Anda di halaman 1dari 18

FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH DAN EVALUASI NILAI GIZI

KARBOHIDRAT

Disusun Oleh :

Warastri fida C 2018349001

Nurul kusumawati 2018349005

Fitria andriyani 2018349006

Nadia Munisa 2018349008

Cristine Rahayu 2019349012

Nassha Nurjihan 2018349014

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN

UNIVERSITAS SAHID JAKARTA

2018
PENDAHULUAN

Karbohidrat merupakan sumber energi bagi aktivitas kehidupan manusia


disamping protein dan lemak . Di indonesia , kira-kira 80%-90% kebutuhan energi
berasal dari karbohidrat , karena bahan makanan pokok yang biasa di makan
sebagian besar mengandung komponen karbohidrat seperti beras , jagung dan
sagu.
Dalam bahan-bahan pangan nabati, karbohidrat merupakan komponen yang
relatif tinggi kadarnya . Beberapa zat yang termasuk golongan karbohidrat adalah
gula, dekstrin , pati , selulosa, hemiselulosa, pektin, gum dan beberapa karbohidrat
yang lain . Unsur-unsur yang membentuk karbohidrat hanya terdiri dari karbon (C) ,
hidrogen (H) dan oksigen (O) , kadang –kadang juga nitrogen . Pentosa dan hektosa
merupakan contoh karbohidrat sederhana , misalnya arabinosa, glukosa, fruktosa
dan galaktosa.
Karbohidrat yang akan diolah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
membuat kandungan karbohidrat tersebut dalam suatu makanan atau pangan
tersebut. Jenis karbohidrat , antimilase , daya cerna pati , aktivitas antimilase,
oligosakarida , kadar serat kasar merupakan faktor yang memengaruhi pengolahan
karbohidrat .
ISI
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pengolahan karbohidrat adalha
sebagi berikut :
1. Klasifikasi Karbohidrat

Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul


gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan
fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul
gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-
cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin, dan selulosa. Selain
monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua
monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida). Berikut
ini penjelasan secara lengkapnya :
1. Monosakarida

Monosakarida adalah gula ringkas dan merupakan unit yang paling kecil
(yang tidak dapat dipecahkan oleh hidrolisis asid kepada unit yang lebih kecil).
Monosakarida terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi dihidrolisis oleh
larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Beberapa
molekul monosakarida mengandung unsur nitrogen dan sulfur. Monosakarida yang
penting dalam fisiologi ialah D-glukosa, D-galaktosa, D-fruktosa, D-ribosa, dan D-
deoksiribosa. Monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom karbon yang
dikandungnya (triosa, tetrosa, pentosa, dan heksosa) dan gugus aktifnya, yang bisa
berupa aldehida atau keton. Ini kemudian bergabung, menjadi misalnya
aldoheksosa dan ketotriosa.

Monosakarida mempunyai rumus kimia (CH2O)n dimana n=3 atau lebih.


Jika gugus karbonil pada ujung rantai monosakarida adalah turunan aldehida, maka
monosakarida ini disebut aldosa. Dan bila gugusnya merupakan turunan keton
maka monosakarida tersebut disebut ketosa. Monosakarida aldosa yang paling
sederhana adalah gliseraldehida. Sedangkan monosakarida ketosa yang paling
sederhana adalah dihidroksiaseton.
Kedua monosakarida sederhana tersebut masing-masing mempunyai tiga
atom karbon (triosa). Monosakarida lain mempunyai empat atom karbon (tetrosa),
lima atom karbon (pentosa), dan enam atom karbon (heksosa). Heksosa, zat manis
dan berbentuk kristalin, adalah salah satu monosakarida terpenting. Beberapa
contoh heksosa sehari-hari adalah gula tebu, gula gandum, gula susu, pati, dan
selulosa. Pentosa umum adalah ribosa yaitu salah satu unit penyusun
mononukleotida asam nukleat.

