Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

A. PERAN DAN FUNGSI KELUARGA SERTA ORANG TUA


a. Peran Keluarga Serta Orang Tua
Peranan keluarga menggambarkan pola perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu. Adapun macam peranan dalam
keluarga antara lain (Istiati, 2010):
 Peran Ayah Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah berperan
sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari nafkah, serta pemberi rasa aman
bagi anak dan istrinya dan juga sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.
 Peran Ibu Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana peran ibu
sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
sebagai pelindung dari anak-anak saat ayahnya sedang tidak ada dirumah, mengurus
rumah tangga, serta dapat juga berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu ibu juga
berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosial serta sebagai anggota
masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.
 Peran Anak Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.
Peranan lingkungan keluarga merupakan salah satu pilar dalam tri pusat pendidikan.
Lingkungan keluarga adalah Pilar utama untuk membentuk baik buruknya pribadi manusia agar
berkembang dengan baik dalam beretika, moral dan akhlaknya. Peran Keluarga dapat
membentuk pola sikap dan pribadi anak, juga dapat menentukan proses pendidikan yang
diperoleh anak, tidak hanya di sekolah akan tetapi semua faktor bisa dijadikan sumber
pendidikan. Lingkungan keluarga juga dapat berperan menjadi sumber pengetahuan anak, juga
dapat berpengaruh tehadap keberhasilan prestasi siswa.Anak dalam kandungan sampai usia
lanjut atau liang lahat akan mendapatkan pendidikan, baik dari lingkungan keluarga (pendidikan
informal), Lingkungan Sekolah (pendidikan formal) maupun Lingkungan
Masyarakat(nonformal). Lingkungan keluarga harus dapat memberikan dan menyiapkan
pendidikan untuk anaknya agar menjadi generasi penerus yang terdidik, yakni melalui jenjang
pendidikan sehingga terbentuk dan berkembang pribadi anak yang berkarakter baik, berjiwa
sosial, bersikap yang beradab dan terampil dalam skillnya.
Peran lingkungan keluarga dalam perkembangan anak dapat diberikan melalui
pengawasan intern dan ekstern. Mewujudkan generasi anak yang terbaik, dapat dilakukan
melalui keahlian dan kesabaran untuk memberikan sistim pendidikan. Hal ini dimaksudakan
untuk mewaspadai keutuhan sikap dan prilaku tumbuh kembangnya anak. Baik dari aspek sikap,
perilaku dan pertumbuhan social anak yang selalu berbaur dengan keadaan lingkungan
disekitarnya.
Menurut Effendi (1995) keluarga memiliki peranan utama didalam mengasuh anak, di segala
norma dan etika yan berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan
dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat.
1. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Karakter Anak
Di semua masyarakat yang pernah di kenal, untuk melakukan suatu keterkaitan dalam
hubungan yang saling berkontribusi, memiliki jaringan kewajiban dan hak keluarga, maka itulah
yang di Wenny Hulukati, Peran Lingkungan sebut dengan hubungan peran. Begitu juga dengan
keluarga, jika dapat memberikan dan menjadikan keluarganya hal yang terbaik, satu sama lain
saling berinteraksi dalam menjalankan kewajiban dan hak serta berkontribusi maka disitulah
peran keluarga yang sangat efektif.
Efektivitas peran keluarga dalam perkembangan karakter anak dapat menjadi modal awal
anak dalam pembentukan karakter anak agar dapat berinteraksi, berkomunikasi dan berprilaku
dengan yang lainnya. Efektivitas dari keluarga dalam memberikan peran di titi beratkan pada
faktor proses, dimana anak belajar melalui apa yang di berikan oleh keluarganya berupa faktor
input, selanjutnya berproses dan pada akhirnya akan memberikan suatu dampak yang berupa
outcomedengan predikat baik atau tidak, yang dihasilkan pada output prilaku dan sikap anak
Karakter anak dapat di bentuk melalui system transformasi perilaku orangtua dalam keluarga,
bentuk hubungan sosial dengan teman sebaya atau orang lain, komunikasi humanistic
danlainnya, namun yang paling penting dalam pembentukan karakteranak yang utama dan
pertama adalah pendidikan orang tua karena tumbuh kembangnya anak pertama kali adalah
dalam lingkungan keluarga, maka peran orangtua (Istri/suami) sangat di butuhkan dalam
pembinaan karakter anak kearah yang pribadi paripurna anak. Peran orang tua dalam keluarga
sangat penting dalam memahamkan pendidikan anak untuk menghadapai tantangan dunia baik di
luar lingkungan keluarga, maka setiap keluarga harus dapat memberikan materi pendidikan
karakter kepada anak dalam konteks kehidupannya untuk dapat berinteraksi dengan semua orang
di sekitarnya dalam pembentukan Konsep pendidikan karakteristik perilaku dan sikap anak-
anaknya.
