Anda di halaman 1dari 16

Pancasila dan Kewarganegaraa

Konstitusi dan UUD 1945


Tunggul Anshari, SH., M.Hum
Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Brawijaya

1. Pokok Bahasan: Konstitusi dan UUD 1945 Pokok


2. Deskripsi:
Bahasan V:
Dalam perkuliahan ini Anda akan mempelajari
pengertian, definisi dan fungsi konstitusi dan UUD 1945. Pertemuan
Pada tahapan selanjutnya akan memahami mekanisme Ke-7, 8
pembuatan UUD 1945 serta amandemannya. Pada
tahap akhir kuliah ini akan dilakukan diskusi tentang
lembaga rule ofe law baik mengenai fungsi, wewenang
dan persoalan yang kini mengitarinya, di antaranya
persoalan keadilan.

3. Tujuan Instruksional Khusus:


a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan 4
pengertian konstitusi, hakikat dan tujuan konstitusi
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
dinamika perjalanan konstitusi (UUD 1945)
c. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan
penegakan hukum yang adil bagi bangsa Indenesia

4. Isi Pokok Bahasan:


A. Pendahuluan
Banyak kasus yang menyadarkan kita untuk
mempelajari konstitusi dan rule of law atau penegakan
hukum, karena terkait dengan aturan bagaimana
kehidupan bermasyarakat dan bernegara diatur.
Contohnya, kasus berhentinya Presiden Soeharto pada
tahun 1998, serta kasus diberhentikannya Presiden
Abdurrahman Wahid. Menurut ketentuan UUD 1945,
sebelum menjabat presiden, maka calon presiden
mengucapkan sumpah di hadapan MPR. Namun
demikian, pada tahun 1998 MPR tidak dapat bersidang,
sehingga sumpah presiden dilakukan di Istana Presiden
di hadapan Ketua MA dan disaksikan pimpinan DPR-
MPR. Peristiwa tersebut tidak diatur dalam UUD 1945.
Belajar dari pengalaman tersebut, maka MPR periode
1999-2004 mengadakan amandemen Pasal 9.
Di samping itu, pelbagai persoalan hukum juga
menjerat negara ini, dari kasus korupsi hingga
pencurian sandal jepit. Rule of Law seakan tidak
berdaya ketika berhadapan dengan kekuasaan. Oleh
karena itulah, kedaulatan hukum harus ditegakkan
dengan merevitalisasi peran lembaga hukum.
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

B. Arti penting dan pengertian konstitusi


Tidak ada suatu negara pun di dunia ini sekarang yang tidak mempunyai
konstitusi atau Undang-Undang dasar, karena negara dan konstitusi
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Ditetapkannya Undang-Undang dasar atau Konstitusi kemudian setelah
adanya negara tidak berarti dapat dipisahkannya kedua hal tersebut.
Sepanjang sejarah perkembangan hadirnya sebuah bangsa, konstitusi
adalah bagian yang inhern dari system ketatanegaraan bangsa-bangsa di
dunia. Kehadiran konstitusi merupakan condition sine qua non (syarat mutlak)
bagi sebuah negara. Konstitusi tidak saja memberikan gambaran dan
penjelasan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara, lebih dari itu di
dalamnya ditemukan relational dan kedudukan hak dan kewajiban warga
negara. Konstitusi merupakan social contact antara yang diperintah (rakyat)
dengan yang memerintah (penguasa, pemerintah). Oleh karena itu tidak salah
jika Aristoteles mengatakan bahwa perundangan terbaik yang disetujui oleh
warga tidak akan banyak berarti, jika tidak dilandaskan secara efektif pada
prinsip dasar konstitusi.
Istilah konstitusi berasal dari kata “constituion” (Inggris), “constitutie”
(Belanda), “droit constitutionnel” (Perancis), “constitutio” (Latin), yang dalam
bahasa Jerman disebut “verfassung”. Istilah konstitusi tersebut berasal dari
bahasa Perancis dari kata “constituer” yang berarti membentuk, jadi konstitusi
berarti pembentukan. Dalam hal ini yang dibentuk adalah suatu negara.
Disamping itu terdapat istilah lain dari konstitusi, yaitu Undang Undang Dasar
(UUD) yang merupakan terjemahan dari Grondwet (Belanda), Gerunddgezetz
(Jerman), Loi Constitutionel (Perancis). Dalam praktek, pengertian konstitusi
diartikan lebih luas dari Undang Undang Dasar, tetapi juga ada yang
menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang Undang Dasar.
Diantara sarjana yang mengartikan konstitusi lebih luas dari Undang
Undang Dasar, diantaranya adalah :
L.J. Van Apeldorn membedakan secara jelas pengertian konstitusi dengan
Undang Undang Dasar, menurut beliau Undang Undang Dasar (Grondwet)
adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi (constitutie)
memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.
Ferdinand Lasalle, dalam bukunya “Uber Verfassungswessen” membagi
konstitusi dalam 2 (dua) pengertian, yaitu :
1. Pengertian sosiologis dan politis (sosciologische atau politische
begrip).Konstitusi dilihat sebagai sintesis antara faktor-faktor kekuatan politik
yang nyata dalam masyarakat (de reele machtfactoren), yaitu misalnya raja,
parlemen, kabinet kelompok-kelompok penekan (preassure groups), partai
politik, dan sebagainya. Dinamika hubungan diantara kekuatan-kekuatan
politik yang nyata itulah sebenarnya apa yang dipahami sebagai konstitusi;
2. Pengertian yuridis (yuridische begrip), Konstitusi dilihat sebagai suatu
naskah hukum yang memuat ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan
sendi-sendi pemerintahan negara.
Pemikiran Ferdinand Lasalle ini banyak dipengaruhi oleh aliran kodifikasi,
sehingga sangat menekan pentingnya pengertian yuridis mengenai konstitusi.
Dalam perkembangannya, konstitusi diberi makna sama dengan Undang
Undang Dasar, karena dalam prakteknya hampir semua negara mempunyai
Undang Undang Dasar kecuali Inggris. Dalam hal ini C.F. Strong
mendefinisikan konsitusi sebagai berikut : “Constitution is collection of
principles according to wich the power of the government, the rights of the
governed, and the relations between the two are adjusted” Konstitusi
merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan

Page 2 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

pemerintahan, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan


diantara keduanya.
Dalam hal ini, konstitusi menurut C.F. Strong, bisa berupa catatan
tertulis, konstitusi dapat ditemukan dalam bentuk dokumen yang bisa diubah
atau diamandemen menurut kebutuhan dan perkembangan jaman, atau
konstitusi dapat berwujud sekumpulan hukum terpisah dan memiliki otoritas
khusus sebagai hukum konstitusi. Pengertian konstitusi menurut C.F. Strong
ini merupakan pengertian yang luas, karena sebuah konstitusi tidak cukup
hanya mengatur fungsi dan kewenangan kerangka masyarakat politik
(negara) termasuk didalamnya alat-alat kelengkapan negara yang diatur
secara hukum, tetapi juga harus mengatur hak-hak rakyat yang diperintah
dan hubungan keduanya.
Sedangkan Sri Soemantri, menyatakan bahwa pada umumnya Undang
Undang Dasar atau konstitusi berisikan 3 (tiga) hal pokok, yaitu :
Pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak azasi manusia dan
warganya; Kedua, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental; Ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas
ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental;
Dengan demikian apa yang diatur dalam setiap konstitusi merupakan
penjabaran dari ketiga masalah pokok tersebut. Namun secara umum dalam
setiap konstitusi itu mengatur tentang pembagian dan pembatasan kekuasaan
dalam negara, perlindungan hak asasi manusia dan hubungan antara
penguasa dan yang di kuasai (rakyat).

C. Sejarah Lahirnya Konstitusi


Dilihat dari sejarahnya, lahirnya konstitusi berawal dari munculnya
paham konstitusionalisme, yaitu sebuah paham mengenai pembatasan
kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.

Dari catatan sejarah klasik awal mula gagasan konstitusionalisme


diekspresikan oleh umat manusia melalui pengertian dalam bahasa Yunani
kuno apa yang disebut dengan “Politeia” dan perkataan bahasa Latin
“constitutio” yang juga berkaitan dengan kata “jus”. Jika kedua istilah tersebut
dibandingkan, dapat dikatakan bahwa yang paling tua usiannya adalah kata
“politeia” yang berasal dari kebudayaan Yunani.

Dalam kebudayaan Yunani, Aristoteles membedakan istilah “politeia” dan


“nomoi”. Politeia diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi diartikan
sebagai undang-undang. Politeia mengandung kekuasaan tertinggi dibanding
nomoi.

Aristoteles membedakan antara konstitusi benar (right constitution) dan


konstitusi salah (wrong constitution), karena menurutnya tujuan tertinggi dari
negara adalah a good life, dan hal ini merupakan kepentingan bersama
seluruh warga masyarakat. Jika konstitusi diarahkan untuk tujuan
mewujudkan kepentingan bersama, maka kostitusinya disebut konstitusi yang
baik, tetapi jika sebaliknya maka konstitusi tersebut merupakan konstitusi
yang salah. Karena itu menurut Aristoteles, klarifikasi konstitusi tergantung
pada : the ends pursueds by states, and the kind of authority exercised by
their government.

Bagi bangsa Yunani, negara merupakan seluruh pola pergaulannya, yaitu


sebuah kota tempat terpenuhinya semua kebutuhan secara materi dan
spiritual. Aristoteles, memahami segala yang digunakannya sebagai segala

Page 3 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

sesuatu yang diartikan sebagai istilah negara, masyarakat, organisasi


ekonomi, an bahkan agama. Bagi Aristoteles, negara bukanlah ikatan spiritual,
bukan alat kelengkapan pemerintahan belaka, keberadaan negara tidak
semata-mata untuk memungkinkan adanya kehidupan, tetapi untuk membuat
kehidupan bisa berjalan dengan baik.

Para filosof Yunani cenderung melihat hukum sebagai bagian atau satu
aspek saja dalam pembicaraan mereka tentang negara. Hal ini tergambar
dalam buku Aristoteles yang berjudul “Retorica” yang menyebut istilah
“common law” dalam arti “the natural law” yang tidak lebih daripada stu
pengertian dari negara hukum. Karena itulah pemahaman konstitusi pada
masa itu tidak lebih hanyalah merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta
adat kebiasaan semata-mata, dan konstitusi pada masa itu hanya diartikan
secara materiil, karena konstitusi belum diletakkan dalam suatu naskah
tertulis.

Pada jaman Romawi Kuno (Imperium Romawi), peranan konstitusinya


dapat diperbandingkan dengan konstitusi Inggris dalam dunia modern.
Konstitusi Romawi terdiri dari sekumpulan preseden yang dibawah dalam
ingatan seseorang atau tercatat secara tertulis, kumpulan keputusan
pengacara atau negarawan, kumpulan adat istiadat, kebiasaan, dan keyakinan
yang berhubungan dengan metode pemerintahan meskipun konstitusi ini tidak
ditemukan dalam bentuk tertulis.

