OBESITAS
OBESITAS
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa transisi yang sangat penting bagi kehidupan
bagi kehidupan selanjutnya, namun banyak remaja yang tidak melewati masa
ini dengan optimal. Salah satu dari berbagai masalah yang menghalangi
dilewatinya masa ini dengan baik adalah masalah gizi. Lingkungan dan gaya
hidup telah membuat remaja di hadapkan kepada masalah gizi yaitu seperti
kelebihan gizi “Obesitas”.
Obesitas pada remaja telah menjadi salah satu masalah kesehatan paling
penting di banyak Negara. Dan seiring dengan meningkatnya obesitas,
meningkat pula penyakit- penyakit yang terkait dengannya. Karena itu, peran
dokter dan perawat anak dalam mendidik orang tua mengenai obesitas,
mengenali obesitas dalam praktik sehari-hari, dan menangani obesitas beserta
penyakit yang sering kali menyertainya menjadi sangat penting.
Obesitas di Indonesia sudah mulai dirasakan secara nasional dengan
semakinmeningginya angka kejadiannya. Selama ini, kegemukan di Indonesia
belum menjadisorotan karena masih disibukkan masalah anak yang
1
2
2. Apa saja penyebab terjadinya obesitas pada remaja dan faktor apa saja
yang dapat terjadi obesitas pada remaja?
1.3 Tujuan
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
5
6
Genoid (tipe buah pear) asal bersamaan dengan diet dan olah raga yang
tepat.
Pada tipe ini lemak tertimbun dibagian tubuh sebelah bawah yaitu
disekitar perut, pinggul, paha, pantat, dan umumnya banyak ditemui pada
wanita yang lebih sukar untuk menurunkan berat badan.
2.3 Etiologi
6
7
b. Faktor Endokrin
d. Pola Makan
Pola hidup modern, dengan pola makan modern pula, yang sekarang
ini banyak dianut orang ternyata sangat berpotensi rawan Obesitas. Sebab,
gaya hidup dan pola makan yang disebut modern ini jelas sangat
7
8
Obesitas dapat terjadi karena salah satu faktor atau kombinasi faktor,
antara lain:
e. Gaya Hidup
f. Lingkungan
1) Kebiasaan
8
9
4) Kebiasaan Mengemil
9
10
g. Psikologi
Stres (rasa cemas, takut) akan muncul pada pola yang berbeda untuk
setiap orang. Beberapa orang dalam menghadapinya akan mengalihkan
perhatian pada makanan, terutama yang menjadi kesukaanya, memang
sementara waktu, hal tersebut dapat mengatasi kejemuan, menimbulkan
perasaan puas, dan mengatasi suasana stres. Apabila keadaan ini berlanjut
dan tidak terkontrol, otomatis akan timbul suatu kebiasaan makan yang
tidak baik karena dapat mengakibatkan kegemukan (obesitas). Terutama
bila makanan yang sering dimakan kaya akan kalori, tinggi lemak dan
karbohidrat.(http.e-psikologi.com,07).
10
11
2.4 Patofisiologis
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada
anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama
anak wanita, selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan
dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika periksa usia tulangnya),
sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan matang itu akan
11
12
a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil
dengan jari – jari yang berbentuk runcing.
b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan
dagu yang berbentuk ganda.
12
13
sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan
keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan
akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan
kaki.
2.6 Penatalaksanaan
1. Gaya hidup
2. Bedah bariatric
13
14
4. Balon Intragastrik
5. Pintasan Usus
14
15
2.7 Komplikasi
1. Hipertensi.
2. Diabetes.
3. Dislipidemia.
5. Osteoartritis.
6. Apnea tidur.
15
16
7. Asthma
Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak mengalami serangan
asma atau pembatasan keaktifan fisik.
8. Kanker
16
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
17
18
BAB IV
4.1 Obesitas
dan hewani seperti protein nabati yaitu tempe dan tahu dikonsumsi
remaja sebanyak 2-3 potong setiap harinya. Berdasarkan hasil
wawancara, remaja obesitas rata-rata mengkonsumsi sumber protein
seperti tempe kedelai sebanyak 2-3x setiap hari, tahu kedelai sebanyak
2x setiap hari, ayam 2x setiap hari, telur ayam ras 1x setiap hari, ikan
segar, abon, daging sapi, susu, dan keju.
Remaja di Amerika Serikat menerima asupan protein lebih tinggi
dari kebutuhan sehari yang direkomendasikan sehingga jarang
mendapatkan buktibukti tanda kekurangan protein di negara tersebut.