Konsep pendidikan dalam keluarga adalah konsep pendidikan yang menawarkan
kepadaorang tua pentingnya karakteristik dan perilaku anak usia dini. Hal ini menjadi sangat
penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang
usia ini. Sebagaimana ditegaskan para ahli psikologi perkembangan, periode ini adalah periode
sensitif untuk belajar sehingga usia dini sering disebut the golden age(usia emas). Pada masa
emas perkembangan ini terjadi lonjakanluar biasa pada perkembangan kognitif, sosial dan fisik
anak yang tidak terjadi pada periode berikutnya. Supaya pendidikan karakter anak menjadi
lengkap dan efektif, sistim pendidikan seharusnya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual
dan fisikal tetapi juga harus mengajarkan nilai-nilai spiritual, moral dan sosial.Sebaiknya
efektivitas pendidikan keluarga kepada anak dapat di lakukan melalui kolaborasidengan orang
tua, guru dan komunitas sekitar, dan melalui pendidikan rohani, pendidikan moral dan
pendidikan akademis yang saling melengkapi, dan dengan kepercayaan bahwa setiap anak adalah
unik, mereka berhak berkembang dalam semua aspek kehidupannya, dan menjadi terbaik
menurut talenta masing-masing, diharapkan dapat terbentuk individu-individu yang utuh dan
seimbang, siap untuk menghadapi berbagai tantangan di kehidupan mereka di masa mendatang.
2. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Kognitif Anak
Perkembangan kognitif anak dapat di berikan oleh keluarga dalam bentuk pemahaman
benda-benda dan gambar-gambar. Ketika anak mulai mengkritisi dan bertanya tentang suasana
dan keadaan ataupun apa yang di lihatnya maka pada saat itu perkembangan Penanaman konsep
pemikiran pada anak dapat dilakukan ketika anak sudah mulai Anak pra-sekolah umumnya telah
terampil dalam berbahasa. Mereka merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan
gambar. Sebagian besar dari mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya
anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka perlu dilatih menjadi pendengar
yang baik.
2. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Sosial Anak
Peran keluarga yang dapat memberikan tingkat kepercayaan diri anak adalah dalam
memberikan ruang gerak kepada anaknya untuk dapat beraktualisasi dengan teman sebayanya
juga dengan orang lain. Peran pendidikan social ini dapat di berikan oleh keluarga pada saat
orang tua dapat meluangkan waktunya dengan anaknya, juga dapat di fasilitasi atau menyediakan
tempat kepada anak untuk dapat bermain dengan pengawasan orang tuanya yakni melalui tempat
bermain danlainnya.
Juga perkembangan social anak dapat di lakukannya melalui peran keluarga dalam
memilihkan cara yang baik untuk ananknya dalam memberikan suatu pilihan dengan siapa anak
itu dapat berkomunikasi dan bersikap dengan baik. Hal ini sebaiknya dalam pengawasan control
anggota keluarga anak tersebut atau orang yang di percayai oleh orang tua anak dalam hubungan
perkembangan social anaknya tersebut. Salah satu unsur perkembangan sosial adalah
perkembangan kepribadian. Peran orang tua adalah menyediakan banyak peluang bagi anak-anak
untuk membangun kepercayaan, membuat berbagai macam pilihan serta merasakan sukses dari
pilihan yang mereka buat sendiri. Selain itu, membantu anak-anak untuk mengenali kebutuhan
dan perasaan mereka sendiri merupakan hal yang penting di dalam membangun kepercayaan
anak. Anak harus merasakan bahwa gagasannya adalah gagasan yang baik dan orang lain
menghormati gagasan itu.
3. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Moral Anak
Ketika pertumbuhan anak mencapai keinginan untuk mencari tahu sesuatu maka disitulah
peran orang tua dalam perkembangan pemikiran anak. Rangsangan pemikiran anak untuk ingin
mengetahui segala sesuatu yang ada di seitarnya maka akan membuat anak untuk bebas
melakukan, sesuai yang di contohnya dan sesuai dengan eksplorasi pemikiran anak tersebut.
