TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa kata kunci yang perlu dipahami dalam pengertian PAGT adalah :
a. Proses: serangkaian langkah atau tindakan yang berkaitan untuk mencapai
suatu hasil, atau kumpulan aktivitas yang merubah input menjadi suatu
output.
b. Pendekatan proses: yaitu identifikasi dan pengaturan berbagai kegiatan secara
sistematis dan interaktif dari berbagai aktivitas. Pendekatan proses
menekankan pada pentingnya: pemahaman atas kebutuhan dan
pemenuhannya, penentuan apakah proses ini dapat memberikan nilai tambah,
1
2
Gambar 1. Model asuhan gizi & Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Sumber :ADA, 2003, dalam Kemenkes, 2014.
Penjelasan :
a. Lingkaran tengah menggambarkan hubungan antara dietisien dengan
klien/pasien.
b. Kotak terdalam menggambarkan kemampuan dietisien dalam menerapkan
PAGT, berdasaarkan 4 langkah yang berkesinambungan yaitu pengkajian
gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi sampai monitoring dan evaluasi.
c. Kotak tengah memperlihatkan kompetensi yang unik dari seorang dietisien
dalam menerapkan PAGT. Kompetensi tersebut meliputi pngetahuan dan
ketrampilan dietetik agar dietisien mengambangkan kapasitasnya untuk
berpikir kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi. Selain itu mendorong
dietisien bekerja berdasarkan fakta-fakta dan kode etik profesi.
d. Kotak terluar menunjukkan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh
terhadap kemampuan klien/pasien/kelompok untuk menerima dan
memperoleh manfaat dari intervensi asuhan gizi. Faktor lingkungan
tersebut adalah tempat pelayanan asuhan gizi, sistem pelayanan kesehatan
yang menunjang pelayanan asuhan gizi dan ekonomi dan sistem sosial
yang ada.
4
Fokus utama dalam model ini adalah hubungan antara klien/pasien dengan
dietisien. Kunci keberhasilan pelayanan asuhan gizi terpusat pada hubungan ini,
yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan
pelayanan terfokus pada klien/pasien melalui pendekatan individu.
Sistem pertama adalah skrining dan rujukan yang merupakan akses masuk ke
dalam siklus PAGT. Pasien yang mendapat PAGT adalah pasien yang
teridentifikasi membutuhkan asuhan gizi melalui proses skrining dan rujukan.
Proses ini bukan termasuk dalam PAGT. Dalam mengidentifikasi individu yang
membutuhkan asuhan gizi dibutuhkan integrasi dari tim kesehatan.
Proses Asuhan Gizi Terstandar merupakan siklus yang terdiri dari 4 langkah
yang berurutan dan saling berkaitan, yaitu :
1) Pengkajian Gizi
2) Diagnosis Gizi
3) Intervensi Gizi
4) Monitoring dan evaluasi Gizi
Proses di atas hanya dilakukan pada pasien/klien yang teridentifikasi resiko
gizi atau sudah malnutrisi dan membutuhkan dukungan gizi individual. Identifikasi
resiko gizi dilakukan melalui skrining/penapisan gizi, dimana metodanya
tergantung dari kondisi dan fasilitas setempat.
Kegiatan dalam PAGT diawali dengan melakukan pengkajian gizi lebih
mendalam. Bila masalah gizi yang spesifik telah ditemukan, maka dari data
obyektif dan subyektif pengkajian gizi dapat ditentukan penyebab, derajat serta area
masalahnya. Berdasarkan fakta tersebut ditegakkan diagnosis gizi. Selanjutnya
disusun rencana intervensi untuk di laksanakan berdasarkan diagnosis gizi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan setelahnya untuk mengamati perkembangan dan
respon pasien terhadap intervensi yang diberikan. Bila tujuan ini tercapai maka
proses ini akan dihentikan, namun bila tujuan tidak tercapai atau tujuan awal
tercapai tetapi terdapat masalah gizi yang baru, maka proses berulang kembali
mulai dari pengkajian gizi. Siklus asuhan gizi ini terus berulang sampai pasien/klien
tidak membutuhkannya lagi.
