PENDAHULUAN
1
2
perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Produk
yang bermutu tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja,
melainkan setiap komponen yang berhubungan dengan proses produksi, mulai
dari penyiapan bahan baku, bahan kemas, proses pembuatan, pengemasan,
termasuk bangunan dan personil harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Industri Farmasi adalah Industri Obat Jadi
dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan
bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan
yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat
maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan
standar mutu sebagai bahan farmasi. Industri farmasi harus memenuhi persyaratan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam melakukan produksi obat jadi.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 dijelaskan bahwa pedoman pembuatan obat yang
baik dan benar diseluruh aspek kegiatan produksi bertujuan untuk memastikan
bahwa sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pedoman
ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar
pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2012).
Pedoman CPOB dibuat berdasarkan pada standar kualitas produk obat
internasional sehingga diharapkan industri farmasi di Indonesia mampu bersaing
dengan industri farmasi di negara lain. Perhatian serius terhadap kualitas produk
obat berdampak pada meningkatkan persaingan global, mengingat bahwa hanya
produk yang berkualitas saja yang mampu bertahan di pasaran dan dipercaya oleh
konsumen. Berdasarkan hal ini, maka Cara Pembuatan Obat yang Baik dapat
dijadikan standar dan pedoman bagi industri farmasi sebagai produsen dan
3
6
7
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin tersebut dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM), izin ini berlaku selama perusahaan terebut melakukan
proses produksi. Industri farmasi Wajib menyampaikan laporan industri kepada
Direktorat Jendral BPOM mengenai kegiatan usahanya setiap 6 bulan, meliputi
jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dan setiap 1
tahun untuk laporan lengkapnya. Laporan industri farmasi disampaikan kepada
Direktur Jendral dan tembusan kepada Kepala Badan POM. Laporan dapat
disampaikan secara elektronik melalui email atau sistem yang sudah disediakan
oleh Badan POM (Menteri Kesehatan, 2010).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. CPOB merupakan pedoman yang sangat penting tidak hanya
bagi industri farmasi dan regulator, tetapi juga bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhannya akan pengobatan yang aman, berkhasiat, dan berkualitas. Terdapat
12 aspek dalam CPOB.
Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat
yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi
pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan
persyaratan CPOB.
b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB
diterapkan.
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan
awal dan pengemas yang benar.
e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses
lain serta dilakukan validasi.
f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan
pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan
untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang
relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama proses, pengkajian
dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian penyimpangan dari
prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi
Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Pemastian Mutu
menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan
persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan
dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk.
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat.
i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu.
11
j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu
produk.
m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui.
n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan
memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengkajian mutu produk dilakukan
terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor dengan tujuan untuk
membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan
pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan
yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala
biasanya dilakukan tiap tahun dan di dokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan meliputi paling sedikit :
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru.
b. Kajian terhadap pengawasan selama proses yang kritis dan hasil pengujian
produk jadi.
c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
dan investigasi yang dilakukan.
d. Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang signifikan,
dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisis.
12
2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pengawasan mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang
benar.Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing. Seluruh
13
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah diperhatikan untuk menghindari pencemaran
dari dan ke lingkungan di sekitarnya. Apabila letak bangunan tidak sesuai,
hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran
tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh
cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung,
binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk
pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah
dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur
tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh
bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan,
koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi
bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan
diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah
dilakukan secara hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat.
Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat
agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau
terhadap ketepatan / ketelitian fungsi dari peralatan.
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di
dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan; dan
b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi
personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau
produk selain yang sedang diproses.
15
2.2.4 Peralatan
Peratalan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki
desaindan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat yang dihasilkan dapat terjamin,
seragamdari bets ke bets, dan memudahkan pembersihan serta perawatan agar
dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu serta kotoran dan yang
lainnyayang akan berdampak buruk pada mutu produk. Desain dan konstruksi
hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Peralatan hendaklah didesain, ditempatkan dan di rawat sesuai dengan
tujuannya.
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk
antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi
yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemungkinan di luar batas yang
ditentukan.
c. Bahan yang diperlukan untuk operasional alat khusus, misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga
tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara
ataupun produk jadi.
18
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katub bocor, tetesan pelumas dan
hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang
tidak tepat.
e. Peralatan hendaknya didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci
serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar
tidak menjadi sumber pencemaran.
g. Peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk.
Bagian alat yang bersentuhan langsung dengan produk tidak boleh bersifat
reaktif, adiktif atau absorbtif yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat
buruk pada produk.
h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan
kimia atau yang ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar,
hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang tidak mudah terbakar.
i. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan
mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan
prosedur yang ditetapkan, hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat
dan disimpan dengan baik.
j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan
metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut
hendaklah disimpan.
k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh
digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus
yang tidak melepaskan serat.
l. Pipa air suling, air de-ionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi
hendaklah di sanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah
berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang dilakukan.
