Anda di halaman 1dari 29

Tugas : Final Individu

Mata Kuliah : Fisiologi Reproduksi Wanita


Dosen Pengampu : Prof.Dr.dr.A.Wardihan Sinrang,M.S,.Sp.And

MAKALAH
MENOPAUSE

Oleh :

NIKYTA ULFANA SARI FACHRY


(P102201029)

PROGRAM STUDY MAGISTER ILMU KEBIDANAN


PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada

waktunya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak

Prof.Dr.dr.A.Wardihan Sinrang,M.S,.Sp.And selaku dosen mata kuliah Fisiologi

Reproduksi Wanita yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menyusun makalah ini dengan judul Menopause.

Makalah ini disusun berdasarkan referensi yang diperoleh yaitu dari internet

seperti jurnal dan e-book serta buku. Diharapkan semoga makalah ini dapat

memberikan kontribusi positif, memperkaya wawasan dan bahan bacaan bagi para

pembaca khususnya untuk mata kuliah Fisiologi Reproduksi Wanita. Penulis

menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, sangat

terbuka terhadap semua pihak yang ingin memberikan kritik dan saran yang sifatnya

membangun, baik menyangkut isi maupun teknik penulisan demi perbaikan

pembuatan makalah selanjutnya.

Makassar, 16 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. ii

DAFTAR ISI........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................. 2

C. Tujuan.................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Menopause......................................................... 3

B. Jenis – Jenis Menopause....................................................... 5

C. Patofisiologi dan Perubahan Anatomi.................................. 7

D. Keluhan pada Masa Menopause........................................... 19

E. Penatalaksanaan Menopause Sacara Medik......................... 21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................ 25

B. Saran...................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Gejala menopause bisa menyusahkan, terutama karena terjadi pada saat
wanita memiliki peran penting dalam masyarakat, dalam keluarga, dan di tempat
kerja. Perubahan hormonal yang dimulai selama transisi menopause
mempengaruhi banyak sistem biologis. Dengan demikian, tanda dan gejala
menopause termasuk gangguan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat,
perubahan metabolik, berat badan, kardiovaskular, dan musculoskeletal, atrofi
urogenital dan kulit serta disfungsi seksual. Dasar fisiologis dari manifestasi ini
muncul sebagai kompleks dan terkait, tetapi tidak terbatas pada kekurangan
estrogen. Temuan yang dihasilkan terutama dari studi populasi longitudinal telah
menunjukkan bahwa faktor etnis, geografis, dan individu memengaruhi
kesesuaian dan keparahan gejala. Selain itu sangat penting untuk praktik klinis.
Penelitian terbaru menyoroti bagaimana gejala menopause tertentu dapat
dikaitkan dengan timbulnya gangguan lain dan oleh karena itu dapat berfungsi
sebagai prediktor risiko kesehatan di masa depan pada wanita pascamenopause.
Perubahan yang pasti dialami oleh setiap wanita adalah menopause.
Menopause merupakan fase terakhir dimana perdarahan haid seorang wanita
berhenti sama sekali. Pada masa menopause terjadi perubahan-perubahan tertentu
akibat penurunan kadar estrogen yang dapat menyebabkan gangguan ringan
sampai berat antara lain, seorang wanita mengalami haid atau menstruasi yang
tidak teratur, timbul rasa panas (hot fluses), atriofi vagina, pengecilan payudara,
penurunan elastisitas kulit, dan terjadi osteoporosis serta penyakit kardiovaskuler
yang disebabkan oleh defisiensi estrogen. Terjadi perubahan psikis pada masa
menopause seperti depresi, cepat lelah, kurang bersemangat, insomnia atau sulit
tidur.

1
2. Rumusan Masalah
2.1 Apa yang dimaksud dengan menopause ?
2.2 Ada berapa jenis menopause ?
2.3 Bagaimana patofisiologi dan perubahan anatomi pada masa menopause ?
2.4 Apa saja keluhan yang timbul pada masa menopause ?
2.5 Bagaimana penanganan menopause secara medik ?
3. Tujuan
3.1 Untuk mengetahui definisi menopause
3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis menopause
3.3 Untuk mengetahui patofisiologi dan perubahan anatomi pada masa
menopause
3.4 Untuk mengetahui keluhan-keluhan pada masa menopause
3.5 Untuk mengetahui cara penanganan menopause secara medik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERIAN MENOPAUSE
Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu “Men” dan “Pauseis” yang
menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad ke 17 dan 18,
menopause dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi. Webster’s Ninth New
Collgiate Directionary mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya
haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 40-50 tahun. Menopause
kadang-kadang juga dinyatakan sebagai masa berhentinya haid sama sekali.
Dapat di diagnose setelah 1 tahun tidak mengalami menstruasi.
Menopause menurut bahasa Latin dan Greek yaitu “Mensis” yang artinya
bulan dan “Poresis” yang artinya berhenti. Menopause adalah suatu titik dimana
menstruasi berhenti untuk selamanya karena menghilangnya fungsi ovarium.
Masa pancaroba ini disertai dengan gejala-gejala yang khas dan hal itu bisa
terjadi kepada setiap wanita cepat atau lambat. Pubertas dan menopause adalah
dua fase kehidupan yang tidak bisa ditunda. Selama bertahun-tahun, tampaknya
menopause telah di selimuti oleh mitos, kesalahpahaman dan keheningan total.
Banyak hal yang berubah, wanita usia 40 hingga 60 tahun adalah segmen
populasi yang tumbuh paling cepat. Kelompok ini menjadi sangat verbal, terlihat
dan menuntut profesi medis. Meskipun menopause menjadi salah satu masalah
kesehatan yang paling sedikit dibahas, ini adalah masa transisi fisik yang alami
dan akan dialami setiap wanita seiring bertambahnya usia.
Menurut Andrews (2003) menopause merupakan satu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perdarahan menstruasi terakhir dalam
kehidupan seorang wanita. Pengertian ini hampir serupa dengan yang
dikemukakan Varney (2007) bahwa menopause adalah berhentinya mens secara
permanen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menopause adalah

