Anda di halaman 1dari 23

Nb /; http://asuhankeperawatanonline.blogspot.

com/2012/03/asuhan-
keperawatan-pada-ns-dengan.html

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENGLIHATAN: RETINOBLASTOMA

Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Anak II Semester Lima
yang Diampu oleh : Zakiyah Yasin, S.Kep., NS., M.Kep

DISUSUN OLEH:

SITI YANA (718621090)

AYU PERMATASARI (718621065)

UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2020
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang merupakan tugas mata kuliah keperawatan anak II dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan penyakit Retino Blastoma”
           
Kami  juga sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali kekurangan.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua
pihak akan sangat membantu demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. kami juga
sangat berharap semoga makalah ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai suatu acuan
untuk pembuatan makalah berikutnya yang lebih baik.

Sumenep, 15 September 2020

Kelompok
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retinoblastoma adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang paling
sering dijumpai pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan
kebutaan, melainkan juga kematian. Di negara berkembang, upaya pencegahan dan
deteksi dini belum banyak dilakukan oleh para orang tua. Salah satu sebabnya adalah
pengetahuan yang masih minim mengenai penyakit kanker tersebut.
Dalam penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan 10% anak
usia sekolah memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-anak sulit
menceritakan masalah penglihatan yang mereka alami. Karena itu, skrining mata pada
anak sangat diperlukan untuk mendeteksi masalah penglihatan sedini mungkin. Skrining
dan pemeriksaan mata anak sebaiknya dilakukan pada saat baru lahir, usia 6 bulan, usia
3-4 tahun, dan dilanjutkan pemeriksaan rutin pada usia 5 tahun ke atas. Setidaknya anak
diperiksakan ke dokter mata setiap 2 tahun dan harus lebih sering apabila telah
ditemukan masalah spesifik atau terdapat faktor risiko.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan
tentang penyakit retina blastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia
masih kurang di perhatikan. Dan kami sebagai perawat perlu memahami  dan
mengetahui mengenai asuhan keperawatan terhadap pasien dengan retino blastoma.
1.2 Rumusan Masalalah
a. Bagaimanakah konsep teori retino blastoma?
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan retinoblastoma?
1.3 Tujuan 
a. Tujuan Umum:
            Mengetahui secara umum mengenai penyakit retini blastoma serta asuhan
keperawatan yang tepat terhadap penyakit retino blastoma tersebut.
b. Tujuan khusus :
1. Mengetahui Pengertian dari  penyakit retino blastoma.
2. Mengetahui etiologi dari penyakit retino blastoma.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit retina blastoma.
4. Mengetahui patofisiologi dari penyakit retino blastoma.
5. Mengetahui  penatalaksanaan terhadap pasien retino blastoma.
6. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien retino blastoma
7. Mengetahui Web Of Caution (WOC) dari penyakit Retinoblastoma
8. Manfaat
Kita yang nantinya sebagai tenaga kesehatan dapat mengetahui dan faham akan
asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien retina  blastoma,sehinggga didunia
rumah sakit nanti dapat menerapkan asuhan keperawatan ke pasien retino blastoma
dengan tepat.
 

