MAKALAH Ku Cok

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI I


FARMAKODINAMIK

DOSEN PENGAMPU
(DEDENT EKA BIMMA HARYANTO S,Farm.,M.Si, Apt)

Di Susun Oleh :
 Muhammad Rizal Januardi (1908060015)
 Septiani (1908060002)
 Defitri (1908060021)
 Fany salsabila (1908060063)
 Alvionita Wirawanti ()
 Viqi Panji Krisna ()

Universitas Nahdlatul Ulama NTB


Program S1 Farmasi
2021
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-nya
penulis telah berhasil menyusun makalah tentang Farmakodinamik. Makalah ini
di buat untuk menunjang proses pembelajaran kefarmasian. Sesuai dengan
kurikulum terbaru program kefarmasian, yaitu pembelajaran berbasis kompetensi.
Maka makalah ini sudah mengarahkan mahasiswa untuk belajar dengann
kurikulum terbaru sehingga lebih memudahkan mahasiswa untuk mempelajari
makalah ini.
Pada penulisan makalah ini kami menggunakan bahasa sederhana dan mudah
dimengerti sehingga dapat dengan mudah dicerna dan di ambil intisari dari materi
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Makalah ini juga di harapkan
dapat digunakan oleh mahasiswa S1 kefarmasian karena kami telah berusaha
melengkapi materi makalah sesuai dengan kebutuhan materi pembelajaran yang di
sempurnakan. Demikian kami sangat mengharapkan kritik yang sifatnya
membangun demi tercapai suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan
dalam bidang mata pelajaran Farmakologi dan Toksikologi I.

Mataram, 29 maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1
 Latar Belakang......................................................................................1
 Rumusan masalah.................................................................................2
 Tujuan masalah.....................................................................................2
 Manfaat.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. FARMAKODINAMIK .......................................................................3
B. MEKANISME KERJA OBAT ............................................................4
C. EFEK TERAPEUTIS...........................................................................8
D. EFEK TOKSIS.....................................................................................9
E. TOLERANSI........................................................................................9
F. HABITUASI DAN ADIKSI.................................................................9
G. DOSIS...................................................................................................10
H. WAKTU MINUM OBAT....................................................................10
I. INDEKS TERAPI.................................................................................11
J. KOMBINASI OBAT............................................................................12
K. INTERAKSI OBAT.............................................................................12
L. INTERAKSI SECARA FARMAKODINAMIK..................................13
BAB III PENUTUP ........................................................................................15
 Kesimpulan ..........................................................................................15
 Saran ....................................................................................................15
Daftar Pustaka................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun
untuk tenaga medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan
obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu
agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala
penyakit. Farmakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat
kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja,
absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat. Seiring
berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang
menjadi ilmu tersendiri (Setiawati dkk, 1995).
Cabang farmakologi diantaranya farmakognosi ialah cabang ilmu farmakologi
yang memepelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber
obat, farmasi ialah ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan,
menyimpan, dan menyediakan obat. farmakologi klinik ialah cabang farmakologi
yang mempelajari efek obat pada manusia. farmakoterapi cabang ilmu yang
berhubungan dengan penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan
penyakit, toksikologi ialah ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia, termasuk
obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, pestisida dan lain-lain serta
farmakokinetik ialah aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh
yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya dan farmakodinamik
yang mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh
serta mekanisme kerjanya. Pada penulisan makalah ini akan di bahas tentang
aspek farmakologi yaitu Farmakodinamik.

1
 Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah mengenai Farmakodinamik adalah :
1. Apa itu Farmakodinamik?
2. Apa saja Interaksi obat dengan reseptor?
3. Mekanisme Kerja obat?
4. Apa itu Efek terapeutis?
5. Efek obat yang tidak diinginkan dan Toksik?