3
terhentinya menstruasi pada seorang wanita yang sekaligus merupakan tanda
berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.
International Menopause Society (IMS) pada tahun 1999, menyampaikan
rekomendasi berdasarkan definisi World Health Organization (WHO) tahun
1996, sebagai berikut :
1.1 Menopause alamiah adalah berhentinya menstruasi secara permanen,
sebagai akibat dari hilangnya aktivitas ovarium. Menopause alami ini
dikenal, bila terjadi amenore selama 12 bulan berturut-turut, tanpa
ditemukan penyebab patologi atau fisiologi yang jelas.
1.2 Perimenopause adalah waktu antara segera sebelum menopause (terjadi
perubahan gambaran endokrinologik, biologik, dan klinik) dan satu tahun
sesudah menopause.
1.3 Transisi menopause adalah waktu sebelum masa menstruasi terakhir, pada
umumnya terjadi kenaikan variabilitas siklus menstruasi. Meskipun istilah
ini sinonim dengan perimenopause, namun cukup membingungkan
sehingga dianjurkan untuk tidak digunakan lagi.
1.4 Premenopause adalah satu atau dua tahun sebelum menopause (seluruh
masa reproduksi sebelum menopause).
1.5 Pascamenopause, dimulai dari menstruasi terakhir tanpa memandang
apakah itu menopause spontan atau buatan.
1.6 Induced menopause adalah berhentinya menstruasi sebagai akibat dari
operasi pengangkatan kedua ovarium, tanpa atau dengan histerektomi atau
ablasi iatrogenik fungsi ovarium karena kemoterapi atau radiasi.
1.7 Menopause premature adalah menopause yang terjadi pada usia di bawah
40 tahun.
1.8 Klimakterium adalah masa penuaan, merupakan peralihan dari masa
reproduksi ke non reproduksi. Fase ini mencakup perimenopause dengan
memperpanjang periode sebelum dan sesudah perimenopause.

4
1.9 Sindroma klimakterik adalah simptomatologi yang berhubungan dengan
klimakterium.
1.10 Usia lanjut adalah usia 65 tahun atau lebih. Menopause tidak identic
dengan lanjut usia (lansia), tetapi pascamenopause termasuk lansia.

2. JENIS – JENIS MENOPAUSE


Menopause dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
2.1 Menopause Premature (Dini)
Usia rata-rata wanita untuk mencapai menopause alami atau
berhentinya haid adalah 50 tahun. Meskipun demikian sebagian wanita
telah mengalaminya di usia 40 tahun, dan sebagian lagi bahkan dalam usia
sangat muda, yaitu 20-30 tahun. Sebagian besar wanita di diagnosa
menopause dini atau yang dikenal dengan istilah Premature Ovarian
Failure (POF), adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan.
Sebagian wanita muda yang di diagnosa dengan POF, bahkan belum
berkesempatan untuk melahirkan anak. (Nirmala, 2003).
Pada menopause dini 75% wanita telah mengalami keluhan
vasomotorik dan hamper 50% wanita telah mengalami osteoporosis.
Banyak sekali penyebab yang memungkinkan terjadinya menopause dini
yaitu penggunaan obat-obatan diet yang dapat meningkatkan kadar
hormone prolactin. Kada prolactin yang tinggi dapat menekan sekresi FSH
dan LH, sehingga folikel tidak dapat tumbuh dan dengan sendirinya akan
terjadi menopause. Pemberian kemoterapi juga dapat memicu terjadinya
menopause dini.
2.2 Menopause Normal
Menopause yang alami dan umumnya terjadi pada usia di akhir 40
tahun atau awal 50 tahun. (Andrews. G, 2010). Menopause normal ini yang
paling banyak di alami oleh wanita. Hal ini disebabkan jumlah folikel yang
mengalami atresia terus meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia lagi

5
folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak terjadi haid lagi,
yang berakhir dengan terjadinya menopause.
2.3 Menopause Terlambat
Menopause yang terjadi apabila seorang wanita masih mendapat
haid di atas 52 tahun (Prawirohardjo, 2006). Ada beberapa factor penyebab
terjadinya menopause terlambat, di antaranya faktor konstitusional,
fibromioma uteri dan tumor ovarium yang menghasilkan hormone
estrogen. Kelebihan berat badan juga dapat menjadi pemicu seorang wanita
mengalami keterlambatan menopause. Sebagian besar estrogen dibuat di
dalam endometrium, akan tetapi sejumlah kecil estrogen di buat di bagian
tubuh lain, termasuk pada sel-sel lemak. Jadi apabila seorang wanita
mengalami obesitas maka wanita tersebut akan memiliki kadar estrogen
yang lebih tinggi dalam masa hidupnya.
2.4 Menopause Karena Operasi
Menopause ini terjadi akibat dilakukannya operasi atau
pembedahan, misalnya operasi Rahim (histerektomi) atau yang sering kali
disebut dengan istilah Total Abdominal Hysterectomy (TAHA) atau karena
kedua indung telur diangkat (oophorectomy bilateral) yang sering kali
disebut dengan Bilateral Salpingo Oophorectomy (BSO). Apabila uterus
diangkat karena operasi tetapi indung telur di pertahankan, maka masa haid
berhenti, akan tetapi gejala menopause lainnya biasanya tetap berlangsung
ketika wanita telah mencapai batas usia untuk mengalami menopause alami
atau bahkan bisa terjadi menopause dini.
2.5 Menopause Medis
Menopause yang terjadi akibat adanya campur tangan medis yang
menyebabkan berkurangnya atau berhentinya pelepasan hormon oleh
ovarium. Hal ini bisa berupa pembedahan untuk mengangkat ovarium atau
untuk mengurangi aliran darah ke ovarium serta kemoterapi atau terapi
penyinaran pada panggul untuk mengobati kanker. Histerektomi