19
2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telahditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin produk yang
dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten karena
mutu obattidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir,
20
melainkan jugaoleh mutu yang dibangun selama tahap produksi sampai dengan
pengemasan.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama
dengan penanggung jawab pengawasan mutu untuk menjamin obat yang
dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar
hendaklah tertulis serta mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi.
Dokumentasi setiap langkah prosedur harus dilakukan dengan cermat, tepat dan
ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.
peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan,
pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi,
sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem
pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan,
pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya serta tindakan perbaikan.
Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan pabrik,
namun inspeksi diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah
dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah
tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Penyelenggaraan audit mutu berguna
sebagai pelengkap inspeksi diri, meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau
sebagai sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan
mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen
atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit
mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Kepala
Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung jawab
bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang
dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Hendaklah dibuat daftar pemasok yang
disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Daftar pemasok
hendaklah disiapkan dan ditinjau ulang.
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen.
Dokumentasi yang baik adalah bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
25
2. Penerima kontrak
a. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh
Otoritas Pengawasan Obat (OPO).
b. Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai
dengan tujuan penggunaannya.
c. Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang
dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa
terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh pemberi kontrak.
d. Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk
pada mutu produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi
kontrak.
2. Validasi proses
a. Validasi prosfektif adalah validasi proses yang dilakukan sebelum
produk dipasarkan.
b. Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan selama proses
produksi rutin dilakukan.
c. Validasi retrospektif adalah validasi terhadap proses yang berjalan.
hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan, namun
tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur
pembuatan atau peralatan.
28
29
30
Pada awalnya, kegiatan produksi LAFI Puskesad dilakukan di Jalan Gudang Utara
No. 25 Bandung dengan luas tanah 6.562 m2 dan luas bangunan 3.382 m2.
Berdasarkan hasil evaluasi Direktur Jenderal Balai Pengawasan Obat dan
Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sarana fasilitas produksi di
tempat tersebut belum memenuhi persyaratan sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB dan Surat
Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB. Oleh
sebab itu, pada tahun 1995 diajukanlah Rencana Induk Pembangunan (RIP) LAFI
Puskesad dengan lokasi di Jalan Gudang Utara No. 26 Bandung dengan luas tanah
12.152 m2 dan luas bangunan 6.087,25 m2.
Gedung baru LAFI Puskesad dirancang sesuai dengan persyaratan CPOB.
Pada tanggal 28 Februari 1996, RIP tersebut mendapat persetujuan dari Dirjen
POM Depkes RI dengan surat No. 02.01.2.4.96.665. Barulah pada tahun 1997
dimulai pembangunan sarana fasilitas LAFI Puskesad sesuai dengan RIP yang
sudah disetujui tersebut. Pada tahun 2000, LAFI Puskesad telah berhasil
mendapatkan empat sertifikat CPOB untuk sediaan antibiotik β-laktam,
selanjutnya pada tahun 2001 diperoleh satu sertifikat CPOB untuk sediaan serbuk
injeksi steril antibiotik β-laktam dan turunannya, serta pada tanggal 1 Juni 2006
diperoleh lima sertifikat CPOB untuk fasilitas non β-laktam yaitu sediaan tablet
biasa nonantibiotika, tablet salut non-antibiotika, kapsul keras non-antibiotika,
serbuk oral non-antibiotika dan cairan obat oral non-antibiotika. Saat ini (2015)
LAFI Puskesad hanya memiliki empat sertifikat CPOB untuk sediaan non β-
laktam yaitu untuk sediaan tablet biasa, kapsul keras, serbuk oral, dan cairan obat
luar non-antibiotika, sedangkan untuk sediaan tablet salut sudah disatukan dengan
sertifikat tablet biasa menjadi satu sertifikat, yaitu sertifikat tablet biasa dan tablet
salut non-antibiotika.
3.2 Visi dan Misi Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat
31
KEPALA LEMBAGA
WAKA LEMBAGA
KASU TUUD
Kapsul Sangobiad
Sirup Amox 125 mg sirup kering
Lafidril DMP
Fimol 120 mg
Sultrim
38
39
f) Proses pengayakan
Massa setengah kering diayak dengan ukuran ayak tertentu,
tergantung dari jenis dan ukuran tablet.
g) Proses pengeringan
Massa yang telah di ayak dikeringkan kembali di oven atau
FBD dengan suhu dan waktu yang sama seperti pengeringan
sebelumnya sampai mencapai kadar air sekitar 2-5%
tergantung jenis tablet yang dibuat.
h) Proses pengayakan
Massa yang telah kering lalu diayak kembali dengan ukuran
ayakan mesh tertentu sampai diperoleh massa granul.