Dalam perkembangan pemikiran anak, kebanyakan anak sering mengajukan pertanyaan
sambal memukul atau saling bermain. Dari perilaku anak seperti itu dapat membuat anak
melakukan perbuatan di luar control kendali dirinya, hal ini yang sering membuat orangtua atau
yang lainnya beranggapan bahwa anak tersebut perprilaku/bermoral tidak baik. Dari perilaku di
sertai dengan beberapa Pertanyaan anak merupakan ekspresi dari rasa ingin tahu dan menyibak
keraguan anak tentang berbagai suasana dan kondisi yang telah di lalui oleh anak, untuk
mendapatkan jawaban dan perlakuan yang baik dan benar untuk menuntun anak ke arah/aturan
yang baik pula. Pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi moral anak untuk
perkembangan kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya
adalah keluarga yang penuh dengan konflik atau tidak bahagia. Tugas berat para orang tua
adalah meyakinkan fungsi keluarga mereka benar-benar aman, nyaman bagi anak-anak mereka.
Rumah adalah surga bagi anak, dimana mereka dapat menjadi cerdas, sholeh, dan tentu saja
tercukupi lahir dan bathinnya.
4. Peran Keluarga Dalam PerkembanganMendidik Anak
Keluarga bagi seorang anak merupakan lembaga pendidikan non formal pertama, di mana
mereka hidup, berkembang, dan matang. Di dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama kali
diajarkan pada pendidikannya. Dari pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan
pengalaman, kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan bermacam-macam ilmu pengetahuan.
Menurut Effendi (1995) keluarga memiliki peranan utama didalam mengasuh anak, di
segala norma dan etika yang berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat
diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat. Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada
setiap individu. Walau bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga menjadi
tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta sangat
mempengaruhi perkembangan sikap dan intelektualitas generasi muda sebagai penerus bangsa.
Keluarga memiliki peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sayangnya, banyak orang tua yang tidak tahu bagaimana cara mendidik anak yang baik bagi
pertumbuhan optimal anak. Akibatnya, anak pun tumbuh tidak sebagaimana yang diharapkan.
Dari semua penjelasan diatas perlu untuk diketahui bahwa mendidik anak baik dalam hal
penerapan pola asuh, pendidikan dan juga dalam memahami anak, sangatlah wajib hukumnya
untuk diketahui oleh setiap Orangtua.
5. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Kreativitas Anak
Peran keluarga dalam kreativitas anak mempengaruhi ketrampilan berpikir anak yakni
melalui proses penalaran untuk mengatahui bakat yang di miliki oleh anaknya. Intervensi pola
pembinaan kepada anak dapat meningkatkan daya pikir dan perkembangan potensi, orangtua
perlu mendeteksi melalui tes bakat dan kemampuan anak, hal ini di maksudkan untuk melihat
apakah anak dapat tumbuh normal atau tidak.
Menurut pendapatnya Yuliani.N.S Kreativitas anak sebaiknya ada Intervensi orangtua
untuk memberikan rangsangan sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi
(hidden potency), yaitu dimensi perkembangan anak (bahasa, intelektual, emosi, sosial, motorik,
konsep diri, minat dan bakat. Dengan demikian peran keluarga sangat menentukan
perkembangan kreativitas anak dalam meningkatkan potensi dalam minat dan bakat yang
dimiliki anaknya.
b. Fungsi Keluarga Serta Orang Tua
1. Fungsi Keluarga
Keluarga merupakan perkumpulan dua orang atau lebih individu yang hidup bersama
dalam keterikatan, emosional dan setiap individu memiliki peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga (Fatimah, 2010). Menurut Mubarak (2009) keluarga adalah
perkumpulan dua atau lebih individu yang terikat oleh hubungan perkawinan, hubungan darah,
ataupun adopsi, dan setiap anggota keluarga saling berinteraksi satu dengan lainnya. Sedangkan
menurut UU No. 52 Tahun 2009, mendifinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
(Wirdhana et al., 2012).
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan individu,
karena sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Karena itulah
peranan orang tua menjadi amat sentral dan sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak, baik itu secara langsung maupun tidak langsung (Ariani, 2009).
2. Pengertian Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga beroperasi sebagai unit
dan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain. Hal ini mencerminkan gaya
pengasuhan, konflik keluarga, dan kualitas hubungan keluarga. Fungsi keluarga mempengaruhi
kapasitas kesehatan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga (Families, 2010).
3. Bentuk Keluarga
Terdapat beberapa tipe atau bentuk keluarga diantaranya (Fatimah, 2010):
 Keluarga inti (nuclear family), yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
diperoleh dari keturunan atau adopsi maupun keduanya.
 Keluarga besar (ekstended family), yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak
saudaranya, misalnya kakek, nenek, keponakan, paman, bibi, saudara sepupu, dan lain
sebagainya.
 Keluarga bentukan kembali (dyadic family), yaitu keluarga baru yang terbentuk dari
pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya.
 Orang tua tunggal (single parent family), yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang
tua baik pria maupun wanita dengan anak-anaknya akibat dari perceraian atau ditinggal
oleh pasangannya.
 Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
 Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the
single adult living alone).
 Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual
cohabiting family) atau keluarga kabitas (cohabition).
 Keluarga berkomposisi(composite) yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan
hidup secara bersama-sama.
4. Macam-macam Fungsi Keluarga
Terdapat 8 fungsi keluarga dan berikut penjelasannya antara lain (Wirdhana et al., 2013) :
 Fungsi Keagamaan Fungsi keluarga sebagai tempat pertama seorang anak mengenal,
menanamankan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama, sehingga
bisa menjadi insan-insan yang agamis, berakhlak baik dengan keimanan dan ketakwaan
yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 Fungsi Sosial Budaya Fungsi keluarga dalam memberikan kesempatan kepada seluruh
anggota keluarganya dalam mengembangkan kekayaan sosial budaya bangsa yang
beraneka ragam dalam satu kesatuan.
 Fungsi Cinta dan Kasih Sayang Fungsi keluarga dalam memberikan landasan yang kokoh
terhadap hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anak-anaknya, anak dengan
anak, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi tempat
utama bersemainya kehidupan yang punuh cinta kasih lahir dan batin.
 Fungsi Perlindungan Fungsi keluarga sebagai tempat berlindung keluarganya dalam
menumbuhkan rasa aman dan tentram serta kehangatan bagi setiap anggota keluarganya.
 Fungsi Reproduksi Fungsi keluarga dalam perencanaan untuk melanjutkan keturunannya
yang sudah menjadi fitrah manusia sehingga dapat menunjang kesejahteraan umat
manusia secara universal.
 Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan Fungsi keluarga dalam memberikan peran dan arahan
kepada keluarganya dalam mendidikketurunannyasehingga dapat menyesuaikan
kehidupannya di masa mendatang.
 Fungsi Ekonomi Fungsi keluarga sebagaiunsur pendukung kemandirian dan ketahanan
keluarga.
 Fungsi Pembinaan Lingkungan Fungsi keluarga dalam memberi kemampuan kepada
setiap anggota keluarganya sehingga dapat menempatkan diri secara serasi, selaras, dan
seimbang sesuai dengan aturan dan daya dukung alam dan lingkungan yang setiap saat
selalu berubah secara dinamis.
Sementara menurut WHO fungsi keluarga terdiri dari (Ratnasari, 2011) :
 Fungsi Biologis meliputi : fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga, serta memenuhi
kebutuhan gizi keluarga.
 Fungsi Psikologi meliputi : fungsi dalam memberikan kasih sayang dan rasa aman,
memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga,serta memberikan identitas keluarga.
 Fungsi Sosialisasi meliputi : fungsi dalam membina sosialisasi pada anak, meneruskan
nilai-nilai keluarga, dan membina norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
 Fungsi Ekonomi meliputi : fungsi dalam mencari sumber-sumber penghasilan, mengatur
dalam pengunaan penghasilan keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga,
serta menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa mendatang.
 Fungsi Pendidikan meliputi : fungsi dalam mendidik anak sesuai dengan tingkatan
perkembangannya, menyekolahkan anak agar memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, serta
mempersiapkan anak dalam mememuhi peranannya sebagai orang dewasa untuk
kehidupan dewasa di masa yang akan datang.
B. RETERDASI MENTAL DAN KESULITAN BELAJAR
1. Reterdasi Mental
Retardasi mental atau disabilitas intelektual adalah gangguan intelektual yang ditandai
dengan kemampuan mental atau intelegensi di bawah rata-rata. Orang dengan retardasi mental
mempelajari kemampuan baru, namun lebih lambat.Terdapat berbagai derajat retardasi mental,
mulai dari ringan hingga sangat berat. Kemampuan intelegensi biasanya diukur dengan
menggunakan skor IQ. Seseorang dikatakan retardasi mental apabila didapati skor IQ < 70.
a. Gejala Retardasi Mental
Retardasi mental biasanya diketahui saat kecil. Terdapat beberapa gejala dan tanda dari
retardasi mental pada anak-anak. Gejala ini muncul bergantung dari berat ringannya penyakit.
Beberapa tanda dan gejala retardasi mental yaitu:
1. Sering berputar, duduk-berdiri, merangkak, atau terlambat berjalan.
2. Memiliki gangguan dalam berbicara, atau sering telat dalam berbicara.
3. Lamban dalam memelajari sesuatu hal yang sederhana, seperti berpakaian,
membersihkan diri, dan makan.
4. Kesulitan mengingat barang
5. Kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain.
6. Gangguan perilaku, seperti tantrum.
7. Kesulitan dalam diskusi penyelesaian masalah atau pola pikir logis.
Anak dengan retardasi mental berat biasanya akan disertai dengan masalah kesehatan lainnya.