Monosakarida terdiri atas unit glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa


disebut juga gula darah. Galaktosa banyak terdapat dalam susu dan yogurth.
Fruktosa banyak ditemukan dalam buah-buahan dan madu. Berikut ini adalah
monosakarida-monosakarida penting yaitu :

a. D-glukosa

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena


mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Monosakarida
ini mengandung lima gugus hidroksil dan sebuah gugus aldehida yang dilekatkan
pada rantai enam karbon. Fungsi utama glukosa adalah sumber energi dalam sel
hidup. Glukosa disebut juga gula anggur karena terdapat dalam buah anggur, gula
darah karena terdapat dalam darah atau dekstrosa karena memutarkan bidang
polarisasi kekanan. Glukosa merupakan monomer dari polisakarida terpenting yaitu
amilum, selulosa dan glikogen. Glukosa merupakan senyawa organik terbanyak
terdapat pada hidrolisis amilum, sukrosa, maltosa, dan laktosa. Di alam, glukosa
terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah.

b. D-fruktosa (termanis dari semua gula)

Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat memutar cahaya


terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Fruktosa mengandung
lima gugus hidroksil dan gugus karbonil keton pada C-2 dari rantai enam-karbon.
Molekul ini kebanyakan berada dalam bentuk siklik. Fruktosa terdapat dalam buah-
buahan, merupakan gula yang paling manis. Bersama dengan glukosa merupakan
komponen utama dari madu.
c. D-galaktosa (bagian dari susu)

Galaktosa merupakan monosakarida yang jarang terdapat bebas di alam.


Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang
terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis dari pada glukosa
dan kurang larut dalarn air. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang polarisasi
kekanan.

d. D-gliseraldehid (karbohidrat paling sederhana)

Karbohidrat ini hanya memiliki 3 atom C (triosa), berupa aldehid (aldosa)


sehingga dinamakan aldotriosa.

e. D-ribosa (digunakan dalam pembentukan RNA)

Karena merupakan penyusun kerangka RNA maka ribosa penting artinya


bagi genetika bukan merupakan sumber energi. Jika atom C nomor 2 dari ribosa
kehilangan atom O, maka akan menjadi deoksiribosa yang merupakan penyusuna
kerangka DNA.

1.1 Penulisan Struktur Monosakarida

a. Proyeksi Fischer

Proyeksi Fischer sangat bermanfaat dalam penulisan struktur molekul gula


(monosakarida). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan
proyeksi Fischer. Proyeksi Fischer adalah penggambaran struktur 3-D dalam
bentuk 2-D (dua dimensi). Pada proyeksi Fischer rantai karbon ditulis dari atas
kebawah, dimana gugus yang paling tinggi prioritasnya diletakkan pada bagian
atas. Setiap persilangan garis mengandung satu atom karbon. Atom atau gugus
atom disebelah kiri dan kanan dari rantai karbon berarti berada dibagian depan
bidang (mengarah kedepan kearah pembaca) dan yang bagian atas atau bawah
dari atom karbon yang manjadi perhatian berada di belakang bidang (menjauhi
pembaca).

b. Proyeksi Haworth
Proyeksi Haworth ialah cara umum menggambarkan struktur lingkar
monosakarida dengan perspektif tiga dimensi sederhana. Proyeksi Haworth
dinamai menurut kimiawan Inggris Sir Walter N. Haworth.

2. Disakarida

Disakarida adalah senyawa yang terbentuk dari dua molekul monosakarida


yang sejenis atau tidak. Disakarida dapat dihidrolisis oleh larutan asam dalam air
sehingga terurai menjadi dua molekul monosakarida.
Disakarida terdiri atas unit sukrosa, maltosa, laktosa dan selobiosa.Keempat
disakarida ini mempunyai rumus molekul sama (C 12H22O11) tetapi struktur
molekulnya berbeda. Disakarida disusun oleh dua unit gula, seperti sukrosa
disusun oleh glukosa dan fruktosa, maltoda dibangun oleh dua unit glukosa, dan
laktosa dibangun oleh glukosa dan galaktosa. Berikut ini adalah disakarida-
disakarida penting yaitu :
a. Sukrosa

Sukrosa ialah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu
maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada turnbuhan
lain, rnisalnya dalarn buah nanas dan dalam wortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan
terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Sukrosa terbentuk dari ikatan
glikosida antara karbon nomor 1 pada glukosa dengan karbon nomor 2 pada
fruktosa.

