Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES II

MODUL: TRAY DRYER

Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Nelson Saksono, M.T.

Disusun oleh:
Kelompok 11J – Jumat
Alicia Elke Christianti 1806199751
Fathiyah Aulia Darmawan 1806148435
Patresia Suryawinata Nagara 1806199556
Tasya Justina Simthana 1806199493

JUDUL

Program Studi Teknik Kimia


Departemen Teknik Kimia FT UI
Depok 2021
BAB I
TEORI DASAR

1.1. Pengertian dan Mekanisme Pengeringan


Pengeringan merupakan proses pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam
jumlah kecil dengan menglirkan udara melalui bahan. Pengeringan dilakukan untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara
menguapkan sebagian air yang terkandung menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air
dengan tingkat kadar air yang sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (King, 1971).
Secara umum, perbedaan pengeringan (drying) dan penguapan (evaporation) adalah jumlah air
yang diuapkan dari material.
Pengeringan merupakan proses perpindahan panas dan massa secara simultan. Panas
yang ditransfer dibutuhkan untuk menguapkan air. Perubahan kadar air dalam bahan terhadap
waktu dan laju pengeringan terhadap kandungan air biasa ditunjukkan dalam suatu kurva di
bawah ini:

Gambar 1.1. Kurva Air Bebas vs Waktu

Gambar 1.2. Kurva Laju Pengeringan vs Kandungan Air Bebas

1
Pada Gambar 2.2 di atas, terdapat tiga periode laju pengeringan yaitu kecepatan
pengeringan tetap (B – C), kecepatan pengeringan menurun 1 (C – D), kecepatan pengeringan
menurun 2 (D – E), dan tahap warming up (A-B). Periode laju pengeringan tetap (B – C)
dicirikan dengan penguapan air dari suatu produk yang dikeringkan dan akan berlangsung terus
selama migrasi air ke permukaan (ke tempat penguapan berlangsung) lebih besar dari pada air
yang menguap dari permukaan. Suhu permukaan bahan yang dikeringkan pada kondisi ini
relatif tetap, mendekati suhu bola basah udara pengering, dan laju pengeringan tetap ini tidak
bergantung pada produk yang dikeringkan.
Selanjutnya bila proses pengeringan diteruskan, air di dalam produk akan berkurang
dan migrasi air ke permukaan tidak mampu mengimbangi cepatnya air menguap dari
permukaan ke udara sekitar. Maka dimulailah fase laju pengeringan menurun 1 (C – D) yang
merupakan akhir dari periode pengeringan dengan laju tetap dan disebut kadar air kritis (critical
moisture content). Pada keadaan tersebut, permukaan bahan yang dikeringkan sudah tidak
jenuh dan mulai kelihatan terdapat bagian yang mengering. Lalu, pada fase menurun 2 (D - E),
laju pengeringan dikendalikan oleh perpindahan air di dalam bahan padat, tidak dipengaruhi
oleh kondisi di luar bahan padat tersebut.
1.2. Tray Dryer
Tray dryer merupakan jenis pengering langsung, tumpak, dan konveksi. Bahan
diletakkan di wadah dan disangga. Metode pengeringan dengan tray dryer merupakan metode
pengeringan lama tetapi sering digunakan untuk pengeringan bahan padatan, butiran, serbuk,
atau granula yang jumlahnya tidak terlalu besar. Umumnya alat berbentuk persegi dan di
dalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Ukuran
bahan tetap selama pengeringan. Kondisi wadah adalah diam, sedangkan cara berkontak gas
adalah dengan aliran sejajar sehingga memungkinkan masuknya aliran gas ke dalam ruangan
antara padatan yang dekat permukaan. Menurut Hardjono (1989), tray dryer memiliki
kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan:
1. Cocok untuk segala jenis bahan
2. Moisture content akhir lebih rendah
3. Cocok untuk penelitian skala laboratorium
Kekurangan:
1. Konsumsi energi lebih tinggi
2. Loading dan off-loading dikerjakan secara manual.

2
1.3. Parameter – parameter yang Mempengaruhi Pengeringan
Parameter-parameter yang mempengaruhi proses pengeringan dapat dibagi
berdasarkan factor udara pengering dan factor bahan yang dikeringkan. Parameter yang
berkaitan dengan udara pengering meliputi tekanan udara, suhu udara, kelembapan udara, dan
laju udara pengering. Sementara itu, parameter yang berkaitan dengan bahan yang dikeringkan
meliputi kadar awal, luas permukaan, dan ukuran partikel.
1.3.1. Tekanan Udara
Tekanan udara yang kecil akan menyebabkan kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan meningkat karena dengan mengecilnya tekanan,
kerapatan udara semakin berkurang. Berkurangnya tekanan udara menyebabkan jumlah
yang dapat tertampung menjadi lebih banyak. Sebaliknya, tekanan udara yang semakin
besar menyebabkan udara di sekitar pengeringan menjadi sehingga kemampuan
menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan.
Perbedaan tekanan uap air jenuh pada udara yang mengalir dengan tekanan air
pada permukaan bahan yang dikeringkan menentukan laju penguapan air. Penentuan
tekanan uap jenuh akan dijelaskan di bagian selanjutnya.
1.3.2. Suhu Udara
Laju pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Untuk mengeringkan
suatu bahan, dibutuhkan panas dalam jumlah tertentu, yang dalam praktikum ini
ditransfer melalui udara panas. Ketika suhu udara pengering dinaikkan, kebutuhan
panas akan lebih cepat untuk terpenuhi karena perbedaan suhu menjdai lebih tinggi.
Akibatnya, laju hilangnya air dari bahan yang dikeringkan semakin cepat. Air yang
keluar dari bahan yang dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya
untuk menyingkirkan air berkurang. Meski begitu, suhu medium pengering perlu
diperhatikan agar tidak terlalu tinggi karena jika terlalu tinggi, bahan yang dikeringkan
dapat mengalami "case hardening", peristiwa bahan yang memiliki bagian luar kering
sementara bagian dalamnya basah, atau “shrinkage”, peristiwa mengecil atau
mengerutnya suatu bahan.
1.3.3. Kelembapan Udara Pengering
Pengeringan merupakan proses hilangnya kelembapan dari suatu bahan ke
udara. Setelah melalui proses pengeringan, kandungan air dalam suatu bahan akan
berpindah ke udara sehingga udara pengering yang lembap (jenuh akan air) akan
memperlambat proses pengeringan. Oleh karena itu, udara yang memiliki kandungan
uap air lebih tinggi dibandingkan bahan yang akan dikeringkan tidak memungkinkan

3
terjadinya pengeringan bahan tersebut. Sebaliknya, perbedaan kelembapan yang tinggi
antara udara dengan bahan secara teori akan meningkatkan laju pengeringan.
1.3.4. Laju Alir Udara Pengering
Dalam proses ini, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk menguapkan
kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Semakin tinggi laju alir
udara maka semakin banyak udara yang melalui bahan yang dikeringkan dan semakin
cepat uap air keluar dari bahan tersebut. Selain itu, jika udara tidak dialirkan maka uap
air akan menjenuhkan udara pada permukaan bahan dan memperlambat pengeluaran
air selanjutnya.
1.3.5. Kadar Air Bahan
Kadar air yang dimiliki oleh bahan sebelum proses pengeringan mampu
mempengaruhi laju pengeringan. Seperti yang telah dijelaskan di bagian kelembapan
udara pengering, perbedaan kelembapan yang tinggi antara udara dengan bahan secara
teori akan meningkatkan laju pengeringan. Oleh karena itu, bahan yang dikeringkan
seharusnya memiliki profil laju pengeringan yang menurun seiring dengan
berjalannnya waktu karena lambat laun, perbedaan kelembapan antara bahan dengan
udara menjadi semakin menipis. Meski begitu, setelah dijumlah, tentu saja bahan
dengan kadar air lebih tinggi memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mengering
dibandingkan bahan dengan kadar air lebih rendah.
1.3.6. Luas Permukaan dan Ukuran Partikel
Semakin luas permukaan suatu bahan, maka bahan akan semakin cepat
mengering. Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian
tengah akan bergerak ke bagian permukaan yang memiliki kadar air lebih rendah akibat
pengeringan kemudian menguap. Untuk mempercepat pengeringan, umumnya bahan
yang dikeringkan akan dikurangi ketebalannya dengan cara memotong atau meratakan
bahan terlebih dahulu. Dengan memotong dan meratakan bahan, luas permukaan bahan
yang dapat terkontak dengan udara akan semakin besar sehingga air mudah keluar.
Ukuran partikel yang semakin besar menyebabkan harga koefisien perpindahan
massa sisi gas semakin besar, tetapi menyebabkan tahanan difusi dalam partikel
meningkat. Oleh karena itu, partikel yang besar umumnya akan memiliki laju
pengeringan yang lebih besar dibandingkan partikel kecil. Untuk itu, partikel berukuran
besar dilengkapi dengan pori-pori yang untuk mempermudah pengeringan.
1.3.7. Waktu Pengeringan