Pada jaman Romawi Kuno ini, perkembangan konstitusi mengalami


perubahan yang revolusioner daripada Yunani Kuno. Pada jaman Romawi
Kuno ini konstitusi ini mulai dipahami sebagai “lex” yang menentukn
bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan sesuai dengan prinsip
“the higher law”, bahkan penggunaan perkataan “lex” tampak lebih luas
cakupan maknanya daripada leges yang mempunyai arti yang lebih sempit
dan konstitusi mulai dipahami sebagai sesuatu yng berada diluar dan bahkan
diatas negara. Prinsip hirarki hukum juga makin dipahami secara tegas
kegunaannya dalam praktek penyelenggaraan kekeuasaan.

Pemikiran konstitusi jaman Romawi Kuno ini, dipandegani oleh pemikiran


politik Cicero yang didasarkan atas penerimaannya yang kuat terhadap the
stoic universal law of nature yang merangkul dan mengikat seluruh umat
manusia. Menurutnya, Tuhan tak ubahnya seperti tuan dan pengusa semua
manusia, serta merupakan pengarang atau penulis, penafsir dan sponsor
hukum. Karena itu Cicero sangat mengutamakan peranan hukum dalam
pemahamannya tentang persamaan antar umat manusia , sedangkan
konsepsi manusia lebih utama sebagai legal animal (insan hukum). Sedangkan
negara merupakan keharusan ratio manusia yang tidak lain merupakan hukum
alam itu sendiri, dan hukum alam adalah Tuhan itu sendiri. Jadi menurut
Cicero, negara merupakan implementasi dari Tuhan,pernyataan dari Tuhan
kepada manusia didunia, supaya mereka bisa hidup dengan aman damai
melalui negara sebagai tempat berhimpunnya individu-individu yang dipimpin
oleh kaisar.

Konstutisi Romawi ini mempunyai pengaruh yang cukup besar sampai


abad pertengahan, dimana konsep tentang kekuasaan tertinggi (upltimate
ower) dari kaisar Roma telah menjelma dalam bentuk L’etat General di
Perancis, bahkan menginspirasikan tumbuhnya paham konstitusionalisme
modern dalam bentuk demokrasi perakilan dan nasionalisme.

Page 4 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari pengalaman konstitusionalisme


Romawi Kuno ini adalah :

Petama, untuk memahami konsepsi yang sebenarnya tentang the spirit


of our constitutional antecedents dalam sejarah, ilmu hukum haruslah
dipandang penting atau sekurang-kurangnya sama pentingnya dibandingkan
dengan sekedar perbincangan mengenai materi hukum.

Kedua, ilmu pengetahuan hukum yang dibedakan dari hukum sangat


bercorak Romawi sesuai asal mula pertumbuhannya.

Ketiga, pusat perhatian dan prinsip pokok yang dikembangkan dalam


ilmu hukum Romawi bukanlah the absolutisme prince sebagaimana sering
dibayangkan oleh banyak ahli, tetapi justru terletak pada doktrin kerakyatan,
yaitu bahwa rakyat merupakan sumber dari semua legitimasi kewenangan
politik dalam suatu negara. Dengan demikian, rakyatlah dalam perkembangan
pemikiran Romawi yang dianggap sebagai sumber yang hakiki dari hukum dan
sistem kekuasaan.

Pada jaman Islam, lahirlah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah


umat manusia dalam arti modern adalah “Piagam Madinah”. Lahirnya Piagam
Madinah ini setelah Rasulullah SAW. Hijrah dari Mekkah ke Yastrib (sekarang
Madinah) pada tahun 622M. Dikota Madinah tersebut rasulullah mengadakan
perjanjian bersama dengan wakil-wakil dari suku dan agama yang ada di
Madinah. Dalam Piagam Madinah inilah Rasulullah SAW sebagai pemegang
amanat yang diakui orang banyak yang terdiri dari bermacam-macam suku
dan agama menghendaki dan merindukan kedamaian, keamanan, dan
ketentraman untuk semua orang.

Piagam Madinah ini merupakan salah satu siasat Rasulullah SAW untuk
membina kesatuan hidup berbagai golongan warga Madinah, yang dirumuskan
dalam kebebasan beragama, hubungan antar kelompok, kewajiban
mempertahankan kesatuan hidup dan lain-lain.

Piagam Madinah ini menurut ilmuwan muslim dan non muslim


(W.Montgomery Watt) diakui sebagai dokumen yang otentik dan dokumen ini
merupakan ide yang mendasari negara Islam pada awal pembentukannya.
Piagam Madinah menurut Marduke Pickthall, H.A.R. Gibb, Wensick dan
Montgomery Watt juga telah memenuhi syarat sebagai konstitusi.

Secara keseluruhan, Piagam Madinah itu berisi 47 pasal ketentuan.


Adanya jaminan persamaan dan persatuan menjadi ciri khas yang paling
utama dan tersebar dalam rumusan pasal-pasalnya, diantaranya :

1. Piagam Madinah meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam, dasar-


dasar sosial politik dan persatuan masyarakat, dasar-dasar berdiri dan
bangunnya negara Islam. Rasulullah mendirikan suatu negara, suatu
pemerintahan, suatu persatuan, suatu pergaulan hidup yang berasaskan
persatuan dan kemanusiaan;

2. Piagam Madinah mengatur, menetapkan susunan suatu umat, suatu


masyarakat, suatu pemerintahan. Piagam Madinah ditetapkan Rasulullah SAW.
Untuk semua berdasarkan prinsip-prinsip hubungan bertetangga baik dan
persekutuan bersama, yang menjamin kesatuan umat;

3. Piagam Madinah memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi


Page 5 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

semua pihak (defining their rights and obligations), berikut jaminan dan
perlindungan;

4. Piagam Madinah mengatur hubungan persaudaraan antar semua


orang, serta menetapkan hak-hak dan jaminan perlindungan semua orang
mengenai harta benda dan agama mereka, untuk menjalankan ajaran-ajaran
agama mereka dengan bebas, dan persyaratan-persyaratan bepergian yang
pantas dalam hidup bersama.