 Tujuan Masalah
Tujuan disusunnya makalah mengenai Farmakodinamik adalah :
1. Menjelaskan apa itu Farmakodinamik
2. Menjelaskan apa saja Interaksi obat dengan Reseptor
3. Menjelaskan Mekanisme kerja obat
4. Menjelaskan apa itu efek Terapeutis
5. Menjelaskan Efek Obat yang tidak diinginkann dan Toksik

 Manfaat
1. Mengetahui apa itu Farmakodinamik.
2. Mengetahui apa saja Interaksi obat dengan Reseptor
3. Dapat mengetahui Mekanisme Kerja Obat
4. Mengetahui apa itu Efek Terapeutis
5. Mengetauhi apa saja Efek Obat yang tidak diinginkan dan Toksik

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik adalah bagian dari ilmu Farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi, serta mekanisme kerja obat. Tujuan mempelajari
Farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons
yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi
rasional dan berguna dalam sintesis (pembuatan) obat baru. Farmakodinamik
lebih fokus membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan didalam tubuh
baik dari segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme
kerja obat-obatan itu di dalam tubuh manusia. Farmakodinamik juga sering
disebut dengan aksi atau efek obat. Efek obat merupakan reaksi fisiologis atau
biokimia tubuh karena obat, misalnya suhu turun, tekanan darah turun, kadar gula
darah turun. Kerja obat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dibagi
menjadi onset (mulai kerja), merupakan waktu yang diperlukan oleh tubuh untuk
menimbulkan efek terapi atau efek penyembuhan atau waktu yang diperlukan obat
untuk mencapai maksimum terapi; Peak (puncak); duration (lama kerja),
merupakan lamanya obat menimbulkan efek terapi; dan waktu paruh.
Mekanisme kerja obat dipengaruhi oleh reseptor, enzim, dan hormon. Fase
farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dalam tubuh atau
mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh. Kebanyakan obat pada
tubuh bekerja melalui salah satu dari proses interaksi obat dengan reseptor,
interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat non spesifik. Interaksi obat dengan
reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom, atau
tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa
protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor
yang diduduki atau bereaksi, maka efek dari obat tersebut akan meningkat.
Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi
dengan enzim pada tubuh. Obat ini bekerja dengan cara mengikat (membatasi
produksi) atau memperbanyak produksi dari enzim itu sendiri.

3
Maksud dari kerja non-spesifik adalah obat tersebut bekerja dengan cara
mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Na-bikarbonat yang
mengubah pH cairan tubuh, alcohol yang mendenaturasi protein, dan norit yang
mengikat toksin, zat racun, atau bakteri. Obat yang berikatan dengan reseptor
disebut agonis. Kalau ada obat yang tidak sepenuhnya mengikat reseptor
dinamakan dengan agonis parsial, karena yang diikat hanya sebagian (parsial).
Selain menimbulkan efek farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu senyawa
kimia juga dapat tidak menimbulkan efek farmakologis. Zat tersebut diberi nama
antagonis. Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan
dan obat antagonis memiliki ikatan yang kebih kuat, maka dapat menghalangi
efek agonis. Antagonis sendiri ada yang kompetitif dan antagonis non-kompetitif.
Disebut antagonis kompetitif ketika obat itu berikatan di tempat yang sama
dengan obat agonis.
B. MEKANISME KERJA OBAT
Secara garis besar dikenal dua jenis mekanisme kerja obat yaitu melalui
perantara reseptor dan tanpa melibatkan reseptor, seperti yang digambarkan pada
bagan dibawah ini.

Gambar 1.0 Mekanisme kerja obatn reseptor. Reseptor didefinisikan suatu


makromolekul seluler yang secara spesifik langsung berikatan ligan (obat, hormon
dan neurotransmitter) untuk memicu serangkaian reaksi dalam tubuh sehingga
timbul efek farmakologis.

4
Keterangan: D = Drug / Obat
R = Receptor
D-R = Kompleks obat-reseptor
Ikatan atau komplek yang terbentuk antara obat dan reseptor digambarkan
seperti gembok dan anak kunci, dalam arti hanya obat yang sesuai yang dapat
berikatan dengan reseptornya.

Gambar 1.8. Ikatan (kompleks) antara obat dan reseptor yang digambarkan seperti
gembok dan anak kunci.
Jenis Antagonisme
Antagonisme Farmakodinamik
2 jenis antagonisme:
1. Antagonisme fisiologik
Terjadi pada organ yang sama, tetai ada system reseptor yang berlainan.
Contoh : efek bronkokonstriksi histamine dapat dilawan dengan adrenalin yang
bekerja pada adrenoreseptor beta.
2. Antagonisme pada reseptor
Terjadi melalui system reseptor yang sama. Antagonis mengikat reseptor di
tempat ikatan agonis sehingga terjadi antagonisme antara agonis dengan
antagonisnya. Misalnya, efek histamin yang dilepaskan dalam reaksi alergi dapat
dicegah dengan pemberian antihistamin yang menduduki reseptor yang sama.

