Oleh:
Dyah Sugandini
NIM. 04/1577/PS
PROGRAM DOKTOR
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
i
KARAKTERISTIK INOVASI, PENGETAHUAN KONSUMEN,
KECUKUPAN INFORMASI, PERSEPSI RISIKO DAN
KELANGKAAN DALAM PENUNDAAN ADOPSI
INOVASI PADA MASYARAKAT MISKIN
Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada
Pada tanggal 29 Oktober 2012
Oleh
Dyah Sugandini
Lahir
Di Yogyakarta
ii
RINGKASAN DISERTASI
LATAR BELAKANG
Keputusan pemerintah Indonesia mendorong konversi secara bertahap penggunaan
minyak tanah ke elpiji merupakan keputusan yang tepat. Terdapat beberapa alasan yang
mendukung keputusan konversi tersebut. Pertama, penggunaan minyak tanah oleh masyarakat,
terutama sebagai sumber energi rumah tangga, memberi beban cukup besar pada anggaran
pemerintah. Kedua, kecukupan sumber energi minyak tanah yang merupakan sumber energi tak
terbarukan semakin sedikit. Ketiga Indonesia telah menjadi net-importer minyak. Keputusan
konversi dapat menghemat sediaan minyak dan pengeluaran pemerintah (Satriya, 2007). Namun
sayangnya, meskipun konversi penggunaan minyak tanah ke elpiji ditujukan untuk memberikan
manfaat bagi masyarakat luas, upaya konversi tidak terlaksana dengan lancar dan mudah. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait produk inovatif, persepsi
kelangkaan dan persepsi risiko yang relatif tinggi. (Sugandini, 2009).
Studi ini memfokuskan pada penundaan adopsi, yaitu waktu yang dilalui individu
sebelum dia memutuskan untuk mengadopsi elpiji sebagai pengganti minyak tanah. Literatur
sebelumnya mengenai adopsi produk inovatif, produk dengan teknologi baru yang mampu
menawarkan solusi lebih baik dari produk terdahulu dengan fungsi sama, tidak selalu mudah
diterima oleh konsumen dengan karakteristik tertentu (Horsky, 1990; Rogers, 1995; Martin, et
al., 2007). Holness (2004), menambahkan bahwa keputusan adopsi maupun non adopsi inovasi
produk akan selalu melibatkan pembentukan sikap terhadap inovasi.
Penundaan adopsi didefinisikan sebagai tindakan konsumen untuk tidak membeli produk
inovatif terlebih dahulu karena memiliki pertimbangan tertentu, antara lain kecukupan informasi,
kepercayaan dan sikap berhati-hati terhadap inovasi (Rogers, 1995). Berdasarkan studi literatur
mengenai adopsi produk inovatif menunjukkan bahwa, produk dengan teknologi baru dan
mampu menawarkan solusi lebih baik dari produk terdahulu dengan fungsi sama tidak selalu
mudah diterima oleh konsumen dengan karakteristik tertentu (Horsky, 1990; Rogers, 1995; Mick
dan Fourner, 1998; Martin, et al., 2007). Pertimbangan-pertimbangan untuk tidak mudah
mengadopsi produk inovatif meliputi persepsi risiko, kurangnya pengetahuan konsumen terhadap
penggunaan produk, serta strategi pemasaran yang tidak tepat. Salah satu alasan mengapa elpiji
1
tidak mudah diadopsi karena elpiji sebagai produk utilitarian dipersepsikan memiliki risiko
tinggi dan membutuhkan keputusan yang kompleks
Fenomena penundaan adopsi elpiji ini sejalan dengan Holness (2004) yang menunjukkan
bahwa keputusan adopsi maupun non adopsi inovasi produk akan selalu melibatkan
pembentukan sikap terhadap inova hasil penelitian. Joseph (2005) mendukung pernyataan
Holness ini dari hasil penelitiannya tentang resistensi adopsi inovasinya. Menurut Joseph,
penundaan adopsi inovasi disebabkan oleh tipe inovasi, karakteristik inovasi dan kecukupan
informasi.
Penelitian ini mengemukakan isu-isu yang dibahas untuk menganalisis faktor yang
menyebabkan elpiji sebagai produk inovatif sulit diterima oleh kalangan tertentu. Isu-isu tersebut
antara lain 1) penekanan riset inovasi yang cenderung memfokuskan pada bias pro inovasi
konsep ini menunjukkan bahwa penelitian berkaitan dengan inovasi selalu menunjukkan
kesuksesan sebuah produk inovatif yang bisa diterima oleh konsumen. Penelitian yang ada
mengabaikan adanya penolakan inovasi atau pengabaian produk inovatif.; 2) pentingnya
pemahaman persepsi karakteristik inovasi pada sikap konsumen; 3) pentingnya pengetahuan
produk oleh konsumen; 4) persepsi informasi komunikasi pemasaran integratif; 5) persepsi risiko
terkait dengan penggunaan inovasi baru; dan 6) pemahaman aspek situasional yaitu kondisi
kehabisan persediaan atau stockouts.
Studi ini menguji hubungan antar variabel dalam sebuah model yang menjelaskan
sejumlah aspek perilaku adopsi produk inovatif yaitu elpiji bagi masyarakat miskin. Beberapa
gab riset dikemukan dalam riset ini. Gap riset pertama dapat dilihat dari sisi teori yaitu terkait
dengan kontribusi pada model penundaan adopsi inovasi keluarga yang tergolong miskin di
negara berkembang untuk produk utilitarian yang diberikan secara gratis. Gap riset kedua
berhubungan dengan bias pro inovasi. Gap riset ketiga mengacu pada pentingnya pemahaman
persepsi karakteristik inovasi pada sikap. Gap keempat terkait dengan pentingnya pengetahuan
produk inovatif oleh konsumen. Gap kelima yang dibahas terkait dengan persepsi informasi
komunikasi pemasaran integratif. Gap keenam yang akan diisi terkait dengan persepsi risiko
untuk penggunaan produk inovatif. Pemahaman aspek situasional yaitu kondisi kehabisan
persediaan atau stockouts menjadi fokus gap riset selanjutnya. Terkait dengan konteks penelitian
sebelumnya yang banyak menggunakan seting tempat bekerja, terkait dengan karyawan dan
pelajar atau mahasiswa sebagai subyek penelitian dan pada kelompok sosial masyarakat
2
menengah ke atas, studi ini memfokuskan pada pemahaman adopsi dan penggunaan teknologi di
lingkup rumah tangga, pada sekelompok masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi
yang rendah, yaitu kelompok masyarakat yang tergolong miskin. Oleh karena itu, hasil studi ini
diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku masyarakat miskin terhadap inovasi
produk baru. Untuk menjustifikasi beberapa fenomena yang muncul pada saat penelitian dan
menguji faktor-faktor penundaan adopsi produk secara empiris, riset ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dan kuantitatif.
