Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN INDIVIDU PEMICU 3 BLOK 10

Cairan Rongga Mulut dan Cairan Periodontal


“Nggak Pe-De Bicara dengan Orang Lain”

Disusun Oleh:
Aza Behira Damaiyanti Sibuea
190600090
Kelompok 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
2020
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia,sehat secara jasmani


dan rohani. Tidak terkecuali anak-anak,setiap orang tua menginginkan anaknya bisa tumbuh dan
berkembang secara optimal, hal ini dapat dicapai jika tubuh mereka sehat. Selain kesehatan
tubuh,kesehatan gigi dan mulut juga penting karena kesehatan gigi dan mulut dapat
mempengaruhi kesehatan tubuh secara menyeluruh. Dengan kata lain bahwa kesehatan gigi dan
mulut merupakan bagian integral dari kesehatan tubuh secara keseluruhan yang tidak dapat
dipisahkan dari kesehatan tubuh secara umum.

Kesehatan rongga mulut yang baik merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan
(Integral Component) dari kesehatan umum yang baik (Malik,2008). Apabila kesehatan gigi dan
mulut ini diabaikan dapat menimbulkan penyakit sistemik lainnya yang berkesinambungan.
Penyakit gigi-geligi meliputi gigi dan jaringan pendukungnya yang merupakan proses biologis
yang fase awalnya tidak dapat ditentukan secara klinis. Suatu proses perjalanan penyakit akan
menyebabkan perubahan patologis yang dapat diamati secara obyektif. Pada umumnya pasien
tersebut baru sadar akan adanya kelainan pada gigi setelah timbulnya rasa sakit pada gigi
maupun jaringan pendukungnya.

Menurut sebuah penelitian,kesehatan gigi dan mulut memang tidak bisa dipisahkan dari
kesehatan bagian tubuh lainnya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa peradangan gusi bisa
memperburuk kondisi penyakit, salah satunya diabetes. Begitu juga sebaliknya, penderita
diabetes ternyata lebih rentan terhadap penyakit gusi atau periodontal.Tanda-tanda awal penyakit
HIV juga muncul di dalam mulut. Sementara sariawan bisa menandakan adanya
penyakit Crohn,yaitu penyakit radang usus kronis. Selain itu,gusi berdarah juga bisa
menandakan adanya gangguan di sistem peredaran darah.

Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal,maka harus dilakukan perawatan
secara berkala. Perawatan dapat dimulai dari memperhatikan diet makanan,pembersihan plak dan
sisa makanan yang tersisa dengan menyikat gigi, pembersihan karang gigi dan penambalan gigi
yang berlubang oleh dokter gigi,serta pencabutan gigi yang sudah tidak bisa dipertahankan lagi
dan merupakan fokal infeksi. Kunjungan berkala ke dokter gigi setiap enam bulan sekali baik
ada keluhan ataupun tidak ada keluhan.
B. Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Nggak Pe-De bicara dengan orang lain

Narasumber : Dr. Filia Dana T, drg., M.Kes.; Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes., Sp.
PMM; Rehulina, drg., M.Si.

Skenario

Seorang pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke praktik dokter gigi, dengan keluhan gusi
sering mengalami pembengkakan, berdarah, nafas berbau dan tidak nyaman, gigi goyang, mulut
kering dan selalu terasa haus, serta sering buang air kecil. Hasil pemeriksaan intraoral, gigi 32-
31-41-42 mobility grade 2, mulut kering dan kebersihannya buruk. Terlihat adanya plak supra
dan subgingiva, gingiva berwarna merah, mudah berdarah dan sakit. Terlihat juga adanya atrofi
papila lidah. Hasil pemeriksaan laboratorium didapati kadar gula darah 400 mg/dL. Dokter
mencurigai adanya kelainan patologis klinis. Untuk mendukung pemeriksaan klinis dilakukan
foto rontgen; dari pemeriksaan tersebut ditemukan adanya resesi tulang alveolar pada regio
rahang bawah anterior.