b. Laktosa

Laktosa merupakan hidrat utama dalam air susu hewan. Laktosa bila
dihidrolisis akan menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa, karena itu laktosa
adalah suatu disakarida. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom karbon
nomor 1 pada galaktosa dan atom karbon nomor 4 pada glukosa. Oleh karenanya
molekul laktosa masih mempunyai gugus –OH glikosidik. Dengan demikian laktosa
mempunyai sifat mereduksi dan merotasi.

c. Maltosa

Maltosa adalah suatu disakarida yang terbentuk dari dua molckul glukosa.
Maltosa terbentuk melalui ikatan glikosida α antara atom karbon nomor 1 dari
glukosa satu dengan atom karbon nomor 4 dari glukosa yang lain. Ikatan yang
terjadi ialah antara atom karbon nomor I dan atom karbon - nomor 4, oleh
karenanya maltosa masih mempunyai gugus -OH glikosidik dan dengan demikian
masih mempunyai sifat mereduksi. Maltosa merupakan hasil antara dalam proses,
hidrolisis amilum dengan asam maupun dengan enzim.

d. Selobiosa

Selobiosa merupakan unit ulangan dalam selulosa. Selobiosa tersusun dari


dua monosakarida glukosa yang berikatan glikosida β antara karbon 1 dengan
karbon 4.

3. Polisakarida

Polisakarida merupakan kelas karbohidrat yang mempunyai lebih daripada


delapan unit monosakarida. Pada umumnya polisakarida mempunyai molekul
besar dan lebih kompleks daripada monosakarida dan disakarida. Polisakarida
dapat dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida. Polisakarida yang terdiri
atas satu macam monosakarida saja disebut homopolisakarida (contohnya kanji,
glikogen dan selulusa), sedangkan yang mengandung senyawa lain disebut
heteropolisakarida (contohnya heparin). Rumus kimia polisakarida adalahn
(C6H10O5)n. Molekul ini dapat digolongkan menjadi polisakarida struktural seperti
selulosa, asam hialuronat, dan sebagainya. Dan polisakarida nutrien seperti amilum
(pada tumbuhan dan bakteri), glikogen (hewan), dan paramilum (jenis protozoa).
Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk
kristal, tidak mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai sifat mereduksi. Berat
molekul polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta.
Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid. Beberapa
po lisakarida yang penting di antaranya ialah amilum, glikogen, dekstrin dan
selulosa. Amilum Polisakarida ini terdapat banyak di alam, yaitu pada sebagian
besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada
umbi, daun, batang dan biji-bijian.
Polisakarida adalah senyawa dalam mana molekul-molekul mengandung
banyak satuan monosakarida yang disatukan dengan ikatan gukosida. Polisakarida
memenuhi tiga maksud dalam sistem kehidupan sebagai bahan bangunan, bahan
makanan dan sebagai zat spesifik. Polisakarida bahan bangunan misalnya selulosa
yang memberikan kekuatan pada kayu dan dahan bagi tumbuhan, dan kitin,
komponen struktur kerangka luar serangga. Polisakarida makanan yang lazim
adalah pati (starch pada padi dan kentang) dan glikogen pada hewan. Sedangkan
polisakarida zat spesifik adalah heparin, satu polisakarida yang mencegah
koagulasi darah. Berikut ini adalah contoh-contoh polisakarida adalah

a. Amilum

Amilum terdiri dari dua macama polisakarida, yaitu amilosa dan amilopektin.
Kedua-duanya merupakan polimer glukosa. Amilosa terdiri atas 250-3000 unit D-
glukosa. Sedangkan amilopektin terdiri atas lebih dari 1000-1500 unit glukosa. Unit
glukosa amilosa dirangkaikan dalam bentuk linier oleh ikatan glikosida α (1 4).
Amilosa mempunyai ujung non reduksi dan ujung reduksi. Berat molekulnya
bervariasi dari beberapa ratus sampai 150.000. Amilopektin adalah polisakarida
bercabang. Dalam molekul ini, rantai pendek dari rangkaian glikosida α (1 4) unit
glukosa digabungkan dengan rangkaian glikosida lain melalui ikatan glikosida α (1
6).