Berkaitan dengan jenis produk yang digunakan dalam penelitian ini, penelitian ini
membahas produk elpiji yang ditawarkan oleh pemerintah untuk menggantikan minyak tanah
yang selama ini digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai konsumen. Penelitian ini
menggunakan laporan diri untuk mengukur perilaku penundan adopsi produk untuk mengungkap
persepsi konsumen dan sikap dalam melakukan penundaan adopsi produk inovatif elpiji.
Penelitian ini menunjukkan bahwa Produk-produk inovatif yang dipasarkan tidak
menjamin bisa diterima dengan baik oleh konsumen, berbeda dari penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa produk inovatif akan dengan mudah diterima oleh konsumen. Terdapat
sejumlah faktor yang menyebabkan produk inovatif tidak bisa langsung diterima oleh
masyarakat. Dengan demikian, rumusan masalah penelitian ini adalah: faktor-faktor apa yang
menjelaskan perilaku penundaan adopsi inovasi produk?
3
yang lama. Hal itu lebih dikarenakan adanya perubahan dari sebuah produk ataupun jasa yang
sebelumnya telah biasa dipergunakan dan masyarakat butuh waktu untuk dapat menerima
pemikiran baru inovasi dari perusahaan dan dapat dengan biasa mempergunakan penawaran baru
tersebut (Rogers, 1995).
4
tidak akan menggunakan inovasi tersebut, sehingga individu ini dapat digolongkan menjadi
seorang yang menolak secara aktif sebuah inovasi. Penundaan (postponement) terjadi ketika
seorang individu memutuskan untuk menunda adopsi inovasi. Seorang postponer masuk ke
dalam golongan bukan pengadopsi (non-adopter). Individu ini ada dalam kondisi aktif,
menunggu waktu yang dianggapnya tepat untuk mengadopsi inovasi. Ram dan Seth (1989)
menyatakan bahwa penolakan atau penundaan adopsi inovasi bukan merupakan sisi sebaliknya
dari adopsi inovasi, namun justru bisa dijadikan sebagai anteseden adopsi. Alasannya, bahwa
individu biasanya akan mengambil sikap menunda adopsi sebelum benar-benar mengambil
keputusan untuk mengadopsi. Inovasi produk sifatnya rumit dan lebih sensitif dan berbeda
diantara beberapa faktor, meliputi ciri-ciri, kegunaan, dan konektifitas. Jika perusahaan bisa
memahami dengan lebih baik non adopter, perusahaan bisa menciptakan strategi yang lebih baik
untuk merubah non adopter menjadi adopter, sehingga bisa meningkatkan nilai produk (Joseph,
2005).
Hipotesis
Hipotesis 1: Keunggulan relatif berpengaruh negatif pada sikap menunda
Hipotesis 2: Kesesuaian berpengaruh negatif pada sikap menunda.
Hipotesis 3: Kerumitan berpengaruh positif pada sikap menunda.
Hipotesis 4: Ketercobaan berpengaruh negatif pada sikap menunda.
Hipotesis 5: Keterlihatan berpengaruh negative pada sikap menunda
Hipotesis 6: Pengetahuan berpengaruh negative pada sikap menunda
Hipotesis 7: Kecukupan informasi berpengaruh negatif pada sikap menunda
Hipotesis 8: Persepsi risiko berpengaruh positif pda niat menunda.
Hipotesis 9: Persepsi kelangkaan berpengaruh positif pada niat menunda.
Hipotesis 10: Sikap menunda berpengaruh positif pada niat menunda
Model Penelitian
Studi ini menguji beberapa faktor yang menyebabkan konsumen menunda keputusan
terkait dengan adopsi produk inovatif yaitu elpiji. Aspek-aspek yang dibahas secara rinci
dijelaskan oleh (1) persepsi konsumen mengenai tingkat karakteristik inovasi yang meliputi
keunggulan relatif, kesesuaian, kerumitan, ketercobaan dan keterlihatan (2) pengetahuan
konsumen yang meliputi pengetahuan subyektif dan obyektif yang meliputi pemahaman tentang
produk baru, pemahaman cara kerja produk baru, dan pemahaman mengenai manfaat aktual
produk baru; (3) persepsi kecukupan informasi yang akan berpengaruh pada sikap menunda, (4)
5
vvrisiko yang dipersepsikan dan (5) stockout yang merupakan aspek situasional sebagai konsep
yang langsung menjelaskan niat menunda adopsi produk. Model teoretis yang diajukan dalam
studi ini adalah sebagai berikut:
Pengetahuan
Kesesuaian Kecukupan
Informasi Risiko Risiko
Ekonomi Fungsional
METODE PENELITIAN
Paradigma Penelitian
Studi ini menganut paradigma positivisme. Paradigma positivisme berpandangan bahwa
realitas adalah sesuatu yang tunggal, nyata, dapat dibagi dan menekankan pada terjadinya
hubungan kausalitas yang pengujiannya dilakukan dengan dasar bebas dari nilai (Lutz, 1989).