6
menyebabkan berakhirnya siklus menstruasi, tetapi selama ovarium tetap
ada, hal tersebut tidak akan memengaruhi kadar hormone dan tidak
menyebabkan menopause.
Wanita yang harus menjalani kemoterapi karena kanker, seringkali
mengalami menopause sementara atau permanen. Obat-obatan anti kanker
dapat merusak indung telur dan mengurangi jumlah hormon yang
diproduksi. Akibatnya selama menjalani kemoterapi, masa haid menjadi
tidak teratur dan bahkan berhenti sepenuhnya.

3. PATOFISIOLOGI DAN PERUBAHAN ANATOMI


Pada saat lahir, wanita memiliki 733.000–750.000 premordial folikel.
Sedangkan pada usia 40–44 tahun rata–rata jumlah primordial sel mengalami
penurunan sampai 8.300 (350–28.000). Hal ini disebabkan selain telah terjadinya
ovulasi pada setiap kali haid juga terjadi proses atresia yaitu proses awal
pertumbuhan primordial folikel yang segera terhenti dalam beberapa hari. Proses
ini berlangsung terus–menerus selama masa kehidupan reproduksi wanita,
sehingga jelaslah primordial sel ini mulai berkurang.

Rata–rata jumlah
Jumlah Usia
primordial sel pada ke-2 Batasan
Wanita (Tahun)
ovarium

5 06 – 09 486.600 28.000 – 750.000


5 12 – 16 382.000 85.000 – 591.000
7 18 – 24 150.000 39.000 – 290.000
11 25 – 31 59.000 81.000 – 228.000
8 32 – 38 74.000 15.000 – 208.000
7 40 – 44 8.300 350 – 28.000

Gambar 3.1 Efek dari usia terhadap jumlah primordial folikel

7
Pada saat menopause telah terjadi perubahan–perubahan pada ovarium
seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya sel telur dan menurunnya
sintesis steroid seks. Menurunnya fungsi ovarium, ini menyebabkan
berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin.
Hal ini mengakibatkan interaksi antara hipotalamus–hipofisis terganggu.
Yang pertama mengalami kegagalan adalah fungsi korpus luteum berarti
rendahnya kadar estrogen dan tidak terbentuknya hormon progesteron
menyebabkan berkurang sampai hilangnya umpan balik negatif terhadap
hipotalamus. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi/pengeluaran FSH
dan LH. Peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik
untuk mendiagnosis sindrome menopause. Secara endokrinologik masa
menopause ditandai dengan turunnya estrogen dan meningkatnya gonatropin.
Menjelang menopause, ovarium tidak sensitif terhadap FSH dan LH
akhirnya ovulasi semakin jarang dan aakhirnya berhenti. Kekurangan estrogen
akan mengakibatkan gangguan fase proliferasi sedangkan progesteron
menyebabkan gangguan fase sekresi siklus haid. Akibat defisiensi hormon ini
menimbulkan rangsangan ke hipofisis untuk mengeluarkan FSH dan LH. Makin
lama ovulasi semakin jarang dan akhirnya berhenti setelah produksi estrogen
tidak cukup merangsang perumbuhan endometrium pada fase proliferasi maka
haid akan berhenti.
Reseptor estrogen terdapat di vagina, ruang depan vulva, uretra dan
trigonum kandung kemih, dan pada neuron otonom dan sensorik di vagina dan
vulva. Konsentrasi reseptor estrogen tertinggi ada di vagina, dengan Alfa
reseptor estrogen hampir hanya aktif pasca menopause. Testosteron reseptor
terkonsentrasi terutama di jaringan vulva dan lebih sedikit di vagina, sedangkan
reseptor progesteron hanya ditemukan di vagina dan di persimpangan epitel
vulvovaginal.
Hilangnya estrogen menyebabkan perubahan anatomis dan fungsional,
yang menyebabkan gejala fisik di semua jaringan genitourinari (Gambar 2.2).

8
Jaringan kehilangan kolagen dan elastin; telah mengubah fungsi sel otot polos;
mengalami penurunan jumlah pembuluh darah dan peningkatan jaringan ikat,
yang menyebabkan penipisan epitel; aliran darah berkurang; dan mengurangi
elastisitas. Penipisan juga terkait dengan perubahan sel epitel vagina.
Premenopause, sel-sel yang dominan adalah intermediate dan superficial, dan
terdapat sedikit sel parabasal, sedangkan setelahnya menopause, jumlah sel
parabasal meningkat, dan terkadang terjadi peningkatan sel perantara dan
hilangnya sel dangkal.
No. Perubahan Anatomis Dan Fungsional Pada Jaringan Genitourinari
1. Saluran telur tuba mengalami penipisan pada selaput lendir dan akhirnya
rambut getar yang berfungsi menyalurkan sel telur atau hasil pembuahan
akan menghilang.
2. Uterus mengecil dan endometrium atrofi.
3. Serviks atrofi, memendek dan berkerut, setelah beberapa tahun dan tidak
menonjol lagi ke dalam vagina dan bersatu dengan dinding vagina.
4. Vagina akan berkurang elastisitasnya, lipatan-lipatan menghilang, dinding
menipis, mengalami kekeringan sehingga mudah mengalami vaginitis,
dispareunia, lecet dan perdarahan vagina.
5. Vulva akan kehilangan jaringan lemak dan hilangnya rambut pubis
mengakibatkan vulvitis atrofi yang kronis.
6. Jaringan dasar panggul mengalami atrofi. Hilangnya tonus ketegangan otot
dalam keadaan istirahat dan elastisitasnya dapat menyebabkan prolapsus
uterovaginal.
7. Perineum dan anus menjadi atrofi, lemak sekitarnya menghilang. Tonus otot
lingkat anus hilang pula sehingga terjadi inkontinensia alvi.
8. Dinding urethra mengalami atrofi, aktifitas ototnya hilang sehingga mudah
terjadi infeksi. Keluhan dapat berupa sering berkemih, susah berkemih atau
tidak dapat menahan untuk berkemih.
9. Payudara menjadi datar dan kendur. Ligamen-ligamen yang merupakan
bagian dari alat penggantung kehilangan elastisitasnya, papilla mamae
mengecil dan kehilangan sifat erektilnya, pigmentasipun berkurang.