Pertanyaan

1. Jelaskan penyakit sistemik yang diderita pasien pada kasus di atas.


2. Apakah ada hubungan antara penyakit sistemik tersebut dengan saliva?Jelaskan.
3. Apakah ada hubungan antara penyakit sistemik tersebut dengan gigi?Jelaskan.
4. Bagaimana patogenesis kekurangan saliva pada kasus di atas ? Apa namanya ?
5. Bagaimana hubungan antara saliva dengan TLA/ TLM pada kasus di atas? Beri alasan.
6. Jelaskan pengaruh kondisi penyakit sistemik tersebut dengan sensitivitas pengecapan.
7. Jelaskan pengaruh usia pasien terhadap kondisi saliva dan kelainan gigi pada kasus di
atas.
8. Bagaimana gambaran perubahan histopatologi jaringan mukosa oral pasien tersebut di
atas. Jelaskan !
BAB II

PEMBAHASAN
1. Jelaskan penyakit sistemik yang diderita pasien di atas!

Berdasarkan kasus di skenario,menurut saya pasien mempunyai penyakit sistemik


yaitu diabetes melitus tipe II. Hal ini didukung dari ciri-ciri pasien yang terdapat di
skenario yaitu,jumlah kadar gula darah pasien yang jauh diatas normal (400 mg/Dl)
dimana seharusnya gula darah normal berada pada kisaran 70-100 mg/Dl,selalu merasa
haus,dan sering buang air kecil. Selain itu umur pasien yang sudah 60 tahun atau dapat
dikatakan lanjut usia juga mendukung jawaban di atas. Diabetes Melitus adalah penyakit
yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme
karbohidrat,lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau
relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.
Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu
polidipsia,poliuria,polifagia,penurunan berat badan,kesemutan. Diabetes melitus tipe 2
adalah penyakit yang terjadi akibat berkurangnya sensitivitas insulin sehingga transpor
glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh terutama sel hati dan otot terganggu. Hal
ini menyebabkan kadar gula dalam darah tinggi. Penyakit ini dapat menimbulkan banyak
masalah komplikasi salah satunya terjadi pada rongga mulut seperti
periodontitis,gangguan laju saliva,burning mouth syndrome,serostomia dan infeksi
kandida.
Banyak individu yang menyadari telah mengalami Diabetes tipe 2 setelah
komplikasi parah terjadi. Periodontitis kadang bisa menjadi tanda pertama seseorang
menderita diabetes,bahkan pada periodontitis yang parah dapat mengakibatkan
kehilangan gigi. Diabetes melitus merupakan suatu tanda kerentanan terhadap terjadinya
penyakit infeksi karena berperan sebagai faktor predisposisi. Di dalam rongga
mulut,periodontitis dinyatakan sebagai komplikasi ke enam penyakit diabetes.
Pada penelitian Taylor dkk,ditemukan bahwa Diabetes melitus dan periodontitis
merupakan penyakit kronis yang saling berhubungan. Hal tersebut terbukti pada
penderita diabetes dengan kontrol glikemi yang buruk ditemukan periodontitis yang lebih
parah dan sebaliknya. Penelitian epidemiologi terkini menunjukkan bahwa prevalensi
diabetes dengan periodontitis secara signifikan terlihat lebih besar (dua kali)
dibandingkan penderita tanpa periodontitis.

Sumber:

1. Fatimah RN. Diabetes Melitus Tipe 2. 2015;

2. Wulandari P. HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN


DESTRUKSI PERIODONTAL PADA PENDERITA PERIODONTITIS. 2010;
2. Apakah ada hubungan antara penyakit sistemik tersebut dengan saliva?Jelaskan.

Kasus pada skenario mengatakan bahwa pasien mengalami mulut kering.