5
Proses asuhan gizi terstandar ada 4 langkah yang berurutan dan saling berkaitan,
yaitu :
a. Pengkajian gizi
Pengkajian gizi merupakan kegiatan mengumpulkan, mengintegrasikan dan
menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang terkait dengan aspek asupan
zat gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek perilaku-lingkungan serta
penyebabnya. Untuk mengidentifikasi masalah gizi, data pengkajian gizi terdapat 5
komponen yaitu (Sumapradja, 2011).
1) Riwayat gizi/makanan
Pengumpulan dan pengkajian data riwayat gizi meliputi asupan makanan,
kepedulian terhadap gizi dan kesehatan serta pengelolaannya, aktifitas fisik dan
ketersediaan makanan.
2) Data biokimia, pemeriksaan dan prosedur medis
Data biokimia, pemeriksaan ataupun prosedur medis yang berkaitan dengan
status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang dapat berpengaruh
terhadap timbulnya masalah gizi. Contoh : kadar glukosa darah, nilai elektrolit,
lemak darah (kolesterol, trigliserida, HDL, LDL).
3) Pengukuran antropometri
Hasil pengukuran fisik/ukuran tubuh pada individu, contoh : tinggi badan
(TB), berat badan (BB), lingkar lengan (LILA), tebal lemak, lingkar pinggang,
lingkar panggul.
4) Pemeriksaan fisik klinis
Aspek klinis meliputi kondisi kesehatan secara umum;kesehatan gigi,
kesehatan mulut. Penampilan fisik meliputi: tampak kurus, gemuk, pengerutan otot
dan penurunan lamak sub kutan (kondisi-kondisi yang menggambarkan tanda
kurang gizi).
5) Riwayat personal pasien
Riwayat obat-obatan, sosial budaya, riwayat penyakit (keluhan utama
terkait dengan masalah gizi, riwayat penyakit dahulu dan sekarang, riwayat
pembedahan, penyakit kronis atau resiko komplikasi, riwayat penyakit keluarga,
status kesehatan mental/emosi, kemampuan kognitif misalnya pasien stroke) dan
6
data umum pasien ( umur, pekerjaan , peranan dalam keluarga dan tingkat
pendidikan) (Wahyuningsih, 2013).
b. Diagnosis Gizi
Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama
masalah gizi yang aktual, dan atau berisiko menyebabkan masalah gizi yang
merupakan tanggung jawab dietisien untuk menanganinya secara mandiri.
Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (Problem), penyebab masalah
(Etiology) serta tanda dan gejala adanya masalah (Signs and Symptoms). Diagnosis
gizi berbeda dengan diagnosis medis, baik dari sifatnya maupun cara penulisannya.
Diagnosis gizi dapat berubah sesuai dengan respon pasien, khususnya terhadap
intervensi gizi yang dilakukan. Sementara diagnosis medis lebih menggambarkan
kondisi penyakit atau patologi dari suatu organ tertentu, dan tidak berubah selama
kondisi patologis/penyakit itu ada. Dari aspek penulisan, pernyataan diagnosis
disusun dengan kalimat yang terstruktur sesuai dengan komponennya yaitu
Problem (P), Etiology (E) dan Signs and Symptoms (S), dan di singkat menjadi P-
E-S (Sumapradja, 2011).
1) Problem
Menggambarkan masalah gizi pasien/klien dimana dietisien bertanggung
jawab untuk memecahkannya secara mandiri. Berdasarkan masalah tersebut dapat
dibuat :
a) Tujuan dan target intervensi gizi yang lebih realistis, terukur
b) Menetapkan menetapkan prioritas intervensi gizi.
c) Memantau dan mengevaluasi perubahan yang terjadi setelah dilakukan
intervensi gizi.