Mekanisme Antagonis Kompetitif Dan Non-Kompetitif


1. Mekanisme Antagonis Kompetitif
Dalam hal ini, antagonis mengikat reseptor ditempat ikatan agonis (receptor
site atau active site) secara reversible sehingga dapat digeser oleh agonis kadar

5
tinggi. Dengan demikian hambatan efek agonis dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis sampai akhirnya dicapai efek maksimal yang sama.
Jadi, dierlukan kadar agonis yang lebih tinggi untuk memperoleh efek yang sama.
Ini berarti afinitas agonis terhadap reseptornya menurun. Contoh antagonis
kompetitif adalah β˗bloker dan antihistamin.
Kadang-kadang suatu antagonis mengikat reseptor di temat lain dari reseptor
site agonis dan menyebabkan perubahan konformasi reseptor sedemikian sehingga
afinitas terhadap agonisnya menurun. Jika penurunan afinitas agonis ini dapat
diatasi dengan meningkatkan dosis agonis, maka keadaan ini tidak disebut
antagonisme kompetitif, tetapi disebut kooperativitas negatife.
2. Antagonism Non-Kompetatif
Antagonis ini adalah suatu keadaan ketika obat antagonis memblokade suatu
tempat tertentu dari rangkaian kejadian yang diperlukan untuk menghasilkan
respon suatu agonis. (departemen farmakologi, 2008)
Hambatan efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai akan
berkurang, tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah.
Menurut mekanisme terjadinya, antagonisme dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. antagonisme kimiawi
Antagonisme yang terjadi pada 2 senyawa yang mengalami reaksi kimia pada
suatu larutan atau media sehingga mengakibatkan efek obat berkurang.
Contoh: tetrasiklin mengikat secara kelat logam-logam bervalensi 2 dan 3 (Ca,
Mg, Al) → efek obat berkurang
b. antagonisme farmakokinetik
Antagonisme ini terjadi jika suatu senyawa secara efektif menurunkan
konsentrasi obat dalam bentuk aktifnya pada sisi aktif reseptor.
Contoh: fenobarbital → induksi enzim pemetabolisme warfarin → konsentrasi
warfarin berkurang → efek berkurang.
c. antagonism non-kompetitif
Agonis dan antagonis berikatan ada waktu yang bersamaan, pada daerah selain
reseptor.

6
Contoh: aksi papaverin terhada histamine ada reseptor histamine-1 otot polos
trakea.
Beberapa mekanisme kerja obat tanpa melibatkan reseptor dapat digolongkan
sebagai berikut:
1) Secara fisika
 Massa fisis, contohnya laktulosa dan biji psyllium akan mengadsorpsi air
jika diberikan secara peroral sehingga volume akan mengembang dan memicu
peristaltik (laksativa/purgativa).
 Osmosis, contohnya adalah laksansia osmotis (natrium sulfat dan
magnesium sulfat), lambat sekali diabsorbsi usus dan secara osmosis menarik air
ke dalam usus sehingga volume usus bertambah dan memicu peristaltik usus
untuk mengeluarkan isinya. Contoh obat lain yang juga bekerja dengan cara
osmosis adalah diuretik osmosis seperti sorbitol dan manitol.
 Adsorbsi, contohnya adalah kaolin dan karbon aktif akan menyerap racun
pada pengobatan diare dan sebagai antidotum.
 Rasa, contohnya adalah gentian (senyawa pahit) akan memacu aliran asam
klorida ke lambung sehingga menambah nafsu makan.
 Radioaktivitas, contohnya senyawa Iodium131 memiliki aktivitas radiasi
pada pengobatan hipertiroidisme.
 Pengendapan protein, contohnya fenol bersifat denaturasi protein
mikroorganisme sehingga bersifat desinfektan.
 Barrier fisik, contohnya sukralfat, melapisi membran mukosa lambung
sehingga akan melindungi lambung dari serangan pepsin-asam.
 Surfaktan, contohnya sabun pembersih kulit bersifat antiseptik dan
desinfektan.
 Melarut dalam lemak dari membran sel, contohnya anestetik terbang,
berdasarkan sifat lipofilnya, obat ini melarut dalam lemak dari membran sel,
sehingga menghambat transport oksigen dan zat-zat gizi akhirnya menyebabkan
aktivitas sel terhambat.
2) Secara Kimia Aktivitas asam basa, contohnya antasida lambung
(Al(OH)3) yang bersifat basa akan menetralkan kelebihan asam lambung.