BAB 2
TINJAUAN  PUSTAKA
 
2.1 Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf
embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal.
Rata rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada
kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan
tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini
menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan anestesi pada anak anak
dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung
Sutaryo, 2006 ).
Retinoblastoma adalah tumor ganas elemen-elemen embrional retina. Gangguan
ini merupakan tumor ganas utama intra okuleryang terjadi pada anak-anak terutama pada
umur dibawah 5 tahun dan sebagian besar didiagnosis antara usia 6 bulan dan 2 tahun.
( Ns. Indriana N. Istiqomah, S.Kep).
Retinoblastoma adalah kanker salah satu atau kedua mata yang berasal di jala,
terang sensitif lapisan mata yang memungkinkan mata untuk melihat dan terjadi pada
anak-anak muda. (Abramson DH, 1985).
Retinoblastoma adalah tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada anak-
anak, terutama pada usia dibawah 5 tahun. (Wijaya N, 1993).
Retinoblastoma adalah kanker yang terjadi pada retina mata. Retina adalah lapisan
mata yang sensitif terhadap cahaya (yang memungkinkan mata untuk melihat).
Retinoblastoma biasanya terjadi pada anak sewaktu masih berada dalam kandungan
sampai berusia 5 tahun, tapi paling sering menyerang anak berusia dibawah 2 tahun.
Retinoblastoma dapat disembuhkan bila terdeteksi dini. Retinoblastoma yang terjadi pada
satu mata disebut sebagai unilateral dan yang terjadi pada dua mata disebut sebagai
bilateral.  90% dari pasien penderita retinoblastoma tidak memiliki sejarah penderita
retinoblastoma dalam keluarga. Sedang 10% lainnya memiliki sejarah penderita
retinoblastoma dalam keluarga. Retinoblastoma biasanya terjadi pada anak sewaktu masih
berada dalam kandungan sampai berusia 5 tahun, tapi sering menyerang anak berusia 2
tahun.
Retinoblastoma adalah tumor intraokuler maligna primer masa anak yang paling
lazim. Retinoblastoma terjadi pada kira-kira 1 dalam 18.000 bayi. 250-300 kasus baru
terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Terdapat pola transmisi herediter dan non-
herediter, tidak ada prediksi jenis kelamin atau ras. Tumor terjadi bilateral pada 25-35 %
kasus. Umur rata-rata saat diagnosis untuk tumor bilateral adalah 12 bulan, kasus
unilateral didiagnosis pada rata-rata umur 21 bulan. Kadang-kadang, tumor ditemukan
saat lahir, saat remaja, atau bahkan pada masa dewasa (Nelson, 2000).
2.2 ANATOMI FISIOLOGI MATA
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.
Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan
siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif
dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah
depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya
ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen
dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan
paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat
berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel
batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls
syaraf.
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina.
Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas
berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea
dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya
ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan
merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak.
Cahaya masuk ke mata dari media ekstenal seperti, udara, air, melewati kornea
dan masuk ke dalam aqueous humor. Refraksi cahaya kebanyakan terjadi di kornea
dimana terdapat pembentukan bayangan yang tepat. Aqueous humor tersebut merupakan
massa yang jernih yang menghubungkan kornea dengan lensa mata, membantu untuk
mempertahankan bentuk konveks dari kornea (penting untuk konvergensi cahaya di
lensa) dan menyediakan nutrisi untuk endothelium kornea. Iris yang berada antara lensa
dan aqueous humor, merupakan cincin berwarna dari serabut otot. Cahaya pertama kali
harus melewati pusat dari iris yaitu pupil. Ukuran pupil itu secara aktif dikendalikan oleh
otot radial dan sirkular untuk mempertahankan level yang tetap secara relatif dari cahaya
yang masuk ke mata. Terlalu banyaknya cahaya yang masuk dapat merusak retina.
Namun bila terlalu sedikit dapat menyebabkan kesulitan dalam melihat. Lensa
yang berada di belakang iris berbentuk lempeng konveks yang memfokuskan cahaya
melewati humour kedua untuk menuju ke retina.
Untuk dapat melihat dengan jelas objek yang jauh, susunan otot siliare yang
teratur secara sirkular akan akan mendorong lensa dan membuatnya lebih pipih. Tanpa
otot tersebut, lensa akan tetap menjadi lebih tebal, dan berbentuk lebih konveks. Manusia
secara perlahan akan kehilangan fleksibilitas karena usia, yang dapat mengakibatkan
kesulitan untuk memfokuskan objek yang dekat yang disebut juga presbiopi. Ada
beberapa gangguan refraksi lainnya yang mempengaruhi bantuk kornea dan lensa atau
bola mata, yaitu miopi, hipermetropi dan astigmatisma.Selain lensa, terdapat humor
kedua yaitu vitreous humor yang semua bagiannya dikelilingi oleh lensa, badan siliar,
ligamentum suspensorium dan retina. Dia membiarkan cahaya lewat tanpa refraksi dan
membantu mempertahankan bentuk mata.
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh
selubung fascia bola mata.
Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian
anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa
dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata
oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika
tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang
menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas
limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya
yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama
dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel
konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina
limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan
aqueous humour.
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas
lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke
belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi
perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris
(adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya
yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi camera anterior
dan posterior, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat
sirkuler dan radier.
3. Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak
dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya.
Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah
jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri
atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina
ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula
lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian tengahnya
berlekuk disebut fovea sentralis.
Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula
lutea melalui discus nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya
yaitu tempat dimana ditembus oleh a. centralis retinae. Pada discus ini sama sekali
tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut
sebagai bintik buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta ini tampak
berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
2.3 Etiologi
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral atau unilateral
dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral,
sedangkan 90 % kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%.
Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai
pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak
terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa
menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan
kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung
mata dan ke otak (melalu saraf penglihatan/nervus optikus).
2.4 Manifestasi klinis
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor
dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar
akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di vitreus (Vitreous
seeding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke
segmen anterior mata , akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan
berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis
dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sclera ke jaringan orbita
dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah.
Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol kebadan kaca. Di
permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal.
Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikular dan submandibula dan,
hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati.
Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan
infeksi virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di
bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya.
Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata
kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila
terihat tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat
mata dan pada kondisi gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut
bisa terindikasi penyakit retinoblastoma.
 