6
karena peneliti mengenal siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan
sampel. Setelah kuesioner disebarkan ternyata hanya 280 responden yang memenuhi syarat
untuk dianalisis lebih lanjut. Ini sudah memenuhi syarat kecukupan sampel.
7
yang meliputi keunggulan relatif, kesesuaian, kompleksitas, ketercobaan, keterlihatan,
pengetahuan produk, persepsi kecukupan informasi, persepsi risiko, persepsi kelangkaan, sikap
menunda dan niat menunda semuanya mempunyai validitas konverjen yang signifikan. Hasil
pengukuran factor loading setiap butir dan konstruk dengan confirmatory factor analysis dapat
dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Instrumen Pengukuran Studi Utama
Konstruk Faktor CR Konstruk Faktor CR
Loading Loading
R1 <--------- Keunggulan Relatif 0.756 - Pp8 <------ Pengetahuan Manfaat1 0.492 -
R3 <--------- Keunggulan Relatif 0.759 12.777 Pp9 <------ Pengetahuan Manfaat2 0.556 5.654
R4 <--------- Keunggulan Relatif 0.893 15.089 Pp10 <----- Pengetahuan Manfaat3 0.784 4.788
R5 <--------- Keunggulan Relatif 0.806 13.658 Pr1 <--------------- risiko ekonomi1 0.513 -
R6 <--------- Keunggulan Relatif 0.890 11.241 Pr2 <--------------- Risiko ekonomi2 0.400 5.516
C2 <--------- Kesesuaian 0.375 3.474 Pr3 <--------------- Risiko ekonomi 3 0.927 7.421
C3 <---------- Kesesuaian 0.411 3.628 Pr4 <--------------- Risiko ekonomi 4 0.687 7.851
C4 <---------- Kesesuaian 0.548 3.737 Pr5 <--------------- risiko fungsional1 0.406 -
C5 <---------- Kesesuaian 0.496 - Pr6 <--------------- risiko fungsional2 0.540 4.198
o1 <----------- Keterlihatan 0.869 Pr7 <--------------- risiko fungsional3 0.536 4.191
o2 <----------- Keterlihatan 0.309 5.099 Pr8 <--------------- risiko fungsional4 0.561 4.222
o3 <----------- Keterlihatan 0.829 17.553 koran <------- kecukupan_informasi 0.861 -
o4 <----------- Keterlihatan 0.723 14.145 radio <--------- kecukupan_informasi 0.892 16.708
o5 <----------- Keterlihatan 0.910 20.191 tokoh <-------- kecukupan_informasi 0.388 17.206
Cp1 <----------Kerumitan 0.634 - pmrt <--------- kecukupan_informasi 0.829 6.391
Cp2 <---------- Kerumitan 0.561 7.200 so1 <----------- kelangkaan 0.562 -
Cp4 <---------- Kerumitan 0.413 5.619 so3 <----------- kelangkaan 0.476 4.173
Cp5 <---------- Kerumitan 0.811 7.559 so4 <----------- kelangkaan 0.590 3.957
T2 <------------ Ketercobaan 0.492 - Sm1 <------------- Sikapmenunda 0.417 4.852
T3 <------------ Ketercobaan 0.448 4.125 Sm2 <------------- Sikapmenunda 0.471 5.182
T4 <------------ Ketercobaan 0.660 3.999 Sm3 <------------- Sikapmenunda 0.486 5.254
Pp1 <-------- Pengetahuan subyektif1 0.407 - Sm4 <------------- Sikapmenunda 0.815 -
Pp2 <-------- Pengetahuan subyektif2 0.853 5.063 Nm1 <------------ NiatMenunda 0.311 2.209
Pp3 <-------- Pengetahuan subyektif3 0.705 5.795 Nm2 <------------ NiatMenunda 0.418 2.209
Pp5 <------- Pengetahuan cara kerja1 0.659 - Nm3 <------------ NiatMenunda 0.781 -
Pp6 <--------Pengetahuan cara kerja2 0.679 6.752
Pp7 < ------ Pengetahuan cara kerja3 0.636 6.804
Sumber: Data primer
Uji validitas konverjen menunjukkan bahwa semua indikator valid karena memiliki nilai Critical
ratio di atas 2, walaupun ada sebagian indikator yang mempunyai factor loading ≤ 0,4. Hair et
al.(1998), menyatakan bahwa nilai lambda (factor loading) yang dipersyaratkan adalah lebih
besar dari 0,4. Apabila syarat ini tidak tercapai maka nilai critical ratio atau CR yang identik
dengan t-hitung yang lebih besar dari 2 juga menunjukkan bahwa indikator itu secara signifikan
merupakan dimensi dari faktor yang dibentuk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
indikator-indikator pengukuran tersebut telah memenuhi ketentuan validitas konverjen sehingga
merupakan satu kesatuan alat ukur yang mengukur konstruk yang sama dan dapat memprediksi
dengan baik konstruk yang seharusnya diprediksi ( Hair et al., 1998).
8
Hasil Pengujian Validitas diskriminan
Validitas diskriminan dapat dilakukan untuk menguji apakah dua atau lebih konstruk
yang diuji memang berbeda dan masing-masing merupakan sebuah konstruk independen bebas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, konstruk dalam model penelitian memiliki validitas
diskriminan yang relatif baik, hal ini bisa dilihat dari masing-masing instrumen penelitian yang
loading pada konstruk utamanya atau tidak masuk kekonstruk yang lainnya. Nunally (1978)
mengatakan bahwa, konstruk yang memiliki validitas diskriminan berarti indikator-indikator
yang mengukur suatu konstruk tidak memiliki korelasi dengan indikator-indikator yang
mengukur konstruk lainnya.
9
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran dari keberadaan responden di daerah
penelitian. Lokasi penelitian ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan respondennya adalah
masyarakat miskin penerima paket ELPIJI program konversi. Lokasi penelitian tersebut
menyebar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Karakteristik responden ini didasarkan atas:
jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan kepala rumah tangga, tingkat penghasilan,
jumlah orang yang menjadi tanggungan dalam keluarga dan pemakaian bahan bakar sebelumnya.