4
Waktu pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Waktu
pengeringan yang tinggi menyebabkan jumlah air yang hilang dari bahan yang
dikeringkan meningkat. Seiring dengan berjalannya waktu dan berkurangnya kadar air
pada suatu bahan, laju pengeringan mengalampi penurunan. Grafik berikut
menunjukkan bahwa laju pengeringan bernilai konstan kemudian mengalami
penurunan pada titik C, yakni titik kadar air kritis. Setelah melalui titik tersebut, proses
pengeringan masuk ke dalam falling rate period.

Gambar 1.1. Profil Penurunan Kadar Air Seiring Berjalannya Waktu


(sumber: Hendrawan, B., 2018)

Beberapa parameter yang mempengaruhi proses pengeringan dihubungkan oleh


persamaan berikut.
ℎ𝑦 (𝑇 − 𝑇𝑖 )𝐴
𝑚𝑣 =
𝜆𝑖
Dengan: 𝑚𝑣 = laju pengeringan,
A = luas bahan yang terpapar oleh udara pengering,
ℎ𝑦 = koefisien perpindahan panas,
T = suhu gas,
T = suhu permukaan, dan
𝜆𝑖 = suhu laten pada suhu Ti.
𝑚𝑠 𝑋𝑖 − 𝑋𝑐 𝑋𝑐 − 𝑋′ 𝑅𝑐
𝑡𝑇 = 𝑡𝑐 + 𝑡𝑓 = ( + ln )
𝐴 𝑅𝑐 𝑅𝑐 − 𝑅′ 𝑅2
Dengan: 𝑡𝑇 = waktu pengeringan total,
𝑡𝑐 = waktu pengeringan periode konstan,
𝑡𝑓 = waktu pengeringan periode falling rate,

5
ms = 1,5 kali ketebalan bahan yang dikeringkan,
A = luas bahan yang terpapar oleh udara pengering,
𝐷𝑣′ = difusivitas kelembapan,
Xi = kelembapan bahan moisture- free awal,
Xf = kelembapan bahan moisture- free final,
Xt = rata-rata free-moisture content pada waktu tT,
Rc = laju pengeringan pada titik kritis 1,
R’ = laju pengeringan pada titik kritis 2, dan
R2 = laju pengeringan pada akhir proses.

1.4. Psychrometric Chart


Operasi pengeringan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering
membutuhkan pengetahuan mengenai hubungan antar parameter fisis campuran udara uap air.
Hubungan kuantitatif ini telah dikembangkan dalam bentuk Psychrometric Chart. Parameter –
parameter fisis yang penting kaitannya dengan pengeringan antara lain:
• Dry-bulb Temperature (DB)
Suhu udara ruang yang diperoleh melalui pengukuran dengan Slink Psikrometer pada
termometer dengan bulb kering. DB diplotkan sebagai garis vertikal yang berawal dari
garis sumbu mendatar yang terletak di bagian bawah grafik. Suhu DB ini merupakan
ukuran panas sensible dan perubahannya menunjukkan adanya perubahan panas
sensibel.
• Wet-bulb temperature (WB)
Suhu udara ruang yang diperoleh melalui pengukuran dengan Slink Psikrometer pada
termometer dengan bulb basah. WB diplotkan sebagai garis miring ke bawah yang
berawal dari garis saturasi yang terletak di bagian samping kanan chart. Suhu WB ini
merupakan ukuran panas total (entalpi) dan perubahannya menunjukkan adanya
perubahan panas total.
• Dew point (DP)
Suhu di mana udara mulai mengembun ketika didinginkan. DP ditandai sebagai titik
sepanjang garis saturasi. Saat udara ruang mengalami saturasi maka DB sama dengan
WB dan DP. DP merupakan panas laten yang diberikan oleh sistem dan perubahannya
menunjukkan adanya perubahan panas laten atau adanya perubahan kandungan uap air
di udara.

6
• Relative Humidity (RH)
Perbandingan jumlah aktual dan jumlah maksimal (saturasi) dari uap air yang ada pada
suatu ruang atau lokasi tertentu. 100% RH berarti saturasi dan diplotkan menurut garis
saturasi. Untuk ukuran yang lebih kecil diplotkan sesuai arah garis saturasi.
• Specific Volume
Kebalikan dari berat jenis, dinyatakan dalam ft3/lb.
• Specific Humidity
Jumlah kandungan uap air di udara yang diukur dalam satuan butiran per pon udara.
(7000 butiran = 1 pon) dan diplotkan pada garis sumbu vertikal yang berada di bagian
samping kanan grafik.
• Entalpi
Banyaknya kalor (energi) yang ada dalam udara setiap satu satuan massa. Entalpi ini
merupakan jumlah total energi yang ada dalam udara terebut, baik dari udara maupun
uap air yang terkandung di dalamnya.

7
BAB II
METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan


2.1.1. Alat
• Tray drier
• Timbangan
• Anemometer
• Pipet
• Tray
2.1.2. Bahan
• Pasir dengan diameter 0,3 mm; 0,5 mm; dan 0,8 mm
• Air
2.2. Variabel
• Diameter partikel padat
• Laju alir udara
• Temperatur
2.3. Prosedur
2.3.1. Pengaruh ukuran partikel
1. Mengambil pasir dengan ukuran yang berbeda 0,3 mm.
2. Mengisi pasir ke atas talam.
3. Menimbang berat pasir yang ada dengan timbangan.
4. Membasahi pasir dengan menyemprotkan air sebanyak kurang lebih 15
semprotan.
5. Menimbang berat pasir terbaru yang telah terbasahi
6. Mengatur pengontrol kecepatan udara pada skala (2) dan pemanas pada skala (5)
7. Mengukur temperatur kering dan basah upstream & downsteream dan kecepatan
aliran udara di seluruh bagian keluaran sistem (kanan atas & bawah, kiri atas &
bawah, dan tengah)
8. Melakukan prosedur pengeringan dengan sistem tray dryer selama 12 menit
9. Mencatat berat pasir, temperatur kering & basah upstream & downstream, dan
kecepatan aliran udara setiap 3 menit.
10. Membuat tabel hasil pengamatan