7
 Pembentukan khelat, contohnya adalah zat-zat khelasi seperti EDTA/
Etilen Diamin Tetra Acetat dan dimercaprol yang dapat mengikat logam berat
seperti timbal dan tembaga dalam tubuh sehingga toksisitasnya berkurang.
 Aktivitas oksidasi dan reduksi, contohnya adalah kalium permanganat
konsentrasi rendah mempunyai aktivitas oksidasi morfin dan strychnin sehingga
toksisitasnya berkurang.
 Reduktor, contohnya adalah vitamin C
3) Proses metabolisme Contohnya antibiotika mengganggu pembentukan
dinding sel kuman, sintesis protein, dan metabolisme asam nukleat.
4) Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis
kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik dan enzym-enzym.Contoh: Obat-obat
Sulfonamida.

C. EFEK TERAPEUTIS
Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, banyak
diantaranya hanya meniadakan atau meringankan gejala-gejalanya. Oleh karena
itu dapat dibedakan tiga jenis pengobatan, yaitu:
1. Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan
penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria dan
sebagainya.
2. Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau
meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang lebih mendalam tidak
dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala, obat
hipertensi dan obat jantung.
3. Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat-zat yang
seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit , misalnya insulin pada penderita
diabetes, oralit pada penderita diare, tiroksin pada penderita hipotiroid, estrogen
pada hipofungsi ovarium dimasa klimakterium wanita.
Efek terapeutis obat tergantung dari banyak sekali faktor, antara lain dari
bentuk dan cara pemberian, sifat fisikokimia yang menentukan absorbsi,
biotransformasi dan ekskresinya dalam tubuh. Begitu pula dari kondisi fisiologis
pasien (fungsi hati, ginjal, usus dan peredaran darah). Faktor-faktor individual

8
lainnya, misalnya etnik, kelamin, luas permukaan badan dan kebiasaan makan
juga dapat memegang peranan penting.

D. EFEK TOKSIS
Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat menunjukkan efek toksis.
Secara umum, hebatnya reaksi toksis berhubungan langsung dengan tingginya
dosis. Dengan mengurangi dosis, efek dapat dikurangi pula. Salah satu efek toksis
yang terkenal yaitu efek teratogen yaitu obat yang pada dosis terapeutik untuk ibu,
mengakibatkan cacat pada janin (kasus Thalidomide). Dengan SK MENKES RI
No 682/Ph/63/6 berlaku sejak1 Januari 1963, maka obat-obat yang mengandung
thalidomide, meklizin, dan femotazin dilarang penggunaannya di Indonesia.

E. TOLERANSI
Toleransi adalah peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus menerus
untuk mencapai efek terapeutik yang sama. Macam-macam toleransi yaitu:
a. Toleransi primer (bawaan), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu
misalnya kelinci sangat toleran untuk atropin.
b. Toleransi sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama
beberapa waktu. Organisme menjadi kurang peka terhadap obat tersebut. Hal ini
disebut habituasi atau kebiasaan.
c. Toleransi silang, dapat terjadi antara zat-zat dengan struktur kimia serupa
(fenobarbital dan butobarbital), atau kadang-kadang antara zat-zat yang berlainan
misalnya alkohol dan barbital.
d. Tachyphylaxis, adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali, bila obat
diulangi dalam waktu singkat

F. HABITUASI (KEBIASAAN) DAN ADIKSI


Habituasi adalah kebiasaan dalam mengkomsumsi suatu obat. Habituasi dapat
terjadi melalui beberapa cara yaitu dengan:
 Induksi enzim
Misalnya barbital dan fenilbutazon, menstimulasi terbentuknya enzim yang
menguraikan obat-obat tersebut.

9
 Reseptor sekunder yang dibentuk ekstra oleh obat-obat tertentu
Misalnya morfin sehingga jumlah molekul obat yang dapat menduduki
rese,ptornya akan berkurang.
 Penghambatan absorpsi setelah pemberian oral, misalnya habituasi bagi
preparat arsen.
Dengan meningkatkan dosis obat terus menerus pasien dapat menderita
keracunan, karena efek sampingnya menjadi lebih kuat pula. Habituasi dapat
diatasi dengan menghentikan pemberian obat dan pada umumnya tidak
menimbulkan gejala-gejala penghentian (abstinensi) seperti halnya pada adiksi.
Adiksi atau ketagihan berbeda dengan habituasi dalam dua hal yakni :
1. Adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila pengobatan
dihentikan.
2. Penghentian penggunaan obat adiktif menimbulkan efek hebat secara fisik dan
mental, yang dinamakan gejala abstinensi.