2.5 Patofisiologi
             Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor
yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda
peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan
masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan
berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis
dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus
paranasal, dan metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus
terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat
neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen,
ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum
tulang dan visera , terutati.
2.6 Klasifikasi Stadium
Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi
1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
Tumor menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan eksoftalmus
kemudian dapt pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose
diatasnya. Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan
tempat utama dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1. Derajat I intraokular
a. tumor retina.
b. penyebaran ke lamina fibrosa.
c. penyebaran ke ueva.
2. Derajat II orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan    biopsi.
b. Nervous optikus.
2.7 Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah
pengobatan local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk
jenis ekstrokular, regional, dan metastatic.
Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih
terlindungi. Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat
keluarga, karena diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan
retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular
yang sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan local.
2.8 Jenis terapi
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk
meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua
tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan
orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan
konservatif mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau
terjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak
atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda
atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. Massa
orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah
kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita.
2. External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi
merupakan terapi efektif lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar
dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh
retina. Pada bayi mudah harus dibawah anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini,
dan harus ada kerjasama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter radioterapi
untuk memubuat perencanan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi
tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan
fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan.
Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhantulang orbita, yang
akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah terjadi
malignasi skunder.
3. Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang
makin sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya
digunakan untuk tumoryang ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju dengan
kryo atau fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini
juga digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti
bahwa cara ini menimbulkan malignansi sekunder.
4. Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat
diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai
kontrol lokal terapi.  Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk tumorbagian depan dan
dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara
fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik
menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada
tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut
yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit
menyebabkan komplikasi jangka panjang.
5. Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan
kemoterapi sebagai terapi awal untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk
mengurabgi ukuran tumor dan membuat tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi
sudah dibuktikan tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan
obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini muncul lagi.
Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBICT atau
enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baaik sendiri atau
dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah digunakan. Sekarang
kemoreduksi dilakukan sebagai terspi awal kasus retinoblastoma bilateral dan
mengancam fungsi mata.
6. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang
luas, prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah
kecil pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang
diterimanya secra luas sistem stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam
variasi. Sebagian besar penelitian didasarkan pada gambaran factor risiko secara
histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk
menentukan risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk
pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti
nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus
optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah
penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal
dianjurkan. Obat yang digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid, teniposid,
sikofosfamid, ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah
dikombinasi dengan idarubisin. Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi
keluar orbita dan limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk,
sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan
pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa
dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal
ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein pada
retinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi.
 
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
RETINO BLASTOMA
 Kasus Retino Blastoma Pada Anak
Anak T umur 3 tahun di diagnosa  retino blastoma pada mata  kanannya setahun
yang lalu. Lima  bulan yang lalu, mata kanan anak  T di lakukan  oprasi pengangkatan
tumor. Saat ini anak T masuk rumah sakit karena di mata kirinya terdapat bercak putih
di mata tengahnya. Matanya  menonjol terdapat  strabismus.  Anak  T mata kirinya
visusnya 1/60 dan dari hasil pemriksaan patologi anatomi di temukan metastase ke otak
dan mata kiri. Dari keterangan keluarga, ternyata nenek pasien pernah menderita kanker
servix.
3.1 Pengkajian
Anamnesa:
1. Identitas pasien
        a. Nama : T
        b. Usia : 3 Tahun
        c. Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Keluhan Utama : Keluhan utama yang di rasakan pasien adanya penurunan fungsi
penglihatan
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Satu tahun yang lalu pasien mengalami retino
blastoma di mata sebelah kanan. Kemudian dilakukan tindakan operasi
pengangkatan mata. Saat ini di mata kiri pasien terdapat retino blastoma. Terdapat
bintik putih pada mata tepatnya pada retina, terjadi penonjolan,dan terdapat
stabismus.          
4. Riwayat penyakit keluarga : Dari keterangan keluarga di temukan data bahwa
nenek dari pasien pernah menderita kanker servix.
5. Riwayat penyakit masa lalu
  Pemeriksaan Fisik
 B1 : Breathing (Respiratory System) : Normal
 B2 : Blood (Cardiovascular system) : Normal
 B3 : Brain (Nervous system) : nyeri kepala, visus 1/60, strabismus, bola mata
menonjol
 B4 : Bladder (Genitourinary system) : Normal
 B5 : Bowel (Gastrointestinal System) : Normal
 B6 : Bone (Bone-Muscle-Integument) :
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidak mampuan untuk melakukan
aktivitas.
 Biopsikososial spiritual:
Gejala          : Perasaan tidak percaya diri ,berbeda dengan teman sebayanya.
Tanda          : murung, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung
3.2 Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1. Data Subjektif : Gangguan penerimaan Gangguan persepsi
sensori pada lapisan sensori penglihatan
 Pasien mengeluh buram fotoreseptor
saat melihat sesuatu. ↓
Data objektif : Ketajaman penglihatan
menurun
 Visus mata kiri 1/60
 
