BBDM KELOMPOK 15
DISUSUN OLEH
22010118130177
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
BBDM MODUL 6.2 SKENARIO 1
Seorang Ibu memeriksakan bayi perempuannya yang berusia 18 bulan berat badan 10
kg , dengan keluhan diare dan nyeri perut setiap hendak BAB.Diare sejak 3 hari yang lalu,
frekuensi 5x dalam 24 jam, konsistensi cair berampas, ada lendir, ada darah, tidak ada
muntah sebelumnya. Anak demam 38,7 C, onset demam bersamaan dengan diare.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan mata cowong, mukosa mulut kering, anak tampak
rewel. Pada anus didapatkan ruam. Hasil pemeriksaan penunjang Hb 13 gr/dl Ht 36.8 %
Leukosit 27.800 /mm3, Trombosit 556.000 U/L. Feces rutin : leukosit 45/LPB, Eritrosit
penuh/LPB, bakteri +3, Kista amoeba (+). Anak lahir spontan cukup bulan ditolong bidan
langsung menangis. Anak saat ini minum formula, ASI tidak diberikan sejak umur 2 bulan.
Ibu menceritakan kalau botol susu dicuci dengan cara direndam meggunakan air hangat
I. TERMINOLOGI
1. Mata cowong
Mata cowong merupakan salah satu tanda dehidrasi sedang sampai berat.
Apabila terjadi dehidrasi maka proses metabolisme terganggu dan dapat
memerperlihatkan gejala, salah satunya mata cowong. Mata yang tampak
cekung karena penurunan vitreus humor. Merupakan tanda dehidrasi ringan
sampai sedang.
2. Kista amoeba
Bentuk amoeba dalam fase proliferatif atau inaktif yang menandakan bahwa
ada infeksi amoeba dalam sistem pencernaan. Setelah berada dlm lingkungan
yg cocok-> pecah/ekskistasi-> mengeluarkan trofozoit-> patologi. Positif bila
ditemukan kista amoeba dalam feses segar. Merupakan stadium diagnosis dan
stadium infektif.
3. Ruam
Bercak kemerahan pada kulit yg merupakan tanda inflamasi akibat iritan dan
dapat disertai gatal. Muncul disekitar anus kemungkinan ada luka kecil. Ruam
anus sering ditemukan pada anak.
4. Diare
Kondisi dimana konsistensi feses cair-lembek, dan frekuensinya lebih sering,
>1x/hari. Dibedakan menjadi 2 jenis, watery dan bloody. Bisa diesabkan
makanan yang dikonsumsi tercemar bakteri, parasit.
Penyebabnya dapat dibedakan berdasarkan waktunya.
- Diare akut, yang berlangsung kurang dari 14 hari
- Diare kronik, gejala dan tanda sudah berlangsung > 2minggu
- Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya
- Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus
Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi air feses secara tiba-
tiba > 10 ml/kgbb. Frekuensi >3x dalam 2 jam.
5. Pemeriksaan feses
Serangkaian tes pada feses untuk mendiagnosis beberapa penyakit.
Makroskopis(konsistensi), mikroskopis( leukosit). Indikasi: lendir, darah
dalam tinja, penyakit pencernaa.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa bayi tampak mata cowong dan mukosa kering?
2. Bagaimana interpretasi berat bdan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pada kasus diatas?
3. Apakah diare pada skenario normal? Mengapa diare bisa terjadi?
4. Hubungan antara riwayat persalinan dan riwayat pemberian asi dengan kondisi
saat ini?
5. Apakah ada hubungan anatar pemberian susu formula dan cara pembersihan
botol susu dengan kondisi saat ini?
6. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus diatas?
III. BRAINSTORMING
1. Kondisi tersebut termasuk dehidrasi sedang karena terdapat tanda seperti
rewel, mukosa kering, dan mata cowong/cekung. Sering terjadi karena
pengeluaran cairan berlebih. Anak usia 1-5 tahun, mata cwong menjadi tanda
dehidrasi sedang-parah. Bisa dehidrasi karena malas minum, sehingga bisa
segera diberi cairan.