Masalah ini terkait kejang, gangguan mood (cemas dan autisme), kelainan motorik, gangguan
penglihatan atau gangguan pendengaran.
b. Penyebab Retardasi Mental
Retardasi mental disebabkan oleh gangguan perkembangan otak. Namun, penyebab pasti
dari retardasi mental hanya bisa ditentukan dengan pasti sepertiga dari seluruh angka kejadian.
Berikut ini penyebab paling sering dari retardasi mental:
1. Kelainan genetik. Kelainan seperti sindrom down dan sindrom fragile X yang berkaitan
erat dengan kelainan genetik dapat menyebabkan retardasi mental.
2. Masalah selama kehamilan, beberapa keadaan saat kehamilan dapat menyebabkan
gangguan perkembangan otak janin, seperti penggunaan alkohol, obat-obatan terlarang,
gizi buruk, infeksi, dan preeklamsia.
3. Masalah selama masa bayi, Retardasi mental dapat disebabkan bayi yang selama masa
kelahiran tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup, atau bayi yang sangat prematur
sehingga paru-paru belum matang secara sempurna.
4. Cedera atau penyakit yang lainnya, infeksi seperti meningitis, atau campak dapat
menyebabkan retardasi mental. Cedera kepala berat, keadaan hampir tenggelam,
malnutrisi ekstrem, infeksi otak dapat berpengaruh terhadap retardasi mental. 
c. Faktor Risiko Retardasi Mental
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko retardasi mental pada anak antara lain:
1. Faktor biologis, contohnya pada kelainan kromosom pada pengidap sindrom down.
2. Faktor metabolik, beberapa kelainan metabolik dapat meningkatkan risiko retardasi
mental seperti penyakit phenylketonuria (PKU), dimana tubuh tidak dapat mengubah
asam amino fenilalanin menjadi tirosin.
3. Faktor prenatal, perawatan pra kelahiran yang buruk dapat meningkatkan risiko retardasi
mental pada bayi, contohnya konsumsi alkohol pada kehamilan dan
infeksi cytomegalovirus  saat kehamilan.
4. Faktor psikososial, lingkungan rumah dan keluarga dapat menjadi penyebab timbulnya
retardasi mental terutama tipe sosio-kultural, yang merupakan retardasi mental ringan.
d. Diagnosis Retardasi Mental
Retardasi mental dapat dicurigai dari beberapa sebab. Misal jika bayi memiliki
abnormalitas fisik karena kelainan genetik atau kelainan metabolik, berbagai macam
pemeriksaan dapat pula dikerjakan untuk menegakkan diagnosis tersebut. Pemeriksaan darah,
urine atau pencitraan otak dapat dilakukan untuk melihat kelainan struktural otak, atau
elektroensefalogram juga dapat dilakukan untuk melihat kemungkinan kejang yang dapat terjadi.
Tiga faktor yang dapat menentukan diagnosis retardasi mental yaitu: wawancara dengan kedua
orang tua, observasi terhadap anak, dan uji intelegensi dan kemampuan adaptif. Seorang anak
dapat dikatakan mengidap retardasi mental jika memiliki kekurangan dalam IQ dan kemampuan
adaptif.
e. Pencegahan Retardasi Mental
Beberapa penyebab retardasi mental. Salah satu yang paling sering dan dapat dicegah
adalah sindrom janin alkohol. Sehingga, wanita hamil sebaiknya tidak mengonsumsi alkohol.
Pemeriksaan kehamilan yang baik juga dapat mencegah timbulnya retardasi mental. Asupan
vitamin, vaksin dan edukasi yang diberikan petugas kesehatan dapat membantu mengurangi
faktor risiko.
Pada keluarga yang memiliki riwayat penyakit keturunan, konseling genetik dapat
dilakukan sebelum merencanakan kehamilan. Beberapa pemeriksaan seperti USG dan
pengambilan cairan ketuban, dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya retardasi mental.
Meskipun, pemeriksaan ini hanya sebagai penapisan sebelum persalinan, bukan sebagai
pengobatan.
f. Pengobatan Retardasi Mental
Terdapat beberapa program pengobatan pada anak dengan retardasi mental. Semakin
cepat didiagnosis, maka semakin baik pula perkembangan yang dapat diusahakan saat
pengobatan. Untuk bayi dan anak-anak, intervensi awal meliputi terapi wicara, terapi okupasi,
terapi motorik-fisik, konseling keluarga, latihan penggunaan alat khusus hingga program
pengaturan nutrisi. Pada anak usia sekolah dengan retardasi mental, anak dapat didaftarkan pada
program sekolah khusus untuk retardasi mental untuk dapat meningkatkan kemampuan
adaptabilitas anak.
2. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar pada intinya merupakan sebuah permasalahan yang menyebabkan
seorang siswa tidak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik seperti siswa lain pada
umumnya yang disebabkan faktor-faktor tertentusehingga ia terlambat atau bahkan tidak
dapatmencapai tujuan belajar dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Pada dasarnya,
kesulitan belajar yang dialami siswa tidak selalu disebabkan oleh rendahnya tingkat intelegensia
atau kecerdasan siswa. Namun demikian, kesulitan belajar dapat disebabkan juga oleh banyak
factor seperti faktor-faktor fisiologis, psikologis, sarana dan prasarana dalam belajar dan
pembelajaran serta faktor lingkungan belajarnya.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar pada siswa dapat
dikelompokkan menjadi factor internal dan factor eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal yang dapat menyebabkan kesulitan belajar bagi siswa antara lain, kemampuan
intelektual, perasaan dan kepercayaan diri, motivasi, kematangan untuk belajar, usia, jenis
kelamin, kebiasaan belajar, kemampuan mengingat , serta kemampuan mengindra seperti
melihat, mendengarkan, membau dan merasakan. Sedangkan menurut Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono faktor internalyang menjadi penyebab kesulitan belajar pada siswa yaitu :
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis yang dapat menyebabkan kesulitan belajar pada siswa seperti kondisi siswa
yang sedang sakit, kurang sehat, adanya kelemahan atau cacat tubuh.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis siswa yang dapat menyebabkan kesulitan belajar meliputi tingkat inteligensia
pada umumnya yang rendah, bakat terhadap mata pelajaran yang rendah, minat belajar dan
motivasi yang kurang.
2. Faktor eksternal, yang dapat menyebabkan kesulitan belajar bagi siswa dapat berupa guru,
kualitas pembelajaran, instrument dan fasilitas pembelajaran, serta lingkungan sosial dan
alam.Sedangkan menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono faktor eksternal yang menjadi
penyebab kesulitan belajar pada siswa yaitu :
a. Faktor Nonsosial
Faktor nonsosial yang dapat menyebabkan kesulitan belajar pada siswa dapat berupa peralatan
belajar atau media belajar yang kurang baik atau bahkan kurang lengkap, kondisi ruang belajar
yang kurang layak dan waktu pelaksanaan proses pembelajaran yang kurang disiplin.
Kelompok faktor nonsosial lainnya dapat berupa keadaan udara, suhu, cuaca, waktu (pagi,siang,
atapun malam). Semua faktor-faktor yang telah disebutkan di atas harus kita atur sedemikian
rupa sehingga dapat membantu (menggunakan) prose belajar secara maksimal. Letak sekolah
atau tempat belajar misalnya harus meenuhi syarat-syarat seperti di temoat yang tidak terlalu
dekat dengan kebisingan, demikian juga dengan alat-alat pelajaran serta bangunannya.
b. Faktor Sosial
Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial di sini adalah faktor manusia (sesama manusia).
Faktor sosial yang juga dapat menyebabkan munculnya permasalahan belajar pada siswa seperti
faktor keluarga, sekolah ,teman bermain, dan lingkungan masyarakat.
 Diagnosa Kesulitan Belajar
Menurut Sugihartono dkk,diagnosis kesulitan belajar dapat diterjamahkan sebagai sebuah proses
yang dilakukan oleh guru untuk menentukan masalah atau ketidak mampuan siswa dalambelajar
yang dilakukan dengan cara meneliti berbagai latar belakang faktor penyebabnya dengan cara
menganalisis gejala-gejala yang tampak dan dapat dipelajari. Namun demikian, yang perlu
dipahami, kegiatan diagnosis kesulitan belajar bukan hanya sekedar mengetahui gejala-gejala
dan faktor-faktor yang menyebabkan seorang siswa mengalami kesulitan belajar, namun juga
sampai pada penentuan kemungkinan bantuan yang dapat diberikan baik oleh guru ataupun pihak
lain yang dianggap mampu. Oleh sebab itu, kegiatan diagnosis kesulitan belajar merupakan suatu
proses dan upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-
kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data /informasi selengkap
dan seobyektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan serta mencari
alternative kemungkinan pemecahannya.
Dengan demikian, diagnosis kesulitan belajar dapat dikatakan sebagai sebuah proses
untuk melakukan identifikasi kesulitan belajar pada siswa dalam upaya menentukan sumber dan
factor penyebabnya. Tujuannya adalah membantu siswa mengatasi kesulitan belajarnya melalui
berbagai alternatife pemecahannya atas dasar data/informasi yang lengkap dan akurat yang telah
terkumpul.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-
langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang
dialamai siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar. Banyak
langkah diagnostic yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur
Weener and Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut :
1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti
pelajaran.