2. Data subjektif: Keterbatasan lapang Resiko cedera
pandang (trauma)
 Klien mengeluh ↓
pandanganya kabur Resiko tinggi cedera
Data objektif :

 Tajam penglihatan
menurun
3. Data subjektif : Retinoblastoma Nyeri  Kronis

 Mengeluh nyeri di bagian
mata kiri Metastase lewat aliran darah
 Keluhan nyeri saat ↓
menggerakan mata Ke otak
Data objektif :

 Ekspresi meringis
 Sering menangis
 Bola mata menonjuol
4. Data subjektif : Perubahan penampilan Gangguan citra diri
setelah operasi
 Klien mengeluh malu ↓
 Klien mengeluh takut Malu
Data objektif : ↓
Gangguan citra diri
 Rasa percaya diri
berkurang
 Menutup diri
5. Data objektif : Pembatasan aktivitas Risiko keterlambatan
↓ perkembangan
 Kurang percaya diri Fungsi motorik terganggu
 Suka menyendiri ↓
Kurang percaya diri

Risiko keterlambatan
perkembangan

 
 
3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan


sensori dari mata
2. Resiko tinggi cidera, berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang
3. Nyeri berhubungan dengan metastase ke otak, penekanan tumor ke arah otak.
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca operasi 
5. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas.
 