8
11. Mengulangi percobaan untuk pasir berukuran 0,5 mm
2.3.2. Pengaruh laju alir udara
1. Mengambil pasir dengan ukuran yang berbeda 0,5 mm.
2. Mengisi pasir ke atas talam.
3. Menimbang berat pasir yang ada dengan timbangan.
4. Membasahi pasir dengan menyemprotkan air sebanyak kurang lebih 15 semprotan.
5. Menimbang berat pasir terbaru yang telah terbasahi
6. Mengatur pengontrol kecepatan udara pada skala (1) dan pemanas pada skala (5)
7. Mengukur temperatur kering dan basah upstream & downsteream dan kecepatan
aliran udara di seluruh bagian keluaran sistem (kanan atas & bawah, kiri atas &
bawah, dan tengah)
8. Melakukan prosedur pengeringan dengan sistem tray dryer selama 12 menit
9. Mencatat berat pasir, temperatur kering & basah upstream & downstream, dan
kecepatan aliran udara setiap 3 menit.
10. Membuat tabel hasil pengamatan
11. Mengulangi percobaan untuk skala laju alir udara (3)
2.3.3. Pengaruh temperatur
1. Mengambil pasir dengan ukuran yang berbeda 0,3 mm.
2. Mengisi pasir ke atas talam.
3. Menimbang berat pasir yang ada dengan timbangan.
4. Membasahi pasir dengan menyemprotkan air sebanyak kurang lebih 15 semprotan.
5. Menimbang berat pasir terbaru yang telah terbasahi.
6. Mengatur pengontrol kecepatan udara pada skala (2) dan pemanas pada skala (3)
7. Mengukur temperatur kering dan basah upstream & downsteream dan kecepatan
aliran udara di seluruh bagian keluaran sistem (kanan atas & bawah, kiri atas &
bawah, dan tengah).
8. Melakukan prosedur pengeringan dengan sistem tray dryer selama 12 menit.
9. Mencatat berat pasir, temperatur kering & basah upstream & downstream, dan
kecepatan aliran udara setiap 3 menit.
10. Membuat tabel hasil pengamatan.
11. Mengulangi percobaan untuk skala pemanas udara (7).

9
BAB III
HASIL PENGAMATAN & PENGOLAHAN DATA
3.1. Pengaruh Ukuran Partikel
3.1.1. Hasil Pengamatan
• Diameter Partikel = 0,3 mm
Berat talam kosong = 150 gram
Berat pasir kering = 400 gram
Berat pasir basah = 415 gram
Ukuran partikel = 0,3 mm
Skala temperatur = 5
Skala laju alir udara kering = 2

Tabel 3. 1. Data Pengamatan Diameter Partikel = 0,3 mm

Suhu (°C)
t (menit) Massa (gram) Upstream Downstream
Kering Basah Kering Basah
0 415 31 27.5 31.15 27.25
3 414 31.5 27 31.6 27
6 413 31.2 27.25 31.2 27.1
9 413 31.2 27.5 31.2 27.5
12 412 31.2 27.75 31.2 27.5

Tabel 3. 2. Data Pengamatan Laju Alir Udara Pada Diameter Partikel = 0,3 mm

t Laju alir udara (m/s)


(menit)
Kiri atas Kiri bawah Tengah Kanan atas Kanan bawah Rata-rata
0 1.45 1.35 1.55 1.45 1.85 1.53
3 2.55 2.25 2.55 2.35 2.45 2.43
6 2.65 2.35 2.45 2.55 2.45 2.49
9 2.45 2.15 2.55 2.35 2.25 2.35
12 2.45 2.15 2.55 2.35 2.45 2.39

• Diameter Partikel = 0,5 mm


Berat talam kosong = 150 gram
Berat pasir kering = 400 gram
Berat pasir basah = 406 gram
Ukuran partikel = 0,5 mm
Skala temperatur = 5
Skala laju alir udara kering = 2

10
Tabel 3. 3. Data Pengamatan Diameter Partikel = 0,5 mm

Suhu (°C)
t (menit) Massa (gram) Upstream downstream
Kering Basah Kering Basah
0 406 31.2 28 31.2 28
3 405 31.1 28 31.2 27.5
6 405 31.2 27.5 31.5 27.5
9 404 31.1 27.5 31.1 27.4
12 404 31.1 27.4 31.1 27.4

Tabel 3. 4. Data Pengamatan Laju Alir Udara Pada Diameter Partikel = 0,5 mm

t Laju alir udara (m/s)


(menit)
Kiri atas Kiri bawah Tengah Kanan atas Kanan bawah Rata-rata
0 2.45 2.15 2.45 2.65 2.45 2.43
3 2.45 2.15 2.55 2.45 2.55 2.43
6 2.65 2.15 2.65 2.45 2.45 2.47
9 2.65 2.15 2.65 2.45 2.45 2.47
12 2.75 2.15 2.65 2.45 2.45 2.49

3.1.2. Pengolahan Data


a. Menghitung Kandungan Air Selama Proses Pengeringan
Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑊𝑖 − 𝑊𝑠𝑡
𝑋𝑖 =
𝑊𝑠
Keterangan :
Xi = kandungan air dalam pasir (g H2O/g pasir kering)
Wi = berat pasir basah + talam selama percobaan (g)
Ws = berat pasir kering (g)
Wst = berat pasir kering + talam (g)

• Diameter partikel = 0,3 mm


Tabel 3. 5. Kandungan Air pada Diameter Partikel = 0,3 mm

t Wi Wst Ws
Skala Xi
(menit) (gram) (gram) (gram)
0 1 565 550 400 0.0375
3 1 564 550 400 0.035

11
6 1 563 550 400 0.0325
9 1 563 550 400 0.0325
12 1 562 550 400 0.03

• Diameter partikel = 0,5 mm


Tabel 3. 6. Kandungan Air pada Diameter Partikel = 0,5 mm

t Wi Wst Ws
Skala Xi
(menit) (gram) (gram) (gram)
0 1 556 550 400 0.015
3 1 555 550 400 0.0125
6 1 555 550 400 0.0125
9 1 554 550 400 0.01
12 1 554 550 400 0.01

Berikut adalah grafik hubungan kandungan air terhadap waktu dengan variasi diameter
partikel.

Hubungan Kandungan Air vs Waktu


0.04

0.035
Xi (g H2O/g pasir kering)

0.03

0.025

0.02
0.3 mm
0.015
0.5 mm
0.01

0.005

0
0 2 4 6 8 10 12 14
t (menit)

Gambar 3. 1. Grafik kandungan air terhadap waktu dengan variasi diameter partikel

b. Menghitung Laju Pengeringan


Laju pengurangan air dapat dihitung melalui pengeringan yang lajunya dihitung
menggunakan metode pengurangan berat. Ukuran partikel divariasi, mulai dari 0,3 mm, 0,5
mm, dengan luas permukaan pengeringan adalah 360 cm2. Persamaan yang digunakan sebagai
berikut:
Δ𝑊 1 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 1
𝑅𝑖 = =| |
Δ𝑡 𝐴𝑠 𝑡𝑖 − 𝑡𝑖−1 𝐴𝑠
Keterangan:

12
Ri = laju pengeringan (g H2O / menit.cm2)
As = luas permukaan pengeringan (cm2)
t = waktu pengamatan (menit)
∆W = |𝑤𝑖 − 𝑤𝑖−1|

• Diameter partikel = 0,3 mm


Tabel 3. 7. Hasil perhitungan laju pengeringan pada diameter partikel = 0.3 mm

Ri
t (menit) Wi (gram) ∆W (gram) ∆ t (gram) Xi
(g/cm2. menit)
0 565 0 0 0 0.0375
3 564 1 3 0.0009 0.035
6 563 1 3 0.0009 0.0325
9 563 0 3 0 0.0325
12 562 1 3 0.0009 0.03

• Diameter partikel = 0,5 mm


Tabel 3. 8. Hasil perhitungan laju pengeringan pada diameter partikel = 0.5 mm

Ri
t (menit) Wi (gram) ∆W (gram) ∆ t (gram) Xi
(g/cm2. menit)
0 556 0 0 0 0.015
3 555 1 3 0.0009 0.0125
6 555 0 3 0 0.0125
9 554 1 3 0.0009 0.01
12 554 0 3 0 0.01

Berikut adalah grafik hubungan laju pengeringan terhadap kandungan air dengan variasi
diameter partikel.