9
Gambar 3.2 Perubahan anatomi dan fungsional
3.1 Perubahan organ lainnya
3.3.1 Obesitas
Menopause biasanya menjadi penyebab banyak
kekhawatiran dikalangan wanita. Salah satu yang terpenting adalah
ketakutan akan kenaikan berat badan. Faktanya, telah diketahui
bahwa obesitas dan sindrom metabolik ditemukan pada wanita
dalam periode kehidupan mereka tiga kali lebih sering dari pada
sebelum menopause. Namun, ada banyak mitos wanita tidak yakin
apakah obesitas dikaitkan dengan menopause sendiri, atau mungkin
dengan terapi hormonal? Apakah penambahan berat badan tidak
dapat dihindari, sesuatu yang harus disesuaikan, atau merupakan
hasil dari kelalaian dalam bidang diet dan aktivitas fisik?
Kegemukan dan obesitas menurut definisi Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dianggap sebagai penimbunan lemak
yang tidak normal atau berlebihan yang dapat mengganggu
kesehatan (WHO, Obesity and overweight, fact sheet, update June
2016). The Polish Society of Endocrinology (PSE) menggambarkan
obesitas sebagai penyakit kronis yang ditandai dengan akumulasi
jaringan lemak yang berlebihan, meningkatkan risiko yang disebut
penyakit peradaban: kardiovaskular, metabolik, dan kanker
(Diagnostic and therapeutic algorithms of PSE, 2014).
Obesitas harus dilihat sebagai salah satu gangguan
terpenting yang terkait dengan menopause, tidak hanya sebagai
masalah medis tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Insiden
obesitas di Amerika Serikat di antara wanita antara 40 dan 65 tahun
dihitung sebagai 65%, dan di antara wanita di atas usia 65 hampir
74%. Data serupa terkait dengan wanita Polandia. Prevalensi
sindrom metabolic (MS) setelah menopause, terkait erat dengan

10
obesitas, diperkirakan pada tingkat 31–55%, tergantung pada
kriteria MS, perbedaan sosial ekonomi dan lingkungan serta faktor
genetik dan etnis.
Mekanisme kenaikan berat badan, sayangnya biasanya
berupa obesitas sentral, saat menopause masih belum dapat
dijelaskan dengan jelas. Penyebab yang jelas tampaknya adalah
penurunan cepat kadar estrogen. Namun, kontribusi faktor
lingkungan juga harus diperhitungkan. Estrogen pada wanita
bertanggung jawab atas penumpukan lemak di jaringan subkutan,
terutama di daerah gluteal dan femoralis. Untuk menimbulkan efek
biologis, estrogen berhubungan dengan reseptor yang termasuk
dalam famili reseptor inti.
Ada dua jenis reseptor, ERα dan ERβ, yang sebenarnya
merupakan faktor transkripsi yang mengatur ekspresi gen target.
Namun, diyakini bahwa selain aksi genom, estrogen juga dapat
bekerja dalam mekanisme non-genom, tergantung pada aktivasi
reseptor spesifik yang terletak pada membran sel. Hormon seks
lainnya - androgen - meningkatkan penumpukan lemak perut. Oleh
karena itu, perkembangan obesitas dengan redistribusi lemak yang
tidak menguntungkan secara metabolik dari ginoid ke lokasi perut
yang diamati selama menopause disebabkan oleh hiper
androgenemia relatif dalam kondisi kekurangan estrogen.
Faktor penting lainnya yang berkontribusi terhadap
perkembangan obesitas sentral adalah penurunan produksi globulin
pengikat hormon seks (SHBG) di hati, yang meningkatkan
ketersediaan hayati androgen. Diperkirakan wanita pasca
menopause memiliki angka 4. Risiko 88 kali lebih tinggi untuk
mengembangkan obesitas perut dibandingkan dengan subjek
premenopause. Sebaliknya, obesitas berdampak pada konversi

11
perifer androgen menjadi estrogen. Sebagai hasil dari aromatisasi
testosteron dan androstenedi Gen tidak terkait dengan status
perlindungan untuk sensitivitas insulin dan penyakit kardiovaskular,
dan peningkatan risiko diabetes tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia,
dan tingkat penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi pada wanita
pascamenopause.
3.3.2 Osteoporosis
Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan
hilangnya massa tulang. Akibatnya dapat terjadi osteopororsis yang
akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Definisi osteoporosis
belum seragam digunakan oleh para ahli, sangat dianjurkan untuk
tetap menggunakan definisi esteoporosis yang telah disepakati oleh
"Consensus Development Conference : Diagnosis, Prophylaxis and
Treatment of Osteoporosis" yang berbunyi : Osteoporosis adalah
penyakit metabolisme tulang yang disirikan oleh pengurangan
massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga
risiko fraktur menjadi lebih besar karena fragilitas skelet meningkat.
Menurut (Baziad A) Osteoporosis adalah penyakit rapuh
tulang usia 50 tahun atau lebih yang diatandai dengan berkurangnya
densitas tulang. Sebenarnya baik pada laki – laki maupun wanita
sudah merupakan kodrat kalau jaringan tulang suatu saat akan
menyusut, hanya saja pada wanita proses penyusutannya lebih
besar, karena tulang wanita sangat dipengaruhi oleh hormon
estrogen. Pada wanita, penyusutan terjadi sekitar 3% pertahun dan
akan berlangsung terus hingga 5 – 10 tahun pasca menopause.
Sepanjang hidup seorang wanita total jaringan tulang yang
menyusut sekitar 40 – 50%, sedangkan pada laki – laki seumur
hidupnya hanya mengalami penyusutan 20 – 30%.

