Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi protozoa usus merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia
terutama negara-negara berkembang, dimana tingkat pendidikan yang rendah
dan iklim tropis merupakan faktor risiko infeksi protozoa usus. Prevalensi
yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan sosio-ekonomi rendah dan
sanitasi yang buruk. Di Indonesia sendiri infeksi yang disebabkan oleh
protozoa usus dapat ditemukan di daerah perkotaan ataupun daerah
pedesaan.
Spesies yang tergolong dalam protozoa usus yang dapat mengakibatkan
infeksi saluran pencernaan pada manusia yaitu dari kelas Rhizopoda adalah
Entamoeba histolytica, kelas Mastigophora adalah Giardia lamblia dan kelas
Sporozoa adalah Blastocystis hominis. Entamoeba histolytica merupakan
salah satu protozoa yang sering menjadi penyebab diare.
Infeksi protozoa usus dapat terjadi karena tertelannya makanan atau
minuman yang terkontaminasi kista protozoa usus atau dengan transmisi
langsung fecal-oral. Setelah tertelan, umumnya protozoa usus hidup sebagai
patogen di usus halus dan usus besar, sehingga menimbulkan berbagai gejala
seperti rasa tidak enak di perut, diare, muntah, dan demam. Namun tidak
semua infeksi protozoa menimbulkan gejala, beberapa orang dengan
pemeriksaan feses positif protozoa usus tidak merasakan gejala sama sekali.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Klasifikasi protozoa usus dan rongga tubuh?
2. Bagaimana Morfologi protozoa usus dan rongga tubuh?
3. Bagaimana Siklus Hidup protozoa usus dan rongga tubuh?
4. Bagaimana Habitat protozoa usus dan rongga tubuh?
5. Bagaimana Manifestasi klinis protozoa usus dan rongga tubuh?
6. Bagaimana Epidemiologi protozoa usus dan rongga tubuh?
7. Bagaimana Pengobatan dan pencegahan protozoa usus dan rongga
tubuh?
8. Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi protozoa usus
dan rongga tubuh?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi protozoa usus dan rongga tubuh.
2. Untuk mengetahui morfologi protozoa usus dan rongga tubuh.
3. Untuk mengetahui siklus Hidup protozoa usus dan rongga tubuh.
4. Untuk mengetahui habitat protozoa usus dan rongga tubuh.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis protozoa usus dan rongga tubuh.
6. Untuk mengetahui epidemiologi protozoa usus dan rongga tubuh.
7. Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan protozoa usus dan
rongga tubuh.
8. Untuk mengetahui cara pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
protozoa usus dan rongga tubuh.
D. Manfaat
1. Dapat menambah pengetahuan tentang parasitologi.
2. Dapat memberikan tambahan informasi bagi pembaca.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Protozoa usus dan rongga tubuh
1. Entamoeba hystolitica
a. Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Kerajaan : Amoebozoa
Filum : Archamoebae
Subfilum : Conosa
Kelas : Tubulinea
Ordo : Amoebida
Famili : Entamoebidae
Genus : Entamoeba
Spesies : E. histolytica
b. Morfologi
Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas
Rhizopoda yang mengadakan pergerakan menggunakan
pseudopodi atau kaki semu. Terdapat tiga bentuk parasit, yaitu
trofozoit, bentuk kista dan bentuk prakista.
Trofozoit adalah bentuk yang aktif bergerak dan bersifat
invasif dapat tumbuh dan berkembang biak, aktif mencari
makanan, dan mampu memasukî organ dan jaringan. Karena selalu
bergerak menggunakan pseudopodi, maka bentuk trofozoit tidaklah
tetap. Ukuran trofozoit sekitar 18-40 mikron. Sitoplasma bentuk ini
terdiri dan ektoplasma yang jernih, sedangkan endoplasmanya
berbutir-butir (granuler). Di dalam endoplasma sering ditemukan
sel darah merah, sel leukosit dan sisa jaringan. Inti trofozoit
berbentuk bulat, berukuran antara 4-6 mikron. Pada sediaan tinja
segar tanpa warna, inti sukar dilihat di bawah mikroskop.
Kariosom tampak berupa titik kecil terletak sentral dan dikelilingi
halo yang jelas. Selaput inti tipis, dibatasi butir-butir kromatin
yang halus dan rata.
Bentuk kista Entamoeba histolytica bulat, dengan dinding
kista dan halin, tidak aktif bergerak.. Terdapat dua ukuran kista,
minutaform yang kecil berukuran antara 6-9 mikron, dan
magnaform berukuran lebih besar antara 10-15 mikron. Kista
berukuran kurang dari 10 mikron, disebut Entamoeba hartmani
yang ditemukan dalam tinja, tidak patogen untuk manusia. Pada
stadium awal kista, terdapat 1-4 badan kromatoid
(chromatoidbody) di dalam sitoplasma. Selain ini terdapat juga

