Anda di halaman 1dari 4

IJTIHAD

A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad menurut Arti asalnya adalah "bersungguh-sungguh". Atau "pengerahan
segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit ." Atas dasar ini maka
tidak tepat apabila kata "ijtihad" dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/
ringan[1]. Sedangkan berdasarkan makna Terminlogi, para ulama ushul memandang bahwa
ijtihad adalah pengerahan segenap kesungguhan dan kamantapan yang dimiliki seseorang ahli
fiqh untuk menghasikan keyakinan tentang suatu hokum sedangkan definisi lain dari ijtihad
yaitu mencurahkan segenap usaha untuk sampai kepada hukum syar’a dari dalil tafsili yang
termasuk dalil syar’i.
Menurut Hasbi Ash Shaddiqi Ijtihad adalah menggunakan segala kesanggupan untuk
mencari suatu hukum syara’ dengan jalan Zan. Sedangkan Al-Dahlawi menjelaskan ijtihad
adalah mencurahkan kemampuan untuk mengetahui hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya
yang terperinci, yang secara global kembali keempat macam dalil yaitu Kitab, Sunnah, Ijma'
dan Qiyas. Dan Imam Khomeini mengatakan juga Ijtihad adalah keahlian atau kemampuan
yang dengannya dia dapat menarik kesimpulan hukum dari dalil-dalil[2].
Dari keterangan di atas bahwa ijtihad bukan perbuatan yang dilakukan sekedar
membuka-buka kitab tafsir atau hadis lalu dengan mudah ditarik sebuah kesimpulan
hukum. Sebaliknya, dalam ijtihad dibutuhkan kesungguhan dan keseriusan dengan
mencurahkan segenap kemampuan dan usaha untuk mendapatkan hukum-hukum syariat. Hal
ini menunjukkan bahwa maslah ijtihad bukan perkara yang mudah, tetapi ijtihad juga harus
diupayakan pada setiap generasi, agar ajaran Islam tetap dinamis, tidak stagnan dan siap
memberikan solusi atas segala problematika kontemporer.
B. Dasar Hukum Ijtihad
Para fuqaha boleh melakukan ijtihad apabila dalam suatu masalah tidak ada dasar
hukum yang terdapat dalam nas. Kebolehan ini di isyaratkan antara lain (Q.S. Al-Baqarah:
149)

‫ّللاُ بِ َغافِل َع َّما‬ ْ ‫ت فَ َو ِّل َوجْ هَكَ َش‬


‫ط َر ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام َوإِنَّهُ لَ ْل َح ُّق ِمن َّربِّكَ َو َما ه‬ ُ ‫َو ِم ْن َحي‬
َ ْ‫ْث َخ َرج‬
َ‫تَ ْع َملُون‬
Artinya: Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. (Q.S. Al-Baqarah: 149)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari masjidil
haram, apabila akan shalat, dapat mencari dan menentukan arah itu melalui ijtihad dengan
mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda yang ada. Secara kodrati
manusia mempunyai badan jasmani dan rohani. Badan rohani berfungsi untuk memhami apa
yang dilihat oleh manusia dan dialami oleh akal pikiran sekaligus berfungsi untuk memahami
segala sesuatu yang ada dialam raya ini. Walaupun tidak ada petunjuk dari agama, maka
dengan akal itu manusia dapat memperoleh kebahagiaan hidup dan dapat berusaha
menghindari bahaya.
Hadis lain juga yang mendukung akan persolan ini yaitu hadis nabi yang ketika
mengutus Muadz bin Jabal menjadi Guburnur di Yaman, hadis ini tidak asing lagi bagi kita
semua, “ Ketika itu Muads ditanya oleh Rasulullah : dengan apa engkau menentukan hukum,
Muazd menjawab dengan kitab Allah, jawab Muadz, Rasulullah bertanya lagi kalau engakau
tidak mendapat keterangan dari Al-Qur’an, Muadz menjawab saya mengambilnya dari
sunnah Rasul, Rasulullah berkata lagi, kalau engakau tidak mendapi dari keterangan sunah
Rasululah SAW, Muadz menjawab saya akan berijtihad dengan akal saya dan tidak akan
berputus asa, Rasulullah menepuk Muadz bin Jabal menandakan persetujuannya.
Nabi sendiri memberikan kelonggaran dalam persolan agama, dengan cara ijtihad
bahkan Nabi membrikan dorongan kepad mereka, jika ijtihad itu mengenai sasaran, maka
orang yang berijtihad mendapat dua kebaikan dan apabila tidak, dia mendapat satu kebaikan.
C. Kedudukan Ijtihad