12
Patofisiologi
Tulang adalah organ tubuh yang dinamis karena mempunyai
kemampuan regenerasi secara terus menerus. Secara normal proses
osteoporosis dan resorpsi tulang berjalan seimbang (osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang sedangkan osteoklas berperan
dalam resorpsi tulang), sehingga kekuatan tulang tetap
dipertahankan. Proses yang berlangsung berkesinambungan ini
disebut remodelling yang berlangsung cepat pada usia muda dan
melambat pada usia tua.
Bila kecepatan resorpsi tulang meningkat melebihi
kecepatan pembentukan tulang maka terjadilah osteoporosis.
Akibatnya massa tulang berkurang sehingga menjadi lebih mudah
patah. Osteoporosis ditentukan oleh puncak massa tulang setelah
tulang dewasa dan kehilangan tulang setelah menopause. Massa
tulang meningkat secara bertahap sampai mencapai puncak pada
usia 30 – 35 tahun. Pada wanita puncak massa tulang terjadi pada
usia yang lebih muda dibandingkan laki – laki. Beberapa tahun
setelah puncak densitas tercapai, terjadi pengurangan massa tulang
sesuai dengan bertambahnya usia. Dengan meningkatnya usia
terjadi penurunan fungsi osteoblas, gangguan penyerapan kalsium,
kekurangan vitamin D dan estrogen.
Kekurangan estrogen pada menopause meningkatkan bone
turn over dimana lebih banyak terjadi resorpsi tulang dari pada
pembentukan tulang. Fase remodelling di tingkatkan oleh hormon
paratiroid, tiroksin, hormon pertumbuhan, dan 1,25(OH)2 vitamin
D dan berkurang oleh kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid.
Faktor lain yang berperan seperti kalsium, fosfat serta
hidroksipirolin.

13
Kalsium adalah komponen mineral terpenting dalam tulang
dan berperan sebagai pengatur fungsi seluler serta second
messenger intra seluler. Hormon paratiroid, kalsitonin dan vitamin
D berperan untuk mempertahankan keseimbangan kalsium. Hormon
paratiroid tergantung pada dosis, secara tidak langsung merangsang
resorpsi tulang osteoklas, hormon paratiroid juga dapat merangsang
proliferasi atau secara bersamaan mengahambat aktifitas osteoblast.
Kalsitonin secara langsung bekerja pada osteoklas yang
mempunyai reseptor kalsitonin sehingga menghambat resorpsi
tulang. Bila konsentrasi kalsium meningkat, sekresi kalsitonin akan
distimulasi. Efek utama metabolit vitamin D3 1,25(OH)2 adalah
untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor melalui usus dan
menvediakan ion yang dibutuhkan untuk mineralisasi tulang.

Klasifikasi
Osteoporosis dibagi menjadi dua yaitu osteoporosis primer
dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terjadi terjadi pada
usia 53–75 tahun. Osteoporosis primer dihubungkan dengan
kekurangan estrogen, absorpsi kalsium yang rendah dan penurunan
fungsi paratiroid. Osteoporosis sekunder berkaitan dengan penyakit
tertentu misalnya hiperparatiroidism, hipertiroidism, hiperaktifitas
kelenjar adrenal, penyakit ginjal kronis, gastrektomi, diabetes
melitus dan imobilisasi.
Dalam populasi kurang lebih 30% wanita masuk dalam
kategori high bone loser. Mereka dapat dikenali dengan sistem
skoring yang dikembangkan oleh Wren dkk. Ciri–ciri berisiko
menderita osteoporosis seperti :
a. Suku bangsa misalnya wanita kulit putih, oriental
b. Postur badan ramping/kurus

14
c. Mengalami menopause prekoks atau iatrogenik
d. Mereka yang memiliki kebiasaan diet dengan komposisi rendah
kalsium, tinggi alkohol, protein hewani yang berlebihan, dan
tinggi fosfat
e. Terdapat riwayat osteoporosis dalam keluarga
f. Perokok aktif
g. Nulipara
h. Gaya hidup dengan aktifitas ringan
i. Mengidap penyakit dengan gangguan metabolisme mineral
j. Penyakit Cushing
k. Menggunakan pengobatan steroid jangka panjang

Gejala
Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis pada
umumnya tidak menunjukkan gejala khas, dan pasien baru
mengetahuinya setelah terjadi patah tulang. Tiga tempat yang sering
mengalami patah tulang pada wanita pasca menopause yaitu pada
distal radius, vertebra, leher femur. Kejadian patah tulang vertebra 3
kali lebih banyak pada wanita dibanding laki – laki sedangkan patah
tulang leher femur 4 : 1 lebih banyak pada wanita.
Pengukuran geometri pada leher femur telah berubah,
dimana leher femur menjadi lebih panjang, sementara lebarnya
tetap. Penelitian di Selandia baru terhadap gambaran sinar X yang
diambil dengan peralatan yang sama diantara tahun 1950an sampai
dengan tahun 1990an dari 2 kelompok wanita yang berusia lebih
dari 60 tahun. Pada tahun 1950an panjang rata – rata dari leher
femur adalah 79,4 mm, pada tahun 1990an panjang leher femur
sedikit meningkat menjadi 84,9 mm. Leher femur yang lebih
panjang berpotensi lebih rapuh dan mudah terjadi patah tulang.