G. DOSIS
Dosis yang diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang diinginkan
tergantung dari banyak faktor antara lain: usia, berat badan, berat ringannya
penyakit dan sebagainya. Takaran pemakaian suatu obat umumnya tercantum
dalam setiap Farmakope. Sebenarnya yang umum dipakai sekarang adalah dosis
pemakaian (usual doses) atau dosis lazim. Anak-anak kecil terutama bayi yang
baru lahir, menunjukkan kepekaan yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi
hati, ginjal serta enzim-enzimnya belum lengkap perkembangannya. Demikian
juga untuk orang tua diatas usia 65 tahun.
Perkiraan kebutuhan dosis untuk lansia:
65 – 74 tahun : dosis biasa - 10%
75 – 84 tahun : dosis biasa – 20%
85 tahun dan lebih : dosis biasa - 30%

H. WAKTU MINUM OBAT


Bagi kebanyakan obat waktu di telannya tidak begitu penting, yaitu sebelum
atau sesudah makan. Tetapi ada pula obat dengan sifat atau maksud pengobatan

10
khusus guna menghasilkan efek maksimal atau menghindarkan efek samping
tertentu. Sebenarnya absorpsi obat dari lambung yang kosong berlangsung paling
cepat karena tidak dihalangi oleh isi usus, contoh:
 Obat-obat yang diminum sebelum makan (a.c = ante coenam)
Diharapkan memberikan efek yang cepat sebaiknya ditelan sebelum makan,
misalnya analgetik (kecuali asetosal dan NSAID = Non Steroid Anti Inflamation
Drugs). Obat yang sebaiknya diberikan pada lambung kosong yakni 1 jam
sebelum atau 2 jam setelah makan adalah Penisilin, Sefalosporin, Eritromysin,
Rovamysin, Linkomisin, dan Klindamisin, Rifampisin dan Tetrasiklin.
 Obat diminum sesudah makan (p.c = post coenam) dan saat makan (d.c =
durante coenam)
Obat yang bersifat merangsang mukosa lambung harus digunakan pada waktu
atau setelah makan, meskipun absorpsinya menjadi terhambat, misalnya
kortikosteroid dan obat-obat reumatik, antidiabetik oral, garam-garam besi dan
sebagainya.

I. INDEKS TERAPI
Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksik dan
pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Toxic Dose = TD, Letal Dose =
LD, dan dosis terapeutik atau Effective Dose = ED). Untuk menilai keamanan dan
efek suatu obat, dilakukan dengan menggunakan binatang-binatang percobaan
dengan menentukan ED50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pada 50% dari
jumlah binatang percobaan dan LD50 yaitu dosis yang mematikan 50% binatang
percobaan. Perbandingan antara kedua dosis ini dinamakan Indeks terapi.
Semakin besar indeks ini semakin aman penggunaan obat tersebut. Luas terapi
adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga disebut jarak keamanan atau Safety
margin. Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis
terapi dan dosis toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis
normalnya dilampaui, misalnya antikoagulansia kumarin, fenitoin, teofilin, litium
karbonat dan tolbutamida. 85 tahun dan lebih : dosis biasa - 30%.

11
J. KOMBINASI OBAT
Dua obat yang digunakan pada waktu yang bersamaan dapat saling
mempengaruhi kerjanya masing-masing, yaitu: Antagonisme, dimana kegiatan
obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua. Misalnya
barbital (bersifat sedatif ) dan strychnin bersifat (stimulansia). Sinergisme, dimana
kekuatan obat pertama diperkuat oleh obat kedua.
Ada dua jenis : Adisi atau sumasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat
adalah sa,ma dengan jumlah masing-masing kekuatan obat tersebut. Misalnya
kombinasi asetosal dan parasetamol, kombinasi trisulfa. Potensiasi adalah
kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut.
Misalnya kombinasi trimetoprim dan trisulfa.