3
masa glikogen yang pata pewarnaan dengan iodin akan berwama
coklat tua. Kista yang sudah matang mempunyai empat inti
(quadrinucleate cyst) tidak dijumpai badan kroniatoíd maupun
massa glikogen.
Bentuk prakista merupakan bentuk peralihan añtara stadium
kista dan stadium trofozoit. Berbentuk agak lonjong atau bulat,
berukuran antara 10-20 mikron, mempunyai pseudopodi yang
tumpul. Pada endoplasma dan sitoplasma prakista tidak dijumpai
eritrosit maupun sisa-sisa makanan. Inti dan struktur inti prakista
sesuai dengan inti dan struktur inti trofozoit.
c. Siklus Hidup
Siklus hidup lengkap parasit ini dapat terjadì dì dalam
tubuh manusia yang merupakan hospes definitif utama. Kista
berinti empat merupakan bentuk infektif yang dapat ditularkan, dan
tahan terhadap asam lambung. Penularan terjadi secara per oral,
dengan masuknya kista infektif bersama makanan atau minuman
yang tercemar tinja penderita atau tinja karier amubiasis.
Di dalam usus, oleh pengaruh enzim tripsin dinding kista
pecah. dalam sekum atau ileum bagian bawah terjadi proses
ekskistasi. Dari satu kista akan terbentuk satu amuba berinti empat
(tetranucleate amoeba), lalu tumbuh menjadi delapan amubula
(amoebulae = metacystic trophozoite). Amubula menuju ke
jaringan submukosa usus besar, lalu tumbuh dan berkembang
menjadi trofozoit. Jika terjadi toleransi oleh hospes, sebagian
trofozoit masuk ke dalam lumen usus, berubah menjadi prakista,
lalu menjadi kisra. Pada orang yang menjadi carrier, bentuk
trofozoit, prakista maupun kista, dapat dijumpai dalam waktu
bersamaan.
d. Habitat
Dalam bentuk tropozoit, Entamoeba histolytica hidup di
dalam jaringan mukosa dan submukosa usus besar penderita.
Bentuk kista hanya ditemukan pada lumen usus.
Parasìt zoonosis ini umumnya hanya menyerang manusia,
namun juga dapat menimbulkan penyakit pada kera dan primata
lainnya. Hewan lain yang dapat bertindak sebagai hospes definitif,
jadi bertindak sebagai hospes reservoìr adalah kucing, anjing,
tikus, hamster dan marmot (guinea pig). Dalarn keadaan tertentu,
amubiasis usus dapat menyebar ke organ-organ lainnya
(ekstraintestinal), misalnya ke hati.