15
Osteoporosis pada vertebra dapat menyebabkan
berkurangnya tinggi badan (2–4 cm) dan vertebra bungkuk kedepan
(kifosis toraks, lordosis lumbalis hilang). Komplikasi akut
neurologik yang dapat terjadi pada penderita osteoporosis
torakolumbal adalah nyeri punggung bawah dengan atau tanpa
spasme otot paraspinal, refleks simpatetik distrofi. Akibat kompresi
radiks menimbulkan iskialgia, akibat kompresi spinal cord
menimbulkan gangguan sensibilitas.
Perbedaan osteoporosis pada bangsa Asia dan Barat
menyebutkan bahwa bangsa Asia walaupun tinggi badan, berat
badan dan asupan kalsiumnya relatif rendah tenyata insidens patah
tulang osteoporosis terutama koksa lebih rendah, hal ini disebabkan
oleh kebiasaan duduk jongkok pada orang Asia dibandingkan
dengan kebiasaan duduk diatas kursi pada orang Barat. Dengan
duduk jongkok maka kelompok otot sekitar koksa menjadi kuat dan
membuat orang tersebut tidak mudah jatuh. Hal ini terbukti dengan
orang Hongkong yang pindah ke Barat dan terbiasa duduk diatas
kursi, maka ternyata insidens patah tulang menjadi meningkat.
Diagnosis dapat dilakukan dengan cara memulai anamnesis
sampai pemeriksaan seperti sinar X, pengukuran kuantitatif densitas
mineral tulang, USG kulit dan pencacah terkomputerisasi (CT
scan), biopsi tulang, radioisotop, petanda bone remodelling yaitu
petanda biokimia proses reabsorpsi dan pembentukan tulang.

16
3.3.3 Kekuatan Otot
Produksi estrogen yang rendah pada umur pascamenopause
lambat atau bertahun–tahun mengakibatkan penurunan kekuatan
otot.
3.3.4 Kulit dan Rambut
Penuaan kulit ditandai dengan penipisan secara perlahan–
lahan dan atrofi epidermal terutama di daerah yang terkena sinar
metahari. Elastisitas dan kolagen dengan kelenjar sebasea dan
keringat menjadi kurang aktif dan pembuluh darah menunjukkan
tanda sklerosis. Ditandai dengan pembentukan kerut–kerut dan
tampak bergaris–garis, kulit yang kering, gatal dan mudah terkena
trauma.
Distribusi rambut pada kulit berubah dibagian yang berbeda
dari tubuh, jumlah rambut meningkat pada muka dan menurun di
daerah pubis, ketiak dan daerah kepala. Distribusi rambut laki–laki
(hirsutisme) mungkin di sebabkan oleh penurunan rasio androgen
atau estrogen.
3.3.5 Penyakit Jantung Koroner
Selama usia reproduksi, wanita di lindungi dari penyakit
jantung koroner. Wanita tertunda sepuluh tahun dari laki–laki,
dalam kejadian penyakit jantung koroner, suatu kontribusi yang
bermakna terhadap perlindungan, ini ditujukan oleh tingginya kadar
HDL (High Density Lipoprotein) pada waktu yang lebih muda,
tampaknya sebagai efek estrogen.
Profil lipid pada wanita premenopause berbeda dengan laki–
laki dimana wanita mempunyai kadar kolesterol total dan LDL
(Low Density Lipoprotein) yang lebih rendah dan kadar HDL serta
rasio HDL / total kolesterol yang lebih tinggi. Sesudah menopause
di dapatkan perubahan berupa peningkatan LDL dan kolesterol

17
total, menurunnya HDL dan rasio HDL/kolesterol total. Peninggian
kolesterol plasma dihubungkan dengan peningkatan risiko
terjadinya penyakit jantung koroner.
3.3.6 Masalah kejiwaan pada klimakterium
Selama ini terdapat berbagai pendapat dari para ahli tentang
sejauh mana masa klimakterium mempengaruhi masalah kejiwaan
dan sebaliknya, tetapi mereka sepakat bahwa pada masa ini keluhan
kejiwaan memang akan sering dialami seorang wanita yang
tergantung pada prinsipnya tentang menopause.
Usia klirnakterium tidak mengakibatkan timbulnya penyakit
kejiwaan tetapi diketahui bahwa pada usia ini terjadi peningkatan
keluhan kejiwaan seperti :
a. Rasa lelah dan semangat yang menurun
b. Pusing dan sakit kepala
c. Susah tidur
d. Apatis dan merasa hidup tidak berarti lagi
e. Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi
f. Rasa hidup tertekan dan depresi
g. Rasa tegang dan cemas
h. Perubahan gairah seksual
i. Sesak napas (ringan akibat stress)
j. Suasana kejiwaan yang berubah – ubah

Secara psikologik banyak perubahan yang terjadi pada masa


menopause ini seperti :
a. Berhentinya haid dan berhentinya masa subur yang dapat
diartikan berhentinya fungsi sebagai wanita.
b. Pada masa ini biasanya keluarga telah mapan, anak – anak telah
dewasa dan mulai sendiri, mengakibatkan tersisanya banyak

18
waktu bagi wanita untuk memperhatikan diri sendiri. Keadaan
ini dapat menimbulkan rasa tidak dibutuhkan lagi oleh
keluarganya. Tetapi dapat terjadi suami sakit – sakitan atau
meninggal dunia dan sang wanita dihadapkan pada masalah
tekanan jiwa atau stress baru.
c. Pada wanita menjadi tua dinilai oleh sebagian kelompok
dengan kehilangan penampilan dan daya tarik sehingga masa
ini tidak dikehendaki kehadirannya.
d. Perubahan fisik akibat perubahan hormon kewanitaan
mengakibatkan secara fisik menjadi kurang menarik
dibandingkan saat masih muda. Hal ini dapat mengurangi rasa
percaya diri serta hubungan seksual dengan suami.
Beberapa ahli psikologi mempunyai kesimpulan sementara
yang dikemukakan berdasarkan data mengenai siklus menstruasi
dan menopause, bahwa kadar estrogen yang tinggi mempunyai
hubungan dengan suasana hati yang positif. Sedangkan kadar
estrogen yang rendah berhubungan dengan suasan hati negatif.
Secara psikologis wanita dalam usia klimakterik berada dalam suatu
tahap mental yang bisa disebut sebagai tantangan, untuk
mengadakan reorgansisasi dari kepribadiannya.