2) Etiology
Menunjukkan faktor penyebab atau faktor-faktor yang mempunyai
kontribusi terjadinya Problem (P). Faktor penyebab dapat berkaitan dengan
patofisiologi, psikososial, lingkungan, perilaku dan sebagainya. Etiology ini
merupakan dasar dari penentuan intervensi apa yang akan dilakukan.
7
itu, komponen S/S dijadikan dasar sebagai indikator untuk monitoring dan evaluasi
gizi (Sumapradja, 2011).
a) Tujuan Intervensi
Penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya.
Idealnya penetapan tujuan dilakukan bersama dengan pasien ,dan/keluarganya,
walaupun tidak untuk semua kasus, misalnya pada pasien yang harus mendapat zat
gizi enteral atau parenteral.
b) Preskripsi diet
Presripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi zat
gizi, dan frekuensi makan.
2) Implementasi
Suatu intervensi gizi harus menggambarkan dengan jelas:”apa, dimana,
kapan, dan bagaimana” intervensi itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk
pengumpulan data kembali, dimana data tersebut dapat menunjukkan respon pasien
dan perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.
a) Fase pelaksanaan:
(1) Melakukan komunikasi rencana intervensi gizi dengan tenaga
terkait.
(2) Melaksanakan rencana intervensi
(3) Melanjutkan pengumpulan data
b) Aspek lain:
(1) Intervensi gizi secara individu
(2) Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
(3) Menindak lanjuti dan membuktikan bahwa intervensi gizi
dilaksanakan
(4) Menyesuaikan strategi intervensi bila dibutuhkan sesuai dengan
respon pasien.
9
Tabel 1.
Domain intervensi gizi
Kelas Pengertian
1. Pemberian makanan Penyediaan makanan atau zat gizi sesuai kebutuhan melalui
dan zat gizi pendekatan individu. Meliputi jenis, frekuensi, modifikasi
diet ; pemberian enteral, suplemen (oral suplemen maupun
suplemen vitamin dan mineral); atau substansi bioaktif
(misalnya Psylium); feeding assistance, suasana makan dan
pengobatan terkait dengan gizi.
2. Edukasi gizi Merupakan proses formal dalam melatih ketrampilan atau
membagi pengetahuan yang membantu pasien mengelola
atau memodifikasi diet dan prilaku secara sukarela untuk
menjaga atau menignkatkan kesehatan. Meliputi edukasi
gizi awal/singkat dan edukasi gizi secara menyeluruh.
3. Konseling gizi Bersifat supportive process, ditandai dengan hubungan
kerjasama antara konselor dan pasien dalam menentukan
prioritas, tujuan/target, merancang rencana kegiatan yang
dipahami, dan membimbing kemandirian dalam merawat
diri sesuai kondisi yang ada dan menjga kesehatan.
4. Koordinasi gizi Kegiatan berkonsultasi, merujuk, atau koordinasi pemberian
asuhan gizi dengan tenaga kesehatan atau institusi lain yang
dapat membantu dalam merawat atau mengelola masalah
yang berkaitan dengan gizi.
Sumber : Sumapraja. 2011
Tabel 2.
Kelas domain monitoring dan evaluasi gizi
Kelas Pengertian
5. Dampak perilaku dan Tingkat pemahaman, perilaku, askes dan kemampuan
lingkungan gizi yang mungkin mempunyai pengaruh pada asupan
makanan dan zat gizi
6. Dampak asupan Asupan makanan dan atau zat gizi dari berbagai
makanan dan zat gizi sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen dan
melalui rute enteral maupun parenteral.