b. Asam Healuronik

Asam healuronik merupakan mukopolisakarida (heteropolisakarida) yaitu


suatu senyawa gelatin dengan berat molekul tinggi. Asam hialuronik disusun oleh
unit asam glukuronik dan asetil-glukosamin. Dua monosakarida berbeda tersebut
dirangkaikan oleh ikatan β(1 3) untuk membentuk disakarida yang terikat β(1 4)
dengan unit ulangan berikutnya.

c. Glikogen

Glikogen merupakan bentuk cadangan glukosa pada sel-sel hewan dan


manusia yang disimpan di hati dan otot sebagai granula. Glikogen merupakan
polimer α-1 dari glukosa dan umumnya mempunyai ikatan cabang α-1,6 untuk
setiap satuan glukosa.

4. Oligosakarida
Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang
jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida.
Sehingga oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya.
Oligosakarida secara eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa
polisakarida dan hanya beberapa oligosakarida yang secara alami terdapat di alam.
Oligosakarida yang paling banyak digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk
disakarida seperti maltosa, laktosa dan sukrosa.
Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul disebut disakarida, bila tiga
molekul disebut triosa, bila sukrosa terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa
terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa. Oligosakarida dapat diperoleh dari hasil
hidrolisis polisakarida dengan bantuan enzim tertentu atau hidrolisis dengan asam.
Ikatan glikosida terjadi dari kondensasi gugus hidroksil dua molekul
monosakarida, yaitu berasal dari gugus hidroksil dari atom C yang pertama dengan
salah satu gugus hidroksil pada atom karbon nomor 2, 4, atau 6, yang berasal dari
monosakarida yang kedua.

2. Pati

Pati yang juga merupakan simpanan energi di dalam sel-sel tumbuhan ini
berbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik dengan berdiameter berkisar antara 5-50
nm. Pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa
(amylose) dan amilopektin (amylopectin). Amilosa merupakan polimer glukosa rantai
panjang yang tidak bercabang sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa
dengan susunan yang bercabangcabang (Irawan, 2007). Pati merupakan polimer
yang tersusun dari unit satuan α-D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4
glikosidik dan ikatan α-1,6 glikosidik pada percabangan rantainya. Secara alami, pati
merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang kedua-duanya merupakan
suatu polimer dari α-D-glukosa (Sukandar, 2011).

Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1 ≥ 4) unit glukosa. Derajat
polimerisasi amilosa berkisar antara 500-6.000 unit glukosa, bergantung pada
sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α-(1 ≥ 4) unit glukosa dengan rantai
samping α-(1 ≥ 6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan α-(1 ≥ 6) unit
glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4-5%. Namun, jumlah molekul
dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat
polimerisasi 105 - 3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour 1998).
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan
membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur
tunggal terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai lurus
amilosa yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase.
Ikatan hidrogen inter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya struktur hidrofobik
dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal amilosa mirip dengan
siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada permukaan dalamnya (Chaplin 2002).
Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu
cincincincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang
terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany 2006).

Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya
tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa terletak
di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di
antara daerah amorf dan kristal (Oates 1997; Gambar 1). Ketika dipanaskan dalam
air, amilopektin akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan
viskositas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin
cenderung tidak terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada
konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosch 1999).

Gambar 1. Struktur amilosa dan amilopektin (Belitz dan Grosch 1999).

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas
amilosa dan amilopektin (Jacobs dan Delcour 1998). Pati dapat diperoleh dari biji-
bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain
adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu,
amaranth, ubi kayu, ganyong, dan sorgum. Pemanfaatan pati asli masih sangat
terbatas karena sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk digunakan secara luas.
Oleh karena itu, pati akan meningkat nilai ekonominya jika dimodifikasi sifatsifatnya
melalui perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya (Liu et al.
2005). Modifikasi pati bertujuan mengubah sifat kimia dan atau fisik pati secara
alami, yaitu dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur
molekul, oksidasi, atau substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989).