2. BB: normal
HB: normal
Ht: normal
Leukosit: meningkat > 16000-17000
Trombosit: normla
Bentuk feses: abnormal (normalnya lunak dan berbentuk)
Darah dan lendir abnormal karena luka saluran cerna
Leukosit meningkat karena infeksi
Eritrosit feses: abnormal (normalnya tidak ada)
Bakteri +3 : abnormal (+3 tidak bermakna diagnostik)
Kista + : abnormal (normalnya tidak ada kista)
Fisik:
Dehidrasi ringan: mata cowong (sunken eyes), mkosa kering, rewel
Ruam pada anus: sering defekasi dan akibat kandungan feses yg banyak asam
dari asam laktat yang dapat mengiritasi kulit. Bisa juga disebabkan keadaan
pantat yang lembab. Faktor mekanik juga dapat memperparah ruam
Rewel: dehidrasi berat sehingga bayi menunjukkan ketidaknyamanannya. Air
mata tidak keluar karena dehidrasi berat.
Demam + (ada benda asing> infeksi)
3. Diare tidak normal karena disertai darah dan lendir. Adanya demim menjadi
indikasi infeksi.
1. Menghasilkan toksin (enterotoksigenik)
2. Merusak mukosa usus (enterovasif)
- Feces berdarah karena invasi mikroorganisme ke sel epitel mukosa usus yg
dan infiltrasi sel radang yg membuat nekrosis sel epitel mukosa
- Feces lendir dan lembek karena adanya hipersekresi cairan d usus karena
peningkatan cAMP akibat toksin mikroorganisme.
Toksin dari infeksi pada dinding usus menyebabkan eksresi air dan elektrolit
meningkat. Nyeri diakibatkan oleh invasi parasite ke epitel usus dan
membentuk ulserasi. Invasi dapat meluas ke hepar sehingga nyeri.
6. Disentri amoeba
IV. SKEMA
V. SASARAN BELAJAR
1. Definisi, etiologi, dan faktor resiko disentri
2. Patofisiologi disentri
3. Diagnosis banding
4. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemefriksaan penunjang disentri
5. Tatalaksana farmakologi dan non farmakologi disentri
6. Edukasi pencegahan disentri
3. Diagnosis banding
Diagnosis banding disentri tergantung pada klinis dan lingkungan. Pada negara
berkembang, diare infeksius biasa disebabkan invasi bakteri pathogen seperti Salmonella
enteritidis, Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, (Yersinia enterocolitica) atau
parasite (Entamoeba histolytica). Dalam mendiagnosis shigellosis harus dipertimbangkan
secara matang dengan ditambahkan pemeriksaan penunjang berupa bakteriologis dan
parasitologis feses. Inflammatory bowel disease, seperti Crohn’s disease atau colitis
ulseratif harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding shigellosis di negara industry,
karena memiliki kemiripan gejala, dan hanya dibedakan melalui anamnesis yaitu adalah
riwayat bepergian ke daerah endemic.
Amebiasis intestinal kadang sukar dibedakan dari irritable bowel syndrome (IBS),
diverticulitis, enteritis regional, dan hemoroid interna, sedangkan disentri (shigellosis)
basilar sukar dibedakan dengan colitis ulserosa, dan skistosomiasis (terutama didaerah
endemis).
Diagnosis banding lainnya adalah :
Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus
sehingga menyebabkan kematian sel dan menimbulkan respon radang yang cepat
(secara klinis dikenal sebagai kolitis). Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas
sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare
sendiri atau dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa
hari menjadi berdarah (kolitis hemoragik). Meskipun gambarannya sama
dengan Shigelosis yang membedakan adalah terjadinya demam yang
merupakan manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan
sindrom hemolitik uremik.
2. Pemeriksaan Fisik
Inpeksi
Terlihat normal karena secara umum tidak terlihat kelaian pada regio abdomen
pada saat pengamatan.
Palpasi
Turgor menururn karena dehidrasi
Perkusi
Hipertimpani menunjukkan indikasi adanya udara bebas yang derdapat didalam
rongga usus. Udara bisa karena hasil respirasi anaerob bakteri.
Auskultasi
Hiperperistaltik disebabkan karen adanya radang dan obastruksi pada usus
Adanya reaksi radang di dalam usus menyebabkan mukosa usus rusak sehingga
mengganggu proses absorbsi air dan nutrisi sehingga air susah diserah pada
akhirnya akan mengalami hiperperistaltik.
Nyeri tekan lepas Mc Burney
Negatif karena tidak ada indikasi apendisitis
3. Pemeriksaan Penunjang
Disentri Basiler
Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan tinja dilakukan secara langsung terhadap kuman penyebab
serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk tujuan menemukan carrier
diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil
shigela mudah mati.
Aglutinasi.
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum
pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada
pengenceran 1/50.