Data terkumpul sebanyak 280 responden.
10
Evaluasi terhadap model dengan pendekatan dua tahap.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam two step approach to SEM adalah: estimasi terhadap
measurement model dan estimasi terhadap structural model. Koefisien yang digunakan untuk
mengukur model struktural berasal dari hitungan nilai komposit. Tujuan yang diperoleh adalah
untuk mendapatkan koefisien pengukuran yang bagus sebelum digunakan dalam model
struktural untuk menguji hubungan konstruk yang dihipotesiskan. Proses ini merupakan
pendekatan dua tahap. Gambar 2. menunjukkan model penelitian sesudah analisis model
pengukuran yang meliputi validitas untuk masing-masing konstruk penelitian.
Keterlihatan Ketercobaan
Keunggulan Kelangkaan
relatif
-0.211 -0.017
Pengetahuan
relatif
subyektif -0.255 0.171
-0.238
0.369
Pengetahuan -0.125 Sikap Niat
cara kerja
produk Menunda Menunda
-0.041
-0.392 0.281 0.187
Pengetahuan
-0.231
manfaat 0.335
produk Kesesuaian Persepsi Risiko Persepsi risiko
Kecukupan
Kerumitan ekonomi fungsional
informasi
informasi
Risiko Fungsional
Gambar 2. Model Penundaan
Tabel 3 menjelaskan indeks goodness of fit model penelitian. Nilai chi-square yang
rendah dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05 atau 0,01 menunjukkan bahwa, matriks input
yang sebenarnya berbeda dengan matriks input yang diprediksi (Hair et al., 1998). Nilai chi-
square dalam penelitian ini sebesar 33,9 dan tingkat signifikansi sebesar 0,01. Nilai goodness of
fit yang tinggi menunjukkan bahwa, kemampuan model untuk mengekstraksi varians data
empiris tinggi.
11
Tabel 3. Nilai Goodness of Fit Model Empiris Utama
Tipe Indeks goodness of fit Nilai yang Hasil Keterangan
goodness of model direkomendasikan
fit model
Absolute fit Chi-Square Statistic (χ2 atau Kecil 33.90 Baik
measures CMIN)
P ≥ 0,05 0.010 Baik
GFI ≥ 0,90 0.985 Baik
RMSEA ≤0,08 0.081 Baik
Incremental AGFI ≥ 0,90 0.869 Baik
fit measures CFI ≥ 0,90 0.971 Baik
Hasil ini menunjukkan bahwa, model yang dikembangkan untuk menjelaskan niat
menunda sudah seperti yang diharapkan. Hasil pengujian model struktural juga menunjukkan
bahwa, variabel-variabel ketercobaan, pengetahuan obyektif yang terdiri atas pengetahuan atas
cara kerja produk dan pengetahuan atas manfaat produk tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan pada variabel sikap menunda.
12
Tabel 4. Ringkasan hasil pengujian arah dan signifikansi hubungan
antar variabel yang dihipotesiskan.
Simpulan
Penelitian ini mengajukan model penundaan adopsi inovasi yang merupakan bentuk penolakan
aktif konsumen atas produk inovatif. Dengan mengambil setting masyarakat miskin sebagai
target adopsi elpiji. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model penundaan adopsi inovasi
untuk produk elpiji bagi masyarakat miskin bisa diterima. Bila dijelaskan lebih lanjut dari model
tersebut, dapat dinyatakan penundaan sebagai dengan niat menunda produk inovatif secara
signifikan dipengaruhi oleh sikap menunda, persepsi kelangkaan, persepsi risiko ekonomis dan
persepsi risiko fungsional. Sedangkan sikap menunda dipegaruhi oleh keunggulan relatif,
13
kesesuaian, kerumitan, keterlihatan, pengetahuan subyektif dari produk inovatif dan persepsi
kecukupan informasi.
Pengetahuan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi sikap menunda ternyata tidak
menunjukkan hasil yang baik. Pengetahuan obyektif tidak berpengaruh signifikan pada sikap
menunda, hanya pengetahuan subyektif yang mempunyai pengaruh sigifikan pada sikap
menunda. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan pengetahuan dengan adopsi inovasi tidak
signifikan. Terkait kecukupan informasi, hasil penelitian ini menyatakan bahwa dalam
mendifusikan inovasi, kekuatan komunikasi bisa berasal dari empat aspek yang termasuk dalam
mekanisme propaganda, yaitu agen perubahan, dalam hal ini adalah tokoh masyarakat, 2) media
masa (koran, radio) dan 3) pemerintah.
Niat menunda, dipengaruhi oleh kelangkaan, risiko keuangan dan risiko kinerja produk.
Risiko keuangan mempunyai pengaruh terkuat dalam hubungannya dengan niat menunda. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa konsumen akan mempertimbangkan manfaat yang diterima dari
aktivitas yang dilakukan (benefit) dan biaya yang harus dikeluarkan untuk proses-proses tersebut
(cost), hal ini ditujukan untuk mengurangi kerugian yang mungkin akan diterima sebelum
mengadopsi produk inovatif. Intinya mereka menyatakan menunjukkan ada hubungan persepsi
risiko ekonomis dengan penundaan.
Kontribusi Teori
1) Kontribusi teori pertama berkaitan dengan proinnovation bias. Penelitian awal yang
dilakukan peneliti terkait produk elpiji yang dianggap sebagai produk inovatif bagi
masyarakat miskin, menunjukkan ada sebagian orang yang melakukan penolakan terhadap
produk inovatif ini meskipun produk ini diberikan secara gratis. Fenomena yang dianalisis
dalam penelitian ini diharapkan dapat mengurangi pro innovation bias yang ada pada
penelitian adopsi inovasi sebelumnya.