2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami
kesulitan.
3. Mewawancari orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang
mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4. Memberikan tes diagnostic bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat
kesulitan belajar yang dialami siswa.
5. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
 Intervensi (Pemecahan Masalah) Kesulitan Belajar
Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan
tetapi, akan tetapi sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu
melakukan beberapa langkah penting sebagai berikut :
1. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah yang benar
mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
2. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan
perbaikan.
3. Menyusun program perbaikan, khusunya program remedial teaching (pengajaran
perbaikan).
Setelah langkah-langkah di atas selesai, barulah guru melaksanakan langkah selatjutnya, yakni
melaksanakan program perbaikan.
1. Analisis Hasil Diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis
sedemikan rupa, sehingga kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah itu dapat
diketahui secara pasti. Contoh : Badu mengalami kesulitan khusus dalam memahami konsep kata
“polisemi”. Polisemi ialah sebuah istilah yang menunjuk kata yang memiliki dua makna atau
lebih. Kata “turun” umpamanya, dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun harga, turun
tangan, dan sebagainya. Contoh sebaliknya, kata “naik” yang juga dapat diapaki dalam banyak
frase seperti : naik daun,naik darah, naik banding, dan seterusnya.
2. Menentukan Kecakapan Bidang Bermasalah
Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu
yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan ini dapat
dikategorikan menjadi tiga macam :
a. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.
b. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
c. Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun
orangtua.
Kembali ke soal Badu, ternyata dari hasil diagnosis diketahi bahwa ia belum memiliki kecakapan
memahami konteks kalimat, khususnya kalimat-kalimat yang mengandung elemen polisemi.
Akibatnya sebuah kata yang arti aslinya “X” dalam sebuah konteks kalimat dia pahami sebagai
“X” juga dalam konteks kalimat lain.
3. Menyusun Program Perbaikan
Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan (remedial teaching), sebelumnya guru perlu
menetapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Tujuan pengajaran remedial.
b. Materi pengajaran remedial.
c. Metode pengajaran remedial.
d. Alokasi waktu pengajaran remedial.
e. Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial.
4. Melaksanakan Program Perbaikan
Pada prinsipnya, program pengajaran remedial itu lebih cepat dilaksanakan tentu saja
akan lebih baik. Tempat penyelenggaraannya bisa dimana saja, asal tempat itu memungkinkan
siswa klien (siswa yang memerlukan bantuan) memusatkn perhatiannya terhadap proses
pengajaran perbaikan tersebut. Namun patut dipertimbangkan oleh guru pembimbing
kemungkinan digunakannya ruang Bimbingan dan Penyuluhan yang tersedia di sekolah dalam
rangka mendayagunakan ruang BP tersebut.
Selanjutnya untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif kiat
pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku
khusus mengenai bimbingan dan penyuluhan. Selain itu, guru juga dianjurkan untuk
mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu yang dianggap sesuai sebagai
alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar siswa.
B. GANGGUAN EMOSI DAN PRILAKU
Gangguan emosi dan perilaku telah lama dikenal dalam sejarah tetapi penyebab
gangguan ini sering disalahtafsirkan. Di masa lalu, diyakini bahwa individu dengan gangguan
emosi dan perilaku telah dirasuki setan atau hanya malas. Orang juga percaya bahwa penyakit ini
menular; karena itu, commom pengobatan untuk orang-orang ini termasuk penahanan di
poorhouses (semacam panti untuk menampung orang-orang miskin), pemukulan, penelantaran,
dan tindakantindakan kejam yang dianggap tidak manusiawi oleh standar masa kini.
Lembaga pertama bagi orang-orang dengan gangguan seperti itu, St Mary dari Betlehem,
didirikan di London pada 1547. Warga di institusi ini dipukuli, dirantai, dan kelaparan. Pada
tahun 1792, Philippe Pinel, seorang psikiater Perancis, memerintahkan reformasi kemanusiaan.
Pada 1800-an, usaha-usaha para pembaharu dimulai di Amerika Serikat. Banyak negara telah
mendirikan institusi untuk orang-orang dengan gangguan emosi dan perilaku pada 1844.