i) Pengawasan mutu
Terhadap granul yang telah dikeringkan dilakukan pengujian
mutu (IPC) yakni pemeriksaan kadar air.
j) Proses pembuatan massa cetak
Granul yang telah lulus uji mutu (IPC) kemudian dibuat massa
cetak dengan penambahan pelincir dan penghancur luar, lalu
diaduk hingga homogen.
k) Pengawasan mutu
Pada proses pembuatan massa cetak dilakukan pengawasan
mutu Periksa susut pengeringan massa cetak (Syarat : 90,0
%110,0%) dan Periksa keseragaman kandungan (Syarat
:maksimal 3 %).
l) Proses pencetakan tablet
Massa cetak yang telah lulus uji mutu kemudian dicetak
dengan mesin cetak tablet (Cadmach CMB) yang sebelumnya
telah disesuaikan dengan ukuran dan diameter tablet yang akan
dibuat. Selama proses pencetakan dilakukan pengawasan mutu
meliputi kekerasan tablet, ketebalan,keseragaman bobot tablet,
Kemudian hasil cetak tersebut dialirkan kedalam alat deduster
untuk menghilangkan debu/Fines yang masih ada pada
permukaan tablet. Parameter yang harus diperhatikan pada
tahap ini adalah kecepatan putaran dan tekanan
m) Pengawasan mutu
Selama pencetakan, dilakukan IPC diruang produksi yang
meliputi keseragaman bobot, kekerasan tablet, dan ketebalan
tablet sedangkan pengujian mutu oleh Instalwastu meliputi uji
waktu hancur, keregasan, diameter, ketebalan, kekerasan,
keragaman bobot tablet, kadar bahan aktif dan uji disolusi
untuk tablet tertentu pada hasil pencetakan. Sebelum dilakukan
pengawasan mutu, kemas hasil pencetakan dalam tong beralas
kantong plastik, tutup, beri penandaan yang jelas, timbang.
Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel untuk pengawasan
mutu.
n) Proses penyalutan
Pada proses penyalutan yaitu dengan mempersiapkan cairan
penyalut, dimana untuk 1 bets dilakukan 3 kali penyalutan.
Parameter yang harus diperhatikan adalah suhu frekuensi
penyemprotan, lubang penyemprotan, waktu penyemprotan,
jarak penyemprotan dan kecepatan pemutaran mesin.
Sedangkan untuk tablet yang tidak disalut, langsung dikemas
(stripping).
o) Pengawasan mutu
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut
adalahPenampilan hasil coating, Waktu hancur, Keseragaman
bobot.
p) Proses stripping
Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu,
distrip dengan menggunakan bahan pengemas polycellonium
sebagai kemasan primer, dengan suhu mesin ± 80°-100°C. Hal
yang perlu diperhatikan dalam proses penyetripan yaitu
sebelum digunakan sealingroller pada mesin stripping harus
dipanaskan terlebih dahulu. Suhu mesin tidak boleh terlalu
rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat
satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan
menyebabkanperlekatan yang buruk atau pelelehan pada
stripnya.
q) Pengawasan mutu
Pengujian mutu yang dilakukan terhadap hasil stripping berupa
pemeriksaan uji kebocoran strip. Tablet yang telah di strip
akandikirim ke Seksi Kemas untuk dikemas, lalu obat jadi
dikirimke Instalsimpan.
2) Sediaan Sirup
Didalam ruang produksi sirup terdiri dari ruang pencampuran,
ruangpengisian dan ruang pengisian alat. Peralatan yang digunakan
antaralain mixer, coloid mill, panci double jacket, drum stainless,
mesinpengisi sirup, penutup botol dan pemasangan etiket yang
merupakansatu rangkaian (in line process). Proses pembuatan sirup
adalah:
a) Penimbangan bahan baku
Penimbangan bahan baku dilakukan diruang kelas E dan
dikerjakan oleh personil instal simpan.
b) Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus simplex)
Pembuatan larutan gula dilakukan dalam panci double
jacketdimana bahan baku dilarutkan dengan cara dipanaskan
menggunakan uap air.
c) Pencampuran
Zat aktif dan zat tambahan lain (zat pewarna dan zat pengawet)
yang telah ditimbang masing-masing dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai sampai larut sempurna, kemudian dicampur dengan
larutan gula pekat. Essence ditambahkan diakhir pencampuran
dan dalam keadaan dingin selanjutnya ditambahkan air sampai
tanda batas yang telah ditentukan sesuai dengan volume yang
diinginkan.
d) Pengawasan mutu
Pengujian mutu (IPC) dilakukan terhadap hasil pencampuran
yang terdiri dari uji homogenitas larutan, kadar zat aktif, pH,
viskositas dan berat jenis.