Salah satu jenis pati termodifikasi yaitu pati tahan cerna (resistant starch/RS).
Pati tahan cerna ditemukan pertama kali oleh Englyst et al. (1982) dan didefinisikan
sebagai fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan amilase dan
perlakuan pulunase secara in vitro. Karena pati banyak dijumpai dalam saluran
pencernaan serta sedikit difermentasi oleh mikroflora usus, RS sering diidentifikasi
sebagai fraksi pati makanan yang sulit dicerna di dalam usus halus sehingga
memiliki fungsi untuk kesehatan. RS memiliki sifat seperti halnya serat makanan,
sebagian serat bersifat tidak larut dan sebagian lagi merupakan serat yang larut
(Asp 1992). Beberapasumber karbohidrat seperti gula dan pati dapat dicerna dan
diserap secara cepat di dalam usus halus dalam bentuk glukosa, yang selanjutnya
diubah menjadi energi. RS masuk ke dalam usus besar seperti halnya serat
makanan (Asp 1992).

Proses produksi RS biasanya menggunakan pati yang mengandung amilosa


tinggi. Kandungan amilosa pada beberapa pati sumber bahan pangan yaitu tapioka
17%, kentang 21%, beras 28,60%, beras dengan kadar amilosa rendah 2,32%,
gandum 28%, barley 25,30%, barley kaya amilosa 44,10%, oat 29,40%, maizena
28,70%, dan maizena kaya amilosa 67,80% (Eliasson 1996). Varietas tanaman
penghasil pati kaya amilosa merupakan hasil rekayasa genetik. Dengan
menggunakan bioteknologi, beberapa varietas tanaman dapat dimodifikasi sehingga
menghasilkan pati dengan persentase amilosa dan amilopektin tertentu sesuai yang
diinginkan. Untuk mengetahui proses sintesis amilosa dan amilopektin pada
tanaman, dapat dilakukan melalui siklus konversi sukrosa menjadi amilosa dan
amilopektin, yang secara garis besar disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan
mekanisme tersebut, proses produksi serta persentase amilosa dan amilopektin
dapat direkayasa lebih lanjut terkait dengan proses produksi RS. Pada siklus
produksi amilosa dan amilopektin, sukrosa digunakan sebagai substrat dasar. Uridin
difosfat glukosa (UDPG) dibentuk dengan menggunakan enzim sukrosa sintase.
Enzim tersebut juga bertanggung jawab pada proses pembentukan granula pati,
dimana UDPG dapat dikonversi menjadi G-1-P. Enzim yang bertanggung jawab
dalam pembentukan (1-4)-α-D-glukan yaitu fosforilase. Pada proses optimasi
komposisi amilosa pada pati, salah satunya dapat dilakukan dengan cara
mengendalikan enzim fosforilase yang tedapat pada siklus tersebut. Namun, selain
enzim, beberapa faktor juga dapat memengaruhi proses pembentukan amilosa
(Boyer dan Shanon 1983).

Gambar 2. Siklus konversi sukrosa menjadi amilosa, amilopektin, dan fitoglikogen


dari biji jagung (Boyer dan Shanon 1983).