7. Dampak terhadap tanda Pengukuran yang terkait dengan antropometri,
dan gejala fisik terkait biokimia, dan parameter pemeriksaan fisik
gizi
8. Dampak terhadap Pengukuran yang terkait dengan persepsi pasien
pasien terkait gizi terhadap intervensi yang diberikan dan dampaknya
oada kualitas hidup
Sumber : Sumapraja. 2011
B. Ginjal
1. Anatomi Ginjal
Struktur ginjal dilingkupi selaput tipis dari jaringan fibrus yang rapat
membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya
terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri atas bagian korteks dari sebelah luar
dan bagian medula disebelah dalam. Bagian medula ini tersusun atas
limabelas sampai enambelas massa berbentuk piramida yang disebut piramis
ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir di
kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Irianto, 2014).
Berikut adalah gambaran umum struktul ginjal :
11
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan-
satuan fungsional ginjal dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap
ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler (badan malpighi ata
glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas lebar pada nefron. Dari sini
tubulus terbentuk sebagian berkelok-kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama
atau tubula proksimal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai Henle. Kemudian
tubula distal yang bersambung dengan tubula penampung, yang berjalan
melintasi korteks dan medula, yang berakhir dipuncak salah satu piramida
(Irianto, 2014).
12
plasma mengalir melalui semua glumeruli dan sekitar 100 cc dari itu di saring
keluar. Plasma yang berisi garam, glukosa, dan benda halus lainnya disaring.
Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus filter atau
saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Bila kita membandingkan jumlah
yang disaring oleh glumeruli setiap hari dengan jumlah yang biasanya
dikeluarkan ke dalam air kemih, kita akan dapat melihat besar daya selektif sel
tubula seperti pada tabel:
Tabel 3.
Daya selektif sel tubuh terhadap bahan yang disaring dan dibuang
Bahan Disaring Dibuang
Air 150 liter 1,5 liter
Garam 700 gr 15 gr
Glukosa 170 gr -
Urea 50 gr 30 gr
Sumber : Irianto, 2014
ginjal untuk menambahkan glukosa pada darah selama masa puasa yang panjang,
dapat menyaingi kapasitas pada hati (Manaba, 2016).
5. Penyakit gagal ginjal
Semua proses penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara
progref dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Seiring dengan berkurangnya
jumlah nefron yang berfungsi, nefron yang tersisa melakukan kompensasi
dengan meningkatkan filtrasi dan reabsorbsi zat terlarut. Komplikasi gagal ginjal
kronik disebabkan oleh akumulasi berbagai zat yang normalnya diekskresi oleh
ginjal, Serta produksi vitamin D dan eritropoeietin yang tidak adekuat oleh
ginjal.
Pada gagal ginjal kronik, biasanya terdapat komplikasi kronik yang
meliputi anemia akibat eritropoietin yang tidak adekuat, serta penyakit tulang,
biasanya dengan kadar kalsium rendah, fosfat tinggi, dan hormon paratiroid
(O’Callghan, 2009).
Kategori albuminuria Diskripsi dan
rentang
A1 A2 A3
Normal – Peningkatan Peningkataan
peningkatan sedang berat
ringan
< 30 mg/g 30-300 >300 mg/g
<3 mg/g >30mg/mmol
mg/mmol 3-3-
mg/mmol
Kate G1 Normal atau ≥90
gori tinggi
GFR G2 Penurunan 60-89
ringan
G3a Penurunan 45-59
ringan –
sedang
G3b Penurunan 30-44
sedang –
berat
G4 Penurunan 15-29
berat
G5 Gagal <15
Ginjal
Keterangan : Warna hijau : resiko rendah ( jika tidak terdapat marker penyakit
ginjal : bukan PGK); kuning: resiko meningkat sedang; oranye: resiko tinggi;
merah: resiko sangat tinggi.
Pada derajat awal, PGK belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan
hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis
dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi
glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan lemah, mual, nafsu makan
berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien mulai
meraakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomerulus kurang
dari 30% (Infodatin, 2017).
Penyebab tersering penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi
penggantian ginjal adalah Diabetes melitus (40%), Hipertensi (25%), dan
Glomerulinefritis (15%) (O’Callghan, 2009).