4
e. Manifestasi klinis
Gambaran infeksi E. histolytica pada manusia ditunjukkan
oleh manifestasi klinis yang bervariasi, berupa gambaran karier
yang asimtomatik, amebiasis simtomatik, disentri ameba, atau
gambaran amebiasis ekstra-intestinal, misalnya amebiasis hati dan
amebiasis paru.
f. Epidemiologi
Parasit ini terdapat diseluruh dunia, tetapi lebih banyak di
daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis daripada di daerah yang
beriklim sedang.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Metronidazole atau tinidazole merupakan obat piihan untuk disentri
amuba maupun amubiasis hati. Dioxanide furoate cukup efektif
untuk mengobati karier amubiasis.
Antibiotika diberikan apabila amubiasis disertai infeksi sekunder.
Aspirasi abses dilakukan atas abses amubiasis hati, apabila lokasi
abses berada di dekat permukaan tubuh (kulit).
Pencegahan
Karena penularan umumnya terjadi per oral, maka upaya
pencegahan ditujukan dengan memasak makanan dan minuman
dengan baik. Selain itu menjaga kebersihan agar lingkungan
terbebas dan lalat dan lipas serta tikus, dan diupayakan agar sistem
pembuangan tinja dan limbah rumah tidak mencemari sumber air
minum atau sumur. Juga hendaknya selalu berhati-hati pada waktu
bekenja menangani hewan coba (terutama primata) di laboratorium.

h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi

1. Pemeriksaan feses. Secara makroskopis, feses penderita


amebiasis berwarna merah tua dan berbau menyengat karena
mengandung asam. Ditemukannya kista E. histolytica pada
pemeriksaan mikroskopis dan Kristal Charchot-Leyden yang
spesifik merupakan diagnosis pasti untuk amebiasis.
2. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah menunjukkan gambaran
penderita amebiasis, berupa leukositosis, sedangkan pada uji
serologis menunjukkan hasil negative.

5
2. Balantadium coli
a. Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Filum : Ciliophora
Kelas : Litostomatea
Ordo : Vestibuliferida
Famili : Balantiididae
Genus : Balantidium
Spesies : B. coli

b. Morfologi
Ini adalah organisme protozoa terbesar yang dikenal. Itu
bisa mencapai 170 mikron. Seperti banyak protozoa, sepanjang
hidupnya dapat menghadirkan dua fase berbeda: trofozoit atau
bentuk vegetatif dan kista..
Trofozoit berbentuk bulat telur dan memiliki silia kecil di
seluruh permukaannya. Ini juga menyajikan organisasi struktural
yang sedikit lebih kompleks daripada protozoa lainnya.
Menyajikan mulut primitif, yang dikenal sebagai sitostat,
yang dilengkapi dengan semacam tabung pencernaan primitif, yang
dikenal sebagai sitoparing. Ini juga menghadirkan lubang lain
untuk mengeluarkan limbah yang disebut cytoproject.
Dengan menggunakan mikroskop elektronik, telah
ditentukan bahwa ia memiliki dua inti yang disebut macronucleus
dan micronucleus. Struktur ini memiliki peran lebih besar dalam
reproduksi seksual yang dikenal sebagai konjugasi.
Di sisi lain, kista berbentuk oval dan dapat mencapai 65
mikron. Ketika mereka berada di tahap awal, mereka menunjukkan
silia, yang mungkin menghilang selama proses pematangan kista.
Dinding yang menutupi mereka sangat tebal. Bentuk ini
dari Balantidium coli. Ia cukup tahan terhadap kondisi lingkungan,
sedemikian rupa sehingga dapat bertahan selama berminggu-
minggu
c. Siklus Hidup
Dalam siklus hidup Balantidium coli Dua bentuk dapat
dilihat: trofozoit dan kista. Dari keduanya, yang terakhir adalah
bentuk infeksi.
Kista dicerna oleh tuan rumah melalui air atau makanan
yang belum diproses dengan benar, mengikuti langkah-langkah