4. KELUHAN PADA MASA MENOPAUSE


Pada masa menopause dibagi dalam 3 fase yaitu :
4.1 Fase premenopause
Keluhan yang paling menonjol adalah gangguan haid yang dapat
bersifat oligomenorea (siklus yang panjang) atau polimenorea (siklus yang
pendek), sering juga banyaknya darah waktu haid berubah, sehingga terjadi
hipomenorea (darah haid sedikit) atau hipermenorea (darah haid yang

19
banyak). Yang paling mengganggu adalah metroragia (perdarahan yang
tidak teratur).
4.2 Fase perimenopause
Fase ini terjadi menjelang dan setelah menopause sekitar usia 50
tahun. Gejala yang paling menonjol adalah sindrom menopause berupa
panas (hot flushes), keringat banyak, rasa takut, tegang, depresi, lekas
marah, mudah tersinggung, gugup, sakit kepala, susah tidur, berdebar–
debar, rasa semutan di tangan dan kaki serta nyeri tulang dan otot. Geļala–
gejala sementara pada fase yang umum premenopause dan perimenopause.

Gejala Vasomotor Simptom Psikologi


Hot Flushes Susah tidur Kesulitan dalam konsentrasi
Keringat malam Daya ingat menurun Kesulitan membuat
keputusan
Palpitasi Hilangnya percaya diri Hilangnya tenaga dan
kemauan
Perubahan perasaan Mudah tersinggung
Cemas Berteriak
Hilangnya libido

4.3 Pasca menopause


Beberapa wanita mengalami beragam gejala–gejala berat sedangkan
yang lainnya menunjukkan tidak ada reaksi atau reaksi minimal yang tidak
dapat dikenal. Lebih dari 50 wanita perimenopause dan pascamenopause
dini di Negara–Negara industri (barat) mengeluhkan gejala–gejala akut
yang bersifat sementara. Gejala ini biasanya tidak menetap sampai senium
dan jelas berhubungan dengan klimakterik karena angka kejadiannya
meningkat dengan tajam pada wanita–wanita dalam rentang umur yang
relevan. Penurunan seks steroid mengakibatkan gejala–gejala vasomotor
dan hal ini hampir tidak terjadi oleh karena kondisi lain, karena itu gejala

20
ini khas dan spesifik pada masa klimakterik. Sedangkan gejala psikologis
secara relatif juga sering dan khas tetapi gejala ini tidak spesifik karena
juga dapat ditemukan pada usia–usia lain, walaupun angkanya lebih rendah
dan mungkin tidak ada hubungannya dengan hilangnya estrogen.

Gejala–gejala yang berkaitan dengan tahun–tahun klimakterium dan


menopause
Konsekuensi akut kekurangan estrogen
Gejala–gejala Gejala–gejala saluran
Gejala–gejala psikologis
vasomotor reproduksi
Hot Flushes Vagina kering Perubahan kesadaran jiwa
Berkeringat Hilangnya libido Cemas
Susah tidur (Insomnia) Dispareunia Hilangnya memori
Jantung berdebar Gejala – gejala BAK dan Hilangnya konsentrasi
(Palpitasi) sindroma urethra
Mudah tersinggung
Konsekuensi kronis dari kekurangan estrogen
Penyakit tulang kerangka (Osteoporosis)
Penyakit kardiovaskuler dan stroke

5. PENATALAKSANAAN MENOPAUSE SECARA MEDIK


Walaupun sindroma menopause ini disebabkan oleh berkurangnya
estrogen namun bukan berarti bahwa pemberian estrogen saja sudah dapat
menjawab semua permasalahan tersebut, tetapi diperlukan suatu tim disiplin
keahlian yang lain untuk mengatasinya secara terpadu.
5.1 Sebelum mulai terapi sulih hormon (TSH) sebaiknya jelaskan tujuan
pemberian TSH seperti kegunaannya, apa yang dimaksud dengan TSH,
lama pemberian, kemungkinan efek samping, resiko kanker payudara,
pertambahan berat badan, melakukan pemeriksaan dasar seperti :
5.1.1 Anamnesis

21
5.1.2 Pemeriksaan fisik seperti tekanan darah, berat badan, pemeriksaan
ginekologik, payudara
5.1.3 Apusan Pap
5.1.4 USG genitalia interna
5.1.5 Laboratorium :
a. Fungsi hati (SGOT SGPT)
b. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
c. Gula darah (puasa, post parandial)
d. Lipid (HDL, LDL, kolesteroi)
5.1.6 Mamografi
5.1.7 Densitometri
5.2 Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diketahui untuk TSH :
5.2.1 Bila estrogen digunakan sebagai TSH maka harus diberikan secara
berkala
5.2.2 Estrogen harus selalu di kombinasikan dengan progesteron, kecuali
bila uterus telah diangkat
5.2.3 Lama pemberian progesteron 12 – 14 hari
5.2.4 Pemberian secara sekuensial lebih diutamakan
5.2.5 Pada wanita pre menopause lebih dianjurkan pemberian secara
sekuensial
5.2.6 Dosis progesteron harus dimulai dengan dosis yang paling rendah,
tetapi dosis tersebut harus dapat mencegah kelainan endometrium
5.2.7 Yang lebih diutamakan progesteron dan estrogen alamiah
5.2.8 Pada wanita yang masih ingin haid atau perdarahan, yang akan
terjadi bukan merupakan masalah, maka diutamakan pemberian
secara sekuensial
5.2.9 Pada wanita yang tidak ingin haid lagi dan perdarahan, yang akan
terjadi merupakan suatu gangguan, maka dianjurkan pemberian
secara berkala