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik menurut Baradero,dkk. 2009.
a. Penurunan cadangan ginjal
1) Sekitar 40 – 75% nefron tidak berfungsi
2) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
3) BUN dan kreatinin serum masih normal
4) Pasien asimtomatik
b. Gagal Ginjal
1) 75-80% nefron tidak berfungsi
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
4) Anemia ringan dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
c. Gagal ginjal
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
2) BUN dan kreatinin serum meningkat
3) Anemia, azotemua dan asidosis metabolik
4) Berat jenis urine
18
Tabel 4.
Manisfestasi sistem tubuh pada gagal ginjal kronik
Penyebab Tanda/gejala Parameter pengkajian
Sistem hematopoietik
1. Eritropoietin Anemia, cepat lelah Hematokrit
menurun Hemglobin
2. Perdarahan Trombositopenia Hitung trombosit
3. Trombositopenia Ekimosis Petekie dan hematoma
ringan Hematemesis dan
4. Kegiatan trombosit Perdarahan melena
menurun
Sistem kardiovaskular
1. Kelebihan beban Hipervolemia Tanda vital
cairan Hipertensi Berat badan
2. Mekanisme renin Takikardia Elektokardiogram
angiotensin Disritmia Auskultasi jantung
3. Anemia Gagal jantung Pemantauan elektrolit
4. Hipertensi kronik kongestif Kaji keluhan nyeri
5. Toksin uremik dalam Perikardia
cairan perikardium
Sistem pernapasan
1. Mekanisme Takipnea Pengkajian pernapasan
kompensasi untuk Pernapasan kussmaul Hasil pemeriksaan gas
asidosis metabolik Halitosis uremik atau darah arteri
2. Toksin uremik fetor Inspeksi mukosa oral
3. Paru uremik Sputum yang lengket Tanda vital
4. Kelebihan beban Batuk disertai nyeri
cairan Suhu tubuh meningkat
Hilar pneumonitis
Pleural friction rub
Edema paru
21
Kulit
1. Anemia Pucat Lecet, lebam dan luka
2. Pigmentasi Pigmentasi Kaji warna kulit
3. Kelenjar keringat Pruritus Perhatikan garukan
mengecil Ekimosis pada kulit.
4. Kegiatan kelenjar Lecet
lemak menurun Uremic frosts
5. Ekskresi sisa
metabolisme
melalui kulit
Sistem perkemihan
1. Kerusakan nefron Urine berkurang Asupan, BUN dan
Berat jenis urine kreatinin serum
menurun Elektrolit serum
Proteinuria Berat jenis urine
Fragmen dan sel
dalam urine
Natrium dalam urine
berkurang
Sumber : Baradero, dkk, 2009
22
C. Hemodialisis
Pada Penyakit ginjal kronik, terutama pada tahap terminal, ginjal tidak
dapat melakukan fungsi normalnya dalam metabolisme hormon dan
metabolisme darah dengan cara menyaring hasil sisa metabolisme dan cairan.
Hal tersebut tidak dapat dilakukan sehingga terjadi akumulasi residu
metabolisme dan cairan dalam tubuh. Oleh karena itu, terapi pengganti ginjal
seperti hemidialisis (HD), dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan
(DPMB), atau transplantasi ginjal harus dilakukan ( Saat et al, 2011 dalam
Susetyowati, dkk, 2017).
Hemodialisis merupakan difusi molekul dalam darah seperti kalium,
natrium, fosfor, sulfur, asam amino berat molekul kecil dan hasil sisa
metabolisme nitrogen melewati membran semipermeabel mengikuti
konsentrasi gradien elektrokimia, seperti urea yang mengalir dari darah menuju
dialisat dan bikarbonat yang mengalir dari dialisat menuju darah. Hemodialisis
bertujuan membersihkan darah dari hasil sisa metabolisme, termasuk garam
dan cairan, mengontrol tekanan darah serta membantu menyeimbangkan
komponen mikronutrien seperti kalium, natrium, fosfor dan klorida
(Himmelfarb dan Ikizler, 2010 dalam Susetyowati, dkk, 2017).