Disamping itu, Piagam Madinah mengajarkan baha suatu negara yang


merdeka dan berdaulat penuh itu haruslah mempunyai 4 (empat) unsur
utama, yaitu :

1. Negara harus mempunyai rakyat (umat) baik pribumi yang beragama


Islam maupun pribumi bukan Islam, serta pendatang yang Islam;

2. Negara harus mempunyai wilayah (daerah teritorial) yang ditempati


oleh rakyat pribumi;

3. Negara harus mempunyai pemerintah (imam) yang bertindak sebagai


hakim dan mandataris umat dalam menyelesaikan sengketa, memutuskan
perkara, memimpin rakyat (umat), mengikat perjanjian damai, mengeluarkan
izin bepergian, menindak yang berlaku bughat (makar), memelihara
kerukunan, ketertiban, keamanan, melindungi yang setia (loyal), yang berlaku
baik, yang lemah atau teraniaya, memberikan jaminan Allah SWT, menuntut
hak Allah SWT.

4. Negara harus mempunyai undang-undang (kanun) yang berdaulat,


berdasarkan hukum Ilahi yang menetapkan kewajiban mematuhi hukum Allah
SWT., Keputusan (sunnah) Rasulullah SAW. Dan kesepakatan (ijma’) umat.

Dari apa yang tertulis diatas tampak bahwa Piagam Madinah memang
sudah memenuhi syarat sebagai konstitusi, bahkan telah memenuhi hakekat
konstitusi modern adalah konstitusi yang memenuhi syarat dalam pengaturan
dalam pasal-pasalnya yaitu :

1. Mengatur tentang struktur negara;

2. Mengatur tentang hak-hak asasi manusia;

3. Pengakuan adanya pluralisme.

Pada jaman abad pertengahan, ditandai dengan berkembangnya teori


theokrasi (Ketuhanan), sehingga masalah konstitusi juga akan dipengaruhi
ajaran teokrasi dan gagasan konstitusionalisme pada suatu negara harus
dipahami sebagai alat untuk menjamin aturan hidup sebagaimana yang
dikehendaki Tuhan (gereja).

Pada jaman abad pertengahan ini beranjak dari pemikiran Cicero tentang
Tuhan, yang oleh Thomas Aquinas pemikiran Cicero ini dipertajam sesuai
dengan aliran teokrasi, yang ingin mengetahui siapa sebenarnya Tuhan itu,
bagaimana kedudukan dan peranan Tuhan dalam bentuk yang lebih kongkrit,
bukan pada tataran angan-angan belaka. Karena itu konstitusi yang
berkembang pada jaman abad pertengahan ini lebih bercorak agama (gereja),
sedang negara hanya dipakai sebagai alat untuk menjamin aturan hidup
segenap manusia sesuai dengan yang dikehendaki Tuhan berdasarkan ajaran

Page 6 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

gereja.

Dari apa yang dikemukakan diatas, konstitusi pada abad pertengahan


dapat disimpulkan sebagai berikut : Berlakunya hukum Tuhan (hukum gereja)
yang dipelopori oleh Thomas Aquinas berdasarkan teori teokrasi yang
berkembang saat itu, sehingga konstitusi yang dibentuk harus bersumber
pada ajaran gereja. Akibatnya pemerintahan mengalami kemunduran karena
pemerintahan hanya dipakai sebagai alat gereja untuk memenuhi kepentingan
dan kebutuhan pribadi.

D. Hakekat dan Tujuan dan Fungsi Konstitusi


Dari apa yang tertulis diatas tampak bahwa Piagam Madinah memang
sudah memenuhi syarat sebagai konstitusi, bahkan telah memenuhi hakekat
konstitusi modern adalah konstitusi yang memenuhi syarat dalam
pengaturan dalam pasal-pasalnya yaitu :
1. Mengatur tentang struktur negara;
2. Mengatur tentang hak-hak asasi manusia;
3. Pengakuan adanya pluralisme.
Apabila suatu negara membuat konstitusi, paling sedikit harus 3 (tiga)
hal tersebut di atas. Sehingga apa yang disebut sebagai hakekat konstitusi
modern apabila tidak ada satu pun dari hal tersebut di atas, maka bukan
merupakan konstitusi modern. Hakekat suatu konstitusi konstitusi harus
mengatur tentang pertama, struktur negara, yang dalam hal ini mengatur
tentang lembaga-lembaga negara, mekanisme hubungan antar lembaga
negara, tugas dan fungsi lembaga negara dan hubungan lembaga negara
dengan warga negara. Kedua, tentanh hak asasi manusia. Pengaturan hak
asasi manusia dalam konstitusi adalah mutlak harus ada, karena hak asasi
manusia merupakan hak dasar manusia yang harus diakui keberadaannya
dalam hukum dasar. Dan ketiga, pengakuan adanya pluralism, dalam arti
bahwa dalam suatu negara akan terdiri dari berbagai macam suku, ras dan
agama, hendaknya perbedaan macam suku, ras dan agama tersebut diakui
keberadaannya.
Sedangkan tujuan konstitusi pada prinsipnya adalah untuk membatasi
kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang
diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Karena
itu tujuan konstitusi suatu negara adalah sebagai sarana dasar untuk
mengawasi proses-proses kekuasaan yang dalam hal ini dalam setiap
konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan, yaitu :
1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan
politik.
2. Untuk membebaskan kekuasaan dari control mutlak penguasa, serta
menetapkan bagi para penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.
Sementara itu didalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas
demokrasi konstitusional, konstitusi mempunyai fungsi yang khas, yaitu
membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang, dengan
demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi.
Sementara itu, beberapa ahli merumuskan beberapa fungsi konstitusi, baik
secara akademis maupun dalam praktek. Seperti Jimly Asshiddiqie, konstitusi
dapat difungsikan sebagai sarana kontrol politik, sosial dan/atau ekonomi di
masa sekarang, dan sebagai saran perekayasaan politik, sosial dan/atau
ekonomi menuju masa depan. Dari uraian tersebut dirinci, fungsi konstitusi,
sebagai berikut:

Page 7 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.