13
Hubungan Laju Pengeringan vs Kandungan Air
0.001
0.0009
0.0008
Ri (g H2O/cm2.menit)

0.0007
0.0006
0.0005
0.3 mm
0.0004
0.5 mm
0.0003
0.0002
0.0001
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04
X (g H2O/g pasir kering)

Gambar 3. 2. Grafik laju pengeringan terhadap kandungan air dengan variasi diameter partikel

c. Menghitung Laju Penguapan dengan Metode Kenaikan Kelembapan


Perhitungan dilakukan dengan menggunakan psychrometric chart untuk memperoleh
nilai entalpi pada upstream serta downstream dan menghitung laju penguapan dengan rumus:
𝑚𝑖 = 𝑣𝑖 𝜌 𝐴 Δ𝐻
Keterangan:
vi = kecepatan rata-rata udara pengering (m/s)
ρ = densitas udara (gram/cm3) = 0.0012 gram/cm3
A = luas penampang (cm2)
∆H = beda humiditas upstream dan downstream

14
• Diameter partikel = 0,3 mm
Tabel 3. 9. Data untuk perhitungan laju penguapan pada diameter partikel = 0.3 mm
Temperatur Temperatur
H (kg H2O / kg Udara)
t W Upstream Downstream
(menit) (g) Kering Basah Kering Basah H H
ΔH
(°C) (°C) (°C) (°C) upstream downstream
0 415 31 27.5 31.15 27.25 0.02199 0.02147 0.00052

3 414 31.5 27 31.6 27 0.02087 0.02082 0.00005

6 413 31.2 27.25 31.2 27.1 0.02145 0.02118 0.00027

9 413 31.2 27.5 31.2 27.5 0.02191 0.02191 0

12 412 31.2 27.75 31.2 27.5 0.02237 0.02191 0.00046

Tabel 3. 10. Hasil perhitungan laju penguapan pada diameter partikel = 0.3 mm

vrata-rata (m/s) mi (gr/s) Hrata-rata


1.53 0.0003 0.0217
2.43 0.0001 0.0208
2.49 0.0003 0.0213
2.35 0 0.0219
2.39 0.0005 0.0221

• Diameter partikel = 0,5 mm


Tabel 3. 11. Data untuk perhitungan laju penguapan pada diameter partikel = 0.5 mm
Temperatur Temperatur
H (kg H2O / kg Udara)
t W Upstream Downstream
(menit) (g) Kering Basah Kering Basah H H
ΔH
(°C) (°C) (°C) (°C) upstream downstream
0 406 31.2 28 31.2 28 0.02284 0.02284 0

3 405 31.1 28 31.2 27.5 0.02289 0.02191 0.00098

6 405 31.2 27.5 31.5 27.5 0.02191 0.02178 0.00013

9 404 31.1 27.5 31.1 27.4 0.02195 0.02177 0.0002

12 404 31.1 27.4 31.1 27.4 0.02177 0.02177 0

15
Tabel 3. 12. Hasil perhitungan laju penguapan pada diameter partikel = 0.5 mm
vrata-rata (m/s) mi (gr/s) Hrata-rata
2.43 0 0.02284
2.43 0.0010 0.0224
2.47 0.0001 0.02185
2.47 0.0002 0.02186
2.49 0 0.02177

Berikut adalah grafik hubungan laju penguapan terhadap kandungan air dengan variasi
diameter partikel.

Hubungan Kandungan Air vs Laju Penguapan


0.0012

0.001
mi (g/cm2.menit)

0.0008

0.0006
0.3 mm
0.0004 0.5 mm

0.0002

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04
X (g air/g padatan)

Gambar 3. 3. Grafik laju penguapan terhadap kandungan air dengan variasi diameter partikel

3.2. Pengaruh Laju Alir Udara


3.2.1. Hasil Pengamatan
• Laju Alir Skala 1
Berat talam kosong = 150 gram
Berat pasir kering = 400 gram
Berat pasir basah = 407 gram
Ukuran partikel = 0,5 mm
Skala temperatur = 5
Skala laju alir udara kering = 1

16
Tabel 3. 13. Data pengamatan suhu skala 1

Suhu (°C)
t Massa
Upstream Downstream
(menit) (gram)
Kering Basah Kering Basah
0 407 35 29.3 34.9 29
3 406 33.5 28.6 33 28.5
6 406 38 28.5 38.5 29
9 406 38 29 38.5 29
12 405 36 29 37 29

Tabel 3. 14. Data Pengamatan Laju Alir Skala 1

Laju Alir (m/s)


t
Kiri Kiri Kanan Kanan Rata-
(menit) Tengah
Atas Bawah Atas Bawah rata
0 0.85 0.75 0.75 0.75 0.55 0.73
3 0.75 0.65 0.75 0.65 0.65 0.69
6 0.85 0.55 0.55 0.75 0.45 0.63
9 0.95 0.55 0.85 0.85 0.45 0.73
12 1.15 0.45 1.05 0.85 0.45 0.79

• Laju alir skala 3


Berat talam kosong = 150 gram
Berat pasir kering = 400 gram
Berat pasir basah = 404 gram
Ukuran partikel = 0,5 mm
Skala temperatur = 5
Skala laju alir udara kering = 3

Tabel 3. 15. Data Pengamatan Suhu Skala 3

Suhu (°C)
t Massa
Upstream Downstream
(menit) (gram)
Kering Basah Kering Basah
0 404 34 29 34 28.5
3 400 33 28 33 28
6 398 34 29 34 29

17
Suhu (°C)
t Massa
Upstream Downstream
(menit) (gram)
Kering Basah Kering Basah
9 397 36 30 36.5 30
12 396 36 30 36.5 30

Tabel 3. 16. Data Pengamatan Laju Alir Skala 3

Laju Alir (m/s)


t
Kiri Kiri Kanan Kanan Rata-
(menit) Tengah
Atas Bawah Atas Bawah rata

0 2.65 1.95 2.45 2.55 2.15 2.35

3 2.45 2.05 2.25 2.55 2.05 2.27

6 2.45 2.05 2.25 2.55 2.05 2.27

9 2.35 2.05 2.25 2.45 2.05 2.23

12 2.35 2.05 2.25 2.45 2.05 2.23

3.2.2. Pengolahan Data


a. Menghitung Kandungan Air Selama Proses Pengeringan
Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑊𝑖 − 𝑊𝑠𝑡
𝑋𝑖 =
𝑊𝑠
Keterangan :
Xi = kandungan air dalam pasir (g H2O/g pasir kering)
Wi = berat pasir basah + talam selama percobaan (g)
Ws = berat pasir kering (g)
Wst= berat pasir kering + talam (g)
• Laju Alir Skala 1
Tabel 3. 17. Kandungan Air pada Laju Alir Skala 1

t Wi Wst Ws
Skala Xi
(menit) (gram) (gram) (gram)
0 1 557 550 400 0.0175
3 1 556 550 400 0.0150
6 1 556 550 400 0.0150
9 1 556 550 400 0.0150
12 1 555 550 400 0.0125

18
• Laju Alir Skala 3
Tabel 3. 18. Kandungan Air pada Laju Alir Skala 3

t Wi Wst Ws
Skala Xi
(menit) (gram) (gram) (gram)
0 3 554 550 400 0.0100
3 3 550 550 400 0.0000
6 3 548 550 400 -0.0050
9 3 547 550 400 -0.0075
12 3 546 550 400 -0.0100

Setelah mendapatkan kandungan air (Xi) pada setiap laju alir, dapat diplot antara waktu
vs. kandungan air pada setiap skala laju alir untuk dapat mengetahui pengaruh kecepatan udara
pengering terhadap kecepatan pengeringan.

ti vs Xi
0.0200
Xi (g air/g padatan kering)

0.0150
0.0100
0.0050 Flow 1
0.0000 Flow 3
0 3 6 9 12
-0.0050
-0.0100
t (menit)