6
kebersihan minimum. Karena itu mereka penuh dengan kista
parasit ini.
Begitu berada di dalam inang, pada tingkat lambung, oleh
aksi cairan lambung, dinding pelindung mulai hancur, suatu proses
yang berakhir pada tingkat usus kecil. Sudah di sini, trofozoit
dilepaskan dan mencapai usus besar untuk memulai kolonisasi ini.
Di usus besar, trofozoit berkembang dan mulai
bereproduksi dengan proses pembelahan biner (reproduksi
aseksual). Mereka juga dapat bereproduksi dengan mekanisme
seksual yang dikenal sebagai konjugasi.
Secara bertahap mereka diseret oleh usus, sementara
mereka bermetamorfosis kembali menjadi kista. Ini dikeluarkan
bersama dengan tinja.
Penting untuk mengklarifikasi bahwa tidak semua individu
mengikuti jalan ini. Beberapa trofozoit terbentuk tetap di dinding
usus besar dan berkembang biak di sana, menghasilkan gambaran
klinis di mana tinja cair mendominasi.
d. Habitat
Ini adalah parasit yang sangat tersebar di seluruh dunia. Ini
karena reservoir alami mereka adalah babi. Namun, prevalensi
infeksi pada manusia sering terjadi di tempat-tempat di mana
manusia sering kontak dengan hewan-hewan ini dan tinggal
bersama mereka.
Di antara tempat-tempat dengan insiden tertinggi adalah
Amerika Selatan, Filipina dan Meksiko, antara lain.
Di dalam inang, organisme ini memiliki kecenderungan
untuk usus besar, terutama usus sigmoid dan sekum, karena ada
banyak nutrisi untuk itu, diwakili oleh bakteri, jamur dan
mikroorganisme lainnya

e. Manifestasi klinis
Dalam kasus gejala, gejala berikut terjadi:
 Episode diare. Ini bisa ringan, memiliki lendir dan bahkan
dalam beberapa kasus darah.
 Nyeri perut
 Muntah
 Sakit kepala
 Anemia
 Kurang nafsu makan dan akibatnya, penurunan berat badan.

7
f. Epidemiologi
Balantidium coli Ini adalah organisme patogen yang
mampu menghasilkan infeksi pada manusia, khususnya pada
tingkat usus besar. Patologi yang mereka sebabkan pada manusia
dikenal sebagai Balantidiasis.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Metronidazole atau tinidazole merupakan obat pilihan untuk
penyakit ini.
Pencegahan
Penyebaran Balantadium coli dapat dicegah dengan selalu menjaga
hygiene perorangan dan kebersihan lingkungan agar tidak tercemar
dengan tinja babi. Memasak makanan dan minuman akan
mencegah penularan parasit ini pada manusia.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Untuk mendiagnosis patologi ini, cukup dengan
menganalisis tinja. Jika orang tersebut terinfeksi, akan ada kista
dan trofozoit di tinja.

3. Giardia lamblia
a. Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Filum : Metamonada
Kelas : Tubulinea
Ordo : Diplomonadida
Famili : Hexamitidae
Genus : Giardia
Spesies : G. lamblia

b. Morfologi
Giardia lamblia memiliki 2 stadium, yaitu stadium trofozoit
dan stadium kista. 
Tropozoit Giardia lamblia berbentuk bilateral simetris
seperti buah jambu monyet, bagian anterior tampak membulat dan
bagian posterior meruncing.Ukuran panjangnya 10-20 mikron
dengan diameter 7-10 mikron.Di bagian anterior terdapat sepasang
inti berbentuk oval.Di bagian ventral anterior terdapat dua batang
batil isap (parabasal) berbentuk seperti cakram cekung yang
berfungsi untuk perlekatan di permukaan sel epithel usus.Tropozoit
mempunyai 8 flagel, sehingga bersifat motil. Giardia lamblia tidak