2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan
warga negara.
4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara
aupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada
organ negara.
6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity).
7. Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan
kebangsaan (identity of nation)
8. Fungsi simbolik sebagai pusat upacara (center of ceremony)
9. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (sosial control)
baik dalam arti sempit hanya di bidang politik maupun dalam arti
luas mencakup bidang sosial dan ekonomi.
10.Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaharuan
masyarakat (social enginering atau social reform), baik dalam arti
sempit maupun dalam arti luas.

E. Supremasi Konstitusi
Diawali dengan petanyaan, benarkah konstitusi dalam suatu negara
mempunyai derajat yang tertinggi?. Terhadap pertanyaan ini pada intinya
kedudukan konstitusi dapat dipandang dari dua aspek, yaitu aspek hokum dan
aspek moral.

Pertama, Konstitusi dilihat dari aspek hokum mempunyai derajat


tertinggi (Supremasi). Dasar pertimbangan supremasi konstitusi itu adalah,
karena :

a. Konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat Undang-Undang Dasar atau


lembaga-lembaga.
b. Konstitusi dibentuk atas nama rakyat, berasal dari rakyat, kekuatan
berlakunya dijamin oleh rakyat, dan ia harus dilaksanakan langsung kepada
masyarakat untuk kepentingan mereka.
c. Dilihat dari sudut hukum yang sempit yaitu dari proses pembuatannya,
konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan yang diakui keabsahannya.
Superioritas konstitusi mempunyai daya ikat bukan saja bagi
rakyat/warga negara tetapi juga termasuk bagi para penguasa dan bagi
pembuat konstitusi itu sendiri.
Kedua, Jika konstitusi dilihat dari aspek moral landasan fundamental,
maka konstitusi berada di bawahnya. Dengan kata lain, konstitusi tidak boleh
berttentangan dengan nilai-nilai universal dan etika moral. Oleh karena itu
dilihat dari constitutional phylosofi, apabila aturan konstitusi bertentangan
dengan etika moral, maka seharusnya konstitusi dikesampingkan. Contoh :
jika konstitusi mengesahkan perbudakan dan atau system apartheid sudah
sewajarnya tidak dituruti.
Kalau konstitusi sudah supreme, siapa yang menjamin ketentuan
konstitusi benar2 diselenggarakan menurut jiwa dan kata-kata dan naskah
konstitusi? Untuk itulah timbul lembaga Mahkamah Konstitusi yang
mempunyai tugas untuk melakukan pengujian terhadap peraturan undang-
undang yang berada di bawahnya yang bertentangan dengan konstitusi, atau
dengan kata lain lembaga yang dapat melakukan judicial review
(constitutional review).
Page 8 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

F. Dinamika pelaksanaan konstitusi (UUD 1945)


Dalam gerak pelaksanaannya, konstitusi (UUD 1945) banyak
mengalami perubahan mengikuti perubahan sistem politik negara
Indonesia. Peristiwa perubahan ini berlangsung dalam beberapa kali dengan
periode waktu tertentu. Perubahan tersebut secara sistematis dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. UUD 1945, Berlaku 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu di atas, pelaksanaan UUD tidak dapat dilaksanakan
dengan baik, karena bangsa Indonesia sedang dalam masa pancaroba,
artinya dalam masa upaya membela dan mempertahankan kemerdekaan
yang baru diprokiamasikan, sedangkan pihak kolonial Belanda masih ingin
menjajah kembali negara Indonesia.
2. Konstitusi RIS, Berlaku 27 Desember 1949 Sampai 17 Agustus
1950
Rancangan Konstitusi (UUD) ini disepakati bersama di Negara Belanda
antara wakil-wakil pemerintah RI dengan wakil-wakil pemerintah negara
BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg), yaitu negara-negara buatan
Belanda di luar negera RI. Peristiwa ini terjadi di Kota Pantai Scheveningen,
tanggal 29 Oktober 1949, pada saat berlangsungnya KMB (Konferensi Meja
Bundar). Rancangan Konstitusi RIS ini disetujui pada tanggal 14 Desember
1949 di Jakarta oleh wakil-wakil pemerintah dan KNIP RI dan wakii masing-
masing pemerintah serta DPR negara-negara BFO. Namun demikian,
konstitusi RIS ini tidak dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
melainkan hanya lebih kurang delapan bulan (27 Desember 1949 sampai 17
Agustus 1950). Hal ini terjadi karena adanya tuntutan masyarakat dari
berbagai daerah untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan
meninggalkan bentuk negara RIS sangat tinggi. Kenyataan ini membuat
negara RIS bubar dan kembali bergabung ke bentuk negara kesatuan yang
ibu kotanya di Yogyakarta. Pada tahun 1950, negara RIS yang belum
bergabung dengan NKRI adalah negara bagian Indonesia Timur dan negara
bagian Sumatra Timur, namnn dalam jangka waktu yang tidak lama dicapai
kesepakatan antara NKRI dengan kedua negara bagian tersebut. Dengan
kesepakatan itu, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, negara RIS resmi
kembali bergabung dengan NKRI.
3. UUDS, Berlaku 15 Agustus 1950 Sampai 5 Juli 1959
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) ini merupakan
UUD yang ketiga bagi Indonesia. Menurut UUDS ini, sistem pemerintahan
yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer dan bukan sistem
kabinet presidensial lagi seperti dalam UUD 1945, Menurut sistem
Pemerintahan Parlementer yang tertuang dalam UUDS ini Presiden dan
Wakil Presiden adalah Presiden dan Wakil Presiden Konstitusional dan "tidak
dapat diganggu gugat", karena yang bertanggung jawab adalah para
menteri kepada parlemen (DPR). UUDS ini berpijak pada pemikiran liberal
yang mengutamakan kebebasan individu, sedangkan UUD 1945, berpijak
pada landasan demokrasi pancasila yang berintikan sila keempat.
Dalam pelaksanaannya sistem parlementer yang dianut oleh UUDS ini
menvebabkan tidak tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan, karena
sering bergantinya kabinet yang didasarkan kepada dukungan suara di
Parlemen. Selama tahun 1950-1959, terjadi pergantian kabinet sebanyak
tujuh kali, sehingga implikasinya, banyak program kabinet yang tidak
berjalan dan berkesinanibungan. Di samping itu sidang dewan konstituante
merupakan basil pemilu demokratis pada bulan September dan Desember
Page 9 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