Gambar 3. 4. Grafik kandungan air terhadap watu

b. Menghitung Laju Pengeringan


Laju pengurangan air dapat dihitung melalui pengeringan yang lajunya dihitung
menggunakan metode pengurangan berat. Ukuran partikel yang digunakan adalah 0,5 mm,
dengan luas permukaan pengeringan adalah 360 cm2. Persamaan yang digunakan sebagai
berikut:
Δ𝑊 1 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 1
𝑅𝑖 = =| |
Δ𝑡 𝐴𝑠 𝑡𝑖 − 𝑡𝑖−1 𝐴𝑠
Keterangan:
Ri = laju pengeringan (g H2O / menit.cm2)
As = luas permukaan pengeringan (cm2)
t = waktu pengamatan (menit)
∆W = |𝑤𝑖 − 𝑤𝑖−1|

19
• Laju Alir Skala 1
Tabel 3. 19. Hasil perhitungan laju pengeringan pada laju alir skala 1

t Wi ∆W ∆t Ri
Xi
(menit) (gram) (gram) (gram) (g/cm2. menit)
0 557 0 0 0.000000 0.0175
3 556 1 3 0.000926 0.015
6 556 0 3 0.000000 0.015
9 556 0 3 0.000000 0.015
12 555 1 3 0.000926 0.0125
• Laju Alir Skala 3
Tabel 3. 20. Hasil Perhitungan Laju Pengeringan pada Laju Alir Skala 3

t Wi ∆W ∆t Ri
Xi
(menit) (gram) (gram) (gram) (g/cm2. menit)
0 554 0 0 0.000000 0.01
3 550 4 3 0.003704 0
6 548 2 3 0.001852 -0.005
9 547 1 3 0.000926 -0.0075
12 546 1 3 0.000926 -0.01

Diperoleh grafik untuk kedua variasi skala laju alir sebagai berikut:

Xi vs Ri
0.004000
Ri (g/cm^2 menit)

0.003000

0.002000
Flow 1
0.001000 Flow 3
0.000000
-0.01 -0.005 0 0.005 0.01 0.015 0.02
Xi (g air/g padatan kering)

Gambar 3. 5. Grafik kandungan air terhadap waktu

c. Menghitung Laju Penguapan dengan Metode Kenaikan Kelembapan


Perhitungan dilakukan dengan menggunakan psychrometric chart untuk memperoleh
nilai entalpi pada upstream serta downstream dan menghitung laju penguapan dengan rumus:
𝑚𝑖 = 𝑣𝑖 𝜌 𝐴 Δ𝐻

20
Keterangan:
vi = kecepatan rata-rata udara pengering (m/s)
ρ = densitas udara (gram/cm3) = 0.0012 gram/cm3
A = luas penampang (cm2)
∆H = beda humiditas upstream dan downstream
• Laju alir skala 1
Tabel 3. 21. Data untuk perhitungan laju penguapan pada laju alir skala 1

Temperatur Temperatur
H (kg H2O / kg Udara)
t Upstream Downstream
W (g)
(menit) Kering Basah Kering Basah H H
ΔH
(°C) (°C) (°C) (°C) upstream downstream
0 407 35 29.3 34.9 29 0.0238 0.0232 0.0006
3 406 33.5 28.6 33 28.5 0.023 0.023 0
6 406 38 28.5 38.5 29 0.0209 0.0216 -0.0007
9 406 38 29 38.5 29 0.0219 0.0216 0.0003
12 405 36 29 37 29 0.0226 0.0216 0.001

Tabel 3. 22. Hasil perhitungan laju penguapan pada laju alir skala 1
vrata-rata (m/s) mi (gr/s) Hrata-rata
0.73 1.89E-04 0.0235
0.69 0.00E+04 0.0230
0.63 -1.91E-04 0.0213
0.73 0.95E-04 0.0218
0.79 3.41E-04 0.0221

• Laju alir skala 3


Tabel 3. 23. Data untuk perhitungan laju penguapan pada laju alir skala 3
Temperatur Temperatur
H (kg H2O / kg Udara)
t Upstream Downstream
W (g)
(menit) Kering Basah Kering Basah H H
ΔH
(°C) (°C) (°C) (°C) upstream downstream
0 404 34 29 34 28.5 0.0236 0.0226 0.0010
3 400 33 28 33 28 0.0221 0.0221 0.0000
6 398 34 29 34 29 0.0236 0.0236 0.0000
9 397 36 30 36.5 30 0.0248 0.0246 0.0002
12 396 36 30 36.5 30 0.0248 0.0246 0.0002

Tabel 3. 24. Hasil perhitungan laju penguapan pada laju alir skala 3
vrata-rata (m/s) mi (gr/s) Hrata-rata
2.35 0.00102 0.0231
2.27 0.00000 0.0221
2.27 0.00000 0.0236
2.23 0.00019 0.0247
2.23 0.00019 0.0247

21
Setelah memperoleh laju penguapan, lalu diplot antara laju penguapan vs. kandungan air
pada setiap skala laju alir untuk dapat mengetahui hubungan laju penguapan dengan
kandungan air untuk kedua skala laju alir udara.

Xi vs mi
1.20E-03
1.00E-03
8.00E-04
mi (g air/s)

6.00E-04
Flow 1
4.00E-04
Flow 3
2.00E-04
0.00E+00
-2.00E-04-0.01 -0.005 0 0.005 0.01 0.015 0.02
Xi (g air/g padatan kering)

Gambar 3. 6. Grafik laju penguapan terhadap kandungan air

3.3. Pengaruh Temperatur


3.3.1. Hasil Pengamatan
• Skala Temperatur 3
Berat talam kosong = 150 gram
Berat pasir kering = 400 gram
Berat pasir basah = 406 gram
Ukuran partikel = 0,3 mm
Skala temperatur = 3
Skala laju alir udara kering = 2

Tabel 3. 25. Hasil pengamatan temperatur kering dan basah pada pengaruh temperatur skala 3

suhu (°C)
massa
t (menit) upstream downstream
(gr)
kering basah kering basah
0 406 32 28 31,9 27,6
3 403 32 27,7 31,9 27,5
6 402 31,9 27,8 31,9 27,5
9 401 32 27,6 32 27,7
12 400 31,9 27,6 31,9 27,5

Tabel 3. 26. Hasil pengamatan laju alir udara pada pengaruh temperatur skala 3

laju alir udara (m/s)


t (menit)
kiri atas kiri bawah tengah kanan atas kanan bawah Rata-Rata
0 2,45 2,05 2,45 2,45 2,35 2,35

22
3 2,45 2,05 2,45 2,55 2,45 2,39
6 2,45 2,15 2,45 2,45 2,55 2,41
9 2,45 2,05 2,45 2,55 2,45 2,39
12 2,35 2,15 2,65 2,35 2,25 2,35

• Skala Temperatur 7
Berat talam kosong = 150 gram
Berat pasir kering = 400 gram
Berat pasir basah = 406 gram
Ukuran partikel = 0,3 mm
Skala temperatur = 7
Skala laju alir udara kering = 2

Tabel 3. 27. Hasil pengamatan temperatur kering dan basah pada pengaruh temperatur skala 3

suhu (°C)
massa
t (menit) upstream downstream
(gr)
kering basah kering basah
0 407 36 28,3 39 28,5
3 406 34,5 27,8 38,8 28,4
6 404 38,2 28,9 42 24,5
9 403 40 30 42 30
12 402 42,2 30,4 43 30,4

Tabel 3. 28. Hasil pengamatan laju alir udara pada pengaruh temperatur skala 3

laju alir udara (m/s)


t (menit)
kiri kiri kanan Rata-
tengah kanan bawah
atas bawah atas Rata
0 407 2,55 2,45 2,45 2,65 2,25
3 406 2,55 1,95 2,45 2,75 2,75
6 404 2,65 1,95 2,45 2,75 2,45
9 403 2,15 2,05 2,55 2,35 2,45
12 402 2,55 2,05 2,45 2,65 2,55

