
Lanna, Lan Chang, dan Sukhothai. Tidak ada keraguan bahwa Thailand modern
yang muncul dari asal geografis-politik yang kompleks dengan Bangkok sebagai
modal dan Raja Rama, pertama diciptakan Chakri dinasti. Selama periode ini
sejarah Thailand mendapat nama Modernitas awal atau Pencerahan oleh beberapa
sejarawan.

DAFTAR PUSTAKA

31
Hall, D.G.E. 1988. Sejarah Asia Tenggar. Surabaya: Usaha Nasional

Ricklefs, M.G, lockhari Bruce dkk, 2013, Sejarah Asia Tenggara,


Jakarta: Komonitas Bambu.
Thailand - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Siam

http://id.wikipedia.org/wiki/Ananda_Mahidol

http://id.wikipedia.org/wiki/Bhumibol_Adulyadej

32

Anda mungkin juga menyukai