2) Kontribusi teori kedua terkait dengan definisi penundaan adopsi inovasi dan kategori non
adopter. Definisi penundaan yang diajukan adalah sebagai berikut: penundaan adalah suatu
kondisi dimana seseorang belum mau untuk mengadopsi produk/inovasi. Penundaan
(postponement) merupakan proses aktif dimana pengguna menunda proses adopsi
inovasinya. Penunda adopsi adalah seseorang yang berada dalam kelompok bukan
14
pengadopsi (non adopter). Pada masa menunda ini seorang konsumen akan melakukan
pencarian informasi terkait produk inovatif. Seorang penunda inovasi akan menunggu waktu
yang tepat untuk mengadopsi sebuah inovasi. Hasil penelitian mengkategorikan non adopter
menjadi dua, yaitu penolak adopsi nyata dan penunda adopsi. Penolakan adopsi yang nyata
merupakan proses aktif, dimana seorang individu memutuskan untuk menghindari atau
menolak inovasi. Sedangkan penundaan juga merupakan proses aktif dimana pengguna
menunda proses adopsi inovasi. Bukan pengadopsi (non adopter) ini terlihat di sebagian
target populasi yang tidak pernah menggunakan teknologi atau tidak pernah mencoba inovasi
pada awalnya. Bukan pengadopsi ini dibagi menjadi tiga, pertama yang secara eksplisit
menentang penggunaan teknologi, terjadi pada individu yang membuat keputusannya
berdasarkan pada kecukupan informasi tetang produk inovatif, sama halnya dengan
keyakinan personalnya. Kedua, kelompok individu yang dengan sengaja menunda adopsi
inovasi teknologi dan kemungkinan akan menunggu sampai ada perubahan pada variabel
yang penting, seperti harga, atau menggunakan sedikit demi sedikit sambil menerapkan
strategi menunggu dan melihat (wait and see). Ketiga, individu yang juga tidak tertarik (acuh
tak acuh) dengan adanya inovasi teknologi atau mungkin menjadi tidak peduli dengan
eksistensinya. Definisi penundaan yang bisa diajukan sebagai kontribusi hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut: Penundaan adalah suatu kondisi dimana seseorang belum mau untuk
mengadopsi produk/inovasi. Penundaan (postponement) merupakan proses aktif dimana
pengguna menunda proses adopsi inovasinya. Penunda adopsi (postponer) adalah seseorang
yang berada dalam kelompok bukan pengadopsi (non adopter). Pada masa menunda ini
seorang konsumen akan melakukan pencarian informasi terkait produk inovatif.
3) Kontribusi teori ketiga terkait dengan karakteristik inovasi. Penelitian sebelumnya terkait
karakteristik inovasi, membahas efek langsung persepsi karakteristik inovasi terhadap
perilaku adopsi inovasi, efek langsung ini memberi sedikit penekanan pada proses berpikir
dan sikap konsumen. Pada penelitian ini persepsi karakteristik inovasi dianalisis pengaruhnya
pada sikap menunda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan karakteristik inovasi
dengan sikap menunda sebesar 0,564. Hubungan karakteristik inovasi dengan niat menunda
sebesar 0,377. Ini menunjukkan bahwa hubungan karakteristik inovasi dan sikap menunda
lebih kuat dibandingkan dengan hubungan karakteristik inovasi dengan niat menunda. Hasil
lain menunjukkan bahwa kesesuaian sebagai salah satu dimensi karakteristik inovasi
15
mempunyai pengaruh terbesar terhadap sikap menunda, dibandingkan pengetahuan produk
dan kecukupan informasi. Sehingga akan menjadi lebih baik jika persepsi karakteristik
inovasi dianalisis pengaruhnya pada sikap menunda terlebih dahulu. Ketika persepsi
karakteristik inovasi dijelaskan terlebih dahulu pada sikap atau aspek kognitif konsumen, hal
ini akan membawa pemahaman penting secara praktis. 1) Pemasar akan mendapatkan
pemahaman aspek kognitif tertentu yang bisa dimodifikasi untuk mempengaruhi keputusan
konsumen dalam jangka panjang. 2) Sisi konsumen, akan mempelajari terlebih dahulu aspek
inovasi yang terpenting yang sehingga akan diperoleh sejumlah informasi untuk memutuskan
pembelian.
4) Dengan diterimanya model penundaan dalam penelitian ini, dapat memberikan masukan
bahwa tahapan keputusan adopsi inovasi yang diajukan oleh Rogers (1976) tidak hanya
terdiri dari dua, menolak inovasi dan adopsi inovasi. Ada satu keputusan yang sebaiknya
menjadi pertimbangan atas keputusan adopsi inovasi, yaitu keputusan untuk menunda adopsi
inovasi.
16
mengutamakan validitas internal. Namun dalam penelitian ini menggunakan desain riset
survei. Alasan digunakan disain survei karena diharapkan hasil penelitian ini mampu
menangkap fenomena secara lebih luas dan digeneralisasikan untuk pengambilan keputusan
penundaan adopsi produk inovatif, pada seting yang sama.
3) Mayoritas riset adopsi inovasi yang ada menggunakan seting tempat bekerja, terkait dengan
pengetahuan karyawan dan menggunakan pelajar atau mahasiswa sebagai subyek penelitian.
Penelitian ini menekankan pada proses adopsi inovasi yang akan dilakukan oleh individu
pengambil keputusan dalam rumah tangga yang mempunyai tingkat sosial ekonomi rendah
atau yang tergolong miskin. Penelitian adopsi inovasi di lingkungan rumah tangga miskin ini
masih jarang dilakukan, karena banyak peneliti yang mengambil setting adopsi inovasi pada
individu dengan tingkat ekonomi menengah ke atas (Janes dan Collison, 2004; Conlon et al.,
2006). Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan
perilaku rumah tangga miskin terhadap inovasi produk baru yang masih jarang dilakukan.