8
mempunyai mitokondria, peroxisome, hydrogenisomes, atau
organel subseluler lain untuk metabolisme energi.
Kista Giardia lamblia berbentuk oval berukuran 8-12
mikron dan mempunyai dinding yang tipis dan kuat dengan
sitoplasma berbutir halus.Kista yang baru terbentuk mempunyai
dua inti sedangkan kista matang mempunyai empat inti dan terletak
di satu kutub.
c. Siklus Hidup
Dalam siklus hidupnya, G. Lamblia mengalami 2 stadium,
yaitu stadium trofozoit yang dapat hidup bebas di dalam usus halus
manusia dan kista stadium infektif yang keluar ke lingkungan
melalui feses manusia. Tertelannya kista dari air minum dan
makanan yang terkontaminasi atau dapat juga melalui kontak
individu merupakan awal dari infeksi.Setelah melewati gaster,
kista menuju usus halus.Ekskistasi terjadi di duodenum, setelah itu
multiplikasi terjadi melalui pembelahan biner dengan interval
kurang lebih 8 jam.Trofozoit menempel pada mukosa duodenum
dengan menggunakan sucking disc yang dimilikinya.Enkistasi
terjadi saat trofozoit masuk ke usus besar.Stadium trofozoit dan
kista dapat ditemukan pada feses penderita giardiasis. Kedua hal
tersebut dapat dijadikan alat untuk mendiagnosis penyakit
giardiasis.Di luar tubuh manusia, G. Lamblia lebih tahan dalam
bentuk kista dan dalam lingkungan lembab dapat bertahan sampai
3 bulan.
d. Habitat
Protozoa usus ini hidup di dalam duodenum dan yeyunum bagian
atas,dengan cara melekatkan din pada bagian usus tersebut.
Kadang-kadang parasit ini dijumpai di dalam saluran empedu dan
kandung empedu. Parasit ini tersebar kosmopolit di daerah tropis
dan subtropis.
e. Manifestasi klinis
Pelekatan parasit di usus menggunakan batil isap (sucking
disc) menimbulkan gangguan penyerapan lemak sehingga
menimbuilcan berak lemak (steatore). Toksin yang dihasilkan
parasit dan iritasi serta kerusakan jaringan usus menyebabkan
terjadinya radang kataral, dan menimbulkan gejala dan keluhan
berupa demam, nyeri perut, gangguan perut di daerah epigastrium,
muai, muntah dan kembung. Selain itu penderita mengalami diare,
sindrom malabsorpsi vitamin A dan lemak serta anemia. Penderita
juga mengalami reaksi alergi terhadap parasit ini.

9
Anak-anak penderita giardiasis umumnya menunjukkan
keluhan dan gejala Minis yang lebih berat dibanding orang dewasa.
f. Epidemiologi
Parasit ini tersebar kosmopolit di daerah tropis dan
subtropis.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Obat yang sekarang banyak digunakan untuk mengobati giardiasis
adalah metronidazole dan tinidazole. Kiorokuin masih juga
digunakan di beberapa daerah. Dosis yang dianjurkan adalah
sebagai berikut. Metronidazole. Untuk orang dewasa, dosisnya
adalah 2 gram per hari, diberikan selama 3 hañ. Dosis untuk anak
adalah 5 mg/kg berat badan dalam dosis terbagi, diberikan selama
5 hari.
Tinidazole. Untuk orang dewasa diberikan dalam bentuk dosis
tunggal 2 gram. Dosis untuk anak adalah 25—50 mg/kg berat
badan sebagai dosis tunggal.
Kiorokuin, diberikan dengan dosis 300 mg sekali sehari sciama 5
hari.
Pencegahan
Mengobati penderita dan karier giardiasis merupakan salah satu
upaya
pencegahan, karena manusia merupakan sumber infeksi utama
giardiasis.
Selain itu dicegah pencemaran makanan dan minuman dengan tinja
infektif oleh lalat, upas atau tikus, dan memasak makanan dan
minuman
dengan baik. Mencegah pencemaran air minum oleh tinja dengan
membuat kakus yang higienis, serta melarang pemakaian tinja segar
untuk pupuk tanaman dapat mencegah penyebaran giardiasis pada
masyarakat.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi

infeksi ringan umumnya jarang menimbulkan gejala k1inis


Pemeriksaan mikroskopis atas cairan duodenum dan tinja penderita
dapat menemukn kista atau trofozoit Giardia lamblia yang
menentukan diagnosis pasti giardiasis. Hasil pemeriksaan atas
cairan duodenum lebih baik hasilnya daripada pemeriksaan atas
tinja penderita dan dapat ditemukan trofozoit parasit ini. Pada
penderita tanpa gejala atau karier sering ditemukan kista parasit,

10
sedang pada penderita dengan diare akan banyak ditemukan
trofozoit.