3.4 Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Goal Statement (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
o Keperawatan
1. Gangguan  Mempertahankan lapang  O : Monitor  
persepsi ketajaman penglihatan adanya bintik
sensori tanpa kehilangan lebih putih pada mata.  Dengan
penglihatan lanjut.  N : Kaji mengetahui
  Tentukan ketajaman secara ekspresi
penglihatan, catat apakah menyeluruh perasaan pasien
satu atau kedua mata tentang bintik dapat
terlibat. putih pada mata mempermudah
termasuk lokasi tindakan
dan faktor keperawatan
penyebab. selanjutnya
 E :Anjurkan  
tidak menyentuh
mata dan
anjurkan tidak
terpapar oleh
debu dan polusi
 C : Lakukan
tindakan untuk
membantu
pasien untuk
menangani
keterbatasan
penglihatan,
contoh, atur
perabot/mainan,
perbaiki sinar
suram dan
masalah
penglihatan
malam.
2. Nyeri akut  Rasa nyeri yang di rasakan  O : 
pasien berkurang / hilang identifikasi  
o  Tentukan riwayat skala nyeri
nyeri, misalnya  N : Ajarkan  Persetujuan
lokasi nyeri, tindakan klien dan
frekuensi, durasi, pereda nyeri keluarga akan
dan intensitas  E : mempermudah
(skala 0 – 10) dan Anjurkan pelaksanaan
tindakan memonitor terapi   
penghilangan yang nyeri secara  
digunakan mandiri Untuk selanjutnya klien
 C dapat melakukan
:kolaborasi tindakan pereda nyeri
pemberian secara mandiri     
analgetik,jik
a perlu   
3 Cemas  Kecemasan dapat segera  O : 
berhubungan teratasi. indentifikas
dengan  Kaji tingkat ansietas, i respon
penyakit derajat pengalaman emosional
yang diderita nyeri/timbulnya gejala tiba terhadap
klien. – tiba dan pengetahuan kondisi saat
  kondisi saat ini. ini
 Berikan informasi yang  N :fasilitasi
akurat dan jujur. memperole
Diskusikan dengan h
keluarga bahwa pengetahua
pengawasan dan n,
pengobatan dapat keterampila
mencegah kehilangan n, dan
penglihatan tambahan. peralatan
 Dorong pasien untuk yang di
mengakui masalah dan perlukan
mengekspresikan perasaan. untuk
 Identifikasi sumber/orang mempertah
yang menolong. ankan
 Untuk mempermudah keputusan
rencana tindakan perawatan
keperawatan yang akan pasien.
diberikan selanjutnya  E :
 Kolaborasi dengan informasika
keluarga pasien akan n kemajuan
mempercepat proses pasien
penyembuhan. secara
berkala.
 C : rujuk
untuk
terapi
keluarga,
jika perlu
4 Resiko  Resiko cedera berkurang.  O : 
cidera  Orientasikan pasien klien indentifikas  
trauma. terhadap lingkungan, staf, i resiko
dan orang lain yang ada di  N : terapi  Dukungan
areanya. trauma keluarga penting
 Anjurkan keluarga anak dalam proses
memberikan mainan yang  E : edukasi penyembuhan
aman (tidak pecah), dan penguranga pasien
pertahankan pagar tempat n resiko  
tidur.  C: -  
 Arahkan semua alat  
mainan yang dibutuhkan  
klien pada tempat sentral
pandangan klien dan
mudah untuk dijangkau.  Mempermudah
 Orientasi akan pengambilan
mempercepat penyesuaian mainan
diri pasien di lingkungan
baru
5  Risiko  Proses  perkembangan  O:  
keterlambata klien berjalan dengan  
n normal.  
perkembanga  Berikan  kesempatan anak  
n mengambil keputusan dan  
melibatkan orang tua
dalam perencanaan  Orang tua
kegiatan. berperan penting
o Melibatkan orang dalam tumbuh
tua berperan aktif kembang anak
dalam perawatan  Cara paling
anak mudah dan
o Lakukan efektif unuk
pendekatan melalui anak-anak
metode permainan.
o Buat jadwal untuk
prosedur terapi dan
latihan.
o Upaya
meningkatkan pola
pikir klien
 

BAB 4
PENUTUP
 
Kesimpulan
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang)
atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada
anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina
embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral
bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
            Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan perlunya
pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi. Dan
kita sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang gejala dini retinoblastoma
agar dapat segera diobati.
 
Daftar Pustaka
 
(Anonim Oktober 2010,09:00)
(Anonim) retinoblastoma.com/retinoblastoma/frameset1.htm
(07 Oktobebr 2010,10:00)
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum. Jakarta :widya medika.
Permono, Bambang, dkk. 2006. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta:Badan Penerbit
IDAI.
WOC ASKEP RETINOBLASTOMA

Eksogen Endogen

Kesalahan replikasi Lingkungan berpolusi,


gerakan atau perbaikan bahan kimia, sinar UV,
sel radiasi

Mutasi pada sel retina

Retino blastoma

Endofitik Eksofiatik

Tumor tumbuh ke Tumbuh keluar lapisan


dalam vitrenous retina / sub retina
Leukocaria Tumor mencapai Peningkatan massa Pembatasan aktivitas
area macular

Penurunan visus mata Peningkatan TIO


Strabismus Proses sosialisasi
terganggu

Gangguan penglihatan Ketidakmampuan Mata menonjol


untuk fiksasi Resiko
perkembangan
Nyeri Akut terganggu
Perubahan persepsi
sensori penglihatan Mata mengalami
deviasi

Penurunan lapang
pandang

Gangguan persepsi
sensori penglihatan

Resiko tinggi cidera


Metastase

Melalui aliran darah

Mata kiri Otak

Mata
Strabismus Leucocaria Gangguan pada Nyeri kepala
menonjol Gangguan pada
cerebelum N. Optikus

Gangguan Gangguan persepsi


ingatan sensori penglihatan
Kemoterapi Operasi

Mual /muntah Alopesia Degradasi Kulit Pre Operasi Post Operasi


sumsum tulang hiperpigmentasi

Kurangnya Kurang Perubahan


Nutrisi Gangguan
Degradasi kulit pengetahuan pengetahuan fisik mata
berkurang konsep diri Produksi
menurun mengenai perawatan
eritrosit
prosedur/ post operasi
terganggu
tindakan
operasi Perubahan
Resiko body image
Kekurangan
eritrosit (anemia) infeksi

Anda mungkin juga menyukai