Kontribusi Manajerial
Secara ekonomi makro, hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi keberlangsungan
program pemerintah terkait produk inovatif. Pemerintah seharusnya menyadari bahwa produk
inovatif yang diluncurkannya, meskipun diberikan secara gratis kepada masyarakat, tidak
sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa, pada
masyarakat miskin sikap penolakan aktif atas produk inovatif paling besar dipengaruhi oleh
persepsi kesesuaian. Banyak masyarakat miskin yang menyatakan bahwa mereka perlu merubah
segala sesuatu yang dimilikinya jika akan menggunakan kompor elpiji. Pengalaman baru bagi
masyarakat untuk menggunakan kompor elpiji juga sangat berpengaruh pada sikap
penundaannya. Dan yang lebih utama lagi, masyarakat miskin ini menganggap bahwa kompor
elpiji sangat tidak sesuai dengan kondisi lingkungan mereka. Hasil wawancara dan observasi di
lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat miskin ini tidak mempunyai dapur
khusus, mereka biasa memasak di luar rumah mereka. Dapur yang ada di rumah masyarakat
miskin ini tidak berdiri sendiri, banyak barang yang disimpan bersamaan di dalam dapur. Jadi
sangat sulit bagi mereka untuk menggunakan dan menyimpan kompor elpijiSlah satu hal inilah
yang menyebabkan individu yang masuk dalam kategori miskin, belum mau mengadopsi kompor
elpiji.
17
Niat menunda untuk adopsi kompor elpiji program konversi ini juga relatif tinggi. Niat
menunda ini sangat dipengaruhi oleh sikap menunda. Sehingga pemerintah seharusnya
menyadari bahwa perlu untuk memperkecil sikap menunda agar niat menunda yang merupakan
proksi perilaku menunda bisa diperkecil. Persepsi risiko ekonomi atau keuangan yang tinggi juga
menyebabkan niat ke arah penundan menjadi tinggi. Sebagian besar masyarakat yang menunda
menyatakan bahwa penggunaan kompor elpiji relatif berharga mahal dan tidak bisa diecer.
Untuk mensukseskan program konversi energi ini sebaiknya pemerintah bisa mengurangi risiko
yang dipersepsikan oleh masyarakat miskin ini. Makin berkurangnya persepsi risiko akan
menurunkan niat menundanya dan produk inovatif akan semakin mudah diadopsi.
Pemahaman penundaan produk inovatif dari aspek komunikasi pemasaran dan aspek
kelangkaan konsumen sehingga dapat memberikan wawasan bagi pemasar dan pemerintah
dalam memberikan pelayanan kepada konsumen dengan lebih baik. Jika program ini berhasil,
manfaat keberhasilan program ini tidak hanya untuk pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat
Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini memiliki kekuatan untuk memahami suatu fenomena
yang tidak hanya dipahami dari sisi internal konsumen tetapi juga eksternal.
Pemahaman aspek-aspek yang mempengaruhi penundaan sebaiknya juga dilakukan sejak
dini, karena program konversi minyak tanah tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Rogers
(1995) berpendapat bahwa tingkat kecepatan adopsi individu berbeda satu sama lain. Individu
yang memiliki tingkat inovasi tinggi bisa menerima produk inovatif dengan cepat dibandingkan
dengan individu yang memiliki tingkat kecenderungan apatis terhadap produk inovatif. Berkaitan
dengan studi ini, subjek penelitian yang digunakan adalah masyarakat kelas bawah yang
cenderung memiliki tingkat kemampuan ekonomi lemah, pendidikan rendah, dan persepsi risiko
tinggi. Program konversi minyak tanah ke gas elpiji dipersepsi oleh masyarakat sebagai program
yang menawarkan ketidakpastian karena masyarakat cenderung memiliki kecurigaan terlebih
dahulu sebelum mengenal produk gas ini. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun instansi
terkait yaitu Pertamina dan distributor produk gas lainnya harus memahami faktor-faktor yang
menyebabkan masyarakat melakukan penundaan adopsi. Hal ini penting dilakukan karena
kesuksesan program konversi minyak tanah ke gas dapat menguntungkan semua pihak yaitu
ekonomi negara, masyarakat, dan industri.
18
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini ditunjukkan dengan adanya lingkup penelitian yang pada
setting tertentu. Penelitian ini hanya bisa digeneralisasi pada lingkup penelitian yang memiliki
kriteria subyek dan obyek penelitian tertentu. Subyek penelitian yang ditentukan dalam
penelitian ini terbatas pada masyarakat miskin dengan kriteria menunda adopsi dan tingkat
pengeluaran maksimal Rp. 1.500.000 per bulan. Obyek penelitian juga terbatas pada kategori
produk yang memiliki manfaat atau produk utilitarian, yaitu produk yang bisa memberikan baik
manfaat bagi konsumen.
Penelitian ini juga hanya menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penundaan
adopsi dilihat dari aspek karakteristik inovasi, pengetahuan, kecukupan informasi, persepsi
risiko, kelangkaan dan sikap. Ada faktor karakteristik inovasi lain yang sebenarnya bisa
digunakan untuk memprediksi sikap adopsi inovasi seperti citra dan kesukarelaan (Venkatesh
dan Brown, 2001). Faktor persepsi pengguna yang meliputi relevansi informasi, kesadaran dan
kepercayaan (Agrawal dan Prasad, 1991) serta faktor psikologis yang dimiliki individu dalam
adopsi inovasi yang terdiri atas keinovasian dan keterlibatan (Tabak dan Bar, 1998), juga tidak
dianalisis dalam penelitian ini.
19
adopsi selanjutnya dilakukan pada produk utilitarian lagi, yaitu produk yang dikonsumsi karena
manfaatnya sehingga dapat menguatkan hasil temuan penelitian ini.
Faktor karakteristik inovasi lain yang sebenarnya bisa digunakan untuk memprediksi
sikap adopsi inovasi seperti citra dan kesukarelaan, persepsi pengguna yang meliputi relevansi
informasi, kesadaran dan kepercayaan serta faktor psikologis yang dimiliki individu dalam
adopsi inovasi yang terdiri atas keinovasian dan keterlibatan sebaiknya juga digunakan dalam
penelitian-penelitian penundaan adopsi inovasi produk inovatif selanjutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adams, D.A; Nelson, R.R; and Todd, P.A (1992), "Perceived Usefulness, Ease of Use, and
Usage of Information Technology: a Replication", MIS Quarterly 16: 227–247
Alba, J.W and Hutchinson (1987), “Dimensions of Consumer Expertise,” Journal of Consumer
Research, 13(March): 411 - 454.