tahun 1955, mendapat tugas untuk menyusun rancangan UUD baru sebagai
pengganti UUD 1945 sebagai wujud akomodasi dari aspirasi masyarakat
yang menginginkan adanya perubahan dari UUDS ke UUD baru mengalami
kemacetan (stagnan) selama dua tahun. Mengingat dampak dari
stagnannya pembahasan RUUD baru tersebut dalam waktu yang relatif
lama menimbulkan kekhawatiran bahwa dewan konstituante akan gagal
menyelesaikannya. Kondisi politik yang demikian membuat pemerintah
(Presiden Ir. Soekarno) mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
isinya kita kembali ke UUD 1945.
4. UUD 1945, Berlaku 5 Juli 1959 Sampai 1966
Dalam kurun waktu 1959-1999, penyelenggaraan pemerintahan negara
terklasifikasi dalam dua kurun waktu, yaitu kurun waktu 1959-1966 yang
dikenal dengan istilah Orde Lama (ORLA) dan kurun waktu 1966-1999 yang
dikenal dengan istilah Orde Baru (ORBA). Pada kurun waktu yang pertama,
pemerintahan negara dipimpin oleh Presiden Soekarno dan pada kurun
waktu yang kedua di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Pelaksanaan UUD 1945 pada kurun waktu kepeinimpinan Presiden Ir.
Soekarno adalah beberapa hal yang perlu dicatat mengenai penyimpangan
konstitusi (UUD 1945) yaitu:
a. Presiden merangkap sebagai penguasa eksekutif dan legislatif.
b. Mengeluarkan UU dalam bentuk Penetapan Presiden dengan tanpa
c. persetujuan DPR.
d. MPRS mengangkat presiden seumur hidup.
e. Hak Budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah
tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR.
f. Pimpinan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara diangkat
menjadi menteri-menteri negara dan presiden menjadi Ketua DPA.
Sedangkan dalam kepemimpinan Presiden Soeharto, hal-hal yang perlu
dicatat mengenai pelaksanaan konstitusi (UUD), yaitu:
a. Membentuk lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 yang
ditetapkan dengan undang-undang.
b. Menyelenggarakan mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan,
yaitu melaksanakan Pemilu DPR, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
c. Mengangkat kabinet; laporan pertanggungjawaban dalam Sidang
Umum
d. MPR, dan seterusnya.
e. Menggunakan sistem pemerintahan Presidensial sebagaimana diatur
dalam Konstitusi (UUD 1945), dan lain-lain
5. UUD 1945 pada Tahun 1966 sampai dengan 1999
Hal-hal yang terjadi dalam Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu tahun
1966 -1999 ini dapat diklasifikasi dalam 4 bagian, yaitu :
a. Pelaksanaan UUD 1945 tahun 1966-1999. Pelaksanaan UUD 1045
dalam kurun waktu 1966-1999, memiliki nilai penting bagi kelangsungan
kehidupan bangsa dan negara Indonesia pasca pemerintahan Presiden
Soekarno. Pemerintahan yang kita kenal dengan sebutan Pemerintahan Orde
Lama, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara dengan tatanan yang belum sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Kenyataan (realitas) ini secara bertahap
dilakukan perbaikan dan koreksi dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan
negara oleh Pemerintahan Presiden Soeharto. Pemerintahan ini dikenal dengan
sebutan Pemerintahan Orde Baru, yaitu pemerintahan yang menjalankan
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara menurut Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen..

