Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Analisis situasi

Masa remaja adalah masa transisi yang sangat penting bagi kehidupan
bagi kehidupan selanjutnya, namun banyak remaja yang tidak melewati masa
ini dengan optimal. Salah satu dari berbagai masalah yang menghalangi
dilewatinya masa ini dengan baik adalah masalah gizi. Lingkungan dan gaya
hidup telah membuat remaja di hadapkan kepada masalah gizi yaitu seperti
kelebihan gizi “Obesitas”.

Remaja di hadapkan pada masalah yang saat ini menjadi “Trend”


karena jumlahnya yang terus meningkat tajam “Obesitas atau Kegemukan”.
Masalah ini bisa berakibat fatal bagi fase kehidupan remaja selanjutnya.
Banyak penelitian yang menunjukan bahwa obesitas pada remaja akan
berlanjut sampai dewasa dan remaja yang obesitas mempunyai resiko yang
jauh lebih tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskuler. Tidak banyak
remaja yang tau atau mau memilih gizi yang seimbang, meskipun sering kita
menyebut “fast food” dengan istilah “junk food”, tidak banyak orang yang
menyadari bahwa makanan tersebut memang betul – betul “sampah”.
Sifatnya yang tinggi lemak namun rendah serat, vitamin, dan mineral,
membuatnya membawa lebih banyak kerugian dari pada keuntungan.

Obesitas pada remaja telah menjadi salah satu masalah kesehatan paling
penting di banyak Negara. Dan seiring dengan meningkatnya obesitas,
meningkat pula penyakit- penyakit yang terkait dengannya. Karena itu, peran
dokter dan perawat anak dalam mendidik orang tua mengenai obesitas,
mengenali obesitas dalam praktik sehari-hari, dan menangani obesitas beserta
penyakit yang sering kali menyertainya menjadi sangat penting.
Obesitas di Indonesia sudah mulai dirasakan secara nasional dengan
semakinmeningginya angka kejadiannya. Selama ini, kegemukan di Indonesia
belum menjadisorotan karena masih disibukkan masalah anak yang

1
2

kekurangan gizi. Meskipun obesitasdi Indonesia belum mendapat perhatian


khusus, namun kini sudah saatnya Indonesiamulai melirik masalah obesitas
pada anak
Beberapa survei WHO tahun 2000 yang dilakukan di Negara
berkembang menunjukkan prevalensi obesitas pada remaja yang cukup tinggi.
Penelitian di Malaysia menunjukan prevalensi obesitas mencapai 13,8%
untukkelompok umur 10 tahun. Di Cina kurang lebih 10% anak sekolah
mengalami obesitas. Di Indonesia sendiri didapatkan prevalensi obesitas
sebesar 9,7% di Yogyakarta, 10,6% di Semarang, dan 15,8% di Denpasar.
Seiring dengan meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat, jumlah
penderita kegemukan (overweight) dan obesitas cenderung
meningkat.DiIndonesia, masalah kesehatan yang diakibatkan oleh gizi lebih
ini mulai muncul pada awal tahun 1990-an. Peningkatan pendapatan
masyarakat pada kelompok sosial ekonomi tertentu, terutama di perkotaan,
menyebabkan adanya perubahan pola makan dan pola aktivitas yang
mendukung terjadinya peningkatan jumlah penderita kegemukan dan
obesitas.
Aktivitas fisik dan atau olah raga merupakan sebagian kebutuhan pokok
dalam kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan kebugaran yang
diperlukan dalam melakukan tugasnya. Majunya dunia teknologi
memudahkan semua kegiatan sehingga menyebabkan kita kurang bergerak
(hypokinetic), seperti penggunaan remote kontrol, komputer, lift dan tangga
berjalan, tanpa diimbangi dengan aktifitas fisik yang akan menimbulkan
penyakit akibat kurang gerak.
Gaya hidup duduk terus-menerus siswa dalam bersekolah (sedentary)
dan kurang gerak ditambah dengan adanya faktor risiko, berupa merokok,
pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan penyakit tidak menular,
seperti penyakit jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi,
penyakit kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi
dan kecemasan.
3

Jika dibiarkan, akan mengganggu sumber daya manusia (SDM) di


kemudian hari. Prevalensi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan
mencapai tingkat yang membahayakan. Berdasarkan data SUSENAS tahun
2004 prevalensi obesitas pada anak telah mencapai 11%. Di Indonesia hingga
tahun 2005 prevalensi gizi baik 68,48%, gizi kurang 28%, gizi buruk 88%,
dan gizi lebih 3,4% (Data SUSENAS,2005).
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan


permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan obesitas pada remaja?

2. Apa saja penyebab terjadinya obesitas pada remaja dan faktor apa saja
yang dapat terjadi obesitas pada remaja?

3. Apa saja dampak obesitas pada remaja?

4. Bagaimana cara Cara Mencegah Serta Mengatasi Obesitas Yang Dialami


Oleh Remaja

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang


ingin dicapai dalam penelitiaan ini yaitu.
1.3.1 Tujuan Umum

Setelah diberikan penyuluhan remaja diharpkan dapat memahami


dan mengetahui tentang obesitas pada remaja.

1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah diberikan penyuluhan tentang obesita pada remaja,


sasaran dihatrap dapat :
1. Untuk mengetahui pengertian obesitas pada remaja.
2. Untuk mengetahui penyebab dari obesitas pada remaja.
4

3. Untuk mengetahui faktor komplikasi yang dapat terjadi dari obesitas


pada remaja.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan yang akan dilakukan untuk
meminimalisir obesitas yang dialami oleh remaja.
5. Untuk mengetahui meyebutkan Penanganan obesitas
6. Untuk mengetahui klasifikasi obesitas.
1.4 Manfaat

Dengan adanya penelitian tentang obesits pada remaja, baik penulis


maupun pembaca dapat memporeleh beberapa manfaat, yaitu :
1. Maanfaat Teoritis
a. Manfaat penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan
memperkaya ilmu pengetahuan mengenai obesitas pada remaja.
b. Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah keilmuan tentang
bagaimana penyebab dan pengaruh obesitas terhadap remaja.
2. Maanfaat Praktis
a. Manfaat dalam penelitian ini adalah untuk kepentingan masyarakat
luas,terutama untuk Remaja mengetahui tentang pengaruh obesitas pada
remaja.
b. Memberikan informasi tentang penyebab obesitas dan bagaimaa cara
Untuk pencegahan yang akan dilakukan untuk meminimalisir obesitas
yang dialami oleh remaja.
BAB II

KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH

2.1 Definisi

Obesitas adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan


adanya kelebihan berat badan. Kata obesitas berasal dari bahasa Latin yang
berarti makan berlebihan, tetapi saat ini obesitas didefinisikan sebagai
kelainan ata penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh
secara berlebihan.

Morbid obesity adalah keadaan kesehatan dan status gizi dengan


akumulasi lemak tubuh berlebih disertai resiko kelainan patologis yang multi
organ.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi berat badan rendah, normal berat badan lebih berdasarkan


indeks masa tubuh.