Xerostomia kerap merujuk pada keadaan mulut kering sebagai akibat dari berkurangnya
atau kealpaan dari aliran saliva. Pada kasus tersebut,melihat gejala dan hasil pemeriksaan
intraoral,pasien mengalami diabetes mellitus. Salah satu manifestasi diabetes mellitus
adalah keadaan mulut kering (Xerostomia). Mengapa diabetes mellitus mengurangi
ataupun menurunkan aliran saliva terjawab pada fakta bahwa diabetes mellitus memiliki
salah satu tanda,yaitu polyuria. Polyuria menyebabkan mikturasi yang sering sehingga
cairan di dalam tubuh berkurang yang mampu menyebabkan penuruan jumlah saliva dan
mulut terasa kering. Jadi, dapat dibenarkan bahwa penyakit sistemik yang dialami pasien
berhubungan dengan saliva.

Sumber:

1. Pinatih MN, Pertiwi NK, Wihandani DM. Hubungan karakteristik pasien diabetes melitus
dengan kejadian xerostomia di RSUP Sanglah Denpasar. Bali Dental Journal. 2019 Aug
2;3(2):79-84.
2. Lubis I. Manifestasi Diabetes melitus dalam rongga mulut.

3. Apakah ada hubungan antara penyakit sistemik tersebut dengan gigi?Jelaskan.

Penyakit DM dapat menimbulkan beberapa manifestasi di dalam rongga mulut


diantaranya adalah terjadinya gingivitis dan periodontitis, kehilangan perlekatan gingiva,
peningkatan derajat kegoyangan gigi,xerostomia,burning tongue,sakit saat perkusi,
resorbsi tulang alveolar dan tanggalnya gigi yang sesuai dengan kasus yang dialami
pasien di atas. Pada penderita DM tidak terkontrol kadar glukosa didalam cairan
krevikular gingiva (GCF) lebih tinggi dibanding pada DM yang terkontrol. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Aren dkk menunjukkan bahwa selain GCF, kadar glukosa
juga lebih tinggi kandungannya didalam saliva.
Peningkatan glukosa ini juga berakibat pada kandungan pada lapisan biofilm dan
plak pada permukaan gigi yang berfungsi sebagai tempat perlekatan bakteri. Berbagai
macam bakteri akan lebih banyak berkembang biak dengan baik karena asupan makanan
yang cukup sehingga menyebabkan terjadinya karies dan perkembangan penyakit
periodontal. Diabetes melitus menyebabkan suatu kondisi disfungsi sekresi kelenjar
saliva yang disebut xerostomia,dimana kualitas dan kuantitas produksi saliva dirongga
mulut menurun.
Xerostomia yang terjadi pada penderita DM menyebabkan mikroorganisme
opotunistik seperti Candida albican lebih banyak tumbuh yang berakibat terjadinya
candidiasis. Oleh karena itu,penderita cenderung memiliki oral hygiene yang buruk
apabila tidak dilakukan pembersihan gigi secara adekuat. Pemeriksaan secara radiografis
juga memperlihatkan adanya resorpsi tulang alveolar yang cukup besar pada penderita
DM dibanding pada penderita non DM.
Pada penderita DM terjadi perubahan vaskularisasi sehingga lebih mudah terjadi
periodontitis yang selanjutnya merupakan faktor etiologi resorpsi tulang alveolar secara
patologis. Resorbsi tulang secara fisiologis dapat terjadi pada individu sehat,namun
resorbsi yang terjadi pada DM disebabkan karena adanya gangguan vaskularisasi jaringan
periodontal serta gangguan metabolisme mineral.

Sumber:

1. Ernawati T. PERIODONTITIS DAN DIABETES MELITUS. Stomatognatic (J. K. G Unej).


2012:9(3);152 - 154

2. rsudarifinachmad. PENGARUH DIABETES MELITUS (DM) TERHADAP KESEHATAN


MULUT DAN GIGI 2019. (accessed October 20, 2020).