3.3.2. Pengolahan Data


Data yang diolah pada pengaruh temperatur menggunakan persamaan yang sama seperti
pada pengaruh sebelumnya.
• Skala Temperatur 3
Pengolahan data pada pengaruh temperatur di skala temperatur 3 dapat dilihat di tabel
berikut:

23
Tabel 3. 29. Pengolahan data pengaruh temperatur pada skala 3

Ri H
Wi
(kg/kg udara kering) m
t (menit) (g/cm2. X i
(gram) (gr/s)
menit)

Upstream Downstream
ρ = 1,2 × 10 -6
kg/cm3

0 556 0,000000 0,0150 111,159 110,603 -0,564


3 553 0,002778 0,0075 111,176 110,608 -0,586
6 552 0,000926 0,0050 110,592 110,608 0,017
9 551 0,000926 0,0025 111,182 111,176 -0,006
12 550 0,000926 0,0000 110,603 110,608 0,005

• Skala Temperatur 7
Pengolahan data pada pengaruh temperatur di skala temperatur 3 dapat dilihat di tabel
berikut:
Tabel 3. 30. Pengolahan data pengaruh temperatur pada skala 7

Ri H
W i
(kg/kg udara kering) m
t (menit) (g/cm2. X
i
(gram) (gr/s)
menit)

Upstream Downstream
ρ = 1,2 × 10 kg/cm -6 3

0 557 0,000000 0,0175 136,623 159,129 24,015


3 556 0,000926 0,0150 126,538 157,533 33,341
6 554 0,001852 0,0100 152,778 185,461 34,592
9 553 0,000926 0,0075 167,277 185,038 17,724
12 552 0,000926 0,0050 186,882 194,564 8,131

• Grafik

24
0.0200

0.0180

0.0160

0.0140

0.0120
X

0.0100
T=3
0.0080
T=7
0.0060

0.0040

0.0020

0.0000
0 2 4 6 8 10 12
Waktu (menit)

Gambar 3. 7. Grafik kandungan air terhadap waktu

0.003000

0.002500

0.002000
R (g/cm2. menit)

0.001500
T=3
T=7
0.001000

0.000500

0.000000
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200
X

Gambar 3. 8. Grafik laju penguapan terhadap kandungan air

25
40.000

35.000

30.000

m (gr/s) 25.000

20.000
T=3
15.000 T=7

10.000

5.000

0.000
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200
-5.000
X

Gambar 3. 9. Grafik laju pengeringan terhadap kandungan air

26
BAB IV
ANALISIS

4.1. Analisis Percobaan


Modul praktikum Tray Dryer terbagi kedalam tiga percobaan, yaitu pengaruh ukuran
partikel, pengaruh laju alir udara, dan pengaruh temperature. Percobaan pertama dilakukan
dengan melakukan pengeringan pasir menggunakan tray dryer dengan memvariasikan ukuran
partikel pasir, yaitu 0,3 mm dan 0,5 mm. Tujuan dari percobaan pertama adalah untuk
mengetahui pengaruh ukuran partikel pasir basah yang akan dikeringkan terhadap laju
pengeringan dan laju penguapan air yang terjadi. Percobaan dilakukan dengan memasukkan
pasir ke dalam tray hingga massa totalnya 400 gram. Setelah itu, pasir dibasahi dengan cara
menyemprotkan air pada pasir hingga pasir terbasahi dengan merata. Pasir yang sudah dibasahi
kemudian ditimbang lagi untuk dapat mengetahi kandungan air yang ada pada pasir. Pasir yang
sudah dibasahi kemudian dimasukan ke dalam tray dryer untuk proses pengeringan. Data yang
diambil pada percobaan Tray Dryer ini adalah temperature dry bulub dan wet bulb baik di
upstream dan downstream, massa tray dan pasir yang sudah dikeringkan dan laju alir di setiap
sudut. Pencatatan data dilakukan setiap tiga menit sebanyak 5 kali, yaitu pada menit 0, menit
3, menit 6, menit 9, dan menit 12.
Pada percobaan pertama, laju alir dan temperature dibuat konstan dengan laju alir pada
ukuran 2 dan temperature pada ukuran 5. Secara teori, proses pengeringan partikel pasir basah
yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat dibandingan partikel yang berukuran lebih besar.
Hal ini disebabkan karena semakin kecil ukuran partikel, luas permukaan kontak pasir dengan
aliran udara akan semakin besar. Ketika partikel pasir basah berkontak dengan udara, maka
akan muncul gradien konsentrasi air antara udara dengan pasir basah. Pasir basah memiliki
konsentrasi kandungan air yang tinggi, sedangkan udara yang mengalir ke dalam tray dryer
bersifat kering dan mengandung uap air dalam kadar yang rendah. Adanya perbedaan
konsentrasi kandungan air antara di pasir basah dengan di aliran udara tersebut merupakan
driving force terjadinya perpindahan massa air dari pasir basah yang berkonsentrasi lebih tinggi
ke udara yang berkonsentrasi lebih rendah, sehingga akan terjadi pengeringan pada pasir.
Pada partikel pasir dengan diameter kecil, luas bidang kontak antara pasir dengan udara
lebih besar sehingga proses perpindahan massa yang terjadi lebih banyak, artinya akan ada
lebih banyak air yang menguap pada pasir yang berdiameter kecil dibanding pasir yang
berdiameter lebih besar. Dengan demikian, jika banyaknya air yang teruapkan per satuan waktu

27
dihitung, laju pengeringan dan laju penguapan air pada partikel yang berukuran kecil akan lebih
besar dibanding partikel yang berukuran besar.
Pada percobaan kedua, variabel yang akan divariasikan adalah laju udara, yaitu pada
ukuran 1 dan 3. Sedangkan variabel lainnya tetap, yaitu temperature pada skala 5 dan ukuran
partikel sebesar 0,5 mm. percobaan dilakukan dengan langkah – langkah yang sama seperti
percobaan pertama. Pada laju alir dengan skala yang lebih besar, aliran udaranya akan bersifat
lebih turbulen sehingga menghasilkan boundary layer yang kebih tipis pada dinding tray dryer.
Boundary layer akan memberikan suatu hambatan bagi proses perpindahan kalor yang
membuat perpindahan kalornya kecil, sehingga koefisien perpindahan kalor pada aliran
turbulen menjadi besar dan efisiensi transfer panas pada kondisi turbulen sangat maksimal.
Ketika udara telah dipanaskan dengan heater memasuki tray dryer, maka udara tersebut akan
berkontak dengan pasir yang basah. Boundary layer yang tipis menyebabkan panas dari udara
akan dengan mudah ditransfer ke pasir basah. Pasir basah tersebut akan mendapatkan kalor
yang menyebabkan suhu naik. Suhu yang naik tersebut akan menguapkan air yang ada pada
pasir dan menyebabkan terjadinya transfer massa berupa uap air dari pasir basah ke udara.
Dengan demikian, pada kondisi aliran turbulen, perpindahan kalor dan perpindahan massa
dapat terjadi secara lebih cepat, sehingga laju penguapan air dan laju pengeringannya lebih
besar.
Sebaliknya, pada laju alir skala 1 kondisi udara yang mengalir lebih laminar sehingga
boundary layer pada tray dryer lebih tebal. Hal ini menimbulkan hambatan yang besar terhadap
proses perpindahan kalor dan koefisien perpindahan kalor konveksi yang terjadi kecil, sehingga
hanya sedikit kalor yang ditransfer dari udara panas ke pasir basah dan hanya sedikit air yang
teruapkan, akibatnya laju penguapan air dan laju pengeringan rendah. Terdapat perbedaan
gradien konsentrasi yang besar antara pasir basah dan udara yang akan memberikan driving
force yang besar yang menyebabkan terjadinya perpindahan kalor dari udara kering panas ke
pasir dan perpindahan massa berupa menguapnya air ke udara di sekitarnya. Ketika air
menguap ke udara, air menjadi semakin jenuh akan air, sehingga gradien konsentrasi antara
pasir basah dan udara menjadi berkurang dan semakin mengecil, hingga suatu saat konsentrasi
air di udara dan pasir setimbang dan tak terjadi lagi penguapan dan pengeringan. Pada aliran
turbulen, aliran udara sangat cepat. Hal ini menyebabkan, semua udara di dalam tray dryer akan
terus bergerak dan mengalami sirkulasi secara cepat. Oleh karena itu, semua udara di dalam
tray dryer akan selalu diperbaharui. Ketika udara mendapat uap air dan mulai jenuh, udara
tersebut akan didorong keluar dari tray dryer oleh udara yang lainnya. Hal ini akan terus
berlangsung dalam kondisi turbulen, sehingga gradien konsentrasi antara pasir dan udara akan