Indeks Massa Tubuh (BMI) Kg/m2


Berat Badan Rendah <18,5
Normal 18,5 – 22,9
Berat Badan Lebih 23,0
Berat Badan Lebih dengan Resiko 23,0 – 24,9
Obesitas 1 (ringan) 25,0 – 40,0
Obesitas 2 (sedang) 40,0 – 100,0
Jenis obesitas:

a. Tipe Android (tipe buah apel)

Kegemukan tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang


berlebihan dibagian tubuh sebelah atas yaitu disekitar dada, bahu, leher
dan muka. Pada muka ini lebih mudah menurunkan berat badan dibanding
tipe

5
6

Genoid (tipe buah pear) asal bersamaan dengan diet dan olah raga yang
tepat.

b. Tipe Genoid (tipe buah pear)

Pada tipe ini lemak tertimbun dibagian tubuh sebelah bawah yaitu
disekitar perut, pinggul, paha, pantat, dan umumnya banyak ditemui pada
wanita yang lebih sukar untuk menurunkan berat badan.

2.3 Etiologi

Penyebab morbid obesity adalah multifaktor, faktor berikut ini


sedikitnya terlibat pada beberapa kasus obesitas:

a. Genetik Atau Keturunan

Obesitas pada manusia biasanya keturunan, tetapi memisahkan


penyebab genetik dengan lingkungan adalah sukar, kemungkinan:

a) Menempatkan senter makan di atas senter makan normal.

b) Herediter abnormal pada faktor psikik

c) Faktor genetik pada pemakaian energi dan penyimpanan energi

Bakat gemuk faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya


kegemukan. Pengaruhnya belum jelas, tetapi ada bukti yang mendukung
fakta bahwa keturunan merupakan faktor penguat terjadinya kegemukan.
Dari hasil penelitian gizi di Amerika serikat dilaporkan bahwa anak-anak
dari orang tua normal mempunyai 10% peluang menjadi gemuk, peluang
tersebut akan meningkat menjadi 40-45% bila salah satu orang tuanya
menderita obesitas, dan akan meningkat lagi menjadi 70-80% bila kedua
orang tuanya mengalami obesitas. Ada penyakit Impaired Glucose
Tolerance (IGT) dengan pemeriksaan biologi molekular (b cell
dysfunction) menunjukkan ada kelainan genetik dan dengan gejala
obesitas.

6
7

b. Faktor Endokrin

Hipotiroidei menjadi obesitas, kemungkinan karena hilangnya


aktivitas katabolisme, juga karena kerja tiroksin untuk liposis, dapat dilihat
pada miksudem

Resisten insulin pada diabetes tipe II sering merupakan akibat


obesitas, menurunnya reseptor insulin terutama di otot skelet, hati dan
jaringan lemak.

Fenomena ini diikuti dengan menurunnya kemampuan insulin untuk


transpor glukose, oksidasi glukose, dan hipogenesis leh sel adipose.

Sensitivitas penghambat liposis dalam sel lemak individu obesitas


menjadi naik.

c. Faktor Sarafi (nerognik)

Pada manusia kerusakan fungsional atau strktural seperti tumor,


trauma dan inflamasi sampai dengan memberikan obesitas.

d. Pola Makan

Saat ini pola makan adalah faktor yang paling memengaruhi


terjadinya kasus obesitas. Bayangkan di mana-mana ada mall baru, setiap
kali anak-anak muda jadi kepingin mencoba mall yang baru. Janjian sama
teman di mall. Menunggu waktu ekstrakulikuler ke mall. Weekend ke mall
lagi. Padahal di mall jarang ada restoran yang menyediakan makanan
sehat. Yang ada hanya burger, pizza, ayam goreng, crepes, dan lain-lain
yang masuk kategori junk food.” Padahal junk food mempunyai
kandungan tinggi kalori, dari karbohidrat dan dari lemak. Itu yang
menyebabkan berat badan cepat naik," ujar Dr Leane.

Pola hidup modern, dengan pola makan modern pula, yang sekarang
ini banyak dianut orang ternyata sangat berpotensi rawan Obesitas. Sebab,
gaya hidup dan pola makan yang disebut modern ini jelas sangat

7
8

mengancam kualitas kesehatan, justru karena kelebihan gizinya. Kelebihan


gizi membuat orang menjadi kegemukan yang mengarah munculnya
penyakit kronis, khususnya diabetes melitus (DM).

Obesitas dapat terjadi karena salah satu faktor atau kombinasi faktor,
antara lain:

1) suatu asupan makanan yang berlebih,

2) rendahnya pengeluaran energi basar.

3) kurangnya aktivitas fisik. Terjadinya obesitas karena adanya


ketidakseimbangan antara asupan energi dan energi yang dikeluarkan
atau digunakan untuk beraktivitas. Karena asupan terlalu banyak
sementara pengeluaran kurang, maka terjadilah mula-mula overweight
(kelebihan berat) dan selanjutnya menjadi obese (gemuk).

e. Gaya Hidup

Seberapa sering anak-anak muda kita berjalan kaki, Ke mal atau ke


kafe sewaktu weekend banyak yang mengendarai mobil, Banyak
diantaranya yang malas ikut kegiatan ekstrakulikuler, dan mereka merasa
lebih nyaman di kamar sambil main PS. Itulah yang menyebabkan tidak
adanya output energy.

f. Lingkungan

Pengaruh keluarga, biasanya dari keluarga mampu membelikan anak


atau keluarganya makanan, atau uang saku yang berlebihan, pengaruh
trend makanan junk fod seperti kentang goreng, pizza, burger, salad, ice
cream, dll.

1) Kebiasaan

Kebiasaan makan dalam suatu keluarga secara tidak langsung di


contoh oleh anak – anaknya, misalnya makan yang berlebih, frekuensi
makan yang sering, kelebihan snack dan makan di luar waktu makan.

8
9

2) Cara Memilih Makan Yang Salah

Hal ini terjadi terutama disebabkan semakin banyaknya di jual


makanan cepat saji yang mengandung kalori tinggi (padat energi),
seperti pizza, hamburger, fried chicken, spageti, es krim, kue tart, donat,
dan sebagainya yang mengandung lemak tinggi dan gula berlebih.

3) Menggoreng dan Memasak Dengan Santan

Minyak dan santan adalah lemak yang mengandung ikatan jenuh


sehingga sukar dipecah menjadi bahan bakar. Selain itu, makanan yang
digoreng dan diberi santan biasanya terdiri dari bahan – bahan makanan
tinggi kolesterol misalnya daging goreng, gulai, dan rendang. Oleh
karena itu biasakanlah lebih sering memasak dengan cara memepes,
mengetim, membakar atau memanggang.

4) Kebiasaan Mengemil

Makan di luar waktu makan, bila tidak dibatasi, kalori yang


masuk akan sanggat tinggi karena biasanya makanan yang dipakai kue
– kue manis dan gurih.

5) Melupakan Makan Pagi

Karena buru – buru dan dianggap tidak praktis, orang biasanya


akan melewatkan makan paginya. Tidak disadari bahwa hal tersebut
mengakibatkan cepat lapar. Makan pagi sangat diperlukan untuk
mendapat energi saat akan kerja, Rasa lapar akibat tidak makan pagi
akan dikompensasikan beberapa jam kemudian sehingga secara tidak
sadar timbul perasaan lapar dan akan mencari makanan camilan
ataupun makan siang yang jumlahnya jauh lebih baik banyak
dibandingkan kalau sudah makan pagi sebelumnya.

9
10

6) Makan Makanan Secara Berlebihan

Frekuensi makan yang tidak teratur Menghindari nasi: penderita


obesitas terkadang begitu hobi terhadap nasi, mereka beranggapan
bahwa seolah – olah nasi adalah sumber peningkatan berat badan.
Tanpa disadari, perasaan ini dikompensasikan kemakanan lain sebagai
pengganti nasi.

g. Psikologi

Makan berlebihan dapat terjadi sebagai respon terhadap kesepian,


berduka depresi. Karena dapat di konotasikan waktu luang sebagi jam
makan.

Stres atau depresi merupakan faktor pisikologis (emosional).


Menurut Dr.Hilde Bruch, faktor tersebut berhubungan erat dengan rasa
lapar dan nafsu makan. Sejumlah hormon akan disekresi sebagai
tanggapan dari keadaan psikologis sehingga terjadi peningkatan
metabolisme energi untuk dipecah dan digunakan untuk aktifitas fisik. Jika
seseorang tidak dapat mengunakan bahan bakar yang telah disediakan
maka tubuh tidak mempunyai alternatif lain sehinga menyimpanya sebagai
lemak. Proses tersebut menyebabkan glukosa darah menurun sehingga
menyebabkan rasa lapar pada orang yang mempunyai tekanan psikologis.

Stres (rasa cemas, takut) akan muncul pada pola yang berbeda untuk
setiap orang. Beberapa orang dalam menghadapinya akan mengalihkan
perhatian pada makanan, terutama yang menjadi kesukaanya, memang
sementara waktu, hal tersebut dapat mengatasi kejemuan, menimbulkan
perasaan puas, dan mengatasi suasana stres. Apabila keadaan ini berlanjut
dan tidak terkontrol, otomatis akan timbul suatu kebiasaan makan yang
tidak baik karena dapat mengakibatkan kegemukan (obesitas). Terutama
bila makanan yang sering dimakan kaya akan kalori, tinggi lemak dan
karbohidrat.(http.e-psikologi.com,07).

10
11

2.4 Patofisiologis

Metabolisme glukosa berperan penting dalam mengatur penumpukan


lemak, selama kelebihan kalori disimpan sebagai lemak dan kekurangan
glukosa akan terjadi pelepasan lemak sebagai sumber energi. Individu yang
obesitas mampu menyimpan lemaknya dengan mudah, namun tidak mampu
melepas lemak ini atau membakarnya untuk energi.

Faktor heredity juga berperan penting dalam perkrmbangan obesity.


Individu yang obes ditandai dengan kebiasaan makan pada malam hari dan
sering kali tidak makan saat pagi hari.

Ada teori yang menjelaskan mengenai perkembangan obesitas yaitu


pertama, teori sel adipose menjelaskan jumlah sel di jaringan adipose
meningkat maka ukuran sel lemak juga meningkat. Kedua, teori point set
bahwa individu yang mempunyai tingkat predetermine untuk berat badan
relatif stabil selama usia dewasa, maka dengan meningkatnya intake kalori
maka metabolic rate meningkat untuk membakar kelebihannya, bila intake
dikuirangi maka metabolisme menurun untuk menyimpan energi.

Faktor sosial budaya juga berperan penting dalam peningkatan berat


badan.pola makan tiap budaya dan sosial berbeda. Begitu juga denga faktor
psikologis bisa memberikan suatu dasar untuk pola makan. Pada remaja juga
kebiasaan makannya adalah mencoba berbagai makanan dan senang makan
dengan kawan bermainn dibandingkan dengan keluarga. Para remaja
umumnya emosional mereka yang dipengaruhi adalah gangguan body image,
harga diri rendah, isolasi sosial, depresi dan merasa ditolak.

2.5 Manifestasi klinis

Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada
anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama
anak wanita, selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan
dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika periksa usia tulangnya),
sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan matang itu akan

11
12

mempunyai tinggi badan yang relative rendah dibandingkan dengan anak


yang sebayanya.

Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas :

a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil
dengan jari – jari yang berbentuk runcing.

b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan
dagu yang berbentuk ganda.

c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan payudara


yang telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian menimbulkan
perasaan yang kurang menyenangkan.

d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul


lonceng, kadang – kadang terdapat strie putih atau ungu.

e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan biasanya


pada biseb dan trisebnya

Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang


mungkin merupakan penyebab atau keadaan dari obesitas.

Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam


dinding dada bisa menekan paru - paru, sehingga timbul gangguan
pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas
yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan
menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu),
sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.

Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk


nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah
pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan
kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan
tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya,

12
13

sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan
keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan
akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan
kaki.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Obesitas dianjurkan agar melalui banyak cara secara


bersama-sama. Terdapat banyak pilihan antara lain:

1. Gaya hidup

Perubahan perilaku dan pengaturan makan. Prinsipnya mengurangi


asupan kalori dan meningkatkan keaktifan fisik, dikombinasikan dengan
perubahan perilaku. Kata pepatah Cina kuno “makan malam sedikit akan
membuat Anda hidup sampai sembilan puluh sembilan tahun”. Pertama
usahakan mencapai dan mempertahankan BB yang sehat. Konsumsi kalori
kurang adalah faktor penting untuk keberhasilan penurunan BB.
Pengaturan makan disesuaikan dengan banyak faktor antara lain usia,
keaktifan fisik. Makan jumlah sedang makanan kaya nutrien, lemak rendah
dan kalori rendah. Pilih jenis makanan dengan kepadatan energi rendah
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan, jenis makanan sehat, jenis
karbohidrat yang berserat tinggi, hindari manis-manisan, kurangi lemak.
Awasi ukuran porsi, dan hitung kalori misalnya makanan yang diproses
mengandung lebih banyak kalori daripada yang segar. Perbanyak kerja
fisik, olahraga teratur, dan kurangi waktu nonton TV.

2. Bedah bariatric

Di Amerika Serikat cara ini dianjurkan bagi mereka dengan IMT 40


kg/m2 atau IMT 35,0-39,9 kg/m2 disertai penyakit kardiopulmonar, DM
t2, atau gangguan gaya hidup dan telah gagal mencapai penurunan BB
yang cukup dengan cara non-bedah. (NIH Consensus Development Panel
pada tahun 1991). Kemudian pada tahun 2004 ASBS Consensus
menganjurkan juga cara ini untuk mereka dengan IMT 30,0–34,9 kg/m2

13
14

dengan keadaan komorbid yang dapat disembuhkan atau diperbaiki secara


nyata. Dapat diharapkan penurunan BB maksimal 21–38%.

3. Obat-obat anti obesitas

Ada obat yang mempunyai kerja anoreksian (meningkatkan


satiation, menurunkan selera makan, atau satiety, meningkatkan rasa
kenyang, atau keduanya), contohnya Phentermin. Obat ini hanya
dibolehkan untuk jangka pendek. Orlistat menghambat enzim lipase usus
sehingga menurunkan pencernaan lemak makanan dan meningkatkan
ekskresi lemak dalam tinja dengan sedikit kalori yang diserap. Sibutramine
meningkatkan statiation dengan cara menghambat ambilan kembali
monoamine neurotransmitters (serotonin, noradrenalin dan sedikit
dopamin), menyebabkan peningkatan senyawa-senyawa tersebut di
hipotalamus. Rimonabant termasuk kelompok antagonuis CB1, yang
menghambat ikatan cannabinoid endogen pada reseptor CB1 neuronal,
sehingga menurunkan selera makan dan menurunkan BB. Orlistat,
sibutramin dan rimonabant dapat dipergunakan untuk jangka lama dengan
memperhatikan efek sampingnya; rimonabant masih ditunda di Amerika
Serikat. Sayangnya obat-obatan tersebut tiada yang dapat memenuhi
harapan dan kebutuhan orang. Oleh karena itu industri farmasi masih
mengembangkan banyak calon obat baru.

4. Balon Intragastrik

Balon Intragastrik adalah kantung poliuretan lunak yang dipasang ke


dalam lambung untuk mengurangi ruang yang tersedia untuk makanan.

5. Pintasan Usus

Pintasan usus meliputi penurunan berat badan dengan cara


malabsorbsi. Tindakan ini kadang-kadang dilakukan dengan diversi
biliopankreatik, yang memerlukan reseksi parsial lambung dan eksisi
kandung empedu dengan transeksi jejunum . jejunum proksimal

14
15

dianastomosiskan (dihubungkan melalui pembedahan) ke ilium distal, dan


jejunum distal dianastomosiskan ke bagian sisa dari lambung.

2.7 Komplikasi

Seorang obesitas menghadapi risiko masalah kesehatan yang berat,


antara lain:

1. Hipertensi.

Penambahan jaringan lemak meningkatkan aliran darah. Peningkatan


kadar insulin berkaitan dengan retensi garam dan air yang meningkatkan
volum darah. Laju jantung meningkat dan kapasitas pembuluh darah
mengangkut darah berkurang. Semuanya dapat menungkatkan tekanan
darah.

2. Diabetes.

Obesitas merupakan penyebab utama DM t2. Lemak berlebih


menyebabkan resistensi insulin, dan hiperglikemia berpengaruh negatif
terhadap kesehatan.

3. Dislipidemia.

Terdapat peningkatan kadar low-density lipoprotein cholesterol (jahat),


penurunan kadar high-density lipoprotein cholesterol (baik) dan
peningkatan kadar trigliserida. Dispilidemia berisiko terbentunya
aterosklerosis.

4. Penyakit jantung koroner dan Stroke

Penyakit-penyakit ini merupakan penyakit kardiovaskular akibat


aterosklerosis.

5. Osteoartritis.

Morbid obesity memperberat beban pada sendi-sendi.

6. Apnea tidur.

15
16

Obesitas menyebabkan saluran napas yang menyempit yang selanjutnya


menyebabkan henti napas sesaat sewaktu tidur dan mendengkur berat.

7. Asthma

Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak mengalami serangan
asma atau pembatasan keaktifan fisik.

8. Kanker

Banyak jenis kanker yang berkaitan dengan BBL misalnya pada


perempuan kanker payudara, uterus, serviks, ovarium dan kandung
empedu; pada lelaki kanker kolon, rektum dan prostat.

9. Penyakit perlemakan hati

Baik peminum alkohol maupun bukan dapat mengidap penyakit


perlemakan hati (non alcoholic fatty liver disease = NAFLD) atau non
alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis.

10. Penyakit kandung empadu

Orang dengan BBL dapat menghasilkan banyak kolesterol yang berisiko


batu kandung empedu.

16
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Lokasi Dan Waktu

Lokasi : Kelas, Universitas Wiraraja

Hari/Tanggal : Senin/ 02 Desember 2019

3.2 Kelompok Sasaran

Sasaran : Remaja dan Siswa

3.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan

Metode yang digunakan dalam pelakasanaan kegiatan penyuluahan


obesitas pada remaja yaitu proses Tanya jawab dan media yang digunakan
untuk kegiatan penyuluahan obesitas adalah leaflet.

3.4 Langkah-Langkah Kegiatan

Proses Kegiatan Penyuluhan


Kegiatan penyuluhan Kegiatan audiens Waktu
A. Pendahuluan a. Menjawab salam 1 menit
a. Mengucapkan salam b. mendengar
b. Memperkenalkan diri
c. Apreseasi

17
18

B. Kegiatan inti a. Memperhatikan, 30 menit


a. Menjelaskan pengertian mendengar dan
obesitas memahami
b. Menjelaskan penyebab b. Mendengarkan
dan faktor resiko dan
terjadinya obesitas memperhatikan
c. Menjelaskan pencegahan c. Mendengarkan
dan memgatasi dari dan
obesitas memperhatikan
d. Menjelaskan pencegahan d. Mendengarkan
yang akan dilakukan dan
untuk meminimalisir memperhatikan
obesitas e. Bertanya
e. Menjelaskan dan f. Mendengarkan
menyebutkan dengan penuh
penanganan obesitas perhatian
f. Menyebutkan klasifikasi g. Mendengarkan
obesitas
C. Penutup a. Ikut 5 Menit
a. Bersama audiens menyimpulkan
menyimpulkan materi materi bersama
b. Mengevaluasi materi b. Menjawab
yang telah diberikan pertanyaan
c. Menutup dan memberi c. Menjawab salam
saran
Evaluasi
1. Pra Kegiatan
Sebelum dilakukannya kegiatan semunya dipersiapkan dengan
matang mulaidari tempat, pembawa acara, dan pengisi acara.
2. Proses Kegiatan
berlangsung dengan baik dan tepat waktu, peserta antusias
danmendengarkan dengan baik.
19
20

BAB IV

HASIL KEGIATAN PEMBAHASAN

4.1 Obesitas

Obesitas merupakan masalah yang sering ditemukan di seluruh dunia.


Overweight dan obesitas adalah suatu kondisi yang perbandingan berat badan
dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Menurut World Health
Organization (WHO), obesitas adalah penimbunan atau akumulasi dari lemak
yang dapat mengganggu kesehatan.

Obesitas adalah keadaan patologis yaitu dengan terdapatnya penimbun


anlemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang
normal. Dan seiring dengan meningkatnya obesitas, meningkat pula penyakit-
penyakit yang terkai tdengannya. Karena itu, perandokter dan perawat anak
dalam mendidik orang tuamengenai obesitas, mengenali obesitas dalam
praktik sehari-hari, dan menanganiobesitas beserta penyakit yangseringkali
menyertainya menjadi sangat penting.
Remaja perlu diingatkan bahwa tidak ada gambaran tubuh yang
sempurna yang dapat dicapai. Berat yang sesuai untuk seseorang belum tentu
tepat untuk oranglain. Remaja harusdidorong untuk mencapai berat badan
yang sehat. Biasakan remaja untuk sarapan sebelum memulai aktivitas.
Walaupun kadang dianggap sepele, namun sesungguhnya sarapan merupakan
hal yang penting. Sarapan yang bergiziakan memberi energi untuk
menghadapi aktivitas sepanjang hari. Selain itu, sarapandapat
mencegahremaja makan berlebihan pada siang dan malam harinya. Bekali
jugaremaja dengan cemilansehat seperti buah-buahan. (Soetjiningsih, 1995).
4.2 Penyebab dan faktor risiko terjadinya obesitas
Ada berbagai penyebab yang membuat seorang anak remaja mengalami
berat berlebih. Mengetahui dan mengenal penyebab tersebut, dapat membantu
kita untuk mencari solusi dan cara penanganan yang tepat untuk masalah
21

yang dihadapi anak. Berikut beberapa penyebab dan penanganan obesitas


untuk Anda pelajari :
1. Kebiasaan makan yang buruk
Tidak makan makanan yang tepat pada jumlah yang tepat pada
waktu yang tepat adalah alasan utama yang berkontribusi terhadap obesitas
pada remaja. Makanan cepat saji danminuman ringan adalah penyebab
utama. Di samping itu, remaja cenderung makan yang cukup kuantitas
tetapi gagal untuk mendapatkan nutrisiyang tepat dari makanan yang
mereka konsumsi.
2. Kemalasan dan kurangnya berolahraga.
Karena teknologi yang sekarang menawarkan otomatisasi dalam
hampir segalasesuatuyang kita lakukan sebagian besar tugas-tugas yang
membutuhkan semacammengerahkanupaya telah efektif digantikan
dengan gadget dan barang-barang berteknologi tinggilainnya.
3. Faktor psikologis
Stres, kegelisahan dan terutama depresi dapat menyebabkan seorang
remaja untukmakan hanya untuk menenangkan diri. Ini adalah faktor
penting yang pada akhirnya akan menyebabkan kegemukan di remaja.
4. Kondisi-kondisi medis.
Beberapa kondisi penyakit dapat menyebabkan remaja menjadi
kelebihan berat badan seperti masalah tiroid.
5. Heredity
Ini adalah situasi di mana masalah kelebihan berat badan hanya
berjalan di dalam keluarga.
Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan suatu obesitas.
Berdasarkan penyebab, obesitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Obesitas primer
Obesitas primer disebabkan terlebih karena asupan gizi yang terlalu
berlebihan. Biasanya pada orang yang sulit mengatur konsumsi
makanan.
2) Obesitas sekunder
22

Obesitas sekunder tidak dihubungkan dengan konsumsi makanan.


Obesiitas sekunder merupakan obesitas yang disebabkan oleh karena
suatu kelainan atau penyakit seperti hipotiroid , hipogonadisme,
hiperkortisolisme, dll.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja
yaitu :
Hasil analisis menunjukkan bahwa asupan energi merupakan faktor
risiko kejadian obesitas pada remaja sejalan dengan hasil penelitian yang
menemukan asupan energi berlebih lebih banyak ditemukan pada
kelompok obesitas dibandingkan kelompok non-obesitas. Rerata asupan
energi remaja obesitas diperoleh dari jenis makanan tinggi energi seperti
kontribusi konsumsi sumber energi yaitu nasi 3 kali sehari, roti putih 2
lembar sekali makan, kentang, mie bihun, mie instan, dan dari jenis umbi-
umbian. Dari hasil wawancara dengan subjek juga didapatkan bahwa
makanan yang dikonsumsi menyumbangkan asupan energi tinggi yaitu
makanan dari makanan cepat saji (fast food). Dalam satu minggu remaja
obesitas dapat pergi ke outlet-outlet atau restoran cepat saji sebanyak 1-2
kali. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa peranan makanan cepat saji cukup bermakna dalam memberikan
kontribusi energi sebesar 10-25% terhadap asupan energi. Rerata asupan
energi cukup pada remaja obesitas kemungkinan disebabkan pada saat
wawancara menggunakan kuesioner SQFFQ, terdapat informasi yang
disembunyikan atau ketidakjujuran dari subjek penelitian yang mungkin
disebabkan rasa malu karena merasa dirinya gemuk sehingga menutupi
informasi tentang makanan yang dikonsumsi.
Kelompok remaja non-obesitas memiliki kebiasaan makan yang
sama dengan kelompok obesitas yaitu mengonsumsi makanan sumber
energi tinggi seperti nasi sebanyak 3 kali sehari dan ada juga remaja yang
hanya mengkonsumsi nasi 2 kali sehari, konsumsi dari mie bihun, nasi
merah, kentang, singkong, ketela juga sangat tinggi. Berdasarkan hasil
wawancara, remaja yang memilki asupan energi cukup, rata-rata tidak
23

mengkonsumsi makanan kudapan dari makanan cepat saji. Kelebihan


energi terjadi bila konsumsi energi makanan melebihi energi yang
dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh.
Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Ada beberapa faktor
penting yang menyumbang kejadian obesitas pada anak remaja yaitu
terutama kebiasaan makan yang berlebih tanpa memperhatikan asupan zat
gizi yang dikonsumsi terlebih pada asupan energy .
Siswa yang mempunyai asupan berlebih mempunyai kemungkinan
untuk obesitas kali lebih tinggi daripada siswa dengan asupan energi baik.
1. Asupan protein
Asupan protein yang lebih pada kelompok nonobesitas ditemukan
lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas. Hasil analisis
menunjukkan asupan protein bukan merupakan faktor risiko terjadinya
obesitas. Asupan protein merupakan faktor protektif, disini asupan
protein digunakan sebagai energi. Hal ini disebabkan asupan lemak dan
karbohidrat tidak cukup sehingga memecah protein. Apabila tubuh
kekurangan zat energi, fungsi protein untuk menghasilkan energi atau
untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam
lemak didalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk
membentuk glukosa dan energy Almatsier juga menjelaskan bahwa
dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminase.
Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan
diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh. Dengan demikian,
konsumai protein secara berlebihan juga dapat menyebabkan
kegemukan dan obesitas.
Dalam penelitian ini tidak adanya hubungan bermakna antara
asupan protein dan obesitas disebabkan oleh jumlah sampel yang
memiliki asupan cukup jauh lebih banyak dibandingkan sampel yang
memiliki asupan protein lebih. Banyaknya sampel non-obesitas yang
memiliki asupan protein yang termasuk dalam kategori lebih
disebabkan oleh banyaknya asupan protein dari sumber protein nabati
24

dan hewani seperti protein nabati yaitu tempe dan tahu dikonsumsi
remaja sebanyak 2-3 potong setiap harinya. Berdasarkan hasil
wawancara, remaja obesitas rata-rata mengkonsumsi sumber protein
seperti tempe kedelai sebanyak 2-3x setiap hari, tahu kedelai sebanyak
2x setiap hari, ayam 2x setiap hari, telur ayam ras 1x setiap hari, ikan
segar, abon, daging sapi, susu, dan keju.
Remaja di Amerika Serikat menerima asupan protein lebih tinggi
dari kebutuhan sehari yang direkomendasikan sehingga jarang
mendapatkan buktibukti tanda kekurangan protein di negara tersebut.
Kelebihan asupan protein dapat mengakibatkan kelebihan berat badan
atau sampai obesitas. Kelompok usia remaja sangat disibukkan dengan
berbagai macam aktivitas fisik. Atas pertimbangan berbagai faktor
tersebut, kebutuhan kalori, protein, dan mikronutrien pada kelompok
usia ini perlu diutamakan
2. Asupan lemak
Asupan lemak yang lebih ditemukan lebih banyak pada kelompok
obesitas dibandingkan kelompok tidak obesitas. Hasil penelitian tentang
asupan lemak menunjukkan bahwa tingginya konsumsi lemak
disebagian besar sampel penelitian mengkonsumsi makanan tinggi
lemak seperti gorengan yaitu tempe mendoan, tahu goreng, lumpia,
risoles, martabak, telur dadar dan biasanya makanan yang digoreng
tersebut tinggi protein. Dengan demikian makanan yang digoreng
memiliki kontribusi yang besar dalam asupan lemak tiap harinya.
Hampir sepertiga anak Amerika usia 4-19 tahun mengkonsumsi
lemak setiap hari yang mengakibatkan penambahan berat badan 3 kg
per tahun. Namun, masalah obesitas sesungguhnya bukan terletak pada
pola santap yang berlebihan, melainkan pada kesalahan memilih jenis
santapan. Pada anak remaja, kudapan berkontribusi 30% atau lebih dari
total asupan kalori remaja setiap hari. Kudapan ini sering mengandung
tinggi lemak, gula, dan natrium sehingga dapat meningkatkan resiko
kegemukan dan karies gigi.
25

3. Asupan karbohidrat
Asupan karbohidrat berlebih pada kelompok obesitas ditemukan
lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak obesitas. Tingginya
konsumsi karbohidrat disebabkan sebagian sampel penelitian
mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat pada jam istirahat (jajan)
seperti nasi goreng, cilok, batagor, mie ayam, bakso, dan siomay. Selain
itu juga dari jenis makanan ringan seperti chitato, keripik singkong, dan
keripik kentang. Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan diubah
menjadi lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini
kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan lemak dalam
jumlah tidak terbatas. Ukuran atau porsi makan yang terlalu berlebihan
juga dapat memiliki banyak kalori dalam jumlah banyak dibandingkan
dengan apa yang dianjurkan untuk orang normal untuk konsumsi
sehari-harinya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang mengatakan
bahwa ada perbedaan bermakna antara asupan karbohidrat pada
kelompok anak obesitas dan tidak obesitas. Usia remaja rentan akan
risiko obesitas karena pada usia ini remaja mengalami penurunan
aktivitas fisik, peningkatan konsumsi tinggi lemak, dan tinggi
karbohidrat
4. Asupan serat
Berbeda dengan asupan serat, persentase asupan serat kurang
ditemukan lebih banyak pada kelompok non-obesitas (76,4%)
dibandingkan obesitas (59,7%). Berdasarkan hail wawancara dengan
SQ-FFQ diketahui jenis sumber serat yang sering dikonsumsi oleh
subjek kelompok obesitas meliputi serealia (nasi putih, jagung, roti
tawar, mi kuning), umbi-umbian yaitu kentang, kacang-kacangan
(tempe kedelai dan tahu), sayuran (bayam, bunga kol, sawi hijau, daun
singkong, daun papaya, kacang panjang, kangkung, tomat, wortel),
buahbuahan (apel, jeruk, mangga, semangka, melon), dan teh.
Sementara jenis sumber serat yang sering dikonsumsi subjek kelompok
26

non-obesitas meliputi serealia (nasi putih, jagung kuning, roti tawar, mi


kuning), umbiumbian yaitu kentang, kacang-kacangan (tahu dan tempe
kedelai), sayuran (bayam, caisin, wortel, tomat), buahbuahan (jeruk,
melon, mangga), dan teh.
Sebagian besar asupan serat, baik itu pada kelompok obesitas
maupun non-obesitas masih kurang dari kecukupan. Hal ini terjadi
karena rendahnya konsumsi sayur dan buah. Berdasarkan hasil
wawancara, sebagian besar subjek pada kelompok non-obesitas
menyatakan bahwa mereka jarang mengkonsumsi sayuran dan
buahbuahan. Dalam seminggu, subjek mengaku maksimal 3 kali
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, bahkan ada beberapa yang
sama sekali tidak mengkonsumsi sayuran. Banyak alasan yang
menyebabkan subjek pada penelitian ini jarang mengkonsumsi sayuran
dan buahbuahan, salah satunya karena kurang suka dengan sayur dan
tidak ada waktu di rumah untuk makan sayur dan buah akibat aktivitas
yang lebih banyak di luar rumah. Beberapa subjek mengaku bahwa
orang tuanya jarang memasak sayur karena kesibukannya. Selain itu,
subjek juga mengaku lebih suka mengkonsumsi jenis makanan kering
seperti gorengan, aneka lauk (ayam, ikan, daging, dll), aneka jajanan
(batagor, sosis goreng, bakso, mi ayam), dan makanan manis seperti
roti dan kue. Alasanalasan tersebut juga sering dikemukakan oleh
beberapa subjek pada kelompok obesitas yang asupan seratnya kurang.
Jenis makanan yang dikonsumsi tersebut sedikit mengandung serat.
Pola makan dan kebiasan makan pada subjek penelitian
cenderung ke arah makanan yang berlemak, berminyak serta
mengandung banyak pati dan gula sehingga hal tersebut akan
menyebabkan asupan serat menjadi rendah. Selain itu, tersedianya
kantin, restauran cepat saji, dan pedagang keliling di sekitar area
sekolah yang umumnya menyajikan makanan yang berlemak dan
berminyak juga mempengaruhi asupan serat pada remaja. Pola
27

konsumsi yang diterapkan remaja sekarang ini adalah makanan yang


tinggi energi namun sedikit mengandung serat.
Pola konsumsi fast food Demikian juga untuk asupan energi fast
food yang sebagian besar subjek dengan jumlah asupan energi fast food
tinggi adalah kelompok non-obesitas dibandingkan kelompok obesitas
(60,3% vs 39,7%). Perbedaan jumlah asupan energi fast food antara
kelompok obesitas dan non-obesitas dapat disebabkan oleh porsi fast
food yang dikonsumsi lebih besar pada kelompok non-obesitas
dibandingkan dengan kelompok obesitas. Selain itu, jenis fast food
yang sering dikonsumsi subjek kelompok non-obesitas memiliki
kandungan energi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis fast food yang
sering dikonsumsi subjek pada kelompok obesitas, baik itu fast food
lokal maupun modern.
Jenis fast food yang sering dikonsumsi adalah fast food lokal.
Fast food yang sering dikonsumsi oleh subjek pada kelompok obesitas
adalah beef burger, burger ring on, es krim, steak, mie ayam, bakso, mi
instan, batagor, siomay, sosis, tempura, dan tela-tela sedangkan pada
kelompok non-obesitas meliputi beef burger, cheese burger, burger
regular, es krim, steak, mi ayam, bakso, mi instan, siomay, batagor, dan
sosis. Hasil wawancara dengan kelompok obesitas menyatakan bahwa
subjek mengaku sering mengkonsumsi fast food minimal 1x/ bulan dan
maksimal 1x/minggu. Hal ini karena setiap mengerjakan tugas
kelompok, subjek pasti pergi ke tempat-tempat yang menyediakan
aneka jenis fast food seperti di KFC dan Mc Donald. Selain itu, di
sekitar sekolah juga banyak yang menjajakan makanan jenis fast food
lokal, baik itu di kantin sekolah maupun di luar sekolah seperti
pedagang kaki lima. Sebaliknya, hasil analisis menunjukkan frekuensi
konsumsi fast food berlebih dapat menyebabkan risiko terjadinya
obesitas. Hal ini karena fast food merupakan jenis makanan cepat saji
yang mengandung tinggi energi, banyak mengandung gula, tinggi
lemak, dan rendah serat.
28

5. Asupan sarapan
Pada penelitian ini diketahui jumah terbanyak subjek yang tidak
sarapan pagi ada pada kelompok obesitas (65,3%). Kebanyakan subyek
yang tidak sarapan pagi karena terbatasnya waktu pada saat pagi,
mereka memilih tidak sarapan dikarenakan apabila mereka sarapan
terlebih dahulu mereka akan terlambat masuk sekolah sehingga mereka
biasanya makan pada saat istirahat siang hari. Subjek yang tidak
sarapan umumnya hanya minum susu atau teh, makan roti tawar, dan
ada juga yang tidak makan sama sekali. Rerata asupan subjek yang
tidak sarapan yaitu sebesar 365,256 kalori. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka tidak dikatakan sarapan karena asupan pada saat sarapan kurang
dari 25% AKG (±600 kkal). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa lebih banyak anak yang tidak sarapan cenderung obesitas.
Sarapan sering disepelekan untuk beberapa alasan. Padahal tubuh
memerlukan nutrisi sekaligus energi untuk melakukan aktivitas
sepanjang hari. Selain itu sarapan sangat penting untuk
memepertahankan pola makan yang baik.
Melewatkan sarapan akan mengakibatkan merasa sangat lapar dan
tidak dapat mengontrol nafsu makan sehingga pada saat makan siang
akan makan dalam porsi yang berlebih (overreacting) (23). Saat kita
melewatkan sarapan, kita cenderung untuk makan berlebihan saat
makan sang. Padahal saat melewatkan makan, metabolisme tubuh
melambat dan tidak mampu membakar kalori berlebihan yang masuk
saat makan siang tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat bahwa anak atau remaja yang
meninggalkan sarapan akan berisiko untuk menjadi overweight atau
obesitas dibandingkan mereka yang sarapan.
Faktor risiko yang berkontribusi menyebabkan obesitas antara lain:
1. Faktor genetik
Beberapa penyakit keturunan yang sangat jelas terkait dengan
obesitas antara lain sindrom Prader-Willi dan sindrom Bardet-Biedel.
29

Gemuk atau kurus badan seseorang bergantung pada faktor DNA yang
merupakan komponen molekul dasar genetika yang tersusun atas
nukleotida-nukleotida. Remaja yang memiliki orang tua dengan badan
gemuk akan mewariskan tingkat metabolisme yang rendah dan memiliki
kecenderungan kegemukan bila dibandingkan dengan remaja yang
memiliki orang tua dengan berat badan normal. Peningkatan insidensi
obesitas pada sebagian besar kasus bukan merupakan faktor genetik
melainkan faktor eksternal yang berperan lebih besar.
2. Kuantitas dan kualitas makanan
Peningkatan konsumsi makanan olahan yang mudah dikonsumsi
menyebabkan pergeseran kebiasaan makan pada remaja. Makanan tersebut
yaitu makanan cepat saji (ready prepared food) dan makanan cepat saji
(fast food) yang mempunyai densitas energi yang lebih tinggi daripada
makanan tradisional pada umumnya, sehingga menyebabkan energi masuk
secara berlebihan.
3. Status sosial ekonomi
Pendapatan dari seseorang juga berpengaruh dalam terjadinya
obesitas. Seseorang dengan pendapatan yang besar dapat membeli
makanan jenis apa pun, baik itu makanan bergizi, makanan sehat, makanan
tinggi kalori seperti junk food, fast food, softdrink dan masih banyak
lainnya. Seseorang dengan pendapatan yang rendah cenderung
mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi ataupun makanan kurang
higienis yang dapat menyebabkan suatu kondisi tubuh yang buruk untuk
mereka.
4. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi menyebabkan orang tidak melaksanakan
kegiatan secara manual yang memerlukan banyak energi. Orang yang
menggunakan kendaraan bermotor semakin banyak daripada orang yang
berjalan kaki atau bersepeda. Komputer, internet, dan video game juga
telah menjadi gaya hidup remaja belakangan ini sehingga akan
meningkatkan sedentary time dari remaja.
30

5. Lingkungan Perilaku hidup sehari hari dan budaya suatu masyarakat akan
mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik tertentu. Lingkungan
keluarga sangat berperan dalam pola makan dan kegiatan yang dikerjakan
dalam sehari-hari. Hal ini juga berkaitan dengan pendidikan di sekitar
lingkungannya.
6. Aspek psikologis Asupan makanan pada setiap individu, dapat dipengaruhi
oleh kondisi mood, mental, kepribadian, citra diri, persepsi bentuk tubuh,
dan sikap terhadap makanan dalam konteks sosial.

4.3 Dampak obesitas pada remaja


Remaja yang mengalami obesitas ketika dewasa akan menghadapi
masalah kesehatan, antara lain :
1. Hipertensi

Penambahan jaringan lemak meningkatkan aliran darah. Peningkatan


kadar insulin berkaitan dengan retensi garam dan air yang meningkatkan
volum darah. Laju jantung meningkat dan kapasitas pembuluh darah
mengangkut darah berkurang.Semuanya dapat menungkatkan tekanan
darah.

2. Diabetes

Penyebab utama DM t2.Lemak berlebih menyebabkan resistensi


insulin, dan hiperglikemia berpengaruh negatif terhadap kesehatan

3. Penyakit jantung koroner dan stroke

Penyakit-penyakit ini merupakan penyakit kardiovaskular akibat


aterosklerosis.

