Anda di halaman 1dari 6

Kontrol Kualitas Simplisia

Kontrol kualitas simplisia penting dilakukan untuk menjamin keajegan kualitas dan efikasi
sediaan fitofarmasi, mengingat simplisia adalah bahan baku sediaan fitofarmasi. Simplisia
tersebut nantinya dapat diekstraksi dengan pelarut tertentu untuk menghasilkan ekstrak, yang
juga bahan baku sediaan fitofarmasi. Oleh karenanya, mengontrol kualitas simplisia harus
dilakukan untuk menghasilkan sediaan fitofarmasi yang berkualitas dan memiliki efikasi yang
dikehendaki.

pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dipergunakan
sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dinyatakan lain berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia dikeringkan. Simplisia terdiri dari
simplsiia nabati, hewani dan mineral. nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud
eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.Untuk
menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi
persyaratan minimal. Ada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain bahan baku simplisia,
proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia, cara pengepakan
simplisia (Anonim,1985).

Pada perlakuan pasca panen, tahapan – tahapan pembuatan simplisia, yaitu :

1. Pengumpulan bahan
Yang perlu diperhatikan adalah umur tanaman atau bagian tanamn pada waktu panen, waktu
panen dan lingkungan tempat tumbuh.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran –kotoran atau bahan- bahan asing lainnya
dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang akan
mempengaruhi hasil akhir.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan agar menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang melekat pada bahan
simplisia. Sebaiknya air yang digunakan adalah air yang mengalir dan sumbernya dari air bersih
seperti air PAM, air sumur atau mata air.

4. Perajangan

Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Pada dasarnya proses ini untuk mempermudah proses
pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil/tipis, maka proses ini dapat diabaikan.

5. Pengeringan

Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak, sehngga dapat
disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan memanfaatkan
sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam. Sedangkan pengeringan
secara buatan dilakukan dengan oven.

6. Sortasi kering

Tujuan sortasi kering yaitu untuk memisahkan bahan – bahan asing seperti bagian tanaman yang
tidak diinginkandan kotoran lain yang masih ada dan tertinggal di simplisia kering.

7. Pengepakan dan penyimpanan

Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi simplisia
dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan.Sedangka penyimpanan simplisia sebaiknya di
tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari
gangguan serangga maupun tikus.

8. Pemeriksaan mutu

Merupakan usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia. Pemeriksaan mutu simplisia
dilakukan pada waktu penerimaan atau pemberiaanya dari pengumpul atau pedagang simplisia.
Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk
simplisia. Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia, Materia medika indonesia.

Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standarisai suatu simplisia .
Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik. Parameter
nonspesifik lebih terkait dengan factor lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan
parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman. Penjelasan
lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:

1.kebenaran simplisia

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan mikroskopik.
Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia
dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar
serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.

2.parameter non spesifik

meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam
berat, dll.

a. penetapan kadar abu

Penentuan kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai diperoleh simplisia dan ekstrak baik yang berasal
dari tanaman secara alami maupun kontaminan selama proses, seperti pisau yang digunakan
telah berkarat). Jumlah kadar abu maksimal yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi. Prinsip penentuan kadar abu ini yaitu sejumlah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur
mineral dan anorganik yang tersisa.

kadar abu = bobot akhir/bobot awal x 100%

Penyebab kadar abu tinggi:

-cemaran logam

-cemaran tanah

b.penetapan susut pengeringan

susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang selama proses pemanasan (tidak
hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain yang
hilang).Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperatur 105°C selama 30
menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).

susut pengeringan = (bobot awal - bobot akhir)/bobot awal x 100%

Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap, susut
pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di
atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan
penyimpanan.

c. kadar air

Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air di dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya
kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah
tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai
cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.

Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:


- metode titrimetri

metode ini berdasarkan atas reaksi secra kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida
dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen.Kelemahan metode ini
adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor
seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat
dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir
titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara (Anonim,
1995).

- metode azeotropi ( destilasi toluena )

metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang kali di dalam
labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem
yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban (Anonim, 1995).

kadar air ( v/b) = volume air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%

- metode gravimetri

Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap(Anonim, 1995).

d. Kadar minyak atsiri

Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak kadar minyak
atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat dilakukan karena
minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas antara minyak dan air dapat
terlihat dan diukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang ada pada simplisia tersebut.

kadar minyak atsiri = volume minyak atsiri yang terukur/bobot sampel x 100%

e. Uji cemaran mikroba

- uji aflatoksin

untuk mengetahi cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus
- uji angka lempeng total

untuk mengetahui jumlah mikroba/ bakteri dalam sampel. Batasan angka lempeng total yang
ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10^6 CFU/ gram

- uji angka kapang

untuk mengetahui adanya cemaran kapang.Batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh
Departemen kesehatan yaitu 10^4 CFU/ gram.

-Most probably number (MPN)

untuk mengetahui seberapa banyak cemaran bakteri coliform( bakteri yang hidup di saluran
pencernaan).

3. Parameter spesifik

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji kandungan kimia
simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya
dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis.

Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai