2
EVALUASI RADIOLOGIK PADA FRAKTUR DAN DISLOKASI TULANG
EKSTREMITAS PEDIATRIK
Abstrak :
Tulang anak-anak memiliki karateristik yang berbeda dengan tulang dewasa, yang menyebabkan
munculnya manifestasi yang spesifik terhadap fraktur dan dislokasi. Artikel ini menjelaskan
mengenai gambaran unik dari tulang anak-anak, temuan radiologis dari beberapa fraktur dan
dislokasi yang umum dijumpai pada anak-anak, peran dari modalitas imejing tambahan dalam
eksplorasi hal-hal yang terkait dengan fraktur atau dislokasi, serta proses penyembuhannya.
Kata kunci : pediatrik, fraktur, dislokasi, imejing
PENDAHULUAN
Struktur tulang anak-anak berbeda dengan tulang pada individu dewasa. Perbedaan ini
penting diketahui dalam hubungannya dengan evaluasi pola fraktur, mekanisme penyembuhan
maupun penanganan fraktur.
Perbedaan utama antara tulang anak-anak dengan dewasa adalah adanya physis atau
growth plate. Physis merupakan suatu lempeng kartilaginosa yang memisahkan epiphysis dari
metaphysis dan bertanggungjawab terhadap pertumbuhan longitudinal tulang panjang. Sel-sel
pada physis tersusun dari lapisan germinal (resting layer), zona proliferatif, zona hipertrofik dan
zona kalsifikasi provisional. Zona proliferatif merupakan lapisan dimana kondrosit mengalami
mitosis yang cepat, dimana zona ini adalah zona yang paling aktif secara metabolik. Kolum-kolum
kondrosit dipergunakan oleh osteoblas untuk membantu osifikasi di dalam zona kalsifikasi
3
provisional. Zona hipertrofik merupakan area terlemah karena sedikit mengandung kolagen dan
jaringan yang mengalami kalsifikasi. Sebagian besar separasi dari physis terjadi pada zona
hipertrofik karena kekurangmampuan zona ini menahan shearing stress.1
Gambaran makroskopik dari physis bervariasi, tergantung dari derajat stress yang
diterimanya. Contohnya di sekitar lutut, yang menerima stress cukup tinggi, physis saling bertaut
(interdigitate) dengan tulang sekitarnya dalam tujuannya untuk menahan shear. Bagian tulang
yang menonjol dan interdigitated dengan physis disebut sebagai mammillary bodies, dimana
struktur anatomi ini mengunci physis dengan kuat dan memberi perlindungan ekstra bagi physis
di daerah lutut. Adanya struktur yang saling bertaut ini juga memberi konsekwensi terhadap
physis. Apabila area tersebut mengalami shear injury, maka kemungkinan terbentuk bony bar
yang melintas physis, akibatnya dapat menimbulkan berhentinya pertumbuhan tulang (growth
arrest). Sebaliknya, di daerah radius distal yang termasuk sering mengalami trauma, susunan
physis-nya adalah linier dan jarang mengalami berhentinya pertumbuhan tulang.1
Dibandingkan tulang dewasa, tulang pada pediatrik secara signifikan mengandung densitas
osteid yang kurang padat, lebih porous karena kanal Haversian mengisi sebagian besar dari tulang
sehingga lebih banyak jalur kapiler yang menembus tulang, dengan konten mineral yang lebih
rendah. Adanya porositas yang tinggi dapat mencegah perluasan dari fraktur, sehingga
menurunkan insiden terjadinya fraktur kominutif pada anak-anak. Tingginya porositas juga
menyebabkan kemampuan bending tulang pediatrik lebih besar daripada tulang dewasa.
Kemampuan tulang untuk bending sebelum mengalami fraktur memberikan pola fraktur yang
berbeda pada pediatri. Selain itu, modulus elastisitas pada tulang pediatrik lebih rendah daripada
dewasa, yang memungkinkan tulang pediatrik mengabsorpsi lebih banyak energi sebelum
mengalami fraktur.2
Periosteum pada tulang anak-anak sangat tebal dan kuat. Hal ini menyebabkan garis fraktur
cenderung tidak meluas ke seluruh permukaan sirkumferensial tulang, sehingga sering dijumpai
adanya fraktur inkomplit. Lapisan periosteum yang tebal ini mengandung banyak pembuluh darah
pensuplai oksigen dan nutrisi bagi tulang, menyebabkan fraktur lebih cepat mengalami union.
Selain itu, periosteum yang tebal juga berfungsi dalam reduksi fraktur serta remodeling tulang
yang lebih baik daripada tulang dewasa.3,4
4
POLA FRAKTUR PADA ANAK-ANAK
Mekanisme fraktur berubah sesuai perkembangan usia anak-anak. Anak-anak yang berusia
lebih muda cenderung mengalami fraktur saat bermain dan jatuh dalam posisi lengan yang
ekstensi. Pada usia anak yang lebih tua, trauma sering terjadi saat berolah-raga, mengendarai
sepeda atau kendaraan bermotor. Karena ligamen pada anak-anak lebih kuat daripada dewasa,
energi akibat trauma yang biasanya hanya menyebabkan sprain pada dewasa, pada anak-anak
energi tersebut ditransmisikan ke tulang sehingga menyebabkan fraktur. Oleh sebab itu perlu
waspada saat mengevaluasi anak-anak berusia muda dengan sprain, apakah disertai fraktur atau
tidak. Pada masa pubertas, kekuatan otot semakin bertambah, sehingga mulai sering terjadi fraktur
avulsi akibat pengaruh kontraksi otot yang berorigo atau berinsersi pada tulang.4
5
Gambar 2: Plastic deformity. Radiograf menunjukkan bowing dari tulang ulna
disertai fraktur komplit pada tulang radius.2,6
Fraktur greenstick
Fraktur greenstick terjadi apabila terdapat energi yang cukup untuk menimbulkan fraktur,
tetapi energi tersebut tidak mencukupi untuk menyebabkan fraktur yang kompit. Akibatnya, terjadi
kerusakan korteks pada sisi tulang yang melengkung (konveks), dimana korteks pada sisi tulang
yang terkompresi (sisi yang konkaf) tersebut tetap intak. Fraktur ini dapat terjadi akibat dari adanya
tekanan longitudinal yang mengalami angulasi, yang mengenai tulang (contohnya pada trauma
indirek setelah jatuh dengan siku yang hiperekstensi) atau akibat tekanan yang tegak lurus dengan
tulang (misalnya benturan langsung). Umumnya fraktur greenstick terjadi pada diafisis, lokasi
yang pertumbuhannya lebih lambat daripada metafisis, sehingga penyembuhannya juga lebih
lambat daripada fraktur yang terjadi di metafisis. Gambaran radiografi menunjukkan adanya garis
fraktur inkomplit pada satu sisi tulang yang melengkung dan bagian yang intak pada sisi tulang
yang konkaf. Pada fraktur ini, kadangkala reduksi komplit dapat dilakukan melalui membuat
fraktur pada sisi yang konkaf.2,7
6
perbatasannya dengan diafisis.2 Gambaran radiografinya bisa berupa adanya deformitas ringan
ataupun buckling dari korteks, tanpa garis fraktur yang jelas.7 Fraktur ini lebih cepat menyembuh
(sekitar 3-4 minggu dengan imobilisasi sederhana) dibandingkan fraktur greenstick.
Tipe dan arah garis fraktur komplit sangat dipengaruhi oleh arah dari tekanan/jejas yang
diterima tulang. Fraktur spiral terjadi akibat dari twisting forces dan akan selalu memiliki ‘engsel’
berupa sebagian dari periosteum yang intak. Fraktur transversal timbul akibat angulasi, umumnya
juga memiliki ‘engsel’ periosteum yang intak di bagian yang mengalami kompresi. Fraktur oblik
disebabkan oleh axial overload yang bersamaan dengan tekanan vertikal. Pada fraktur oblik,
displacement dan stabilitas fraktur sangat tergantung pada keparahan kerusakan jaringan lunak,
terutama derajat robekan dan pengelupasan periosteum. Fraktur kupu-kupu (butterfly fracture)
terjadi akibat dari kombinasi axial loading dan angulasi, dan cukup jarang terjadi pada anak-anak.2
Gambar 5 : Fraktur komplit. (A) Fraktur transversal; (B,C) Fraktur spiral; (D) Fraktur oblik9
7
Trauma pada physis sangat umum terjadi pada anak-anak, sekitar 15-30% dari semua
trauma tulang. Meskipun terdapat berbagai klasifikasi trauma pada physis, klasifikasi Salter-Harris
(SH) merupakan sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan. Karena 90% trauma physis
dapat dimasukkan ke dalam lima tipe klasifikasi SH dengan menggunakan radiograf standar,
apabila dijumpai unclassifiable pattern, selanjutnya untuk menegakkan diagnosis diperlukan
imejing tambahan seperti radiografi proyeksi oblik, CT, MRI ataupun arthrogram. Semakin besar
derajat klasifikasinya, semakin buruk prognosisnya.
Salter-Harris tipe I
Merupakan fraktur transversal dari growth plate, terjadi sekitar 5-7% dari seluruh trauma
physis. Disini terjadi separasi epiphysis dari metaphysis, dengan bidang separasi yang horisontal
dan germinal cells tetap berada di epiphysis. Apabila terjadi robekan periosteum, dapat terjadi
displacement. Radiograf seringkali menunjukkan adanya pergeseran ringan dari epiphysis, atau
justru gambaran yang normal sehingga perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat. Apabila terjadi
displacement, umumnya mudah direduksi. Penanganan pada tipe ini sebagian besar berupa closed
reduction dan imobilisasi. Penyembuhannya cepat, sekitar 2-3 minggu pasca trauma, dengan
prognosis yang sangat baik karena tidak menyebabkan kerusakan pada growth plate.1
Salter-Harris tipe II
Adalah fraktur transveral melalui growth plate (berupa separasi horisontal seperti SH tipe
I) dan berlanjut sebagai fraktor oblik atau vertikal melalui metaphysis, membentuk fragmen
berbentuk segitiga. Tipe ini paling banyak dijumpai, sekitar 75% dari seluruh trauma physis.
Umumnya mudah direduksi dengan closed reduction dan imobilisasi, tetapi tidak selalu mudah
untuk mempertahankannya dengan cast. Kadangkala periosteum yang robek dapat terperangkap
di dalam lokasi fraktur, sehingga mengganggu reduksi fraktur.1,10
8
Gambar 7: Fraktur Salter-Harris tipe II. Tampak adanya fraktur pada physis yang meluas
ke metaphysis. Tidak ada perluasan fraktur ke intraartikuler.1,10
Gambar 8: Fraktur Salter-Harris tipe III. Tampak adanya fraktur pada physis yang
meluas ke epiphysis dan permukaan intraartikuler.1,11
Salter-Harris tipe V
Merupakan fraktur kompresi atau crushing dari growth plate. Jarang dijumpai (<1%) dan
sulit dideteksi pada radiograf. Tipe ini hampir selalu terdiagnosis secara retrospektif dimana telah
terjadi berhentinya pertumbuhan tulang yang abnormal, dan mempunyai prognosis yang paling
buruk dari tipe SH tipe I sampai SH tipe V.1,10,11
9
Gambar 10: Fraktur Salter-Harris tipe V. Crush injury pada physis, tampak
kerusakan sebagian dari physis. Berhentinya pertumbuhan tulang pada SH tipe V
selain karena kerusakan physis juga bisa akibat dari terbentuknya bone bridge.1,10
Jika terjadi fraktur yang minimal (occult) atau tidak terjadi displacement dari condylus
humeri, garis fraktur pada supracondylar sangat mungkin tidak terdeteksi pada radiograf, dan satu-
satunya tanda yang harus diperhatikan adalah positive fat-pad sign pada radiograf siku posisi
lateral. Tanda ini muncul karena distensi pada sendi akibat hemartrosis menyebabkan elevasi dari
fat-pad anterior dan fat-pad posterior menjadi terlihat. Pada kasus-kasus semacam ini, ada
kemungkinan fraktur hanya melibatkan komponen kartilaginosa yang imatur, sehingga MRI
dengan sekuens cartilage-sensitive dan marrow-sensitive diharapkan mampu memvisualisasikan
bagian yang mengalami fraktur dan derajat displacement-nya.13 Apabila terjadi displacement dari
condylus humeri ke arah dorsal, maka garis anterior humerus (anterior humeral line) tidak akan
melewati titik pusat di 1/3 tengah capitellum melainkan akan melewati sepertiga anterior atau
bahkan di anterior capitellum.12
10
Gambar 11: Fraktur Supracondylar Humeri Tipe Occult / Non-displaced. Tampak
gambaran fat pad sign tanpa disertai abnormalitas garis humeral anterior. Garis humeral
anterior memotong capitelum di 1/3 tengah capitelum.12
1. Gartland I: fraktur dengan displacement minimal, sulit dinilai dengan radiograf, dimana
satu-satunya petunjuk adalah fat-pad sign yang positif. Sebagian besar berupa fraktur
greenstick atau torus. Terapinya cukup dengan pemasangan cast.
2. Gartland II: fraktur dengan displacement tetapi korteks posterior humerus masih intak.
Tipe ini memerlukan closed reduction dan beberapa memerlukan fiksasi perkutaneus
apabila long-arm cast tidak cukup untuk mempertahankan reduksi.
3. Gartland III: Fraktur dengan displacement komplit, yang berisiko untuk mengalami
malunion serta gangguan neurovaskuler. Tipe ini memerlukan reduksi (closed reduction,
bila perlu open reduction). Stabilisasi dipertahankan dengan pinning.
11
Pada anak-anak, dislokasi sering terjadi dan bisa jadi sangat minimal. Untuk mendeteksi
adanya dislokasi pada siku, disini berperan garis radiocapitelar. Garis radiocapitelar adalah garis
yang ditarik mengikuti senter collum radius atau sumbu panjang radius, dimana pada kondisi
normal garis ini memotong senter capitellum, terlepas dari bagaimanapun posisi penderita, karena
radius selalu berartikulasi dengan capitellum.13 Pada dislokasi radius, garis radiocapitelar tidak
akan melewati senter capitelum.12
Gambar 13: Garis Radiocapitelar. (A,B) Pada proyeksi apapun dari sendi siku, garis
radiocapitelar yang normal selalu berpotongan dengan bagian senter dari capitelum.
(C) Pada dislokasi caput radius, garis radiocapitelar tidak berpotongan dengan bagian
senter dari capitelum. 12
Fraktur condylus lateralis humeri umumnya terjadi pada usia 4-10 tahun. Merupakan
fraktur terbanyak kedua pada humerus distal, yang terjadi akibat adanya tekanan varus pada siku
yang teregang. Fraktur condylus lateralis humeri cenderung tidak stabil dan mengalami
displacement akibat tarikan dari otot-otot ekstensores lengan bawah. Karena merupakan fraktur
intraartikuler, fraktur ini rentan untuk menjadi non-union akibat fraktur ‘tergenang’ di dalam
cairan sinovium.
12
Gambar 14: Fraktur Condylus Lateralis Humeri. (A) Enam pusat osifikasi normal pada
siku. (B) Frakur pada condylus lateralis humeri.12
Kalsifikasi yang digunakan pada fraktur condylus lateral humeri adalah klasifikasi Milch,
yang sesuai dengan klasifikasi SH-IV :
Kesulitan mendeteksi fraktur condylus lateralis humeri adalah bahwa fragmen fraktur
terutama merupakan komponen kartilaginosa. Garis fraktur yang melewati kartilago tidak akan
terdeteksi pada radiograf, sedangkan penanganannya sangat tergantung dari derajat displacement.
Penanganan fraktur tanpa displacement adalah dengan long arm cast, sedangkan fraktur dengan
displacement dan tidak stabil mengindikasikan dilakukannya open reduction. Disinilah peran MRI
dalam menunjukkan ekstensi fraktur yang berada di dalam komponen kartilago.12
Gambar 15: Fraktur condylus lateralis humeri pars kartilaginosa. (A) Skema menunjukkan
perluasan garis fraktur ke kartilago yang tidak dapat dideteksi oleh radiograf. (B) MRI mampu
mendeteksi garis fraktur pada condylus lateralis humeri sampai tepi lateral trochlea.12
Fraktur-dislokasi Monteggia
Dideskripsikan pertamakali oleh Giovanni Monteggia pada tahun 1814, jenis trauma ini
merupakan fraktur pada shaft ulna disertai dislokasi radiocapitellum, terjadi akibat jatuh dengan
lengan yang hiperekstensi. Fraktur pada shaft ulna yang dijumpai pada fraktur-dislokasi
Monteggia tidak selalu berupa fraktur komplit, melainkan bisa juga suatu plastic deformity. Untuk
mengetahui adanya plastic deformity pada shaft ulna dapat menggunakan prinsip bahwa sisi
posterior shaft ulna yang normal adalah lurus dari cranial ke caudal. Jika terjadi bowing, akan
dijumpai salah satu bagian dari shaft posterior ulna yang tidak segaris.13,15
13
Klasifikasi dari fraktur-dislokasi Monteggia adalah berdasarkan klasifikasi Bado, yang
dititikberatkan pada displacement komponen radius, terbagi menjadi 4 tipe :
1. Bado I : dislokasi anterior dari caput radius (tipe klasik), merupakan tipe yang terbanyak.
2. Bado II: dislokasi posterior dari caput radius.
3. Bado III: dislokasi lateral dari caput radius.
4. Bado IV : dislokasi anterior dari caput radius bersamaan dengan fraktur shaft ulna dan
radius proksimal.16
Gambar 16: Fraktur-dislokasi Monteggia. (A) Tampak fraktur shaft ulna disertai
dislokasi sendi radiocapitelar. (B) Tampak plastic deformity dari shaft ulna disertai
dislokasi sendi radiocapitelar.15,16
Fraktur-dislokasi Galleazi
Terdiri dari fraktur radius distal dengan dislokasi sendi radioulnar distal (DRUJ) dan ulna
yang intak, akibat jatuh dengan bertumpu pada tangan dengan siku yang fleksi. Ekuivalen Galeazzi
adalah fraktur distal radius dengan fraktur physis bagian distal ulna, tanpa disrupsi sendi DRUJ.
Adapun klasifikasinya adalah berdasarkan posisi radius distal sebagai berikut :
Apabila dijumpai pemendekan radius >10 mm, harus dicurigai terjadi disrupsi komplit dari
membran interosseus. Apabila fraktur radius berjarak <7,5 cm dari permukaan artikuler, insidens
14
instabilitas sendi radioulnar distal (DRUJ) sekitar 55%; apabila fraktur radius berjarak > 7,5 cm
dari permukaan artikuler, insidens instabilitas DRUJ hanya sekitar 6%. Umumnya fraktur-
dislokasi Galeazzi tidak stabil dan memerlukan operasi untuk mereduksi dan memfiksasi fraktur
radius, serta imobilisasi lengan dalam posisi pronasi. Pada fraktur ekuivalen Galeazzi, berhentinya
pertumbuhan physis ulna sering terjadi (sekitar 55% kasus).18
Gambar 18: Fraktur-dislokasi Galeazzi. (A) Skema dislokasi DRUJ, kearah volar dan ke
arah dorsal. (B) Radiograf pergelangan tangan proyeksi AP dan lateral menunjukkan fraktur
dari shaft radius dan ulna distal disertai dislokasi DRUJ.19,20
Fraktur Toddler
Merupakan fraktur non-displaced (umumnya pada tibia) yang dideskripsikan oleh Dunbar
(tahun 1964) , yang banyak terjadi pada anak-anak berusia 9 bulan sampai 3 tahun saat mereka
belajar berjalan. Istilah ini kadang digunakan juga untuk mendeskripsikan fraktur occult pada
ekstremitas inferior (misalnya fibula, cuboid, calcaneus) pada kelompok usia anak yang sama.
Tidak ada riwayat trauma yang spesifik. Secara klinis, anak menolak untuk berada pada posisi
menyangga tubuh dengan tungkainya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa fraktur spiral akibat
dari energi rotasional atau torsi termasuk dalam fraktur Toddler. Pada kasus-kasus yang dengan
radiograf posisi AP dan lateral kurang adekuat untuk menunjukkan garis fraktur, diperlukan
proyeksi oblik untuk mengidentifikasi garis fraktur spiral yang ada.21,22
15
Gambar 19: Fraktur Toddler. Tampak garis fraktur oblik pada shaft tibia. Tidak tmapak
displacement pada fraktur ini karena periosteum yang kuat mencegah terjadinya
displacement.21
Magnetic resonance imaging (MRI) berguna jika dijumpai gambaran radiograf yang
meragukan, yang dengan temuan MRI dapat mengubah protokol penanganan fraktur. Selain itu,
MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya bone bruise, bony bar serta kerusakan pada
physis.12,21
16
penghalusan dan seolah-olah dibentuk kembali menyerupai tulang saat sebelum mengalami
fraktur. Epiphysis secara bertahap mengalami realignment dan sisa-sisa angulasi mengalami
koreksi secara perlahan.23
Pada perkembangan tulang yang normal, remodeling tulang secara konvensional mengacu
pada disingkirkannya jaringan tulang terkalsifikasi oleh osteoklas. Tetapi dalam konteks
penyembuhan tulang, terjadi dua fase katabolisme jaringan yaitu disingkirkannya soft callus
kartilaginosa awal yang diikuti oleh remodeling dari bony callus yang keras.24
Proses penyembuhan fraktur pada anak-anak secara prinsip tidak berbeda dengan dewasa.
Perbedaannya adalah proses penyembuhan fraktur pada anak-anak sudah dimulai sejak terjadinya
fraktur, dimana pada dewasa proses ini masih harus dibangkitkan terlebih dahulu sehingga waktu
penyembuhan fraktur pada dewasa juga lebih lama. Pada anak-anak diperlukan pembentukan kalus
yang minimal untuk mencapai stabilitas secara klinis. Hematoma subperiosteal yang terjadi pada
fraktur anak-anak lebih banyak daripada dewasa, yang bersama-sama dengan periosteum yang
kuat, akan menyebabkan pembentukan kalus yang lebih cepat daripada dewasa. Non-union sangat
jarang terjadi pada fraktur anak-anak, kalaupun ada, seringkali terkait dengan adanya penyakit lain
yang mendasari. Pada saat fraktur menyembuh, tulang anak-anak yang sedang tumbuh dapat
mengkoreksi ‘kesalahan’ dari alignment fraktur ataupun angulasi, sehingga pada akhirnya tulang
yang mengalami fraktur tersebut akan kembali seperti pada saat sebelum fraktur.24,25
RANGKUMAN
Dengan keunikan karakteristiknya, tulang anak-anak memiliki pola fraktur maupun proses
penyembuhan fraktur yang berbeda dengan orang dewasa. Pada sebagian besar kasus, fraktur dan
dislokasi pada tulang anak-anak dapat dideteksi oleh radiograf, tetapi apabila radiograf belum
dapat mengidentifikasi ada tidaknya fraktur atau belum dapat menentukan ekstensi fraktur, maka
disinilah peran dari modalitas imejing lainnya.
REFERENSI
1. The Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia. Physeal Plate Injury. [cited
2016 March 25]. Available from: URL: http://www.rch.org.au/fracture-
education/growth_plate_injuries/Physeal_growth_plate_injuries/
2. The Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia. Biomechanical Differences
between Adult and Child. [cited 2016 March 26]. Available from: URL:
http://www.rch.org.au/fracture-
education/biomechanics/Biomechanical_differences_between_adult_and_child/
3. Staheli LT. Fundamentals of Pediatric Orthopedics. 3rd ed. Philadelphia, Pa:
Lippincott-Raven Publishers; 2003.
4. Thompson GH, Scoles PV. In: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AR, eds. 2000.
Common Fractures. Nelson’s Textbook of Pediatrics. 16th ed. Philadelphia, WB
Saunders Co. Pp: 2095–2097.
17
5. Learning Radiology. Plastic Deformation Fractures. [cited 2016 March 28]. Available
from: URL: http://learningradiology.com/archives2008/COW%20319-
Plastic%20Bowing/plasticbowcorrect.htm
6. University of Virginia. 2013. Plastic Bowing Fracture. [cited 2016, March 25].
Available from: URL: https://www.med-
ed.virginia.edu/courses/rad/ext/2elbow/27.html
7. Weerakkody Y. Greenstick Fracture. [cited 2016, March 25]. Available from: URL:
http://radiopaedia.org/articles/greensick-fracture
8. Smithuis R. 2008. Wrist Fractures. [cited 2016 March 25]. Available from: URL:
http://www.radiologyassistant.nl/en/p476a23436683b/wrist-fractures.html
9. Radiology Assignment. [cited 2016, March 25]. Available from: URL:
https://www.pinterest.com/watyalik/radiology-assignment/
10. Smithuis R. 2012. Ankle-Special Fracture Cases. [cited 2016 March 25].
http://www.radiologyassistant.nl/en/p50335f3cb7dc9/ankle-special-fracture-
cases.html
11. Yamamoto LG, Chung SMK, Inaba AS, et al. Salter-Harris. Radiology Cases in
Pediatric Emergency Medicine, volume 1, case 18. [cited 2016 March 26]. Available
from: URL: https://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pemxray/v1c18.html
12. Smithuis R. 2008. Elbow-Fractures in Children. [cited 2016 March 9]. Available
from: URL: http://www.radiologyassistant.nl/en/p4214416a75d87/elbow-fractures-
in-children.html
13. Grayson DE. 2005. The Elbow: Radiographics Imaging Pearls and Pitfall. Semin
Roentgenol. 40(3): 223-47.
14. Gaillard F. Supracondylar Fracture (Classification). [cited 2016 March 9]. Available
from : URL: http://radiopaedia.org/articles/supracondylar-fracture-classification-1
15. Weerakody Y, Gaillard F. Monteggia Fracture-Dislocation. [cited 2016 March 28].
Available from: URL: http://radiopaedia.org/articles/monteggia-fracture-dislocation
16. Knipe H, Gaillard F. Monteggia Fracture-Dislocation: Bado Classification.[cited
2016 March 28]. Available from: URL: http://radiopaedia.org/articles/monteggia-
fracture-dislocations-bado-classification
17. The Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia. Monteggia fracture-dislocations
- Emergency Department. [cited 2016 March 25]. Available from: URL:
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/fractures/Monteggia_fracturedisl
ocations_Emergency_Department_setting/
18. Morgan MA, Gaillard F. Galeazzi Fracture-Dislocation. [cited 2016 March 28].
Available from: URL: http://radiopaedia.org/articles/galeazzi-fracture-dislocation
19. Yoon R, Souder C. 2015. Galeazzi Fracture – Pediatric. [cited 2016 March 28].
http://www.orthobullets.com/pediatrics/4016/galeazzi-fracture--pediatric
20. The Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia. Galeazzi Fracture-Dislocation.
[cited 2016 March 28]. Available from: URL:
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/fractures/Galeazzi_fracturedislo
cations_Emergency_Department_setting/
21. Hussain HM, Barnes CE. 2007. Pediatric skeletal trauma-Plain film to MRI. Applied
Radiology 36(8):24-33.
22. Luijkx T, Guillard F. Toddler Fracture. [cited 2016 March 31]. Available from : URL:
http://radiopaedia.org/articles/toddler-fracture
18
23. The Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia. Fracture Healing. [cited 2016
March 31]. Available from: URL: http://www.rch.org.au/fracture-
education/fracture_healing/
24. Schindeler A, McDonald MM, Littlea DG. 2008. Bone Remodeling During Fracture
Repair: The Cellular Picture. Seminars in Cell & Developmental Biology 19 (Issue 5):
459–466.
25. Lindaman LM. 2001. Bone Healing in Children. Clin Podiatr Med Surg. 18(1):97-108.
19