e) Pengisian, penutupan, dan labeling
Setelah lulus uji mutu maka dapat dilakukan pengisian,
penutupan dan pemberian etiket atau label. Proses tersebut
dilakukan dengan menggunakan mesin ban berjalan yang
bekerja secara semi otomatis. Pada proses ini di kontrol setiap
15 menit terhadap keseragaman volume, hasil penutupan, dan
pemasangan label.
f) Pengawasan mutu
Terhadap produk yang telah dikemas tetap
dilakukanpemeriksaan mutu yang meliputi keseragaman ini atau
volume, kadar zat aktif, pH larutan, dan bobot jenis. Setelah
lulus uji mutu, dilakuka proses pengemasan untuk kemudian
obat jadi diserahkan kepada bagian Instal Simpan.
3) Sediaan kapsul
Ruang produksi kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang
pengisian dan polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang
digunakan untuk pembuatan kapsul diantaranya adalah mesin
pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing, dan mesin
strip.
Adapun alur proses produksi kapsul, yakni sebagai berikut:
a) Penimbangan bahan baku
Penimbangan bahan baku dilakukan di ruang kelas E umum
dan ditimbang oleh personil instal simpan.
b) Pencampuran/granulasi
Semua bahan yang telah ditimbang kemudian dicampur hingga
homogen. Bahan yang diisikan ke dalam cangkang kapsul ada
yang harus digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat
alirnya sedangkan untuk bahan yang tidak digranulasi dapat
langsung diisikan ke dalam cangkakang kapsul.
c) Pengawasan mutu
Sebelum massa kapsul diisikan ke dalam cangkang kapsul,
harus dilakukan IPC (In Process Control) oleh Instalwastu
terlebih dahulu untuk diperiksa kadar zat aktifnya.
d) Pengisian kapsul
Massa kapsul yang telah diluluskan oleh Instalwastu diisikan
ke dalam cangkang kapsul. Selama proses pengisian, dilakukan
pengawasan mutu (IPC) terhadap keragaman bobot, kadar zat
aktif, dan waktu hancur kapsul dan uji disolusi untuk kapsul
tertentu.
e) Polishing
Sebelum dilakukan stripping, kapsul harus melewati proses
polishing terlebih dahulu untuk menghilangkan debu yang
menempel pada bagian luar cangkang kapsul.
f) Penyetripan
Setelah proses polishing, kapsul siap distrip dengan cara yang
sama seperti pada proses stripping tablet.
g) Pengawasan mutu
Terhadap hasil penyetripan dilakukan pengujian mutu (IPC),
yakni uji kebocoran strip. Kapsul yang telah lulus uji mutu siap
dikemas dan obat jadi dikirim ke Instalsimpan.
2. Seksi Sediaan Beta laktam.
Seksi sediaan Beta Laktam ini bertugas khusus memproduksi produk Beta
laktam. Fasilitas penunjang produksi seperti HVAC, serta layout ruangan
Beta laktam mengalami renovasi pada awal tahun 2016.
Rencana Induk Perbaikan (RIP) Beta laktam telah disetujui oleh Badan
POM dengan Nomor PW.01.05.331.02.16.10.18 pada tanggal 25 Februari
2016. Adapun yang perlu diperhatikan dalam proses produksi Beta laktam
adalah:
1) Gedung
Gedung produksi Beta laktam harus terpisah dengan gedung
produksi non Beta laktam. Pada gedung produksi Beta laktam di
Lafi Puskesad telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara
(Air Handling System) dan ruang penyangga (air lock), serta lantai,
dinding, dan langit-langit telah dilapisi oleh bahan epoksi.
2) Ruangan
Ruangan untuk produksi sediaan Beta laktam terdiri dari:
a. Ruang kelas E, merupakan ruang yang memiliki sistem tata
udara HVAC yang sudah di renovasi dan sudah dilaporkan ke
BPOM, yang terpisah dengan produk lain, digunakan untuk
proses produksi sediaan Beta laktam sampai kemas primer.
b. Ruang kelas F, merupakan ruang yang digunakan untuk
labelling dan kemas sekunder.
c. Ruang kelas G, merupakan ruang untuk gudang Bahan Baku
Obat (BBO) dan bahan kemas.