4. Apnea tidur

Obesitas menyebabkan saluran napas yang menyempit yang


selanjutnya menyebabkan henti napas sesaat sewaktu tidur dan
mendengkur berat.
31

5. Asthma

Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak mengalami serangan
asma atau pembatasan keaktifan fisik.

6. Kanker

Banyak jenis kanker yang berkaitan dengan BBL misalnya pada


perempuan kanker payudara, uterus, serviks, ovarium dan kandung
empedu; pada lelaki kanker kolon, rektum dan prostat.

7. Penyakit perlemakan hati

Baik peminum alkohol maupun bukan dapat mengidap penyakit


perlemakan hati (non alcoholic fatty liver disease = NAFLD) atau non
alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis.

8. Penyakit kandung empedu

Orang dengan BBL dapat menghasilkan banyak kolesterol yang


berisiko batu kandung empedu.

4.4 Cara pencegahan dan mengatasi

Cara Mencegah Serta Mengatasi Obesitas Yang Dialami Oleh Remaja


Adapun cara mencegah serta mengatasi obesitas yang di alami oleh remaja,
antara lain yaitu :

1. Perubahan pola makan “Diet”

Inti dari perubahan pola makan ini adalah mengurangi asupan kalori
total. Caranya dengan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur, serta
membatasi gula dan lemak. Bicarakan dengan dokter atau ahli gizi untuk
mengetahui kebutuhan kalori.

Diet ekstrim tidak disarankan karena dapat mengurangi nutrisi yang


seharusnya diperlukan dalam masa pertumbuhan remaja, misalnya dengan
terjadinya defisiensi vitamin. Puasa terus-menerus juga bukanlah suatu
32

jawaban karena penurunan berat badan kebanyakan berasal dari


kehilangan air dari dalam tubuh, sehingga tubuh akan terasa lemas.

2. Peningkatan aktivitas fisik

Tujuan aktivitas fisik dalam penurunan berat badan adalah


membakar lebih banyak kalori. Banyaknya kalori yang dibakar tergantung
dari frekuensi, durasi, dan intensitas latihan yang dilakukan. Salah satu
cara untuk menghilangkan lemak tubuh adalah dengan aerobik atau
berjalan kaki selama 30 menit setiap harinya. Dapat pula dilakukan
modifikasi yang dapat meningkatkan aktivitas fisik sehari-hari. Misalnya
dengan lebih memilih menggunakan tangga untuk naik atau turun
beberapa lantai dibanding menggunakan elevator.

3. Modifikasi perilaku

Modifikasi perilaku digunakan untuk mangatur/memodifikasi pola


makan dan aktivitas fisik pada mereka yang menjalani terapi obesitas.
Melalui modifikasi perilaku ini dapat diketahui faktor atau situasi apa yang
dapat membuat berat badan menjadi berlebih sehingga diharapkan dapat
membantu mengatasi ketidak patuhan dalam terapi obesitas.

4. Obat antiobesitas

Dokter dapat mempertimbangkan memberikan obat antiobesitas jika:

Metode penurunan berat badan lainnya tidak berhasil.

a. Nilai BMI lebih dari 27 dan ada komplikasi medis dari obesitas, seperti
diabetes, peningkatan tekanan darah, dan sleep apnea.

b. Nilai BMI lebih dari 30.

Ada dua jenis obat yang telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk penurunan berat badan, yakni:

a. Sibutramin
33

Sibutramin bekerja untuk menekan nafsu makan dengan cara


menghambat ambilan ulang neurotransmiter norepinefrin dan serotonin.
Sibutramine mengubah kimiawi otak sehingga anda akan merasa lebih
cepat kenyang.

Walaupun secara umum sibutramin dapat lebih menurunkan berat


badan dibanding diet dan olahraga, namun itu bukanlah segalanya.
Penelitian menunjukkan bahwa setelah satu tahun, pengguna sibutramin
mengalami penurunan berat badan hanya sekitar 5 kg dibanding mereka
yang menjalani diet rendah kalori dan menggunakan plasebo.

Efek samping penggunaan sibutramin yakni peningkatan tekanan


darah, sakit kepala, mulut kering, konstipasi, dan insomnia.

b. Orlistat

Orlistat merupakan suatu penghambat lipase, bekerja dengan


membatasi absorpsi lemak diet dari dalam tubuh. Orlistat mencegah
penyerapan/absorpsi lemak di usus. Lemak yang tidak diserap akan
keluar bersama kotoran.

Rata-rata penurunan berat dengan menggunakan orlistat adalah


sekitar 3 kg setelah satu tahun. Penggunaan orlistat harus disertai
dengan diet untuk memperoleh hasil terbaik.

Efek samping orlistat diantaranya kotoran yang berminyak dan


pergerakan usus yang lebih sering. Karena orlistat menghalangi
penyerapan beberapa nutrien, dokter juga akan menyarankan
penggunaan multivitamin.

5. Tindakan pembedahan

Jika semua tindakan di atas tidak mampu menurunkan berat badan,


maka pembedahan dapat menjadi pilihan. Operasi gastric bypass dapat
dilakukan dengan cara merubah anatomi sistem pencernaan untuk
34

membatasi jumlah makanan yang dimakan dan dicerna. Pembedahan


untuk menurunkan berat badan dapat dipertimbangkan jika:

a. Nilai BMI 40 atau lebih.

b. Nilai BMI antara 35-39,9 dan terdapat risiko kesehatan serius terkait
obesitas, seperti diabetes atau peningkatan tekanan darah.
35

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Obesitas merupakan suatu penyakit, yang memeng terlihat biasa saja


bagi beberapa kalangan, tetapi bisa menjadi ancaman besar bagi kalangan
lainnya, apa lagi pada remaja putri dan selain itu obesitas memilikii banyak
efek negative. Obesitas menimbulkan berbagai macam penyakit dan
menyebabkan kematian

5.2 Saran

Jangan menggap obesitas adalah hal yang biasa saja dan bagi yang
mengalami obesitas sebaiknya melakukan program pengobatan dan yang bagi
yang belum terkena maka marilah kit hindrai obesitas tersebut karena
mencegah lebih baik dari pada mengobati agar tidak mengakibatkan hal-hal
yang lebih buruk lagi.
36

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

http://www.rimanews.com/read/20121030/80012/waspadai-resiko-penyakit-
ginjal-pada-remaja-obesitas

http://gregoire.mypharma.be/fr/Default/Surpoids%20et%20ob%C3%A9sit
%C3%A9-6433.aspx

http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/01/obesitas-sumber-munculnya-
berbagai-penyakit-446596.html

http://lintaszonabaca.blogspot.com/2011/06/penyebab-obesitas-adalah-
teknologi.html

NANDA, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2005-2006Mansjoer,


Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius

Barbara C long.(1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung Guytion &


Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kapita Selekta Kedokteran Edisi Jilid Kedua, Media Aesculapius, FKUI 2000

Anda mungkin juga menyukai