Allen, F (1993), “Dimensional Diagnosis of Personality, Not Wheter, but When and Which,”
Psycological Inquiry, Vol 4.p 110
Antil, J.H (1988), “New Product Or Services Adoption: When Does It Happen,” Journal of
Consumer Marketing, 5: 5-17.
Bailey, J.E. and Pearson, S.W (1983), “Development of a Tool for Measuring and Analyzing
Computer User Satisfaction,” Management Science (29:5), May: 530-545
Conlon, E.G; Zimmer-Gembeck, M.J; Creed, P.A and Tucker, M (2006), “Family History, Self-
Perceptions, Attitudes and Cognitive Abilities Are Associated With Early Adolescent
Reading Skills,” Journal of Research in Reading, Feb, Vol. 29 Issue 1: 11-32.
Davis, F.D. (1989), “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of
Information Technology,” MIS Quartely, 13: 319-339
Davis, F.D., Bagozzi. R.P and Warshaw. P.R (1989), “User Acceptance of Computer
Technology: A Comparison of Two Theoretical Models”. Management Science. 35: 982-
1002.
Dholakia, U.M. (2001), “A Motivational Process Model of Product Involvement and Consumer
Risk Perception”, European Journal of Marketing, Vol. 35 Nos 11/12: 1340-1360.
Dowling, G.R and Staelin, R (1994), “A Model of Perceived Risk and Intended Risk-Handling
Activity”, Journal of Consumer Research, Vol. 21 No. 1: 119-134.
Fiske, S, T and Jennifer, E (1994), “Affirmative Action in Theory and Practice: Issue Of Power.
Ambiguity and Bender versus Race,” Basic Applied Social Psychology, vol. 15: 201-220
21
Gahtani, A.S (2003), ”Computer Technology Adoption in Saudi Arabia: Correlates of Perceived
Innovation Attributes,” Information Technology for Development. 10: 57–69.
Gatignon, H and Robertson, T.S (1985), “A Proportional Inventory for New Diffusion
Research,” Journal of Consumer Research, 11: 849-867.
Hair, Jr., Anderson, R.E., Tatham, R.L and Black, W.C (1998), “Multivariate Data Analysis,”
New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Holak, S.L (1988), "The Influence of Variety on The Demand for Bundles of Musical
Performances", in Advances in Consumer Research Volume 15, eds. Micheal J. Houston,
Provo, UT : Association for Consumer Research, Pages: 22-26.
Horsky, D (1990), “A Diffusion Model Incorporating Product Benefits, Price, Income, and
Information,” Marketing Science, 9: 342-365
Hsu, M.K., Mesak, H.I (2005), “Government Programmes and Diffusion of Innovations in
Taiwan: An Empirical Study of Household Technology Adoption Rates. “Journal of
Nonprofit and Public Sector Marketing”. Binghamton: 13: 12-19
Janes, P. L., Collison, Jim (2004), “Community Leader Perceptions of the Social and Economic
Impacts of Indian Gaming,” Gaming Research and Review Journal, Vol. 8 Issue 1: 13-30
Joseph, R.C (2005), An Examination of Non Adoption and Decision Inertia: A Web Based
Perspective, Unpublished Doctoral Dissertation, The City University of NewYork.
Joseph, R.C (2010), “Individual Resistance to IT innovations,” Communication of the ACM, vol
53 no 4
Kaharana, E., Straub, D.W and Chervany, N.L (1999), “Information Technology Adoption
Across Time: A Cross-sectional Comparison of Pre-adoption and Post-adoption Beliefs,
“MIS Quartely”. 23(2): 183-213
Kim, S. 2003. Exploring Factors Influencing Personal Digital Assistant (PDA) adoption.
Unpublish thesis of mass communication faculty, University of Florida. 9-112
Limayem, M and Hirt, S. G (2003), “Force of Habit and Information Systems Usage: Theory
and Initial Validation. Journal of the Association for Information Systems, 4: 65–97.
Limayem, M., Hirt, G.S and Cheung, C.M.K (2007), “How Habit Limits The Predictive Power
Of Intention: The Case Of Information Systems Continuance,” Mis Quarterly, Vol. 31
(12), Issue 4: 705-737.
22
Lockett, A and Litter, D (1997), “The Adoption of Direct Banking Services.” Journal of
Marketing Management, 13 (11): 791-881.
Maltz, E. (2000), “Is All Communication Created Equal?: An Investigation into the Effects of
Communication Mode on Perceived Information Quality,” Journal of Product Innovation
Management, Vol. 17, 110-127.
Marakas, G.M. and Hornik, S (1996) “Passive Resistance Misuse: Overt Support and Covert
ecalcitrance in Is Implementation”, European Journal of Information Systems, 5: 208-
219.
Martin, P.Y., Hamilton, V.E., Mc.Kimmie, B.M., Terry, D.J and Martin, R (2007), “Effects of
Caffeine on Persuasion and Attitude Change: The Role Of Secondary Tasks in
Manipulating Systematic Message Processing, European Journal of Marketing. Vol 37,
issue 2: 320-338.
Moore, G.C and Banbasat, I (1991), “The Development of an Instrument to Measure The
Perceived Characteristics of Adopting an Information Technology Innovation,”
Information Systems Research, (2:3), September: 192-222.
Moore, B.C. J (1989), “An Introduction to the Psychology of Hearing,” Academic Press,
London; San Diego, 3rd edition.
Pavlou, P.A (2003), “Consumer Acceptance of Electronic Commerce: Integrating Trust and Risk
with the Technology Acceptance Model,” International Journal of Electronic
Commerce, Spring, Vol. 7, No. 3: 101-134.