3) Kelas Kebersihan
Ruangan untuk produksi sediaan Beta laktam dapat dilihat pada
Sistem pengaturan udara (Air Handling System/AHS)
a) Untuk ruang kelas A adalah dengan sistem tertutup (closed
system), yaitu ruang di dalam cuhicle untuk pengisian serbuk
injeksi yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) dan
HEPA filter. Di ruang ini terdapat juga ruang antara yang
dilengkapi dengan air lock in dan air lock out.
b) Spesifikasi ruang kelas B hampir sama dengan kelas A, namun
ada penambahan udara segar (fresh air) sebanyak 10-20%. Hal
ini dimaksudkan karena ruangan kelas B merupakan ruang
kerja personil sehingga membutuhkan udara segar yang lebih
banyak.
c) Ruang kelas C dan D mengunakanfresh air.
d) Spesifikasi ruang kelas E, penambahan udara segar (fresh air)
sebanyak 10-20% dengan efisiensi saringan udara 99,95%,
suhu ruangan 20-27oC dan RH maksimum 70%.
e) Spesifikasi ruang kelas F, suhu ruang pengemasan sekunder
20-28oC.
f) Spesifikasi ruang kelas G, suhu ruang/suhu kamar
Secara umum, udara kotor didalam ruangan disedot melalui
grill outlet, kemudian disaring dengan beberapa filter yakni pre-
filter dan medium filter. Khusus untuk ruang kelas B ditambahkan
HEPA filter. Udara segar (air fresh) yang berasal dari luar ruangan
pun mengalami proses yang sama. Sebelum masuk kedalam
ruangan, udara segar yang telah disaring dan udara yang berasal
dari grill outlet yang juga telah disaring akan dicampur dan
melewati filter lagi sebelum akhirnya masuk ke ruangan melewati
grill inlet.
4) Personil
Setiap personil yang bekerja di ruang Beta laktam diharuskan
menggunakan pakaian khusus (cover all), lengkap dengan
perlengkapannya yang berupa masker, sepatu, dan sarung tangan
sesuai dengan tempat atau ruangan dimana personil melakukan
tugasnya. Sebelum dan setelah memasuki ruang pengolahan Beta
laktam, personil diharuskan untuk mandi dan melewati ruang
antara yang dimaksudkan untuk menghindari adanya partikel-
partikel Beta laktam yang keluar dari ruang produksi dan
menghilangkan partikelpartikel pengotor yang melekat pada
pakaian untuk mencegah kontaminasi lingkungan luar oleh partikel
Beta laktam.
3. Seksi Sediaan Sefalosporin.
Seksi sediaaan sefalosporin bertugas memproduksi sediaan sefalosporin.
Sediaan sefalosporin yang diproduksi adalah sediaan injeksi sefalosporin
generasi ketiga yaitu cefotaxim dan ceftriaxone. Adapun ruangan untuk
produksi sediaan injeksi sefalosporin terdiri dari:
1) Ruang kelas A, merupakan ruang di dalam cubicle untuk pengisian
serbuk injeksi yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) dan
HEPA filter.Di ruang ini terdapat juga ruang antara yang dilengkapi
dengan air lock in dan lock out dengan sistem tertutup (closed system).
2) Ruang kelas B, merupakan latar belakang kelas A. spesifikasi ruang
kelas B hampir sama dengan kelas A, terdapat penambahan udara
segar (fresh air) karena ruang kelas B merupakan ruang kerja personil
sehingga membutuhkan udara segar untuk bernapas.
3) Ruang kelasC, merupakan ruangan bersih untuk melakukan tahap
pembuatan produk steril dengan tingkat resiko lebih rendah.
Ruang antara untuk mengganti pakaian.
4) Ruang kelas D, antara lain ruang pencucian vial/ kemasan primer, dan
ruang penutupan vial.
5) Ruang kelas E, antara lain adalah ruangan untuk pengemasan
sekunder, adalah ruangan untuk gudang Bahan Baku Obat (BBO),
bahan kemas dan obat jadi.
6) Ruang kelas F, merupakan ruangan untuk pengemasan sekunder.
7) Ruang kelas G, merupakan ruangan gudang Bahan Baku Obat (BBO),
bahan kemas dan obat jadi.
4. Seksi Kemas.
Seksi kemas dijabat oleh seorang Apoteker yang bertanggung jawab
kepada Kainstalprod. Proses pengemasan dilakukan terhadap produk ruahan
tablet, kapsul, sirup dan cairan obat luar, sebagai berikut:
1) Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping. Tablet yang
sudah distrip kemudian dipilih yang baik (tidak cacat) lalu dimasukkan
kedalam sak plasik dan dilengkapi dengan brosur dan selanjutnya di
seal. Tiap plastik berisi 25 strip dan tiap strip berisi 10 tablet. Hasil
seal kemudian dimasukkan ke dalam dus dan dilengkapi dengan
identitas produk. Isi tiap dus berbeda-beda sesuai dengan ukuran
diameter tablet yang dikemas. Untuk diameter tablet 6.5 – 7.5 mm 1
dus berisi 50 sak, untuk diameter tablet 10-13 mm 1 dus berisi 30 sak,
untuk diameter 15 mm pada kaplet 1 dus berisi 20 sak.