4. Bagaimana patogenesis kekurangan saliva pada kasus di atas ? Apa namanya ?

Berkurangnya produksi saliva disebabkan hubungan level kadar glukosa darah


pada pasien DM yang berhubungan dengan kejadian penurunan aliran saliva. Adanya
peningkatan diuretis yang berhubungan dengan penurunan cairan ekstraseluler karena
adanya hiperglikemia sehingga berefek langsung pada produksi saliva. Sekresi saliva
dikontrol oleh sistem saraf autonomi sehingga kemungkinan dengan adanya neuropati
dapat mengganggu kemampuan seseorang dalam merespon dan menstimulasi kelenjar
saliva,serta mengubah aliran, dan komposisi saliva.
Apabila sekresi saliva kurang dari normal,hal tersebut dapat mengurangi fungsi
dari saliva itu sendiri. Berkurangnya aliran saliva dapat mengakibatkan meningkatnya
risiko timbulnya lesi pada mukosa rongga mulut seperti infeksi kandidiasis, risiko karies
yang tinggi, dan kesulitan dalam menjaga kesehatan rongga mulut. Penurunan aliran
saliva juga dapat mengakibatkan penurunan terhadap kualitas hidup seseorang sehingga
timbul gejala subjektif seperti mulut kering, susah mengunyah, menelan, dan berbicara.
Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam
komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berperan
dengan baik. Hal ini mengakibatkan timbulnya keluhan pada penderita xerostomia.

Sumber:
1. Humairo I, Apriasari ML. Studi deskripsi laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus
di RSUD Ulin Banjarmasin. J. PDGI. 2014;63(1):8-13.
2. Hasibuan S, Sasanti H. Xerostomia: Faktor Etiologi, Etiologi dan Penanggulangan.
Journal of Dentistry Indonesia. 2000;7(2):241-8.
5. Bagaimana hubungan antara saliva dengan TLA/ TLM pada kasus di atas? Beri
alasan.

Traffic Light Matrix (TLM) adalah pemeriksaan risiko karies gigi dengan model
tabel lampu lalu lintas menggunakan indikator warna merah,kuning dan hijau dengan
penilaian yang tersedia pada table untuk mengetahui gambaran penilaian volume,laju
alir,pH saliva terstimulasi
• Pemeriksaan hidrasi saliva
Unstimulated saliva memiliki peran penting untuk hidrasi dan kenyamanan
rongga mulut karena stimulated saliva hanya diproduksi selama mastikasi.
Kelenjar saliva minor menghasilkan 15% dari seluruh produksi saliva harian, dan
kelenjar submandibular merupakan kelenjar yang memberi kontribusi utama. Terdapat
banyak variasi flow rate pada kelenjar saliva minor yang terdapat pada berbagai macam
area dalam mulut.
Penurunan flow rate unstimulated saliva pada kelejar saliva minor di
daerah palatum dapat terjadi seiring pertambahan usia individu,namun tidak terdapat
perubahan yang berhubungan dengan usia dari kelenjar-kelenjar minor yang terdapat
pada daerah bukal dan labial,sehingga pemeriksaan dilakukan pada kelenjar saliva minor
yang terdapat pada bagian dalam bibir bawah.

Merah menunjukkan tidak adanya fungsi kelenjar saliva minor yang dapat
disebabkan oleh dehidrasi parah,kerusakan kelenjar saliva karena radioterapi atau
karena proses patologis,ketidakseimbangan hormonal, dan efek samping obat. Kuning
menunjukkan lambatnya produksi saliva (level ringan) yang dapat disebabkan oleh
dehidrasi dan efek samping obat. Hijau menunjukkan fungsi normal kelenjar saliva
minor.

Sumber:

1. Young DA, Buchanan PM, Lubman RG, Badway NN. New directions in interorganizational
collaboration in dentistry: the cambra coalition model. J Dent Educ, 2009; 71:595-600.