Philippe, A and Ngobo, P.V. (1999), ”Assessment of Consumer Knowledge and Its
Consequences: A Multi Component Approach,” Advances in Consumer Reseach, Vol
26: 569-575.
23
Punj, G and Srinivasan, N (1989), “Influence of Expertise and Purchase Experience on The
Formation of Evoked Sets,” Advances in Consumer Research, 16: 507-514.
Purwanto, B.M. (2002), “The Effect of Salesperson Stress Factors on Job Performance,” Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17: 150-169.
Raju, P.S., Lonial, S.C and Mangold, W.G (1995), “Differential Effects of Subjective
Knowledge, Objective Knowledge, and Usage Experience on Decision Making: An
Exploratory Investigation,” Journal of Consumer Psychology, 4(2): 153-180
Ram, S (1987), “A Model of Innovation Resistance,” Advances in Consumer Research, 14: 208-
212.
Ram, S and Sheth, J.N (1989), “Consumer Resistance to Innovation: The Marketing Problem
And Its Solutions,” Journal of Consumer Marketing, 6 (Spring): 5-14.
Reiss, M.L.R and Wacker, R.R (2000), ”Assistive Technology Use and Abandonment Among
College Students with Disabilities,” International Electronic Journal, 3 (23) for
Leadership in Learning.
Rogers, E.M (1983), “ Diffusion of Innovations,” 3th ed. New York: The Free Press.
Rogers, E.M (1995), “Diffusion of Innovations,” 4th ed. New York: The Free Press.
Rogers, E. and Kincaid, D.L (1981), “Communication Networks: A Paradigm for New
Research,” New York: Free Press.
Satriya, E (2007) “Menyoal Konversi Minyak Tanah ke Bahan Bakar Gas,” Downstream
Indonesia Edisi Feb.
Shih, E.C and Venkatesh, A (2004), “Beyond Adoption: Development and Application of A Use
Diffusion Model,” Journal of Marketing, 68: 1: 59-72
Sridhar, S.S and Balachandran, B.V (1997), “Incomplete Information, Task Assignment, and
Managerial Control Systems,” Journal Management Science, Volume 43 Issue 6: 764-
773.
Sugandini, D (2007), “Studi Eksploratori Konversi Minyak Tanah ke Gas,” Tidak dipublikasikan
24
------------- (2009), “Studi Eksplorasi Keputusan Penundaan Adopsi ELPIJI Bagi Masyarakat
Miskin, Prosiding the 4th MRC’s Doktoral Journey in Management, Universitas
Indonesia, Jakarta.
------------- (2009), “Pilot Studi: Karakteristik Inovasi, Informasi, Kelangkaan dan Persepsi
Risiko dalam Penundaan Adopsi Inovasi,” Prosiding-Hibah Doktor, Dikti-LPM UGM.
Szmigin, I and Foxall, G (1998), “Three Forms of Innovation Resistance: The Case of Retail
Payment Methods. Technovation 18, 6/7: 459-468.
Szmigin, I.T.D and Bourne, H. (1999), “Electronic Cash: A Qualitative Assessment of Its
Adoption,” International Journal of Bank Marketing, 17: 192-202.
Trafimow, D; Sheeran, P; Conner, M and Finlay, K.A (2002), “Evidence that Perceived
Behavioral Control is a Multidimensional Construct: Perceived Control and Perceived
Difficulty,” British Journal of Social Psychology, 1: 101–121.
Venkatesh, V and Davis, F.D (1996), “A Model of The Antecedents of Perceived Ease of Use:
Development and Test,” Decision Sciences, 27 (3): 451-478
Venkatesh, V and Davis, F.D (2000), "A Theoretical Extension of The Technology Acceptance
Model: Four Longitudinal Field Studies", Management Science 46(2): 186–204
Venkatesh, V; Morris M.G; Davis, G.B and Davis, F.D (2003), User Acceptance of Information
Technology: Toward A Unified View,” MIS Quarterly. 27 (3): 425-478
Wee, T.T.T (2000), “Factors Affecting New Product Adoption in Consumer Electronic,”
Singapore Management Review. Volume: 25, Issue, 2: 51-72.
Wood, S.L and Lynch, Jr.J.G. (2002), “Prior Knowledge and Complacency in New Product
Learning,” Journal of Consumer Research, Vol. 29: 416-426.
25
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
RIWAYAT PENDIDIKAN:
S1 : Jurusan Manajemen, FE, UPN “Veteran” Yogyakarta
S2 : Jurusan Manajemen, FEB- UGM Yogyakarta
S3 : Program Doktor, Jurusan Manajemen, FEB. UGM (belum lulus)
.4. 2009 Karakteristik inovasi dan persepsi risiko Hibah Doktor, Dikti-UGM
dalam penundaan adopsi inovasi
.5. 2010 Ipteks Bagi masyarakat Giwangan, Hibah IBM- Dikti
Program pengelolaan sampah pasar
giwangan
.6. 2011 Resistensi Inovasi: Strategi Pemasaran Prosiding Seminar Nasional
Dan Solusi Manajemen Akademik dan
Bisnis, UMS Solo
.7. 2011 Moderator Pada Seminar Nasional Creative week management
Industri Kreatif Sebagai Stimulus event, UGM
Perekonomian Indonesia
.
PENGALAMAN MENULIS ARTIKEL ILMIAH:
27
PENGALAMAN MENULIS BUKU:
28
16. Inhouse training , Pertamina Learning Centre, Jakarta;
Effective Secretary
Arutmin.
17. Inhouse training , Pertamina Learning Centre, Jakarta,
Negotiation Skill
PT Bukit Makmur.PT Badak, NGL.
18. Supply market PT. Cevron Pakanbaru.
analysis
19. Customer PD. BPR Gunung Kidul
Relationship
Management
20. Manajemen SDM PT. Semen Gresik, KPA,KPI, Kaltim Industrial Estate,
untuk non SDM KJS.
21. Manajemen PT Citic Seram, PT Kobatim.
Keuangan untuk non
posisi keuangan
22. Dll
29