K. INTERAKSI OBAT
Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya
obat lain (precipitant drug), makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat
menghasilkan efek yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau
efek yang tidak dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions=ADIs)
yang lazimnya menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas karena
meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar
obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal.
Sejumlah besar obat baru yang dilepas di pasaran setiap tahunnya menyebabkan
munculnya interaksi baru antar obat akan semakin sering terjadi.
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni :
 Interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas)
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat
langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi,
perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat
menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbcnisilin dengan gentamisin terjadi
inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B
dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.

12
 Interaksi secara farmakokinetik
Interaksi dalam proses farmakokinetik yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma
obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat
diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu
kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang
menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi
farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi
oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.
Interaksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal sebelum obat
diabsorpsi contohnya adalah interaksi antibiotika (tetrasiklin, fluorokuinolon)
dengan besi (Fe) dan antasida yang mengandung Al, Ca, Mg, terbentuk senyawa
khelat yang tidak larut sehingga obat antibiotika tidak diabsorpsi.
Interaksi yang terjadipada proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan
protein plasma. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin (ikatan protein
99%) dan tolbutamid (ikatan protein 96%) sehingga kadar plasma warfarin dan
tolbutamid bebas meningkat.
Interaksi yang terjadi pada proses metabolisme obat terjadi dengan mekanisme
berupa: penghambatan (inhibisi) metabolisme, induksi metabolisme, dan
perubahan aliran darah hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses
metabolisme obat terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang
merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP).
Interaksi yang terjadi pada proses ekskresi obat, dapat terjadi melalui
mekanisme pada proses ekskresi melalui empedu dan pada sirkulasi
enterohepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya perubahan pH urin.
Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat dan
metabolit obat untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin menurunkan
ekskresi empedu digoksin, probenesid menurunkan ekskresi empedu rifampisin.

L. INTERAKSI SECARA FARMAKODINAMIK.


Interaksi farmakodinamik adalah interaksi obat yang bekerja pada sistem
reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang

13
aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun
profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat
diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi,
karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu,
umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat
dihindari. Contoh interaksi pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya:
interaksi antara β-bloker dengan agonis-β2 pada penderita asma; interaksi antara
penghambat reseptor dopamine (haloperidol, metoclo-pramid) dengan levodopa
pada pasien parkinson.

14
BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Farmakodinamik adalah bagian dari ilmu Farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi, serta mekanisme kerja obat. Tujuan mempelajari
Farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons
yang terjadi.
Secara garis besar dikenal dua jenis mekanisme kerja obat yaitu melalui
perantara reseptor dan tanpa melibatkan reseptor. Reseptor didefinisikan suatu
makromolekul seluler yang secara spesifik langsung berikatan ligan (obat, hormon
dan neurotransmitter) untuk memicu serangkaian reaksi dalam tubuh sehingga
timbul efek farmakologis. Ikatan atau komplek yang terbentuk antara obat dan
reseptor digambarkan seperti gembok dan anak kunci.di dalam reseptor terdapat
juga mekanisme agonis dan antagonis.

 Saran
Penulis menyadari makalah ini sangat banyak kekurangan sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan makalah yang akan datang.

15
Daftar Pustaka

Drug Information Handbook; lexi.com 23rd Edition; 2014


Gitawati, R ; Interaksi obat dan beberapa implikasinya, Media Litbang Kesehatan
Volume XVIII, nomor 4; 2008
Harkness, Richard; Interaksi Obat; Penerbit 1TB; Bandung; 1989
ISO Indonesia; Volume 48; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia; FT. AKA; Jakarta;
2014
Joseph T. Dypiro; Encyclopedia of Clinical Pharmacy, Marcel Dekker Inc,
November 2002
Katzung, G. Bertram; Farmakologi Dasar dan Klinik; Edisi keenam; EGC;
Jakarta;1998.
Mansjoer, Arif, dkk; Kaplta Selekta Kedokteran; Edisi ketiga; Jilid 1; Media
Aesculapius, FK UI; Jakarta; 1999
Michael E. Burton; Applied Pharmacokinetics & Pharmacodynamics: Principles
of Therapeutic Drug , 4th, Lippincott Williams and Wilkins, 2006
Staf pengajar deartemen farmakologi, 2008. (Kumpulan Kuliah Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Ed. 2. Jakarta : EGC,
2008)

16

Anda mungkin juga menyukai