Hemodialisis berperan sebagai pengganti sebagian fungsi ginjal, yaitu
mengekskresikan zat sisa dan zat toksik seperti ureum dan kreatinin dalam
tubuh. Sedangkan, fungsi ginjal lain seperti stimulator hormon eritropoetin
tidak bisa digantikan sehingga pasa pasien yang mengalami defisiensi hormon
eritropoetin akan mengalami anemia (Weiner, 2007 dalam Susetyowati, dkk,
2017).
Pada pasien HD, malnutrisi merupakan masalah utama yang sering
terjadi karena beberapa faktor seperti asuhan zat gizi inadekuat, peningkatan
penggunaan energi, dan peningkatan katabolisme protein. Bila hal ini
berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kerentanan
infeksi , luka sukar sembuh, fatigue, malaise, serta kerentanan terhadap
morbiditas dan mortalitas (Espahbodi et al, 2014 dalam Susetyowati, dkk,
2017)
Zat-zat gizi yang hilang saat hemodialisis adalah asam amino yaitu 10
sampai 12 gram, sejumlah kecil protein yang kurang dari 1 sampai 3 gr
23
Bagi pasien yang telah menjalani HD rutin, dapat makan lebih bebas.
Tetapi, bukan berarti diet tidak diperlukan, karena pengaturan makanan
bertujuan agar kenaikan hasil sisa metabolisme protein tidak berlebihan pada
waktu antara dialisis, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, serta
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi (Susetyowati, dkk, 2017)
1. Pengkajian Gizi
a. Riwayat gizi/makanan
Asupan makanan pada pasien penyakit gagal ginjal biasanya kurang,
kerena pasien mengalami Anoreksia. Kebiasaan makan, alergi/pantangan,
modifikasi diet meliputi bahan makanan sumber protein, bahan makanan
sumber kalium,bahan makananan sumber natrium (Muttaqin, dkk, 2013).
24
b. Data biokimia
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronis
adalah kadar ureum serum (10 – 50 mg/dL), kreatinin serum (<1,5 mg/dL) ,
dan Hemoglobin ( 13 – 16 g/dL laki-laki, 12-14 g/dL perempuan).
c. Pengukuran antropometri
Hasil pengukuran fisik/ukuran tubuh pada pasien penyakit Gagal
ginjal adalah : Berat badan, tinggi badan serta di hitung apakah ada edema,
pengukuran di gunakan untuk penilaian status gizi.
d. Pemeriksaan fisik klinis
Gejala fisik yang biasa dialami pada pasien penyakit gagal ginjal
adalah pucat, mual, muntah, oliguri, batuk disertai nyeri, suhu tubuh
meningkat dan hipertensi.
e. Riwayat klien
Riwayat penyakit klien hipertensi, diabetes mellitus, batu ginjal dan
nefritis (Muttaqin, dkk, 2013).
2. Diagnosis gizi
Kemungkinan Kode Diagnosis Gizi yang di alami oleh pasien Gagal
ginjal Kronik
a. NI.5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi tertentu berkaitan dengan
disfungsi ginjal ditandai oleh peningkatan ureum, kreatinin, kalium,
phospor, GFR < 90 ml/menit dan edema.
b. NI.3.2 Kelebihan asupan cairan berkaitan dengan penurunan
pengeluaran cairan melalui ginjal ditandai oleh kenaikan BB, edema,
asupan cairan > rekomendasi, dan kelebihan asupan garam
(Muttaqin,dk, 2013).
c. NC.2.2 Perubahan Nilai lab terkait gizi berkaitan dengan rusaknya
nefron yang tidak bisa menyaring sampah ditandai oleh kadar ureum,
kreatini dan Hb darah.
d. NI.5.3 Penurunan kebutuhan natrium dan cairan berkaitan dengan
fungsi ginjal yang berperan dalam keseimbangan kadar natrium darah
ditandai oleh tensi darah tinggi
25
3. Intervensi gizi
a. Tujuan Diet Penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis adalah untuk:
1) Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki
status gizi, agar pasien dapa melakukan ativitas normal.
2) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit (Almatsier, 2010).
3) Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan
4) Memberikan protein yang cukup untuk mengganti AAE dan nitrogen
yang hilang dalam dialisat serta mempertahankan keseimbangan
nitrogen (Susetyowati, dkk, 2017)
b. Jenis diet
Diet pada dialisis bergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal
dan ukuran badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus
direncanakan perorangan. Berdasarkan berat badan dibedakan menjadi 3
jenis diet dialisis:
1) Diet Dialisis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat
badan ±50kg.
2) Diet Dialisis II, 65 g proein. Diberikan kepada pasien dengan berat
badan ±60 kg.
3) Diet Dialisis III, 70 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berar
badan ±65 kg.
26
c. Syarat diet
Syarat-syarat Diet Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis adalah :
1) Energi
Rekomedasi asupan energi bagi pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis adalah 30-35 kkal/Kg BB Ideal/hari (PERNEFRI, 2011).
Rekomendasi ini berdasarkan studi metabolik yang menunjukkan asupan
energi sebesar 35 kkal/kg BB dapat mempertahankan keseimbangan
nitrogen netral dan komposisi tubuh yang stabil. Pada pasien hemodialisis,
bila berat badan tampak semakin kurus, atau menurun, berarti jumlah
kalori yang dimakan kurang memenuhi kebutuhan. Apabila berat badan
meningkat dengan cepat (diatas 2 kg) pada waktu di antara HD ( 3 – 4
hari), hal ini disebabkan adanya penimbunan cairan, bukan kaena jumlah
makanan yang terlalu berlebihan (Susetyowati, dkk, 2017).
2) Protein
Asupan protein yang adekuat sangatlah penting agar pasien dapat
mempertahankan keseimbangan nitrogen positif atau netral. Rekomendasi
asupan protein bagi pasien gagal ginjal dengan hemodialisis adalah 1,2
g/Kg BB Ideal/ hari dengan minimal 50% protein bernilai biologis yang
tinggi, karena dapat menyediakan asam amino esensial. Pemberian asupan
27
E. Keranka Teori
• Diabetes Melitus
• Hipertensi
Penyakit Gagal Ginjal
• Glomerulonefritis Kronik
• Ginjal Polikistik
Penatalaksanaan Asuhan
Hemodialisis Gizi Terstandar (PAGT)
1. Kajian Gizi
2. Diagnosis gizi
3. Intervensi gizi
4. Monitoring dan
evaluasi
Gambar 5. Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi dari, Almatsier, 2010, O’Callghan, 2009 dan PAGT, 2014
31
F. Kerangka Konsep
G. Definisi Operasional
Tabel 5.
Matrik Definisi Oprasional
NO VARIABEL DEFINISI CARA UKUR ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA
OPERASIONAL
1 Penatalaksanaan Melaksanakan asuhan gizi
1. Pengkajian gizi Timbangan BB dan Membandingkan -
asuhan gizi terstandar (PAGT) pada
2. Diagnosis gizi Mikrotis/Knemometri hasil data sebelum
terstandar pasien gagal ginjal kronis
3. Intervensi gizi Formulir NCP dan sesudah
(PAGT) dengan Hemodialisis di
4. Monitoring dan Formulir Recall penatalaksanaan
RSUD Dr. H. Abdul evaluasi Formulir MST asuhan gizi
Moeloek dengan cara terstandar
menentukan kajian gizi, (PAGT)
diagnosisi gizi , intervensi
gizi, dan monitoring dan
evaluasi di bawah
bimbingan ahli gizi rumah
sakit dan dosen
pembimbing.
33