6. Jelaskan pengaruh kondisi penyakit sistemik tersebut dengan sensitivitas


pengecapan.
Sejumlah manifestasi oral yang dikaitkan dengan kejadian dan perkembangan
diabetes, diantaranya penurunan kepekaan rasa. Penurunan kepekaan rasa pada Diabetes
Melitus tipe 2 terjadi pada keempat rasa dasar dan perubahan rasa yang paling spesifik
adalah rasa manis. Etiologi yang mendasari penurunan kepekaan rasa pada diabetes
banyak dikemukakan,namun patofisiologi yang menjadi latar belakang belum jelas.
Sejumlah faktor yang dikaitkan dengan penurunan kepekaan rasa manis pada Diabetes
Melitus tipe 2 diantaranya medikasi yang digunakan untuk terapi Diabetes Melitus tipe 2
dan komplikasinya,kadar glukosa darah (KGD), durasi Diabetes Melitus tipe 2, usia,
status nutrisi, merokok dan jenis kelamin.
Pengendalian kadar glukosa darah berperan penting dalam mencegah kerusakan
sel-sel β pancreas dan menghambat kerusakan berbagai organ dan progresitas penyakit
lebih serius,tidak terkecuali di rongga mulut. Durasi panjang menyandang Diabetes
Melitus tipe 2 berpotensi meningkatkan terjadinya komplikasi mikroangiopati dan
neuropati. Mikroangiopati dan neuropati dapat mempengaruhi komponen- komponen
yang berperan dalam kepekaan rasa,yaitu saliva,taste buds,saraf, dan otak sebagai pusat
persepsi rasa (Perros, dkk. 1996; Abdulrahman, 2006; Khovidhunkit, dkk. 2009).
Perubahan pada salah satu komponen tersebut dapat menyebabkan penurunan kepekaan
rasa.
Usia dipandang sebagai faktor yang berperan dalam hal ini,bertambahnya usia
maka secara perlahan beberapa fungsi biologis akan mengalami kemunduran,termasuk
kemampuan jaringan untuk regenerasi dan mempertahankan struktur serta fungsi
normalnya. Status nutrisi telah dilaporkan turut berperan dalam penurunan kepekaan rasa
manis. Individu obesitas dianggap memiliki preferensi yang lebih besar untuk makan
makanan manis dibandingkan individu yang memiliki berat badan normal. Merokok juga
dipandang sebagai faktor yang turut berperan dalam hal ini,diperkuat dari kebersihan dan
kesehatan mulut yang buruk menunjukkan besar kemungkinan bahwa pasien adalah
perokok. Kandungan nikotin dalam rokok dapat menekan aktifitas saraf di otak yang
berhubungan dengan sensasi rasa.

Sumber:

1. Suhartiningtyas D. Analisis Faktor-Faktor Risiko Penurunan Kepekaan Rasa Manis Pada


Diabetes Mellitus Tipe 2 . 2013;2.
2. Sensitivitas Indera Pengecapan Rasa Manis, Asam, Asin, Pahit dan Umami Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 [Internet]. 123dok.com. [cited 2020Oct20]. Available
from: https://123dok.com/document/ozlmerry-sensitivitas-indera-pengecapan-manis-
pahit-penderita-diabetes-mellitus.html

7. Jelaskan pengaruh usia pasien terhadap kondisi saliva dan kelainan gigi pada kasus
di atas.
Usia lanjut merupakan fase menurunnya kemampuan akal dan fisik yang dimulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Proses penurunan fungsi alami pada
manusia usia lanjut (manula) merupakan suatu desintergrasi kontrol keseimbangan dan
organisasi pada organ atau jaringan yang mulai terjadi pada usia dewasa muda. Pada
masa ini terjadi proses menua dari jaringan tubuh yang merupakan keadaan yang wajar
terjadi dalam kehidupan manusia. Pada usia lanjut,proses penuaan yang terjadi akan
berdampak pada berbagai aspek kehidupan,baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan.
Hal ini dikarenakan dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan
semakin menurun (degenerasi organ) baik karena faktor alamiah maupun penyakit. Salah
satu hal yang terkait dengan degenerasi pada usia lanjut yaitu keluhan mulut kering
(xerostomia). Xerostomia disebabkan karena terjadinya atropi pada kelenjar saliva yang
akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan
meningkatnya usia,terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva,dimana
parenkim kelenjar akan hilang dan digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak.
Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu,penyakit
sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan
dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut. Hal ini juga berdampak pada
penyakit mulut lainnya seperti peridontitis. Seperti ciri-ciri yang dialami pasien pada
skenario bahwa gigi pasien mengalami mobilitas,gusi berdarah,dan sebagainya,hal ini
berhubungan dengan xerostomia dimana kurangnya saliva pada mulut menyebabkan
munculnya karang gigi yang dapat berdampak pada penyakit gigi dan mulut lainnya
seperti periodontitis.