Sigmoidoskopi.
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut
Endoskopi
Gambaran pemeriksaan ini memperlihatkan mukosa hemoragik yang
terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian
besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di
segmen proksimal usus besar
Enzim immunoassay.
Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita
yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Disentri Amuba
1. Pemeriksaan Feses
Sampel feses yang diambil merupakan feses segar dan idealnya diambil 3 kali
pada 3 hari yang berbeda tetapi tidak lebih dari 10 hari. Pemeriksaan tinja pada
disentri ameba biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Pengambilan
sampel tinja sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Apabila
direncanakan akan dibuat foto kolon dengan barium enema, pemeriksaan tinja harus
dikerjakan sebelumnya atau minimal 3 hari sesudahnya. Dengan sediaan langsung
tampak kista berbentuk bulat, berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-
badan kromatoid yang berbentuk batang, dengan ujung tumpul, sedang inti tidak
tampak. Untuk dapat melihat intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol. Sebaliknya
badan-badan kromatoid tidak tampak pada sediaan dengan lugol ini. Bila jumlah kista
sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan dengan metoda konsentrasi yaitu dengan larutan
seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat, kista akan terapung di
permukaan, sedang dengan larutan eterformalin kista akan mengendap.
Apabila pemeriksaan tinja ditunda untuk beberapa jam, maka tinja dapat
disimpan di lemari pendingin (4°C) atau dicampur di dalam larutan polivinil alkohol.
Pada sediaan langsung juga dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif, jika
tinja berdarah, akan nampak ameba dengan eritrosit di dalamnya. Bentuk inti akan
nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Untuk membedakan dengan
leukosit (makrofag), perlu dibuat sediaan dengan cat supravital, misalnya buf-fered
methylene blue.
Secara umum, sensitivitas pemeriksaan dengan mikroskop hanya 60%.
Pemeriksaan feses dengan mikroskop dapat menunjukkan trofozoit atau kista, namun
tidak dapat membedakan antara E.histolytica dengan spesies Entamoeba non
patogenik yang lain seperti E. dispar, E. moshkovskii, dan E. bangladeshi. Selain itu,
hasil positif palsu sering ditemukan akibat salah identifikasi makrofag sebagai
trofozoit atau sel polimorfonukleus sebagai kista. Kista memiliki 4 nukelus dan
berdiameter 12 – 15 μm, sementara trofozoit memiliki satu nukleus dan berdiameter
15 – 20 μm. Pasien asimtomatik biasanya menunjukkan gambaran trofozoit saja,
namun pasien dengan disentri akut dapat menunjukkan trofozoit dengan eritrosit di
dalamnya.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi biasanya digunakan pada kasus amebiasis hepar.
Pemeriksaan ultrasonografi hepar dapat menemukan adanya area hipoekoik tunggal
atau multipel dengan tepi bulat. Pemeriksaan ini memiliki nilai prediktif positif 85-
100%. Pemeriksaan CT dan MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi abses yang
berkuruan kecil dan menghasilkan gambaran yang lebih baik. Pemeriksaan CT
dengan kontras memiliki nilai prediksi positif sampai 95%. Gambaran yang muncul
biasanya berupa massa soliter atau multipel dan sering kali ditemukan pada lobus
kanan. Pemeriksaan dengan gallium dapat membedakan antara abses amebik dengan
abses bakterial. Abses amebik biasanya tampak berwarna biru pada hasil scan (cold
spot) sementara abses bakterial berwarna merah (hot spot).
3. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin biasanya menunjukkan leukositosis dengan
neutrofilia tetapi tanpa eosinofilia. Juga ditemukan anemia ringan, dan peningkatan
kadar alkalin fosfatase, alanin aminotransferase, bilirubin, serta laju endap darah.
Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati
amebik dan epidemiologis. Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan
(invasif). Oleh karena itu uji ini akan.positif pada pasien abses hati dan disentri
ameba, dan negatif pada earner. Hasil uji serologi positif belum tentu menderita
amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis. Indirect fluores-cent
antibody (IFA) dan enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji
yang paling sensitif.
5. Pemeriksaan Kolonoskopi
Kolonoskopi pada kolitis amebik dapat menunjukkan adanya lesi pada sekum, lesi
multipel, eksudat, atau erosi. Temuan ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang
berbeda-beda. Lesi multipel memiliki sensitivitas paling tinggi yaitu 96% sedangkan
adanya eksudat memiliki spesifisitas tertinggi yaitu 74%.
Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi berguna untuk
membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada
pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Pemeriksaan ini tidak berguna untuk
carrier.
Disentri amuba
Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari
selama 20 hari.
Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5
hari.
Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga kali
sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga kali
sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan
500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
Terapi dehidrasi
6. Edukasi pencegahan disentri
Konseling dan Edukasi :
Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan dan
diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak
terkontaminasi serta penggunaan jamban yang bersih
Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB
kurang dari 5x/sehari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Untuk pencegahan disentri amuba yaitu makanan, minuman dan keadaan lingkungan
hidup yang memenuhi syarat kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit
yang sangat penting. Air minum sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan binasa
bila air dipanaskan 50°C selama 5 menit. Pemberian klor dalam jumlah yang biasa
digunakan dalam proses pembuatan air bersih, ternyata tidak dapat membinasakan
kista. Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier
dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan
makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian
kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah endemis tidak
dianjurkan. Pengobatan massal secara berkala dengan metronidazole dan dilosanid
furoat hanya dikerjakan dalam keadaan tertentu.
Untuk pencegahan disentri basiler yaitu dengan memperbaiki sistem sanitasi dan
peningkatan penyediaan air bersih sangat penting untuk mencegah penyebaran
bakteri, selain cuci tangan. Cuci tangan setelah defekasi atau membersihkan feses
anak, serta sebelum mengolah/menyajikan makanan sangat dianjurkan.
Edukasi (pada orang tua) :
a. Diare ataupun disentri dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera ditangani
setelah muncul komplikasi
b. Orang tua diberi edukasi mengenai tanda dan gejala dehidrasi
c. Diberi edukasi mengenai cara membuat cairan rehidrasi oral di rumah
d. Anak tetap diberi nutrisi yang cukup
Edukasi MPASI
Edukasi sterilisasi botol
Setelah botol dicuci, proses sterilisasi bisa dilakukan. Ada 3 cara umum yang dapat
dipilih untuk mensterilisasi botol susu, yaitu:
1. Sterilisasi botol susu dengan steamer botol susu
Sterilisasi botol susu dengan menggunakan mesin penguap ini merupakan cara yang
paling praktis dan cepat. Mesin ini bekerja dengan cara menciptakan uap panas bersuhu
tinggi yang mampu menghilangkan kuman di dalam botol. Proses sterilisasi dengan
menggunakan mesin ini hanya memakan waktu sekitar 8-12 menit.
Kelebihan lain yang bisa Anda dapat adalah kebersihan botol yang mampu bertahan
hingga 6 jam selama botol tersebut disimpan di dalam mesin atau wadah steril yang
tertutup. Hanya saja, untuk mendapat kemudahan dan kelebihan itu, tentu Anda perlu
mengeluarkan biaya ekstra untuk membelinya.
Saat menggunakan mesin penguap atau steamer botol susu ini, ikuti instruksi yang
tertera pada kemasan mesin. Pastikan Anda menempatkan bagian-bagian botol
menghadap ke bawah dan hindari memasukkan perlengkapan yang tidak aman untuk
disterilkan, seperti pompa ASI.
2. Sterilisasi botol susu dengan microwave
Cara ini dilakukan hanya dengan memasukkan botol, dot, serta tutup botol yang sudah
dicuci ke dalam microwave, kemudian nyalakan microwave pada suhu tinggi dan atur
pemanasan untuk 1-2 menit.
Sebelum menggunakan mirowave untuk mensterilkan botol susu bayi,
pastikan microwave berada dalam keadaan bersih, tidak berbau, dan tidak terdapat sisa
makanan di dalamnya.
3. Merebus botol
Anda tidak perlu khawatir jika tidak memiliki mesin penguap botol susu
atau microwave, sebab sterilisasi botol susu bayi juga bisa dilakukan hanya dengan
merebusnya. Caranya, cukup dengan merebus air hingga mendidih atau bersuhu
minimal 80 derajat Celsius, lalu rebus botol bayi selama kurang lebih 5 menit. Setelah
itu, angkat botol menggunakan tong atau penjepit makanan, lalu letakkan botol di
tempat yang bersih dan diamkan hingga kering. Meskipun praktis dan murah,
mensterilkan botol susu bayi dengan cara merebusnya dapat membuat dot botol bayi
mudah rusak. Oleh karena itu, buang dan ganti dot atau bagian botol lain jika ada retak
atau kerusakan.