4. Cryptosporidium
a. Klasifikasi
Kerajaan : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Conoidasida
Ordo : Eucoccidiirida
Subordo: Eimeriorina
Famili : Cryptosporidiidae
Genus : Cryptosporidium

b. Morfologi
Ookista berbentuk sferis, dengan diameter antara 4-6
mikron mempunyai dinding tebal atau tipis. Ookista berdmding
tipis ekskistasi di dalam tubuh hospes dan membentuk siklus hidup
baru (autoinfeksì), sedangkan ookista berdinding tebal diekskresi
penderita.

c. Siklus Hidup
Infeksi terjadi dengan masuknya ookista parasit mealui
mu1ut atau melalui inhalasi. Ekskistasí terjadi dengan lepasnya
sporozoit yang kemudian masuk ke dalam sel epitel usus. Sesudah
berkembang secara aseksual dan diikuti reproduksi secara seksual
yang membentuk mikrogamet dan makrogamet. Sesudah terjadi
fertilisasi akan terbentuk ookista yang mampu mengadakan
sporulasi di dalam tubuh hospes. Ookista yang berdinding tebal ini
dapat dikeluarkan bersama tinja penderita, tetapi dapat juga
menimbulkan autoinfeksi.

d. Habitat
Parasit ini hidup di sistem pencernaan (usus) manusia dan
hewan, serta menyebar melalui feses (tinja).

e. Manifestasi klinis
Akibat masuknya sporozoit ke dalam sel epitel usus akan
terjadi kerusakan atau kematian sel epitel usus. Proses keradangan
rnenirnbu1kan atrofi villi usus dan hiperplasi kripta.
Gejala utama kriptosporidiosis adalah diare cair lebih dari 20 liter
per hari (cholera-like diarrhea). Gejala dan keluhan lain adalah

11
nyeri perut, mua, demam ringan, dehidrasi dan berat badan yang
menurun. Sebagian penderita tidak menunjukkan gejala kimis
maupun keluhan, tetapi penderita dengan kekebalan yang rendah
atau terganggu sistem ìmunnya, rnisalnya penderita HIV/AIDS
akan mengalami gejala klinis yang berat.

f. Epidemiologi
Infeksì dengan C.parvum dilaporkan dan seluruh dunia,
pada semua golongan usia dan bayi sampai usìa lanjut. Penyebaran
banyak terjadi pada penggunaan aìr mìnum yang tidak bersih,
akibat lingkungan dan kebiasaan hidup yang buruk pada populasi
yang padat.

g. Pengobatan dan pencegahan


Pengobatan
Belum ada pengobatan yang spesifik terhadap parasitnya. Karena
infeksi pada orang normal akan sernbuh sendiri, hanya dilakukan
terapi
suportìf dìsertaì penatalaksanaan cairan dan elektrolit pada diare
yang berat. Antibiotika rnìsalnya spiramisin dan paromomisin dapat
diberikan
pada pasien immunocompromised, meskipun sering terjadi
kekambuhan.
Pencegahan
Serìng mencuci tangan sebelum makan dan sesudah merawat
penderita
diare (manusia maupun hewan) sangat dianjurkan. Selain itu
menjaga
kebersihan makanan dan minuman serta memasaknya sebelum
dikonsumsi merupakan pencegahan yang dianjurkan.

h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi

Selain gejala klìnìs, diagnosis ditentukan dengan


melakukan pemeriksaan mikroskopìs, pemerìksaan imunologis dan
pemeriksaan biologi molekuler. Pewarnaan tinja penderita dengan
pewarnaan tahan asam yang dimodifikasi menunjukkan adanya
ookìsta kriptosporidial. Pemeriksaan imunologi atas antì-gM, IgG
dan IgA kriptosporidium dengan ELISA atau IFA (antibody
immunofluorescence assay) dapat membantu secara tidak langsung
menegakkan diagnosis kriptosporidiosis. Pemeriksaan biologi

12
molekuler dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan metode
deteksi DNA telah dìkembangkan untuk diagnosis.