22
5.2.10 Mulailah dengan dosis estrogen yang paling rendah, namun cukup
untuk pencegahan osteoporosis dan penyakit jantung coroner
5.2.11 Estrogen dapat dikombinasikan dengan androgen seperti
dehidroepiandrosteron sulfat terutama pada wanita dengan keluhan
gangguan libido
5.3 Beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam penggunaan TSH. yaitu
tergantung beberapa hal :
5.3.1 Pasien sudah histerektomi atau belum
5.3.2 Perdarahan lucut diharapkan atau tidak
5.3.3 Tujuan pengobatan
5.3.4 Keluhan – keluhan yang menonjol
5.4 Beberapa prinsip tersebut adalah :
5.4.1 Pre menopause dengan keluhan – keluhan klimakterium dan uterus
yang masih utuh diberikan estrogen dan progesteron secara siklik
5.4.2 Pre menopause dengan keluhan – keluhan klimakterium dan telah
di histerektomi hanya diberikan estrogen
5.4.3 Pasca menopause dan telah di histerektomi, hanya diberikan
estrogen
5.4.4 Pasca menopause dengan uterus masih utuh, beberapa alternatif
yang dapat dipilih :
a. Estrogen dan progesteron secara siklik
b. Estrogen dan progesteron secara kontinu
5.4.5 Pasca menopause dengan keluhan – keluhan vaginal dan tidak
menghendaki THS jangka panjang, diberikan estrogen lokal untuk
vagina secara intermitten.
5.4.6 Pre atau pasca menopause dengan keluhan – keluhan vasomotor
dan kontraindikasi untuk pemberian estrogen diberikan depoprovera
atau klonidin.

23
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu “Men” dan “Pauseis” yang
menggambarkan berhentinya haid, sedangkan Menopause menurut bahasa Latin
dan Greek yaitu “Mensis” yang artinya bulan dan “Poresis” yang artinya
berhenti. Menopause adalah suatu titik dimana menstruasi berhenti untuk
selamanya karena menghilangnya fungsi ovarium. Menopause terjadi kerena
adanya penurunan produksi hormon reproduksi yang terjadi secara alami.
Menopause terbagi menjadi lima macam, yaitu menopause premature,
menopause normal, menopause terlambat, menopause karena operasi dan
menopause medis. Perubahan anatomi saat menopause dapat menyebabkan
obesitas, osteoporosis, penurunan kekuatan otot, kulit dan rambut, serta dapat
menyebabkan penyakit jantung coroner. Adapun periode menopause yaitu
pramenopause, menopause, dan pascamenopause, yang disertai dengan gejala
seperti hot flashes, periode tidak teratur, keringat di malam hari, kehilangan
libido, dll. Untuk penanganannya dapat diberikan sulih hormon (TSH).
2. Saran
Untuk wanita dewasa sebaiknya menerapkan gaya hidup sehat, hindari
hal-hal yang dapat memicu terjadinya menopause dini, dan kenali tanda dan
gejala sebelum menopause terjadi, carilah berbagai informasi seputar menopause
untuk meningkatkan kualitas kehidupan dimasa yang akan datang.
Untuk tenaga kesehatan, berilah konseling seputar menopause agar bisa
menjadi salah satu sumber informasi bagi wanita untuk mencegah terjadinya
menopause dini, berilah pelayanan yang sesuai agar mereka merasa nyaman saat
masa menopause tiba.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

AM, E. F. (2017). Genitourinary Syndrome Of Menopause. Clinical Journal, 46(7),


481-484.

Fitriani, & Iskandar, I. (2014). Askeb IV (Patologi) Gangguan Sistem Reproduksi.


Makassar: Akademi Kebidanan Makassar.

Jayanti, I. (2017). Modul Asuhan Kebidanan. Makassar: STIKes Mega Rezky.

Kozakowsk, Jarosław; et al. (2017). Obesity in Menopause - Our Negligence or an


Unfortunate Inevitability. Menopause Review, 16(2), 61-65.

Levine, Morgan E; et al. (2016). Menopause Accelerates Biological Aging. Cross


Mark Journal, 113(33), 9327-9332.

Miller, B. (2016). Menopause: A Whole New Way To Menopausal Relief Oak Better
Health Series. Malaysia: Oak Publication Sdn Bhd.

Monteleone, Patrizia; et al. (2018). Symptoms of Menopause - Global Prevalence,


Physiology and Implications. Endocrinology, 1-17.

Muhleisen, Alicia L; Melissa, M; Herbst, Kralovetz. (2016). Menopause and the


Vaginal Microbiome. Maturitas, 1-19.

North American Menopause Society (NAMS). (2017). The 2017 Hormone Therapy
Position Statement Of The North American Menopause Society. Position
Statement, 24(7), 1-26.

Suparni, Ita Eko; Reni, Yuli. (2016). Menopause Masalah dan Penanganannya.
Yogyakarta: Deepublish.

Zhu, Dongshan; et al. (2020). Type of Menopause, Age of Menopause and Variations
in The Risk of Incident Cardiovascular Disease : Pooled Analysis of
Individual Data From 10 International Studies. Human Reproduction, 1-16.

Anda mungkin juga menyukai