Kelebihan asupan protein dapat mengakibatkan kelebihan berat badan
atau sampai obesitas. Kelompok usia remaja sangat disibukkan dengan
berbagai macam aktivitas fisik. Atas pertimbangan berbagai faktor
tersebut, kebutuhan kalori, protein, dan mikronutrien pada kelompok
usia ini perlu diutamakan
2. Asupan lemak
Asupan lemak yang lebih ditemukan lebih banyak pada kelompok
obesitas dibandingkan kelompok tidak obesitas. Hasil penelitian tentang
asupan lemak menunjukkan bahwa tingginya konsumsi lemak
disebagian besar sampel penelitian mengkonsumsi makanan tinggi
lemak seperti gorengan yaitu tempe mendoan, tahu goreng, lumpia,
risoles, martabak, telur dadar dan biasanya makanan yang digoreng
tersebut tinggi protein. Dengan demikian makanan yang digoreng
memiliki kontribusi yang besar dalam asupan lemak tiap harinya.
Hampir sepertiga anak Amerika usia 4-19 tahun mengkonsumsi
lemak setiap hari yang mengakibatkan penambahan berat badan 3 kg
per tahun. Namun, masalah obesitas sesungguhnya bukan terletak pada
pola santap yang berlebihan, melainkan pada kesalahan memilih jenis
santapan. Pada anak remaja, kudapan berkontribusi 30% atau lebih dari
total asupan kalori remaja setiap hari. Kudapan ini sering mengandung
tinggi lemak, gula, dan natrium sehingga dapat meningkatkan resiko
kegemukan dan karies gigi.
25
3. Asupan karbohidrat
Asupan karbohidrat berlebih pada kelompok obesitas ditemukan
lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak obesitas. Tingginya
konsumsi karbohidrat disebabkan sebagian sampel penelitian
mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat pada jam istirahat (jajan)
seperti nasi goreng, cilok, batagor, mie ayam, bakso, dan siomay. Selain
itu juga dari jenis makanan ringan seperti chitato, keripik singkong, dan
keripik kentang. Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan diubah
menjadi lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini
kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan lemak dalam
jumlah tidak terbatas. Ukuran atau porsi makan yang terlalu berlebihan
juga dapat memiliki banyak kalori dalam jumlah banyak dibandingkan
dengan apa yang dianjurkan untuk orang normal untuk konsumsi
sehari-harinya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang mengatakan
bahwa ada perbedaan bermakna antara asupan karbohidrat pada
kelompok anak obesitas dan tidak obesitas. Usia remaja rentan akan
risiko obesitas karena pada usia ini remaja mengalami penurunan
aktivitas fisik, peningkatan konsumsi tinggi lemak, dan tinggi
karbohidrat
4. Asupan serat
Berbeda dengan asupan serat, persentase asupan serat kurang
ditemukan lebih banyak pada kelompok non-obesitas (76,4%)
dibandingkan obesitas (59,7%). Berdasarkan hail wawancara dengan
SQ-FFQ diketahui jenis sumber serat yang sering dikonsumsi oleh
subjek kelompok obesitas meliputi serealia (nasi putih, jagung, roti
tawar, mi kuning), umbi-umbian yaitu kentang, kacang-kacangan
(tempe kedelai dan tahu), sayuran (bayam, bunga kol, sawi hijau, daun
singkong, daun papaya, kacang panjang, kangkung, tomat, wortel),
buahbuahan (apel, jeruk, mangga, semangka, melon), dan teh.
Sementara jenis sumber serat yang sering dikonsumsi subjek kelompok
26
5. Asupan sarapan
Pada penelitian ini diketahui jumah terbanyak subjek yang tidak
sarapan pagi ada pada kelompok obesitas (65,3%). Kebanyakan subyek
yang tidak sarapan pagi karena terbatasnya waktu pada saat pagi,
mereka memilih tidak sarapan dikarenakan apabila mereka sarapan
terlebih dahulu mereka akan terlambat masuk sekolah sehingga mereka
biasanya makan pada saat istirahat siang hari. Subjek yang tidak
sarapan umumnya hanya minum susu atau teh, makan roti tawar, dan
ada juga yang tidak makan sama sekali. Rerata asupan subjek yang
tidak sarapan yaitu sebesar 365,256 kalori. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka tidak dikatakan sarapan karena asupan pada saat sarapan kurang
dari 25% AKG (±600 kkal). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa lebih banyak anak yang tidak sarapan cenderung obesitas.
Sarapan sering disepelekan untuk beberapa alasan. Padahal tubuh
memerlukan nutrisi sekaligus energi untuk melakukan aktivitas
sepanjang hari. Selain itu sarapan sangat penting untuk
memepertahankan pola makan yang baik.
Melewatkan sarapan akan mengakibatkan merasa sangat lapar dan
tidak dapat mengontrol nafsu makan sehingga pada saat makan siang
akan makan dalam porsi yang berlebih (overreacting) (23). Saat kita
melewatkan sarapan, kita cenderung untuk makan berlebihan saat
makan sang. Padahal saat melewatkan makan, metabolisme tubuh
melambat dan tidak mampu membakar kalori berlebihan yang masuk
saat makan siang tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat bahwa anak atau remaja yang
meninggalkan sarapan akan berisiko untuk menjadi overweight atau
obesitas dibandingkan mereka yang sarapan.