Sumber:

1. Tawas S. Xerostomia pada Usia Lanjut di Kelurahan Malalayang Satu Timur. 2018Jan;6.
2. Kost K. Xerostomia in the Elderly. Geriatric Otolaryngology. 2006;:303–12.

8. Bagaimana gambaran perubahan histopatologi jaringan mukosa oral pasien


tersebut di atas. Jelaskan !

Kuat dugaan dari ciri-ciri yang disebutkan di skenario,yaitu gigi yang mobile
(goyang karna kehilangan perlekatan),resesi tulang alveolar,serta ditemukannya
akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva,pasien mengalami periodontitis.
Periodontitis adalah salah satu penyakit periodontal yang diawali dengan gingivitis,pada
periodontitis struktur penyangga gigi mengalami kerusakan yang dapat berakibat pada
hilangnya gigi. Berikut perbandingan jaringan periodontal sehat/normal (Gambar A)
dengan jaringan periodontal pasien yang sudah memgalami periodontitis (Gambar B).
Ket :

AB = Alveolar Bone G = Gingiva JE = Junctional epithelium

BF = Bacterial biofilm PL = Periodental Ligament PP = Periodontal Pocket

GS = Gingival Sulcus PMN = Polymorphonuclear Neutrophils T = Tooth

CT = Connective Tissue IC = Inflammatory cells RC = Root Cementum

Perubahan histopatologis yang terlihat nyata adalah tampak adanya bacterial biofilm,
PMN, dan inflammatory cells.

Sumber:

1. Yossi A. Hubungan antara periodontitis kronis dan hipertensi: Analisis Kartu Rekam
Medis di Puskesmas Kelurahan Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, Periode September-
Desember 2015 (Laporan Penelitian). SKRIPSI-2016. 2017 May 23.
2. Kumar V, Abbas AK, Aster JC, Cornain S, Nasar IM, editors. Buku ajar patologi
Robbins. Elsevier (Singapore); 2015.
3. Könönen E, Gursoy M, Gursoy UK. Periodontitis: A multifaceted disease of tooth-
supporting tissues. Journal of clinical medicine. 2019 Aug;8(8):1135.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Penyakit sistemik dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Pada penyakit sistemik
seperti Diabetes Melitus, pasien mengalami sejumlah gejala pada pembuluh darah dan saraf yang
salah satunya adalah neuropati. Neuropati pada kasus ini mempengaruhi kerja saraf yang
mengontrol diuretik tubuh. Sehingga pasien penderita DM dapat mengalami penurunan produksi
saliva yang menyebabkan mulut kering (xerostomia) dan poliuria. Selain diuretik
tubuh,neuropati pada penderita DM juga mempengaruhi fungsi pengecapan pada lidah.
Xerostomia memiliki banyak sekali dampak pada rongga mulut.
Saliva merupakan lubrikan dan protektor dari bakteri yang dapat berakumulasi dan
menginfeksi gigi,gingiva, dan jaringan periodontal. Sehingga dapat menyebabkan kemerahan
pembengkakan,karies, dan mobility (gigi goyang). Komplikasi dari DM yang terdapat pada
rongga mulut lainnya adalah periodontitis yakni peradangan pada jaringan periodontal yang juga
disebabkan oleh infeksi akumulasi bakteri oleh kurangnya kadar saliva dalam rongga mulut.
Untuk membuktikan meningkatnya resiko karies pada penderita DM, dapat dilakukan uji
TLM/TLA.
Apabila terbukti terdapat peningkatan resiko karies maka skor TLM/TLA akan
meningkat pula. Selain menggunakan TLM/TLA, pada penderita DM dengan xerostomia dan
periodontitis ditemukan gambaran histopatologis adanya bacterial biofilm,PMN, dan
inflammatory cells. Timbulnya xerostomia juga dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin lanjut
usia,degenerasi organ semakin meningkat sehingga terjadi perubahan dan kemunduran fungsi
kelenjar saliva. Kelenjar saliva yang dominan dibentuk oleh jaringan parenkim akan digantikan
oleh jaringan ikat dan lemak. Hal ini tentunya berpengaruh pada penurunan produksi saliva.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fatimah RN. Diabetes Melitus Tipe 2. 2015;