Page 10 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

b. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1966-1970


Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun waktu yang tersebut di atas dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (supersemar 1966)
2. Pelaksanaan sidang umum MPRS IV tahun 1966
3. Pelaksanaan sidang istimewa MPRS tahun 1967 yang menarik mandat
MPRS dari Presiden Soekarno dan pengangkatan Soeharto sebagai Pejabat
Presiden RI
4. Pelaksanaan sidang umum MPRS tahun 1968 yang berisi tentang
pengangkatan Soeharto sebagai Presiden Tetap sampai terpilihnya Presiden
oleh MPR hasil Pemilihan Umum
c. Pelaksanaan UUD 1945 karun waktu 1970-1997
Mekanisme kepimimpinan nasional 5 tahunan secara garis besar meliputi
kegiatan kenegaraan sebagai berikut:
1. Pemilihan umum untuk memilih anggota MPR, DPR, DPRD I, DPRD II
diadakan sekali dalam 5 tahun
2. MPR yang terdiri dari seluruh anggota DPR, utusan daerah dan
golongan-golongan mengadakan Sidang Umum sekali dalam 5 tahun
3. Presiden/Wakil Presiden menjalankan tugas dan fungsi menurut UUD
1945 yang meliputi:
a. Mengangkat anggota Lembaga tinggi dan tertinggi negara yang
meliputi DPA dan BPK
b. Melaksanakan Pemilihan Umum tiap 5 tahun sekali.
c. Presiden menyusun RFPELITA dan mengajukan RAPBN sesuai - dengan
GBHN.
d. Bersama dengan DPR membuat Undang-Undang.
4) DPR Menjalankan fungsi pengawasan terhadap tugas Presiden, baik
melalui hak bujetnya dengan menyetujui APBN setiap tahunnya.
5) Lembaga tinggi dan tertinggi negara menjalankan tugasnya menurut
UUD 1945 dan diangkat serta diberhentikan oleh presiden setiap 5 tahun
sekali.
d. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1997-1999
Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun waktu diatas, tidak berlangsung
dengan lancar dan teratur menurut UUD 1945. Tidak lancarnya dan teraturnya
pelaksanaan UUD 1945 terlihat dari adanya reformasi yang menimbulkan
pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Soeharto kepada wakil
presiden Prof Dr. Ir. B.J. Habibie. Pemerintahan Presiden Habibie disebut
sebagai pemerintahan transisi dan terjadi pemilihan Umum yang dipercepat.
Dalam kurun waktu ini juga terjadi berbagai peristiwa kenegaraan yang sangat
penting, antara lain adalah dilaksanakannya pemilu Legislatif dengan system
multi partai, Sidang Umum MPR serta Pemilihan Presiden secara langsung
(voting) melalui pemungutan suara anggota MPR/DPR secara langsung

6. UUD 1945 Amandemen 1999, Berlaku pada Tahun 1999


Sampai Sekarang

Dalam penerapan konstitusi (UUD1945) amandemen, sistem


pemerintahan negara mengalami perubahan sangat signifikan dengan
penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi (UUD 1945) praamandemen.
Inti penerapan sistem pemerintahan pascaamandemen konstitusi (UUD 1945)
antara lain:
a. Perubahan ideologi politik dari sosialis demokrat (Orba) menjadi liberal
yang berintikan demokrasi dan kebebasan individu serta pasar bebas.

Page 11 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

b. Penyelenggaraan otonomi daerah kepada Pemda tingkat I dan II


(kabupaten/kota).
c. Pelaksanaan pemilu langsung presiden dan wakil presiden.
d. Pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung jawab.
e. Perubahan UU politik yang berintikan pemilu langsung dan sistem
multipartai.
f. Pelaksanaan Amandemen Konstitusi (UUD 1945) yang berintikan
perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan
ditetapkannya konstitusi (UUD 1945) sebagai lembaga tertinggi negara, dan
lain-lain.

7. Proses Perubahan UUD 45

a. Sidang Umum MPR 19 September 1999 Perubahan pertama UUD.


Delapan pasal tentang hak dan kewajiban presiden dan wakil presiden serta
hak legislatif.
b. Sidang Tahunan MPR 18 Agustus 2000
Perubahan kedua UUD 45. Tambahan dan perubahan lima bab 25 pasal
mengenai otonomi daerah, DPR, wilayah negara, kewarganegaraan, hak
dasar (HAM), pertahanan dan keamanan, serta perlengkapan negara.
c. Sidang Tahunan MPR 9 November 2001 Perubahan ketiga UUD 45.
Tambahan dan perubahan tiga bab 24 pasal tentang kedaulatan dan
Negara Indonesia, MPR, pencalonan presiden dan wakil presiden, pemilihan
presiden dan wakil presiden, permakzulan, hak-hak presiden, kementerian
negara, Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan umum, keuangan negara,
Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung dan kekuasaan kehakiman,
Komisi Yudisial, serta Mahkamah Konstitusi.
d. Sidang Tahunan MPR 10 Agustus 2002 Perubahan keempat UUD
1945
I. Perubahan UUD 1945 (pertama, kedua, ketiga, dan keempat)
ditetapkan sebagai UUD 1945.
II. Penambahan bagian akhir pada perubahan kedua UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dengan kalimat, "Perubahan tersebut
diputuskan dalam rapat paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000
Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan."
III. Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat 3 dan ayat 4, Perubahan
Ketiga UUD 1945 menjadi Pasal 3 ayat 2 dan ayat 3; Pasal 25-E Perubahan
Kedua UUD 1945 menjadi Pasal 25-A.
IV. Penghapusan judul Bab IV tentang DPA dan penghapusan substansi
Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan
Pemerintah Negara.
V. Pengubahan dan/atau penambahan:. keanggotaan MPR, pemilihan
pasangan presiden dan wakil presiden secara langsung, pemakzulan
presiden dan wakil presiden, hak presiden, Dewan Penasehal Presiden, mata
uang, bank sentral, kekuasaan kehakiman, pendidikan dan kebudayaan,
perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, fakir miskin dan anak
terlantar, perubahan konstitusi, aturan peralihan Berta aturan tambahan

G. Latar belakang dan Pengertian Rule of Law


Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad
ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir
sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran
parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara
absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep
Page 12 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