3. Antiamilase

Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam


amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim
memegang peranan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein,
enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara
lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel (Anonim, 2011). Enzim
meningkatkan laju reaksi sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk
dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah
pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal,
suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya
dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak
menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya
(Salisbury, 1995).
Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat
daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi
sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan
yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi
aktiasi suatu reaksi enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia.
Reaksi kimia ada membutuhkan energi atau mengeluarkan energi (Poedjadi, 2006).
Cairan ludah adalah secretion1 eksokrin, 2 consistingof sekitar 99% air, yang
mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium,
bikarbonat, fosfat) dan protein, yang diwakili oleh enzim, immunoglobulin dan faktor
antimikroba lainnya, glikoprotein mukosa, jejak albumin dan beberapa polipeptida
dan oligopeptida yang penting bagi kesehatan mulut. Ada juga glukosa dan produk
nitrogen, seperti urea dan ammonia.3, 4 Komponen berinteraksi dan bertanggung
jawab atas berbagai fungsi dikaitkan dengan air liur. Air liur bertanggung jawab
untuk pencernaan awal pati, mendukung pembentukan, makanan bolus.13 17
Tindakan ini terjadi terutama oleh adanya enzim pencernaan α-amilase (ptyalin)
dalam komposisi air liur. Fungsi biologis adalah untuk membagi pati menjadi
maltosa, maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini dianggap baik indikator kelenjar ludah
berfungsi, 29 kontribusi 40% sampai 50% dari jumlah ludah protein yang dihasilkan
oleh kelenjar. Semakin besar bagian dari enzim (80%) disintesis dalam parotids dan
sisanya di submandibula kelenjar. Aksinya tidak aktif di bagian asam dari saluran
pencernaan dan akibatnya terbatas pada mulut (Almeida, 2008).
Pengukuran aktivitas amilase dan glukanase dilakukan berdasar kepada
kemampuan enzim tersebut dalam mengurai substrat (polisakarida) menjadi
monosakarida dalam bentuk gula pereduksi, pada satuan waktu tertentu. Akurasi
pengukuran dapat dicapai bila proses deteksi gula pereduksi berlangsung optimum.
Reagen DNS yang digunakan dalam mengukur gula pereduksi terdiri dari asam
dinitrosalisilat, garam Rochelle dan natrium hidroksida (Rahmansyah, 2003).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah
(Dwidjoseputro, 1992) :
1. suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan
katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah
suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig
enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
b. pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar
antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim
menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
c. konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim
tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat
tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
d. konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan
kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi,
walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
e. zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan
substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu
perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi
melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai
menjadi sukrosa dan galaktosa (Salisbury dan Ross, 1995).

4. Penetapan AntiAmilase

Prinsip dalam metode ini aktivitas antiamilase ditetapkan berdasarkan daya


penghambatan terhadap aktivitas enzim α-amilase dalam menghidrolisis pati. Dalam
pembuatan pereaksi :

1. Larutan HCl 1 N
2. Larutan NaOH 1 M
3. Larutan enzim α-amilase (merck, 320 u/mg) dalam berbagai konsentrasi, dalam
buffer Na-fosfat 0,1 M, pH 7,0.
4. Larutan “soluble starch”
5. Pereaksi dinitrosalisilat : 1 g 3,5-dinitrosalisilat, 30 g Na-K-tartarat dan 1,6 g NaOH
dalam 100ml air destilata.
6. Larutan maltosa standar berbagai konssentrasi dalam air destilata

Seperti yang diketahui bersama, bahwa pemecahan pati secara enzimatis


dalam tubuh kita, terkatalisa oleh enzim α-amilase. Bila enzim tersebut terhambat
oleh suatu substansi dalam bahan pangan, pati yang kita konsumsi akan tidak
tercerna. Muchtadi (1989) menuliskan prosedur metode ini dalam dua bagian, yaitu
preparasi ekstrak sampel dan prosedur analisis. Pada tahap preparasi ekstrak
sampel, prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang akan dianalisis sebanyak 20 g disuspensikan dalam 100 mL air


destilata.
2. Suspensi sampel kemudian dikocok selama 2 jam pada suhu ruangan.
3. Sampel kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit dan
supernatannya dipisahkan.
4. Supernatan yang diperoleh diatur pH nya menjadi 4.0 dengan menambahkan HCl
1N, kemudian dipanaskan pada suhu 70 ℃ selama 30 menit, dengan tujuan
menginaktifkan enzim α-amilase yang ada pada sampel.
5. Setelah didinginkan larutan disentrifugasi lagi dan supernatannya dinetralkan
dengan NaOH 1 M.

Tahapan prosedur analisis:


1. Suspensi pati larut (soluble starch) 1% dalam air destilata, dipanaskan dalam
penangas air selama 30 menit sampai mencapai suhu 90℃, kemudian didinginkan.
2. Sebanyak 2 mL larutan pati dalam tabung reaksi ditambah 3 mL air destilata dan 5
mL larutan buffer Na-fosfat 0.1 M, pH 7.0. Kemudian diinkubasikan dalam penangas
air 37℃ selama 15 menit.
3. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 5 mL larutan enzim α-amilase dalam
berbagai konsentrasi (0.2 ; 0.4 ; 0.6 ; 0.8 ; 1.0 ; 1.2 ; 1.4 ; 1.6 ; 1.8 ; 2.0 mg/ mL
larutan buffer Na-fosfat), dan diinkubasikan lagi pada suhu 37℃ selama 30 menit.
4. Ke dalam tabung reaksi lain ditempatkan 1 mL campuran reaksi. Kemudian
ditambahkan 2 mL pereaksi dinitrosalisilat, dan selanjutnya dipanaskan dalam
penangas air 100℃ selama 10 menit.
5. Setelah didinginkan, campuran reaksi diencerkan dengan menambahkan 10 mL air
destilata.
6. Warna merah-oranye yang terbentuk dari campuran reaksi diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.
7. Kadar maltosa dari campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva standar
maltosa murni yang diperoleh dengan cara mereaksikan larutan maltosa standar
dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas.
8. Aktivitas enzim α-amilase dihitung berdasarkan jumlah maltosa yang dibebaskan.
Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat
membebaskan 1 mg maltosa dalam kondisi percobaan seperti di atas.
9. Aktivitas antiamilase ekstrak sampel ditetapkan dengan cara menginkubasikan 2.5
mL ekstrak dengan 2.5 mL larutan enzim α-amilase (1 mg/ mL buffer Na-fosfat)
dalam penangas air 37 ℃ selama 10 menit, sebelum dilakukan hidrolisis pati seperti
diatas. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan aktivitas enzim amylase dalam
jumlah yang sama yang diencerkan dengan air destilata.
10. Blanko sampel dipersiapkan dengan cara mendidihkan ekstrak selama 10 menit
untuk melenyapkan aktivitas antiamilasenya, dan kemudian dikerjakan seperti
diatas.
11. Aktivitas antiamilase dihitung berdasarkan perbedaan aktivitas enzim prosedur no.9.
Satu unit antiamilase didefinisikan sebagai penghambatan aktivitas enzim αamilase
sebanyak 1 unit.

Secara umum, proses yang terpisah tersebut digunakan untuk mengetahui


aktivitas enzim amilase itu sendiri (pada pati terlarut) dan aktivitas antiamilase (pada
ekstrak sampel). Keduanya akan saling berhubungan dimana penentuan aktivitas
antiamilase akan bertolak dari aktivitas amilase yang telah ditentukan pada
pecobaan.

5. Oligosakarida

Oligosakarida terdiri atas polimer 2 hingga 10 monosakarida (oligo berarti


sedikit). Rafinosa, stakiosa dan verbakosa adalah oligosakarida yang terdiri atas
unit-unit glukosa, fruktosa dan galaktosa. Ketiga oligosakarida ini terdapat dalam biji
tumbuh-tumbuhan dan kacang-kacangan serta tidak dapat dipecah oleh enzim-
enzim pencernaan
Fruktan adalah sekelompok oligo dan polisakarida yang terdiri atas beberapa
unit fruktosa yang terikat dengan satu molekul glukosa. Panjang rantai bisa sampai 3
hingga 50 unit bergantung pada sumbernya. Fruktan terdapat dalam serelia dan
asparagus. Fruktan tidak dicernakan secara berarti, sebagian besar dalam usus
besar difermentasi.
Oligosakarida Penyebab Flatulensi
Oligosakarida yang mengandung ikatan alfa-galaktosida tersangkut pada timbulya
flatulensi, yaitu suatu keadaan menumpuknya gas-gas dalam lambung.
Oligosakarida ini terdapat banyak dalam biji-bijian, kacang-kacangan dan hasil
tanaman lainnya; terutama terdiri dari verbaskosa, stakiosa dan rafinosa yang
mempunyai ikatan alfa-galaktosa-glukosa dan alfa-galakto-galaktosa.
Oligosakarida dari famili rafinosa tersebut tidak dapat dicerna, karena mukosa
usus mamalia tidak mempunyai enzim pencerna, yaitu alfa-galaktosidase. Oleh
karena itu oligosakarida tersebut tidak dapat diserap oleh tubuh. Bakteri yang
terdapat dalam saluran pencernaan akan memetabolisasinya, terutama pada bagian
bawah usus halus dan terbentuklah gas-gas seperti karbondioksida, hidrogen dan
sejumlah kecil metan yang juga akan merendahkan pH lingkunganya.
Flatulensi dapat dianggap masalah yang cukup serius, meskipun tidak
berakibat toksik. Suatu peningkatan tekanan gas dalam rektum dapat menyebabkan
timbulnya tanda-tanda patologis karakteristik flatulensi yaitu sakit kepala, pusing,
perubahan kecil pada mental, penurunan daya konsentrasi dan odema kecil.
Flatulensi juga bertanggung jawab terhadap timbunya dispepsi dan konstipasi
intestinal serta diare.
Banyaknya usaha yang telah dikerjakan untuk menghilangkan atau
menurunkan kadar oligosakarida dari kacang-kacangan yang biasa dikonsumsi.
Enzim alfa-galaktosidase yang mampu menghidrolisis oligosakarida dari famili
rafinosa sesungguhnya terdapat dalam kacang-kacangan meskipun jumlahnya tidak
banyak dan enzim yang diisolasi dari mikroba telah digunakan untuk menghidrolisis
oligosakarida dalam bahan pangan yang dibuat dari kacang-kacangan.