2) Pengemasan kapsul dilakukan setelah proses stripping dengan cara
yang sama seperti pada pengemasan tablet. Isi tiap dus adalah 30 sak
plastik, dimana tiap sak plastik berisi 25 strip dan tiap strip berisi 10
kapsul.
3) Pengemasan sirup, pengemasannya menggunakan dus, dimana tiap dus
berisi 36 botol untuk botol bervolume 60 ml, 25 botol untuk botol
bervolume 100 ml dilengkapi dengan sendok takar dan brosur.
4) Pengemasan cairan obat luar, pengemasan menggunakan dus, dimana
tiap dus berisi 36 botol untuk botol bervolume 60 ml, dan 10 botol
untuk bervolume 1 L.
h. Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang.
Instalasi pemeliharaan dan sistem penunjung terdapat beberapa kegiatan,
diantaranya yaitu :
1) Sistem Pengolahan Air
Air merupakan salah satu aspek yang kritis (vital) dalam pelaksanaan CPOB.
Hal tersebut disebabkan karena air merupakan bahan baku dalam jumlah
besar, terutama untuk produk sirup, obat suntik cair, cairan infus, dan lain
sebagainya. Tujuan dari Sistem Pengolahan Air untuk produksi adalah
menghilangkan cemaran sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan.
Sumber air yang digunakan oleh Lafi Puskesad berasal dari PDAM. Dipilih
PDAM karena air tersebut telah mengalami pengolahan terlebih dahulu,
tetapi kelemahannya terjadi ketidakstabilan karena untuk proses
pengolahannya PDAM menggunakan klor. Tidak digunakan air tanah karena
air tanah mengandung mineral-mineral yang harus diolah terlebih dahulu
untuk menghilangkan kandungan mineral tersebut.
Air PDAM yang digunakan untuk proses produksi harus mengalami beberapa
pengolahan, dengan tujuan sebagai berikut :
a) Menghilangkan kekeruhan dan partikel untuk mencegah
pengotoran pada membran dan peralatan.
b) Menghilangkan kesadahan dan logam : untuk mencegah terjadinya
kerak pada pengolahan akhir.
c) Menghilangkan pengotor senyawa organik dan mikroorganisme.
d) Mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dan menghilangkan
senyawa kimia pengendali mikroorganisme untuk mencegah
degradasi pada pengolahan akhir.
4.2.2 Personalia
Menurut CPOB sebuah industry farmasi hendaklah memiliki personil
yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap
personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindarkan risiko terhadap mutu obat.
Kegiatan dilakukan mengikuti prosedur yang telah ditentuka nsecara
efektif dan efisien. Instalasi Produksi, Pemastian Mutu, dan Pengawasan Mutu
dipimpin oleh Apoteker. Di Lafi Puskesad setiap personalia yang terlibat dalam
tahap pembuatan obat mendapat pelatihan untuk Peningkatan kesadaran dan
pemahaman personil terhadap CPOB Pelatihan personal Lafi Puskesad telah
dilaksanakan menurut prosedur tetap yang dibuat oleh Lafi Puskesad. Pelatihan
dapat dilakukan secara berkala, berjenjang dan berfrekuensi.
4.2.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan di Lafi Puskesad untuk produksi beta laktam,
non beta laktam dan Instalasi pengawasan mutu memiliki rancangan bangunan
dan konstruksi yang kuat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan pada posisi
yang tepat telah memenuhi persyaratan CPOB. Masing-masing alat diberi
penandaan agar memudahkan dalam identifikasinya. Pemasangan dan
penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
Semua peralatan yang bersentuhan langsung di ruang produksi dengan
produk terbuat dari Stainless steel yang bersifat inert yaitu SS316L. Peralatan
yang digunakan selalu dirawat secara berkala agar tetap berfungsi dengan baik
dan konsisten serta mencegah terjadinya pencemaran yang dapat merubah
identitas dan mutu atau kemurnian produk.
Peralatan yang digunakan pada tiap tahap produksi disesuaikan dengan
produk yang dihasilkan dan ukuran bets dari masing-masing produk. Penempatan
peralatan produksi dilakukan mengikuti alur proses kerja sehingga produksi
dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Pemisahan peralatan dilakukan
untuk menghindari kontaminasi silang antara produk satu dengan produk yang
lain. Pencegahan terhadap kontaminasi debu yang dihasilkan pada saat proses
produksi dilakukan dengan menggunakan pengumpul debu (dust collector).
Peralatan juga diberi penandaan status penggunaan alat tersebut untuk
menghindari kesalahan penggunaan alat.