Faktor risiko yang berkontribusi menyebabkan obesitas antara lain:
1. Faktor genetik
Beberapa penyakit keturunan yang sangat jelas terkait dengan
obesitas antara lain sindrom Prader-Willi dan sindrom Bardet-Biedel.
29
Gemuk atau kurus badan seseorang bergantung pada faktor DNA yang
merupakan komponen molekul dasar genetika yang tersusun atas
nukleotida-nukleotida. Remaja yang memiliki orang tua dengan badan
gemuk akan mewariskan tingkat metabolisme yang rendah dan memiliki
kecenderungan kegemukan bila dibandingkan dengan remaja yang
memiliki orang tua dengan berat badan normal. Peningkatan insidensi
obesitas pada sebagian besar kasus bukan merupakan faktor genetik
melainkan faktor eksternal yang berperan lebih besar.
2. Kuantitas dan kualitas makanan
Peningkatan konsumsi makanan olahan yang mudah dikonsumsi
menyebabkan pergeseran kebiasaan makan pada remaja. Makanan tersebut
yaitu makanan cepat saji (ready prepared food) dan makanan cepat saji
(fast food) yang mempunyai densitas energi yang lebih tinggi daripada
makanan tradisional pada umumnya, sehingga menyebabkan energi masuk
secara berlebihan.
3. Status sosial ekonomi
Pendapatan dari seseorang juga berpengaruh dalam terjadinya
obesitas. Seseorang dengan pendapatan yang besar dapat membeli
makanan jenis apa pun, baik itu makanan bergizi, makanan sehat, makanan
tinggi kalori seperti junk food, fast food, softdrink dan masih banyak
lainnya. Seseorang dengan pendapatan yang rendah cenderung
mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi ataupun makanan kurang
higienis yang dapat menyebabkan suatu kondisi tubuh yang buruk untuk
mereka.
4. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi menyebabkan orang tidak melaksanakan
kegiatan secara manual yang memerlukan banyak energi. Orang yang
menggunakan kendaraan bermotor semakin banyak daripada orang yang
berjalan kaki atau bersepeda. Komputer, internet, dan video game juga
telah menjadi gaya hidup remaja belakangan ini sehingga akan
meningkatkan sedentary time dari remaja.
30
5. Lingkungan Perilaku hidup sehari hari dan budaya suatu masyarakat akan
mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik tertentu. Lingkungan
keluarga sangat berperan dalam pola makan dan kegiatan yang dikerjakan
dalam sehari-hari. Hal ini juga berkaitan dengan pendidikan di sekitar
lingkungannya.
6. Aspek psikologis Asupan makanan pada setiap individu, dapat dipengaruhi
oleh kondisi mood, mental, kepribadian, citra diri, persepsi bentuk tubuh,
dan sikap terhadap makanan dalam konteks sosial.
2. Diabetes
4. Apnea tidur
5. Asthma
Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak mengalami serangan
asma atau pembatasan keaktifan fisik.
6. Kanker
Inti dari perubahan pola makan ini adalah mengurangi asupan kalori
total. Caranya dengan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur, serta
membatasi gula dan lemak. Bicarakan dengan dokter atau ahli gizi untuk
mengetahui kebutuhan kalori.
3. Modifikasi perilaku
4. Obat antiobesitas
a. Nilai BMI lebih dari 27 dan ada komplikasi medis dari obesitas, seperti
diabetes, peningkatan tekanan darah, dan sleep apnea.
Ada dua jenis obat yang telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk penurunan berat badan, yakni:
a. Sibutramin
33
b. Orlistat
5. Tindakan pembedahan
b. Nilai BMI antara 35-39,9 dan terdapat risiko kesehatan serius terkait
obesitas, seperti diabetes atau peningkatan tekanan darah.
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Jangan menggap obesitas adalah hal yang biasa saja dan bagi yang
mengalami obesitas sebaiknya melakukan program pengobatan dan yang bagi
yang belum terkena maka marilah kit hindrai obesitas tersebut karena
mencegah lebih baik dari pada mengobati agar tidak mengakibatkan hal-hal
yang lebih buruk lagi.
36
DAFTAR PUSTAKA
http://www.rimanews.com/read/20121030/80012/waspadai-resiko-penyakit-
ginjal-pada-remaja-obesitas
http://gregoire.mypharma.be/fr/Default/Surpoids%20et%20ob%C3%A9sit
%C3%A9-6433.aspx
http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/01/obesitas-sumber-munculnya-
berbagai-penyakit-446596.html
http://lintaszonabaca.blogspot.com/2011/06/penyebab-obesitas-adalah-
teknologi.html