tentang common law, di mana segenap lapisan masyarakat dan negara


beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang
dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by
the law dan bukan rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang
dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan
memunculkan negara konstitusi yang pada gilirannya melahirkan doktrin rule
of law.
Paham rule of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum
dan keadilan, di Amerika diletakkan pada hak-hak asasi manusia, dan di
Belanda paham rule of law lahir dari paham kedaulatan negara, melalui
paham kedaulatan hukum untuk mengawasi pelaksanaan tugas kekuatan
pemerintah.
Di Indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat
prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara
formal terhadap "rasa keadilan" bagi rakyat Indonesia. Dengan kata lain,
pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of law dan sekaligus
rule of justice. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945
bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan
UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Banyak peristiwa pada saat ini yang menjadi dasar perlunya rule of law
atau penegakan hukum. Indonesia pada saat ini, mengalami permasalahan
yang besar dalam hal illegal logging atau pencurian kayu dan hasil hutan.
Pencurian hasil hutan ini mengakibatkan kerugian negara lebih Rp 100 triliun
dalam empat tahun terakhir. Mengapa hal ini terjadi? Lemahnya penegakan
hukum menjadi jawabannya. Hutan .memang dalam wewenang Departemen
Kehutanan, namun luasnya hutan tidak mungkin ditangani departemen ini
sendiri, dibutuhkan bantuan kepolisian. bahkan TNI. Pencuri hasil hutan ini
juga tidak jera, karena hukuman yang ringan, atau sulitnya mencari bukti.
Dalarn hal ini peranan kejaksaan, dan lembaga peradilan menjadi penting,
Kasus lain yang menunjukkan perlunya penegakan hukum adalah,
kemauan Pemda DKJ dalam rangka membatasi ruang bagi perokok. Peraturan
daerah sudah dibuat dan dinyatakan berlaku, namun banyak masyarakat yang
mengabaikan. Mengapa demikian? Jawabannya juga lemahnya penegakan
hukum, terbatasnya jumiah aparat dan koordinasi antaraparat hukum,
sehingga kantor yang tidak menyediakan ruang untuk merokok, atau orang
yang merokok di tempat umum tidak dapat ditindak.
Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam
hukum yang mulai muncul pada abad ke- 19, bersamaan dengan kelahiran
negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law
boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut (kekuasaan
di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.
Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan rule of law
menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan
pengertian secara hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, rule of
law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public
power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara mempunyai aparat
penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan
penegakan hukum yang menyangkut ukuran hukum yaitu: baik dan buruk
(just and unjust law).
Ada tidaknya penegakan hukum, tidak cukup hanya ditentukan oleh
adanya hukum saja, akan tetap lebih dari itu, ada tidaknya penegakan hukum

Page 13 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

ditentukan oleh ada tidaknya keadilan yang dapat dinikmati setiap anggota
masyarakat.
Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradilan yang sempurna di
atas kertas belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara
ditentukan oleh "kenyataan," apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati
keadilan, dalam arti perlakuan yang adil dan baik dari sesama warga
negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga inti dari rule of law
adanya jaminan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa. Rule of law
merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat
dilayani melaluipembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat
objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.

H. Fungsi Rule of Law


Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal
terhadap "rasa keadilan" bagi rakyat Indonesia dan juga "keadilan sosial",
sehingga diatur pada Pembukaan UUD 1945, bersifat' tetap dan instruktif bagi
penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of law adalah
jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-
prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi
penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah,
yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat dalam
pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal I ayat 3);
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum , ,dan keadilan (Pasal
24 ayat 1);
3. Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam h u m dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1);
4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara
lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
(Pasal 28 D ayat 1);
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 2).

I. Dinamika Pelaksanaan Rule of Law


Pelaksanaan the rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya
negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule
of law harus diartikan secara hakiki (materiil), yaitu dalam arti "pelaksanaan
dari just law." Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat
kaitannya dengan "the enforcement of the rules of law" dalam
penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan
implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan
bahwa keberhasilan "the enforcement of the rules of law" tergantung kepada
kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini
didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang
memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang
khas pula. Rule o f law ini juga ferupakan legalisme, suatu aliran pemikiran
hokum yang di dalamnya terkandung wawasanosial, gagasan tentang

Page 14 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

hubungan antarmanusia, masyarakat, dan negara, yang dengan demikian


memuat nilai-nilai- tertentu dan memiliki struktur sosiologisnya sendiri.
Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani
melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat
objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif,
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule o f law telah banyak
dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum
mencapai hasil maksimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan
pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak
hukum yang terdiri: Kepolisian; Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan
Korupsi. Sementara Badan Peradilan (Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi).

5. Daftar Bacaan:

Asshiddiqie, Jimly (2005) Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta,


Konstitusi Press

Erwin, Muhammad, (2010), Pendidikan Kewarganegaraan Republik


Indonesia,PT. Refika Aditama, Bandung

Noor Syam, Mohammad, (2000), Pancasila, Dasar Negara Republik Indonesia:


Wawasan Sosi-Kultural, Filosofis dan Konstitusional, Lab Pancasila UM,
Malang

Srijanti dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di PT: Mengembangkan Etika


Berwarga Negara, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Sutrisno, Slamet, 2006, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Penerbit


Andi

Page 15 of 16
Pancasila dan KWN/Konstitusi dan UUD 1945 Brawijaya University 2012

6. EVALUASI

A. Pertanyaan (Evaluasi mandiri)

1. Jelaskan bagaimana ciri-ciri konstitusi yang menganut system konstitusional?


2. Jelaskan bagaimana perkembangan konstitusi di Indonesia?
3. Mengapa UUD 1945 diamandemen pada tahun 1999-2002?
4. Bagaimana tata urutan peraturan perundang-undangan RI?
5. Apakah tugas dari Mahkamah Konstitusi RI?

B. QUIZ –menyebutkan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang diamandemen

C. PROYEK: Diskusi kelompok soal penegakan hukum:


 Dosen membentuk kelompok yang terdiri atas lima orang mahasiswa yang
salah satunya dipilih sebagai ketua kelompok
 Setiap kelompok membahas kasus: diberhentikannya Presiden Abdurrahman
Wahid dari kursi Presiden
 Dalam membehas kasus ini gunakan konstitusi atau UUD 1945 yang telah
diamandemen.
 Hasil diskusi dirangkum dan dilaporkan dalam bentuk formulir yang telah
disediakan

Page 16 of 16

Anda mungkin juga menyukai