2. Wulandari P. HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN
DESTRUKSI PERIODONTAL PADA PENDERITA PERIODONTITIS. 2010;
3. Pinatih MN, Pertiwi NK, Wihandani DM. Hubungan karakteristik pasien diabetes melitus
dengan kejadian xerostomia di RSUP Sanglah Denpasar. Bali Dental Journal. 2019 Aug
2;3(2):79-84.
4. Lubis I. Manifestasi Diabetes melitus dalam rongga mulut.
5. Ernawati T. PERIODONTITIS DAN DIABETES MELITUS. Stomatognatic (J. K. G
Unej). 2012:9(3);152 – 154
6. rsudarifinachmad. PENGARUH DIABETES MELITUS (DM) TERHADAP
KESEHATAN MULUT DAN GIGI 2019. (accessed October 20, 2020).
7. Humairo I, Apriasari ML. Studi deskripsi laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus
di RSUD Ulin Banjarmasin. J. PDGI. 2014;63(1):8-13.
8. Hasibuan S, Sasanti H. Xerostomia: Faktor Etiologi, Etiologi dan Penanggulangan.
Journal of Dentistry Indonesia. 2000;7(2):241-8.
9. Young DA, Buchanan PM, Lubman RG, Badway NN. New directions in
interorganizational collaboration in dentistry: the cambra coalition model. J Dent Educ,
2009; 71:595-600.
10. Suhartiningtyas D. Analisis Faktor-Faktor Risiko Penurunan Kepekaan Rasa Manis Pada
Diabetes Mellitus Tipe 2 . 2013;2.
11. Sensitivitas Indera Pengecapan Rasa Manis, Asam, Asin, Pahit dan Umami Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 [Internet]. 123dok.com. [cited 2020Oct20]. Available
from: https://123dok.com/document/ozlmerry-sensitivitas-indera-pengecapan-manis-
pahit-penderita-diabetes-mellitus.html
12. Tawas S. Xerostomia pada Usia Lanjut di Kelurahan Malalayang Satu Timur. 2018Jan;6.
13. Kost K. Xerostomia in the Elderly. Geriatric Otolaryngology. 2006;:303–12.
14. Yossi A. Hubungan antara periodontitis kronis dan hipertensi: Analisis Kartu Rekam
Medis di Puskesmas Kelurahan Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, Periode September-
Desember 2015 (Laporan Penelitian). SKRIPSI-2016. 2017 May 23.
15. Kumar V, Abbas AK, Aster JC, Cornain S, Nasar IM, editors. Buku ajar patologi
Robbins. Elsevier (Singapore); 2015.
16. Könönen E, Gursoy M, Gursoy UK. Periodontitis: A multifaceted disease of tooth-
supporting tissues. Journal of clinical medicine. 2019 Aug;8(8):1135.

Anda mungkin juga menyukai