Dalam sejarah pemikiran islam, Ijtihad telah banyak digunakan. Ajaran Al-Qur’an
dan hadis memang menghendaki digunakannya ijtihad, dari ayat Al-Qur’an yang jumlahnya
lebih kurang 500 ayat. Menurut perkiraan ulama yang berhubungan dengan akidah, ibadah,
muamalah. Ayat-ayat tersebut, pada umumnya terbentuk teks-teks dasar tanpa menjelaskan
lebih lanjut mengenai maksud, rincian, cara pelaksanaannya. Untuk itu ayat tersebut perlu
dijelaskan oleh orang-orang yang mengetahui Al-Qur’an dan hadits yaitu para sahabat Nabi
dan kemudian para ulama penjelasan oleh para sahabat dan para ulama tersebut diberikan
melalui ijtihad. Jadi kedudukan ijtihad adalah sumber ke 3 sesudah al-Qur’an dan Hadits.

D. Fungsi Ijtihad

Telah diterangkan bahwa fiqih itu adalah segala hukum yang dipetik dari kitabullah
dan sunah Rasul, dengan mempergunakan ijtihad maka menjadi pentinglah bagi kita
membahas apakah fungsi ijtihad itu. Oleh karena syariat islam itu adalah syariat yang
berdasarkan illahi, dipetik dari dasar-dasar yang sudah terkenal, baik yang dinukilkan dari
Nabi seperti Al-Qur’an dan As-Sunah, ataupun yang diwujudkan oleh akal seperti : Ijma’,
qiyas, Istihsan, dan lain-lain. Kemudian menjadilah ijtihad itu sebagai jalan yang kita lalui
untuk mengistimbatkan hukum dari dalil-dalil itu dan jalan yang harus kita lalui untuk
menentukan batasan yang dikehendaki oleh kebutuhan masyarakat[3].
Inilah sebabnya fungsi ijtihad itu menjadi penggerak yang sangat diperlukan, dalam
sejarah perkembangan hukum syara’ yang menimpa masyarakat yang tidak diketemukan
hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Salah seorang pemikir kontemporer Islam (Muhammad Iqbal) menyatakan bahwa Ijtihad
merupakan “The Princple of Movement” daya gerak kemajuan Islam, dengan kata lain ijtihad
merupakan kunci dinamika ajaran Islam

E. Pembagian Ijtihad

Ijtihad dilihat dari segi objek kajianya dan relevansinya dengan masalah-masalah
kontemporer.
Menurut al-Syathibi[8](w 770 H/1388 M), Tokoh Ulama Ushul Malikiyah membagi
menjadi dua:
1.Ijtihad Istinbathi
Ijtihad istinbathi adalah ijtihad yang dilakukan mendasarkan pada nash-nash
Syara`dalam meneliti dan menyimpulkan ide hukum yang terkandung di dalamnya.Dan hasil
ijtihad yang diperoleh tersebut selanjutnya menjadi tolak ukur dan diterapkan dalam suatu
permasalahan hukum yang dihadapi . Oleh karena ijtihad ini berhadapan langsung dengan
nash-nash Syara` maka seorang mujtahid harus memenuhi persyaratan-persyaratan untuk
berijtihad dengan sempurna, karena sulitnya untuk mencapai persyaratan-persyaratan itu
menurut al-Sathibi mujtahid dalam ijtihad istinbath di zaman modern ini kemungkinan
terputus[9]. Khususnya sekarang ini dengian diperketat dan dipersempitnya spesialisasi ilmu
sehingga cenderung seseorang hanya menguasai satu bidang ilmu saja. Berbeda dengan
Ulama-ulama zaman terdahulu pada umumnya menguasai berbagai bidang ilmu secara
integral.
2.Ijtihad Tathbiqi
Jika ijtihad isthinbati mendasrkan pada nash-nash, maka ijtihad tathbiqi mendasarkan
pada suatu permasalahan yang terjadi dilapangan . Dalam hal ini seorang mujtahid mujtahid
berhadapan langsung dengan objek hukum dimana ide atau subtansi hukum dari produk
ijtihad istinbathi akan diterapkan.
Bagi seorang mujtahid ijtihad ini dituntut untuk memahami Maqashid as-Syar`i
secara mendalam ,hal ini dimaaksudkan apakah ide hukum yang dihasilkan jika diterapkan
pada kaus yang dihadapi dapan mencapai Maqashid as-Syar`i atau tidak. Menurut al-Syathibi
ijtihad inilah yang nantinya takkan terputus sampai kapanpun, sebab hal ini menyangkut
hubungan masalah-masalah kehidupan sepanjang masa.