6. Serat Makanan (Dietary Fiber)

Serat (fiber) merupakan senyawa “inert” secara gizi didasarkan atas asumsi
bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil-hasil fermentasinya tidak
dapat digunakan oleh tubuh. Senyawa yang tidak dapat dicerna tidak hanya terdiri
dari serat (selulosa), tetapi juga lignin, hemiselulosa, pentosa, gum dan senyawa
pektik. Oleh karena itu istilah serat makanan (dietary fiber) untuk menunjukkan
bagian lignin serta karbohidrat lain dari makanan yag tidak dapat dicerna dan
diserap oleh tubuh. Selain istilah serat makanan (dietary fiber) juga terdapat residu
non-nutritif untuk menunjukkan bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna dan
diserap oleh tubuh. Perbedaan pada residu non-nutritif terkandung dinding sel
bakteri yang juga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan dalam tubuh.
Istilah serat makanan juga dibedakan dari istilah serat kasar yang biasa
digunakan dalam analisis proksimat makanan. Serat kasar adalah bagian dari
makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan
untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu H2SO4 1,25% dan NaOH 1,25%
sedangkan serat makanan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim pencernaan. Kadar serat kasar lebih rendah dibandingkan dengan serat
makanan karena H2SO4 dan NaOH mempunyai kemampuan yang lebih besar
untuk menghidrolisis komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim
pencernaan. Pada masa lalu, serat makanan hanya dianggap sebagai sumber
energi yang tidak tersedia dan hanya dikenal mempunyai efek sebagai pencahar
perut tetapi para peneliti Inggris menyimpulkan bahwa konsumsi makanan
menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker usus besar, penyakit divertikular,
penyakit kardiovaskuler dan kegemukan (obesitas).
KESIMPULAN
Faktor faktor yang mempemgaruhi karbohidrat dakam pengolahan pangan
adalh jenis karbohidrat dan antiamilase. Untuk evaluasi nilai gizi karbohidrat yang
mempengaruhi adalaj daya cerna pati , aktivitas antimilase dan oligosakarida .

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia SSSPustaka
Utama.
Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch
with retention of the granular structure: Review. J. Agric. Food Chem. 46(8):
2895-2905.
Chaplin, M. 2002. Starch. http://www.sbu.ac.uk. [25 March 2003].
Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan
Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi, Institut Pertanian Bogor.
Oates, C.G. 1997. Towards an understanding of starch granule structure and
hydrolysis. Review. Trends Food Sci. Technol. 8: 375-382.
Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer Verlag, Berlin.
Boyer and J.C. Shanon. 1983. Plant breeding. Plant Breed. Rev. 1139.
Liu, Z., L. Peng, and J.F. Kennedy. 2005. The technology of molecular manipulation
and modification. Asisted by Microwaves as Applied to Starch Granules.
Carbohydrate Polymers, 61: 374-378.
Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press, Boca
Raton,
Florida.
Englyst, H.N., S.M. Kingman, and J.H. Cummings. 1992. Classification and
measurement of
nutritionally important starch fractions. Eur. J. Clin. Nutr. 46: S33–S50.
Asp, N.G. and I. Bjorck. 1992. Resistant starch. Trends Food Sci. Technol. 3(5):
111–114.
Herawati, H. (2016). Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai
pangan fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 30(1), 31-39

Anda mungkin juga menyukai