28
relatif konstan pada delta konsentrasi seperti kondisi awal, sehingga penguapan air dari pasir
basah akan dapat terus berlangsung.
Pada percobaan ketiga, variabel yang divariasikan adalah temperature, yaitu pada skala
3 dan 7. Sedangkan variabel lainnya tetap, yaitu laku alir pada skala ukuran 2 dan ukuran
partikel pasir 0,3 mm. Percobaan ketiga dilakukan dengan langkah – langkah yang sama seperti
percobaan pertama dan kedua. Ketika suhu heater meningkat, suhu udara yang masuk ke dalam
tray dryer juga meningkat dan akan berkontak dengan pasir basah. Perbedaan suhu antara udara
panas dengan pasir basah akan menciptakan gradien temperatur yang menjadi driving force
terjadinya perpindahan kalor dari udara panas ke pasir basah. Makin tinggi temperatur heater,
makin banyak kalor yang bisa diserap oleh air dalam pasir untuk menguap, sehingga laju
penguapan semakin tinggi. Hal ini berdampak pada semakin kecilnya waktu pengeringan yang
dibutuhkan.
Dalam proses pengeringan juga terdapat pengaruh humidity. Semakin tinggi
kelembaban udara, maka kandungan uap air yang terdapat di udara semakin banyak, sehingga
kondisi udara pada alat tray dryer menjadi jenuh. Kondisi jenuh akan menghambat proses
pengeringan, karena gradien konsentrasi antara udara dan pasir basah menjadi semakin kecil.
Kondisi terbaik adalah udara yang memiliki kelembaban rendah sehingga air masih dapat
menguap ke udara dan terjadi proses pengeringan.
Pada percobaan tray dryer juga dilakukan pengukuran wet bulb dan dry bulb
temperature pada posisi upstream dan downstream. Temperatur dry bulb menunjukkan
temperatur udara aktual, sementara temperatur wet bulb menunjukkan temperatur udara jenuh
(100% lembab) udara saat dibalut kapas basah. Temperatur wet bulb selalu lebih rendah
dibandung temperatur dry bulb karena pada pengukuran temperatur wet bulb, air pada kapas
basah akan berpindah ke udara di sekitarnya akibat adanya gradien konsentrasi antara kapas
basah dengan udara. Perpindahan komponen uap air ini akan menyebabkan udara menjadi
meningkat kelembabannya. Dengan peningkatan kelembaban ini, menunjukkan bahwa
kandungan uap air di udara semakin banyak, sehingga akan menurunkan temperatur udara. Hal
ini mengakibatkan, temperatur wet bulb akan terbaca lebih rendah dibandingkan temperatur
dry bulb.
4.2. Analisis Hasil
4.2.1. Pengaruh Ukuran Partikel
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel terhadap
proses pengeringan dengan mencari nilai kandungan air, laju pengeringan, dan laju
penguapan. Berdasarkan grafik dalam Gambar 3.1. dapat disimpulkan bahwa

29
kandungan air menurun seiring berjalannya waktu akibat beda konsentrasi air yang
terkandung dalam pasir dan udara. Ini menyebabkan air dalam pasir berpindah ke udara.
Air menguap berasal dari sela-sela pori padatan karena terdapat tegangan permukaan,
kalor tekanan uap, dan panas laten penguapan seperti air murni.
Air yang ada di dalam bahan padat atau permukaan zat padat tersebut disebut
“bounded water” dengan tekanan uap lebih rendah dari air sehingga lebih sulit untuk
dikeringkan. Saat bahan padat basah berkontak dengan udara, kadar air akan berubah
dan bahan padat hanya bisa dikeringkan hingga titik equilibrium moisture content.
Melalui hasil pengeringan setelah beberapa menit lewat, dapat dilihat bahwa meskipun
massa pasir kering sama dengan massa pasir basah, akan ada air yang masih terkandung
pada pasir dan disebut bounded water.
Berdasarkan gambar 3.1. diketahui penurunan kandungan air baik untuk ukuran
partikel 0.3 mm maupun 0.5 mm tidak bernilai besar. Namun, garis kurva penurunan
kandungan air ukuran 0,3 lebih curam dan menunjukkan memiliki penurunan yang
lebih besar. Ini diakibatkan ukuran atau luas kontak pasir dengan udara makin luas dan
memiliki pori-pori lebih banyak jika diameter pasir makin kecil dan membuat air
semakin mudah menguap.
Berdasarkan grafik dalam gambar 3.2, kurva pengeringan dapat dibagi menjadi
tiga bagian: warming-up, constant rate, dan falling rate. Kurva warming-up di awali
garis menanjak dengan berkurangnya kandungan air (dari kanan ke kiri), dilanjutkan
constant rate dimana laju pengeringan konstan dengan berkurangnya kandungan air.
Terakhir, daerah falling rate dimana kurva pengeringan yang menurun dengan
berkurangnya kandungan air. Hal ini sesuai dengan teori dengan kurva yang dihasilkan
berdasarkan data percobaan. Saat udara pengering upstream melewati tray berisi pasir
basah, air menguap dan kandungan air di udara pengering meningkat dan tiba di
downstream. Ini membuat konsentrasi air di downstream lebih besar daripada upstream.
Dari grafik dalam gambar 3.3, perbedaan humiditas akan diukur dan menjadi
data laju penguapan. Grafik yang dihasilkan tidak menunjukan hubungan ukuran
partikel dengan jelas. Secara teoritis, partikel dengan ukuran diameter 0.3 mm
seharusnya mengalami laju penguapan lebih cepat. Kesalahan ini akan dianalisis dalam
analisis kesalahan.
4.2.2. Pengaruh Laju Alir Udara
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran dengan memvariasikan laju alir
udara, yaitu skala suhu 1 dan 3. Hasil diperoleh melalui plot nilai kandungan air