Ijtihad dari segi relevansinya menurut Yusus Qordlowi (ahli fiqih kontemporer dari
Mesir)bahwa ijtihad yang perlu kita lakukan untuk masa kini ada dua macm:

1.Ijtihad Intiqa`i ialah memilih dari satu pendapat dari beberapa pendapat terkuat yang
terdapat dalam warisan fiqih islam yang penuh dengan fatwa dan putusan hukum. Pendapat-
pendapat ahli Fiqih terdahulu disamping ada yang tidak sesuai juga masih banyak yang sesuai
diterapkan di zaman modern ini, tidak jarang dalam satu permasalahan dapat didapatkan lebih
dari saatu ketetapan hukum.
Oleh karena itu seorang mujtahid dengan upaya yang cermat bisa memilih pendapat
yang lebih kuat dan relevan untuk diterapkan dewasa ini[10]. Dalam hal ini seorang mujtahid
tidak terikat oleh salah satu pendapat ulama tertentu, akan tetapi ia melihat semua pendapat
yang ada, membandingkan dan meneliti dalil-dalil yang mereka ketengahkan, kemudian
secara obyektif memilih salah satu pendapat yang paling kuat dan lebih cocok untuk
diterapkan.
2.Ijtihad Insyai ialah pengambilan kesimpulan hukum baru dari suatu persoalan, yang
pernah dikemukakan oleh ulama-ulama terdahulu, baik persoalan baru atau lama.Jika
masalah yang sedang dikaji itu baru yang sama sekali belum pernah ditemukan kasus ataupun
hukumnya dalam khazanah fiqih islam, maka mujtahid Munsyi berupaya untuk menentukan
hukumnya dengan meneliti dan memahami secara menyeluruh kasus yang dihadapi, sehingga
dengan tepat ia akan menentukan hukumnya sesuai yang dikehendaki tujuan Syari`at yang
ada .
Jika masalah yang sedang dikaji oleh mujtahid Munsyi itu kasus dan hukumnya
pernah diketengahkan oleh para ulama sebelumnya, maka seorang mujtahid Munsyi dapat
melakukan ijtihad dengan mengeluarkan pendapat baru diluar pendapat yang sudah ada. Pada
zaman modern ini pembahasan dan penelitian harus dilakukan dengan melibatkan berbagai
ahli yang terkait dalam bidang masalah yang dihadapi, hal ini dimaksudkan agar masalah
yang sedang dicari hukumnya dapat dikaji secara detail dari berbagai aspeknya, inilah yang
disebut ijtihad jama`i yang menurut Muhammad Iqbal[11] (w.1357 H/1938 M) tokoh
modernis Islam Pakistan, merupakan cara yang paling tepat untuk menggerakan spirit dalam
sistem hukum islam yang selama telah hilangdari umat Islam.

F. Peranan Ijtihad
 Ijtihad merupakan sumber norma dan hukum islam nomer tiga sesudah Alquran dan
sunnah nabi. Ijtihad termasuk sumber dinamika islam.
 Dengan ijtihadlah islam mampu membuktikan dirinya sebagai agama universal yang
cocok untuk tiap ruang dan waktu.
 Dengan ijtihad, islam dapat dikawal kemurnian dan keaslianya dari kemungkinan
masuknya paham-paham non islam yang tidak dapat dibenarkan.
 Dengan ijtihad, berbagai perkara baru yang timbul di zaman modern dapat ditentukan
hukumnya menurut islam.
 Ijtihad termasuk manifestasi kemerdekaan berpikir yang dijunjung tinggi dalam
islam

KURNIA PUTRA ARDHIANSYAH/2021010004

A1 MANAJEMEN

Sumber :

 https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/11/kedudukan-
ijtihad.html#:~:text=Dalam%20sejarah%20pemikiran%20islam%2C%20Ijtihad%20telah%20b
anyak%20digunakan.&text=Jadi%20kedudukan%20ijtihad%20adalah%20sumber,%2DQur'an
%20dan%20Hadits.

 https://alihasim.blogspot.com/2016/08/pembagian-pembagian-ijtihad.html

 http://achmadishare.blogspot.com/2015/07/kedudukan-akal-dan-peranan-ijtihad.html

Anda mungkin juga menyukai