Mesin diletakkan dalam ruang sesuai dengan proses yang sedang
berlangsung. Keakuratan peralatan selalu dijaga dengan melakukan kualifikasi,
dan kalibrasi secara teratur. Peralatan dan mesin baru harus melalui tahapan
kualifikasi terlebih dahulu, yaitu kualifikasi desain, instalasi, kualifikasi operasi
dan kualifikasi kinerja. Kalibrasi dilakukan pada periode tertentu yang sudah
ditetapkan dan tercatat dalam jadwal kalibrasi alat. Kalibrasi dilakukan terhadap
peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, dan menguji. Sertifikat
Penerimaan dikeluarkan untuk mesin yang telah melewati tahapan-tahapan
tersebut dan menyatakan bahwa mesin tersebut telah memenuhi syarat.
Pemeliharaan peralatan menjadi tanggung jawab Instalasi Pemeliharaan 84
dengan melakukan perawatan pencegahan yang meliputi pengecekan,
penggantian bagian-bagian dari mesin yang rusak, pembersihan, dan lubrikasi
mesin secara periodik. Kegiatan perawatan dan pencegahan dilakukan dengan
mempertimbangkan jadwal produksi.
4.2.5 Sanitasi dan Higiene
Pemastian kebersihan dari peralatan dan bangunan dilakukan oleh bagian
pengawasan mutu. Dalam setiap produksi, karyawan menggunakan pakaian yang
sesuai untuk produksi yang dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti masker,
penutup kepala, alas kaki, dan sarung tangan.
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan
dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan segala sesuatu yang dapat
menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran yang potensial
hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang
menyeluruh dan terpadu.
a. Higiene
Hiegene perorangan yang diterapkan di LAFI AD telah sesuai dengan
CPOB, yang dibuktikan dengan karyawan yang bekerja harus sehat
jasmani dan rohani dengan dilakukannya pembinaan kesehatan jasmani
dalam bentuk olahraga setiap minggunya dan pemeriksaan rutin setiap
enam bulan atau dua belas bulan sekali. Karyawan yang sedang menderita
flu, diare, sakit kulit dan penyakit menular lain tidak boleh memasuki
ruang produksi. Setiap akan memasuki ruang produksi, personel
diharuskan mencuci tangan terlebih dahulu sesuai dengan protap higiene
karyawan. Karyawan sefalosporin yang memasuki ruang produksi wajib
mandi terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan dan melalui air shower
untuk membersihkan partikel – partikel yang menempel di pakaian dan
higiene tangan dengan menggunakan alkohol.
b. Sanitasi
Sanitasi mencakup antara lain sanitasi bangunan, fasilitas, ruangan, dan
alat. Pada proses produksi di Lafi Puskesad membudayakan kebiasaan
bersih dan rapi dalam kegiatan sehari-harinya (mandi, cuci tangan dan
kaki, rambut pendek, dan lain-lain) serta larangan memakai perhiasan dan
kosmetik yang berlebihan pada waktu bekerja di ruang produksi. Personil
dilarang makan, minum, merokok di semua ruang produksi (pengolahan
dan pengemasan), Instalasi Pengawasan Mutu, dan gudang, serta
senantiasa menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja. Prosedur
sanitasi divalidasi dievaluasi secara periodik untuk memastikan bahwa
bangunan memenuhi persyaratan, yaitu bersih dan bebas dari sisa produk
bahan pembersih dan bahan asing yang lainnya.
4.2.6 Produksi
Bagian produksi Lafi Puskesad memiliki personil yang disiplin dalam
mencatat setiap tindakan selama proses produksi dalam kolom yang tersedia di
Batch Record, merupakan suatu konsekuensi dari tugas dan tanggung jawabnya.
Personil mencatat proses produksi dengan l mengikuti petunjuk yang ada dalam
Batch Record yaitu bahan awal yang digunakan dalam produksi meliputi
pencatatan semua pemasukan dan pengeluaran, keterangan persediaan, nomor
bets, tanggal kadaluarsa, serta keterangan pemasoknya. Pencatatan dalam Batch
Record dapat meminimalisir terjadinya kesalahan saat proses produksi.
Lafi Puskesad memiliki tiga alur besar yang meliputi alur proses, alur
personil dan alur materil. Alur proses meliputi kegiatan pengolahan dan 86
pengemasan. Pengolahan dan pengemasan yang dilakukan berdasarkan pada
prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk. Prosedur
pengolahan induk menjelaskan secara terperinci pengolahan suatu produk dalam
bentuk sediaan, kekuatan, dan ukuran bets dimana segala macam alat yang
digunakan ditulis. Sedangkan prosedur pengemasan induk menjelaskan secara
terperinci pengemasan suatu produk. Seluruh proses pengolahan dan pengemasan
yang sudah dilaksanakan dicatat dan di dokumentasikan dalam catatan
pengolahan bets dan catatan pengemasan bets.