Kelaskelas di sekolah umum untuk anak-anak dengan gangguan perilaku mulai muncul pada
akhir 1800-an. Pada 1909, William Healy mendirikan Juvenile Psychopatic Institute di Chicago
untuk melakukan studi terhadap para remaja yang melakukan pelanggaran (Healy dan Bronner,
1926). Sementara itu teori psikoanalisis Sigmund Freud mulai mempengaruhi pendidikan dan
perawatan anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku baik di Eropa dan di Amerika
Serikat. Pada abad kedua puluh, kaum profesional menyadari bahwa anak-anak dengan
gangguan emosi dan perilaku memerlukan guru-guru, program-program, dan teknik-teknik
mengajar khusus. Tahun 1940-an dan 1950-an, pusat-pusat perawatan rumahan bagi pemuda
bermasalah mulai bermunculan (Redl dan Wineman, 1957). 1960-an dan 1970-an berlangsung
periode mekar untuk pengembangan program pendidikan bagi anak-anak dengan gangguan
emosi dan perilaku. Banyak buku pelajaran baru, publikasi, dan hasil-hasil penelitian tentang
mendidik anak-anak ini telah tersedia. Karya ilmiah tentang penyebab biologis seperti indikator
genetik, ketidakseimbangan kimiawi, dan kelainan otak memberikan wawasan baru terhadap
diagnosis dan cara pengobatan pada 1980-an dan 1990-an (Peschel, Peschel, Howe dan Howe,
1992).
Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku dalam individu
biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang terlibat. Kita jarang mampu melacak
setiap satu variabel dengan kepastian sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku. Namun
demikian, empat area umum diidentifikasi turut berperan untuk terjadinya gangguan emotioal
dan perilaku: biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat.
a. Faktor biologis
Beberapa penyebab biologis telah ditemukan berhubungan dengan gangguan emosi dan
perilaku tertentu. Contohnya termasuk anak-anak yang lahir dengan sindrom alkohol janin, yang
menunjukkan masalah dalam pengendalian impuls dan hubungan interpersonal yang dihasilkan
dari kerusakan otak. Malnutrisi dapat juga menyebabkan perubahan perilaku dalam penalaran
dan berpikir (Ashem dan Janes, 1978). Selain itu, kelainan seperti skizofrenia mungkin memiliki
dasar genetik.
b. Faktor lingkungan atau keluarga
Keluarga sangat penting dalam perkembangan anak-anak. Interaksi negatif atau tidak
sehat di dalam keluarga seperti pelecehan dan penelantaran, kurangnya pengawasan, minat, dan
perhatian, dapat mengakibatkan atau memperburuk kesulitan emosional yang ada dan/ atau
kesulitan perilaku. Di sisi lain, interaksi yang sehat seperti kehangatan dan responsif, disiplin
konsisten dengan panutan, dan perilaku yang mengharapkan penghargaan dapat sangat
meningkatkan perilaku positif pada anak-anak (Anderson, 1981).
c. Faktor Sekolah
Guru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam interaksi dengan siswa. Interaksi
positif dan produktif guru-murid dapat meningkatkan pembelajaran siswa dan perilaku sekolah
yang sesuai serta memberikan dukungan ketika siswa mengalami masa-masa sulit. Lingkungan
akademik yang tidak sehat dengan guru yang tidak terampil atau tidak sensitif dapat
menyebabkan atau memperburuk perilaku atau gangguan emosi yang sudah ada.
d. Faktor Masyarakat
Masalah masyarakat, seperti kemiskinan ekstrim disertai dengan gizi buruk, keluarga
yang tidak berfungsi, berbahaya dan lingkungan yang penuh kekerasan, dan perasaan putus asa,
dapat mengakibatkan atau memperburuk gangguan emosi atau perilaku.
Kita tidak boleh melupakan contoh anak muda yang telah selamat dari situasi yang
mengerikan dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat. Kita belajar dari individual yang ulet
ini bahwa lingkungan yang merugikan tidak tak terhindarkan untuk menyebabkan kesulitan
emosional atau perilaku.
Beberapa gangguan perilaku atau emosional dapat dicegah dengan menghilangkan
penyebab utama atau memperbaiki gejalanya. Sebagai contoh, mendidik wanita hamil untuk
tidak minum untuk mencegah dampak perilaku sindrom alkohol janin. Di dalam kelas, guru
dapat menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku masalah untuk mencegah berkembang
menjadi masalah serius. Sebagai sebuah masyarakat, strategi umum untuk mencegah gangguan
emosi dan perilaku meliputi:
1. Memberikan terapi individu dan keluarga
2. Mengajarkan keluarga cara-cara baru berinteraksi
3. Mempromosikan dan memberikan pelatihan karakter
4. Pendidikan moral
5. Mempromosikan kesehatan bayi dan anak-anak, dan
6. Memberikan intervensi medis.
DAFTAR PUSTAKA

Mudjiona, Hermawan. et.all. Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Munandar Utami. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia. Suatu Tinjauan Psikologis.
Depok UI Press.
www.Halodoc.com

Anda mungkin juga menyukai