5. Sporozoa Usus (coccidia)


a. Klasifikasi
Kerajaan : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Conoidasida
Ordo : Eucoccidoirida
Subordo: Coccidiasina
Family : Eimeriidae
Genus : Eimeria dan Isospora

b. Morfologi
Bentuk ookista Isospora mempunyai dua sporokista dengan
masing-masing sporokista mengandung empat sporozoit.
Eimeria mempunyai ookista empat sporokista yang masing-
masing sporokista mengandung dua sporozoit.
Dua spesies yang penting adalah Isospora belli dan Isospora
hominis. Isospora belli berukuran 12-16 mikron Sporogony x 25-
33 míkron, Isospora hominis berukuran 10 x 16 mikron. Terdapat
tiga jenis coicista, yaitu ookista yang uniseluler, ookista yang
mengandung dua sporoblas dan ookista yang mengandung dua
spora yang masing-masing mengandung empat sporozoit.

c. Siklus Hidup
Reproduksi Coccidia berlangsung secara aseksual maupun
seksual di dalam satu macam hospes. Siklus hidup lengkap parasit
ini berlangsung baik di dalam maupun di luar tubuh hospes
(manusia).
Di dalam tubuh manusia, bentuk trofozoit terjadi di dalam
sel epitelusus. Bentuk ini kemudian berubah menjadi bentuk skison
(schizont), lalu berkembang menjadi bentuk merozoit. Sebagian
merozoit akan masuk ke dalam lumen usus; setiap merozoit akan
memasuki satu sel epitel usus dan melanjutkan siklus aseksual
(schizogony). Merozoit lainnya mengadakan diferensiasi menjadi
gamet jantan (mikrogametosit) dan gamet betina (makrogametosit).
Fertilisasi kedua jenis garnet akan menghasilkan zigot yang keluar
tubuh manusia bersama tinja.
Di luar tubuh manusia zigot berubah menjadi ookista
berukuran 16 X 32 mikron. Dan ookista terbentuk sporoblas lalu

13
menjadi sporokista yang berisi Infeksi terjadi karena tertelan
sporokista yang terdapat dalam makanan yang tercemar tinja.

d. Habitat
Parasit ini hidup di dalam usu daerah ileum bagian bawah,
jarang menimbulkan penyakit pada manusia. Parasite hidup
intraseluler di dalam sel-sel epitel mukosa usus.

e. Manifestasi klinis
Sifat patogen parasit ini rendah, tidak diikuti komplikasi
dan akan sembuh dengan sendirinya (self limiting disease).
Sesudah masa inkubasi satu minggu, akan terjadi demam, malaise,
diare dan sakit perut.

f. Epidemiologi
penyebaran parasit luas, daerah endemis meliputi
Indonesia, Filipina, Jepang, Cina, India, Amerika Selatan dan
Afrika Selatan.

g. Pengobatan dan pencegahan


Pengobatan
Karena gejala klinis ringan, umumnya tìdak diperlukan pengobatan
terhadap parasitnya. Jika keluhan agak berat atau pada infeksi
kronis, dapat diberikan preparat sulfa, misalnya trimetoprim-
sulfametoksazol. Jika penderita alergi terhadap sulfa diberikan
pirimetamin.
Pencegahan
Penularan parasit dìcegah mealui upaya pencegahan pribadi dengan
menjaga kebersihan makanan dan memasak makanan dengan baik.
Pencegahan masyarakat dilakukan dengan mcngobati penderita
(sumber infeksi), mencegah pencemaran tinja terhadap lingkungan,
dan tidak menggunakan tinja manusìa sebagai pupuk tanaman.

h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi

Diagnosis pasti ditegakkan melaluì pemerìksaan


konsentrasi tinja penderita untuk menemukan ookista.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak sekali
protozoa usus dan rongga tubuh. Protozoa usus dan rongga tubuh
memiliki klasifikasi, habitat, morfologi, siklus hidup, manifestasi klinis,
epidemiologi, pengobatan dan pencegahan serta pemeriksaan laboratorium
dan identifikasinya masing-masing.
B. Saran
Terhadap akibat dari gangguan parasit terhadap kesejahteraan
manusia, maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian
penyakitnya. Maka dari itu, sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang
kehidupan organisme parasit yang bersangkutan selengkapnya. Serta
dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan jadi mohon untuk
kritik dan sarannya agar saya dapat memperbaikinya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Soedarto. (2008). Parasitologi Klinik. Surabaya : Airlangga University Press.

16

Anda mungkin juga menyukai