Alur personil dimulai ketika personil hendak memasuki ruang produksi,
dimana personil harus melepas pakaiannya di loker kelas G dan menggantinya
dengan baju kelas G (Jas Lab). Lalu personil melewati koridor kelas G dan
memasuki ruang kerja kelas G atau F yang meliputi kegiatan (Pengemasan,
penyimpanan, pencucian, dsb.). Jika personil ingin memasuki ruang kerja kelas E
untuk melakukan kegiatan (pengolahan: mulai penimbangan sampai pengemasan
primer), personil terlebih dahulu memasuki loker kelas E untuk mengganti jas lab
dengan baju kelas E (Cover All). Kemudian memasuki ruang
Interlock/Airlock/ruang antara/Air Shower dan melewati koridor kelas E.
Sedangkan personil yang ingin memasuki ruang kerja kelas A, personil terlebih
dahulu melewati ruang kelas D, C, dan B dimana diantara dua ruangan yang
mempunyai tingkat kebersihan yang berbeda terdapat ruang antara.
Alur material bahan awal dari Instalsimpan ke Instalprod untuk diproses
adalah sebagai berikut : bahan awal yang masih dikemas dalam kemasan
sekunder yang berada di Instalsimpan, dibawa ke ruang antara/interlock untuk
dilepas kemasan sekundernya dan dikeluarkan dari ruang antara oleh petugas
Instalsimpan kelas G. Kemudian bagian luar dari kemasan primernya dibersihkan
oleh petugas Instalsimpan kelas E dan barang masuk ke koridor kelas E.
Kemudian memasuki unit proses pengolahan kelas E (penimbangan sampai
pengemasan primer) dan dilakukan IPC (In Process Control) untuk memantau
mutu obat pada setiap proses produksi oleh personil produksi pada produk antara,
produk ruahan, dan produk jadi. Sehingga dapat diputuskan apakah produk jadi
itu diluluskan. Jika lulus, maka Instalsimpan akan mengirimkan produk jadi ke
Gupus II untuk didistribusikan. 87 Sistem perencanaan yang ada di Lafi
Puskesad untuk distribusi produk terlalu lama sampai ke konsumen, karena harus
melewati serangkaian peraturan yang panjang. Sistem perencanaan dan
pengadaan bahan baku obat sampai menjadi produk yang siap didistribusikan ke
seluruh daerah di Indonesia memerlukan waktu yang cukup lama yaitu selama
empat tahun pertama dimulai dengan pengajuan dari tiap-tiap daerah seluruh
Indonesia ke Subbinyankes. Tahun kedua adalah untuk pengadaan bahan baku
obat. Tahun ketiga merupakan tahun untuk diadakannya proses produksi dan
tahun terakhir adalah untuk distribusi produk jadi ke tiap-tiap daerah di seluruh
Indonesia.
4.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi
Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) pada periode 2 – 27 Juli 2018
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Lafi Puskesad merupakan industri farmasi yang berperan dalam
pengadaan obat-obatan dengan mutu, khasiat, serta keamanan yang
terjamin untuk digunakan oleh Dukkes dan Yankes tertentu.
2. Lafi Puskesad memiliki personil yang terkualifikasi sesuai dengan
CPOB sebagai Penanggung Jawab pada Bagian Produksi (β-laktam
dan non β-laktam), Pengawasan Mutu (Quality Control) dan
Pemastian Mutu (Quality Assurance). Hal ini telah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
3. Kegiatan produksi sediaan β-laktam, sefalosporin dan derivatnya, dan
non βlaktam dilaksanakan pada bangunan yang terpisah dan
dilengkapi dengan berbagai fasilitas sesuai dengan kebutuhan
produksinya dan telah memenuhi persyaratan CPOB.
4. Pada tahun 2017 Lafi Puskesad telah mendapat resertifikasi sertifikat
CPOB yaitu sediaan β-laktam.
4.2 Saran
1. Diperlukan lebih banyak staff untuk mengisi setiap bagian instalasi
yang di butuhkan agar dapat melaksanakan kegiatan produksi di
industry LAFI PUSKESAD secara maksimal dan sesuai dengan tugas
nya masing-masing.
2. Sebaiknya semua gedung dilengkapi dengan alat pendeteksi asap
kebakaran untuk mengantisipasi jika terjadinya kebakaran dan
diperlukan pengadaan generator listrik sebagai sumber listrik untuk
menunjang proses produksi.
3. Perlunya sistem komputerisasi yang sudah tervalidasi dimana saling
terhubung antara Instalasi di Lafi Puskesad untuk mempermudah
pengawasan, pencarian data, dan penelusuran informasi
4. Sistem pendokumentasian perlu ditingkatkan, agar proses
dokumentasi lebih teratur dan sistematis baik terhadap dokumen
utama dan dokumen penunjang.
5. Agar dapat melaksanakan pedoman mutu yang sesuai diperlukan
adanya komitmen, konsisten dan continous improvment.