30
terhadap waktu, kandungan air terhadap laju pengeringan, dan kandungan alir
terhadap laju penguapan dengan metode kenaikan kelembapan.
Melalui gambar 3.4., penurunanan kadar air dalam padatan bersifat tidak stabil
atau berubah-ubah seiring dengan berjalannya waktu. Kadar air dalam padatan dengan
flow skala 1 tidak mengalami perubahan pada menit ke-3 hingga ke-9, tetapi
mengalami penurunan dengan besar yang sama pada menit ke-0 hingga ke-3 dan pada
menit ke-9 hingga ke-12. Sementara itu, kadar air dalam padatan flow skala 1 selalu
mengalami perubahan, dengan perubahan terbesar terjadi pada menit ke-1 hingga
menit ke-3. Melalui pengamatan ini, dapat disimpulkan bahwa massa air dalam
padatan akan mengalami penurunan seiring dengan berjalannya waktu ketika melalui
proses pengeringan. Selain itu, dapat diamati pula semakin tinggi laju alir udara
pengering maka semakin tinggi penurunan kadar air dalam pengering. Meski begitu,
tidak dapat ditarik kesimpulan terkait pengaruh kadar awal air terhadap laju
pengeringan melalui percobaan ini, tetapi secara teori, semakin tinggi kadar air dalam
padatan maka semakin tinggi penurunan kadar air ketika mengalami proses
pengeringan. Hal ini sudah sesuai teori yang menyatakan bahwa profil waktu vs kadar
air akan menjadi landau seiring dengan meningkatnya nilai waktu.
Melalui gambar 3.5., dapat dilihat bahwa laju pengeringan tertinggi pada flow
skala 3 (diraih pada tiga menit pertama) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan flow
skala 1 (diraih pada tiga menit pertama dan tiga menit terakhir) sehingga dapat
disimpulkan bahwa laju alir yang tinggi mampu meningkatkan laju pengeringan.
Berdasarkan hasil pengeringan padatan dengan skala flow 1, laju pengeringan bersifat
fluktuatif, sementara berdasarkan hasil pengeringan padatan dengan skala flow 3, leju
pengeringan meningkat seiring dengan menurunnya kadar air hingga akhirnya kadar
air mencapai angka nol, kemudian lajunya menurun. Hal ini terjadi karena ketika
kadar air telah mencapai angka nol, tidak ada lagi air yang menguap. Meski begitu,
hasil menunjukkan bahwa masih terdapat laju pengeringan bahkan setelah kadar air
bernilai negatif. Penjelasan lebih lanjut terkait hal ini akan dijelaskan melalui analisis
kesalahan. Penurunan laju pengeringan seiring dengan berkurangnya kadar air sesuai
dengan teori.
Melalui gambar 3.6, dapat dilihat bahwa laju penguapan untuk flow skala 3
lebih tinggi dibandingkan flow skala 1 dan laju penguapan untuk kedua flow sama-
sama dipengaruhi oleh kandungan air. Hubungan laju penguapan dengan kandungan
air dibuktikan dengan meningkat dan menurunnya laju penguapan secara signifikan.

31
Meski begitu, tidak dapat disimpulkan apakah laju penguapan akan terus meningkat
atau terus menurun seiring dengan berubahnya kadar air. Hal lain yang dapat diamati
adalah variasi laju penguapan untuk flow skala 1 bersifat lebih stabil dibandingkan
flow skala 3. Selain itu, dapat dilihat pada grafik bahwa pada satu titik ketika kadar
air dalam padatan bernilai 0.015, nilai laju penguapannya bersifat negatif, atau dalam
kata lain, kandungan air dalam padatan meningkat. Peningkatan kandungan air ini
tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa seharusnya kandungan air tidak
mengalami peningkatan.
4.2.3. Pengaruh Temperatur
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran dengan memvariasikan skala suhu,
yaitu skala suhu 3 dan 7. Pada gambar 4.7. terlihat bahwa suhu dengan skala yang
lebih tinggi menyebabkan pengeringan dengan laju yang besar. Dari hal tersebut dapat
diketahui bahwa pengeringan menggunakan suhu udara pengeringan yang lebih tinggi
akan lebih baik, namun tetap harus dipertimbangkan apakah bahan yang akan
dikeringkan tahan panas atau tidak. Selain melalui grafik tersebut juga dapat dilihat
profil kandungan air sepanjang waktu akan menurun. Pada kondisi suhu kontrol yang
berbeda cenderung memiliki profil penurunan kandungan air yang mirip sehingga
diketahui bahwa suhu hanya mengubah titik akhir pengeringan.
Pada gambar 4.8 terlihat bahwa laju pengeringan pada skala 3 jauh lebih besar
dibandingkan skala 7. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana seharusnya
peningkatan suhu akan meningkatkan laju pengeringan dikarenakan koefisien
difusivitas air ke udara semakin tinggi.
Pada gambar 4.9 terlihat bahwa laju penguapan untuk kondisi suhu udara pada
skala 7 dipengaruhi oleh kandungan air, dimana terjadi kenaikan dan kemudian
menurun seiring dengan semakin sedikitnya kandungan air. Sementara, pada kondisi
skala suhu 3 grafik laju penguapan terlihat memiliki tren yang cukup konstan, dimana
laju penguapan bernilai negatif dan mengalami sedikit penurunan seiring dengan
menurunnya kandungan air. Secara umum, laju penguapan pada kondisi skala suhu 7
lebih baik dibandingkan kondisi skala suhu 3.

4.3. Analisis Kesalahan


Pada praktikum modul Tray Dryer ini terdapat beberapa kesalahan saat melakukan
percobaan yang mengakibatkan hasil yang diperoleh kurang akurat. Adapaun kesalahan –
kesalahan yang terjadi selama praktikum adalah:

32
• Waktu praktikum pada percobaan pertama hingga ketiga sangat singkat sehingga
pengeringan yang dilakukan kurang maksimal. Selain itu, alat yang digunakan kurang
akurat sehingga data yang diperoleh kurang valid. Kurangnya bahan yang digunakan
pada praktikum juga mempengaruhi percobaan yaitu pada saat praktikum bahan yang
telah digunakan untuk mengeringkan digunakan kembali sehingga hasil yang diperoleh
kurang akurat.
• Pada pengamatan laju alir, massa padatan pada percobaan menjadi kurang dari massa
padatan dalam kondisi kering. Hal ini diduga disebabkan karena sebelum penimbangan
dilakukan, padatan sudah mengandung sedikit kandungan moisture. Ketika
dikeringkan, moisture yang sebelumnya ada dalam partikel padatan ikut menguap,
akibatnya kadar air (Xi) mencapai nilai negative.
• Pada percobaan pengaruh laju alir, perubahan kelembapan untuk air flow 1 pada menit
ke-6 bernilai negative. Hal ini diduga karena suhu kering upstream untuk menit tersebut
mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan sebelumnya sementara
suhu downstream masih dipengaruhi suhu pengukuran sebelumnya (tidak berubah
signifikan).
• Pengukuran laju alir juga kurang akurat karena laju alir udara sangat fluktuatif sehingga
nilai yang tertera pada anemometer tidak sepenuhnya benar, dan sesalahan dapat terjadi
karena penempatan anemometer yang kurang tepat sehingga laju alir udara yang
diperoleh tidak akurat.

33
BAB V
KESIMPULAN

• Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan kontak dengan udara kering akan
semakin besar sehingga proses pengeringan akan berjalan lebih cepat karena proses
perpindahan massa yang terjadi lebih besar.
• Semakin tinggi laju alir udara pengering maka semakin tinggi penurunan kadar air
dalam pengering. Hal ini terjadi karena semakin tinggi laju alir, maka perpindahan kalor
yang terjadi lebih cepat.
• Semakin tinggi temperatur maka laju pengeringan akan semakin besar karena makin
banyak kalor yang bisa diserap oleh air dalam pasir untuk menguap, sehingga laju
penguapan semakin tinggi.
• Dari grafik dapat dilihat bahwa suhu yang lebih tinggi menyebabkan pengeringan
dengan laju yang besar dan laju penguapan pada kondisi suhu tinggi lebih baik
dibandingkan kondisi suhu yang lebih rendah yang dipengaruhi oleh kandungan air.

34
DAFTAR PUSTAKA

Hendrawan, B. 2018. ANALISIS PROSES PENGERINGAN KACANG PANJANG PADA


MESIN PENGERING TIPE TRAY KAPASITAS 20 KG. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.
McCabe, W., Smith, J., and Harriott, P. 2003. Unit Operations of Chemical Engineering.
Singapore: McGraw-Hill.
Lischer, K., et al. 2013. MODUL PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES II. Depok:
Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.
Rayhan, A., et al. 2020. LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES II MODUL I: TRAY
DRYER. Depok: Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai