LP & Askep - Agina Amalia Putri - 175070201111025 - Kelompok 6 - Reg 1 - Departemen Gawat Darurat
LP & Askep - Agina Amalia Putri - 175070201111025 - Kelompok 6 - Reg 1 - Departemen Gawat Darurat
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)
1. Definisi ARDS
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau sindrom gawat pernapasan akut
merupakan salah satu masalah yang sering di jumpai di ICU (Fatoni & Rakhmatullah,
2021). ARDS adalah kelainan yang bersifat progresif dan bermanifestasi klinis awal
sebagai sesak napas (dispneu dan takipneu) yang kemudian secara cepat berubah menjadi
gagal napas (Bakhtiar & Maranatha, 2018). ARDS merupakan sebuah sindrom dari
kumpulan observasi klinis dan fisiologis yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor
risiko yang memicu terjadinya kondisi gagal napas akut (Fanelli et al., 2013).
Seiring dengan perkembangan penelitian yang dilakukan, dalam mendifisinikan
ARDS juga dapat dilihat berdasarkan onset, oksigenasi, asal edema, dan foto thorak. Ada
beberapa definisi ARDS terkemuka, yaitu :
2. Etiologi ARDS
Etiologi ARDS terbagi menjadi dua, yaitu :
a. ARDS pulmonal : Terdapat injuri pada epitel alveoli
b. ARDS extrapulmonal : Terdapat masalah di endotelium kapiler (Sehgal et al., 2016)
3. Faktor Risiko ARDS
Beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya ARDS (Fanelli et al., 2013),
yaitu : (Fanelli et al., 2013)
a. Infeksi paru
Infeksi paru dapat terjadi akibat bakteri atau jamur, seperti Mycoplasma
pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Influenza virus
b. Faktor risiko langsung
Kondisi yang dapat menjadi faktor risiko langsung diantaranya, pneumonia,
trauma inhalasi, aspirasi cairan lambung, vasculitis paru, kontusio paru, trauma
inhalasi, dan tenggelam
c. Faktor risiko tidak langsung
Kondisi yang dapat menjadi faktor risiko tidak langsung diantaranya, sepsis non
pulmonal (pada peritonium, saluran kemih, dan kulit), trauma mayor (trauma kepala),
pankreatitis, luka bakar berat, syok non kardiogenik, overdosis obat, dan Transfusion-
associated Acute Lung Injuri (TRALI) (tranfusi Fresh Frozen Plasma (FFP), sel darah
merah, atau trombosit).
d. Edema paru nonkardiogenik
Edema paru nonkardiogenik diantaranya dapat disebabkan oleh High-altitude
Pulmonary Edema (HAPE) dan Neurogenic Pulmonary Edema (NPE). HAPE adalah
penumpukan cairan di paru-paru yang menyebabkan gangguan fungsi organ . NPE
merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan edema paru onset akut akibat
kerusakan berat pada sistem saraf pusat (Fanelli et al., 2013).
e. Defisiensi vitamin D
Kekurangan vit D mempengaruhi imun tubuh yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya pneumoni dan sepsis. Kekurangan vit D ikut berperan dalam mekanisme
patofisiologi dalam permeabilitas alveolar dan respon inflamasi (Confalonieri et al.,
2017).
5. Patofisiologi ARDS
Terjadinya ARDS dapat terbagi kedalam 3 fase, yaitu :
a. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase awal terjadinya kerusakan pada lapisan alveolar
yaitu lapisan hialin. Pada fase ini terdapat temuan patologis atau bisa disebut diffuse
alveolar damage. Jejas pada paru diduga menyebabkan terjadinya proliferasi mediator
inflamasi. Sehingga terdapat peningkatan jumlah neutrofil dan makrofag untuk
mengatasi inflamasi yang terjadi.
b. Fase proliferative
Masuk ke fase proliferative, neutrofil akan melepaskan protease, sitokin, dan
reactive oxygen spesies (ROS) untuk permeabilitas vaskuler yang patologis dan
nekrosis sel alveolar tipe I dan II. Kondisi pelepasan enzim-enzim ini menyebabkan
paru mengalami edema dan pertukaran gas menjadi sulit terjadi, namun terjadi
pembentukan membran hialin. Gagal napas dan destruksi jaringan paru dapat terjadi
akibat pelepasan enzim-enzim tersebut.
c. Fase fibropoliferatif
Selanjutnya sitokin anti inflamasi yang dikeluarkan akan mengnonaktifkan
neutrofil agar terjadi apoptosis dan fagositosis. Lalu sel alveolar tipe II akan
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel alveolar tipe I untuk memperbaiki
integritas pelapis epitel dan membuat gradien osmotik sehingga cairan dari alveoli
akan keluar ke sistem limfatik paru dan mikrosirkulasi. Secara simultan sel alveolar
dan makrofag akan menghilangkan bahan protein sehingga paru akan pulih (Bakhtiar
& Maranatha, 2018).
6. Komplikasi ARDS
a. Infeksi
Penggunaan ventilasi mekanik oleh klien dalam waktu lama dapat menjadi risiko
terjadinya infeksi pada klien . Infeksi yang terjadi dapat memicu terjadinya
pneumonia dan infeksi paru
b. Pneumothoraks
Penggunaan ventilasi mekanik dalam waktu lama menjadi faktor risiko udara
maupun gas menjadi berkumpul di dalam rongga antara paru-paru yang menyebabkan
kedua paru kolaps.
c. Emboli paru
Klien yang berbaring dalam waktu lama berisiko tinggi memiliki sumbatan darah
di vena yang dalam / deep vein thrombosis (DVT). Apabila sumbatan terlepas dan
beredar dalam aliran darah hingga menyumbat aliran darah paru maka dapat terjadi
emboli paru.
d. Paru kaku
Penggunaan ventilasi mekanik dalam waktu lama menyebabkan paru menjadi sulit
berkembang dan terisi udara ketika bernapas tanpa menggunakan ventilasi mekanik
(Schreiber, 2018).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Chest X-ray
Chest X-ray atau foto toraks merupakan pemeriksaan utama yang dapat dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis ARDS dan juga menentukan
diagnosis penyakit paru yang lain. Pada ARDS umumnya ditemukan infiltrate
bilateral pada dada frontal.
b. Analisis Gas Darah (AGD)
AGD merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengetahui kadar PaO2/FiO2
dalam tubuh. Selain itu AGD dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya hipoksemia
pada klien ARDS.
c. Echocardiography
Echocardiography adalah prosedur penunjang yang digunakan untuk mendeteksi
penyakit kardiovaskular, seperti gagal jantung. Pada pemeriksaan ARDS
echocardiography dilakukan untuk mendeteksi asal edema.
8. Penatalaksanaan ARDS
a. Ventilasi mekanik
Klien dengan ARDS dapat diberikan ventilasi mekanik dengan lung protective
ventilation dengan low tidal-volume ventilation. Pemberian volume tidal yang rendah
dipilih untuk mengurangi efek cedera paru yang mungkin terjadi karena level plasma
proinflamasi (sitokin dan interleukin) yang dihasilkan lebih rendah. Ventilasi mekanik
dengan volume tidal yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
alveolar kapiler yang menyebabkan edema paru (Schreiber, 2018).
b. Vasodilator inhalasi
Vasodilator inhalasi diberikan untuk memberikan efek vasodilatasi pada pembuluh
darah paru untuk memperbaiki status oksigenasi tanpa memberikan efek samping
pada hemodinamik sistemik. Selain itu vasodilator dapat mengurangi tahanan vaskuler
paru, mengurangi afterload ventrikel kanan, dan meningkatkan volume sekuncup
ventrikel kanan. Beberapa vasodilator yang dapat diberikan adalah nitric oxide dan
prostacyclin (Bakhtiar & Maranatha, 2018).
c. Kortikosteroid
Pemberian steroid pada pasien ARDS masih menjadi perdebatan, namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid pada pasien yang tidak membaik
dalam 7-14 hari dapat menunjukkan status oksigenasi yang lebih baik, tingkat
mortalitas yang lebih rendah, penurunan disfungsi organ, dan ekstubasi lebih awal
(Bakhtiar & Maranatha, 2018).
d. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
ECMO adalah bentuk terapi bantuan mekanis menggunakan aliran darah
ekstrakorporeal dengan oksigenator dan pompo. ECMO dapat digunakan sebagai
pilihan lainnya ketika ventilasi mekanik tidak dapat mengatasi ARDS. ECMO
dilakukan untuk menjaga tingkat oksigenasi dalam tubuh. Perlu adanya pendekatan
multidisplin dalam melakukan pemberian ECMO pada pasien ARDS (Indriyani et al.,
2020).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny A
DENGAN ARDS
I. Identitas Pasien
Nama (inisial) : Ny. A
Usia : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Blitar
No. Reg : Tidak terkaji
Diagnosa medis : Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Tanggal MRS : 28 Juli 2020
Jam MRS : 13.00
Tanggal pengkajian : 28 Juli 2020
Jam pengkajian : 13.00
Rontgen :
- Kesuraman pada aspek paru dextra / sinistra suspek gambaran TB Paru aktif.
- Pneumonia (usul BTA)
- COR tidak membesar
USG :
Tidak dilakukan pemeriksaan USG
CT Scan :
Tidak dilakukan pemeriksaan CT Scan
BGA :
Pa CO2 : 27.1 mmHg
Pa O2 : 30.0 mmHg
Sa O2 : 40.3 mmHg
pH : 7.117 mmHg
HCO3 : 8.7 mmol/L
Lain-lain
V. Terapi :
No Nama Obat Rute Dosis
1 NE IV 0,1mcg/kgbb/i
2 Dobutamin IV 5mcg/kgbb/i
3 Ranitidine IV 1 amp / 12 jam
4 Cefataxim IV 1 gr / 12 jam
5 Aminofluid IV 1440cc/24 jam
6 Combiven Nebulizer Tiap 8 jam
VI. Tindakan Resusitasi
VII.Analisa Data
No Tanda Etiologi Problem
1. DS : - Mycobacterium Ketidakefektifan
DO : tuberculosis bersihan jalan napas
- Pada jalan napas b.d inhalasi droplet
terdapat sekret kental Inhalasi droplet d.d secret kental
produktif produktif pada jalan
- Bunyi ronchi kasar Bakteri mencapai alveolus napas
seluruh area paru (NANDA 00031)
- Kesuraman pada aspek Infeksi bakteri pada paru-
paru dextra / sinistra paru
suspek gambaran TB
paru aktif Kerusakan membrane
alveolar
Pelepasan mediator
inflamasi
Pembentukan eksudat
Obstruksi bronkial
Akumulasi sekret
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
2. DS : - Mycobacterium Hambatan
DO : tuberculosis pertukaran gas b.d
- PCO2 : 27.1 mmHg peningkatan
- PO2 : 30.0 mmHg Inhalasi droplet permeabilitas kapiler
- pH : 7.117 mmHg d.d PCO2 menurun,
- Takikardia (HR : Bakteri mencapai alveolus PO2 menurun,
130x/menit) Takikardia, pH arteri
- RR : 28x/menit Infeksi bakteri pada paru- menurun, pola napas
- Kesadaran menurun paru abnormal, kesadaran
- Pneumonia usul BTA menurun,
- Kesuraman pada aspek Kerusakan membrane pneumonia,
paru dextra / sinistra alveolar tuberculosis paru
suspek gambaran TB (NANDA 00030)
paru aktif Pelepasan mediator
- Neutrofil 81,8% inflamasi
Peningkatan permeabilitas
kapiler
Retensi natrium
Hipervolemia
VIII. Prioritas Dx Keperawatan
No Prioritas Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d inhalasi droplet d.d secret kental
produktif pada jalan napas
(NANDA 00031)
2 Hambatan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi d.d PCO2
menurun, PO2 menurun, Takikardia, pH arteri menurun, pola napas abnormal,
kesadaran menurun, pneumonia, tuberculosis paru
(NANDA 00030)
3 Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi d.d edema ekstremitas
atas dan bawah, JVP meningkat, bunyi rinchi kasar seluruh area paru
(NANDA 00026)
IX. Intervensi Keperawatan
Dx Tgl/ Tujuan Intervensi Keperawatan & Ttd
Kep Jam Rasional
1 28 Juli Setelah dilakukan tindakan diharapkan secret dan NIC : Manajemen Ventilasi Mekanik : Non
2020 bunyi ronchi pada pasien berkurang invasive (3302)
Intervensi Rasional
NOC : Status Pernapasan : Kepatenan Jalan Napas Lakukan monitor Memantau kondisi
2 28 Juli Setelah dilakukan tindakan diharapkan pertukaran gas NIC : Terapi oksigen (3320)
2020 membaik Intervensi Rasional
Monitor efektifitas Untuk mengetahui
NOC : Status Pernapasan : Pertukaran Gas (0402) terapi oksigen dan memantau
(seperti tekanan kondisi PCO2, PO2,
Indikator 1 2 3 4 5
PaO2 oksimetri dan BGA) dan pH arteri
PaCO2 Pertahankan Mempertahankan
pH arteri
kepatenan jalan dan meningkatkan
Keterangan :
napas tingkat kesadaran
1. Deviasi berat dari kisaran normal
klien
2. Deviasi yang cukuo berat dari kisaran normal
Konsultasi dengan Untuk menerapkan
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal tenaga kesehatan IPE dalam
5. Tidak ada deviai dari kisaran normal lain mengenai menangani pasien
penggunakan sehingga dapat
NOC : Status Pernapasan : Pertukaran Gas (0402) oksigen berjalan maksimal
Indikator 1 2 3 4 5
Ganggua
n
kesadara
n
Keterangan :
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
3 28 Juli Setelah dilakukan tindakan diharapkan keseimbangan NIC : Manajemen hypervolemia (4170)
2020 cairan membaik dan edema menurun Indikator Rasional
Monitor intake dan Untuk mengetahui
X. Implementasi
Tgl/
Dx Kep Implementasi Ttd
Jam
Memasang oropharyngeal untuk membuka jalan napas
Ketidakefektifa 28 Juli
Membuang sekret dengan menyedot lendir / suction
n bersihan jalan 2020 /
napas 13.00
Memberikan terapi obat NE (IV), dobutamine (IV), ranitidine (IV), cevataxim
(IV), aminofluid (IV), combiven (nebulizer)
Ketidakefektifa 28 Juli Memonitor gejala gejala yang menunjukkan peningkatan pernafasan (peningkatan
n bersihan jalan 2020 / denyut nadi dan pernapasan, peningkatan tekanan darah)
napas 13.00
Mengkonsultasikan dengan professional kesehatan lainnya dalam pemasnagan
ventilator
Ketidakefektifa 28 juli Mendokumentasikan respon klien terhadap ventilator dan perubahan ventilator
n bersihan jalan 2020 /
napas 13.30
Hambatan 28 juli Memertahankan kepatenan jalan napas
pertukaran gas 2020 /
13.00 Mengkonsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunakan oksigen
Hambatan 28 juli Memonitor efektifitas terapi oksigen (seperti tekanan oksimetri dan BGA)
pertukaran gas 2020 /
13.30
Kelebihan 28 juli Memberikan NaCL 0,9% IV
volume cairan 2020 /
13.00 Memasangkan kateter
P: Intervensi dilanjutkan
Hambatan 28 Juli S: -
pertukaran gas 2020 /
15.00 O:
- Tidak ada sianosis
- TD 127/77 mmHg
- HR 130x/menit
- pH 7.117
- PCO2 27.1
- HCO3 8.7
P: Intervensi dilanjutkan
Kelebihan 28 Juli S: -
volume cairan 2020 /
17.00 O:
- Masih terdapar edema ekstremitas atas dan
bawah
- JVP meningkat
- Masih terdapat bunyi ronchi kasar pada seluruh
area paru
P : Intervensi dilanjutkan
XIII. Discharge Planing
Format Discharge Planning (Pulang/Pindah Ruangan)
S -
Ronchi (+)
Masih terdapat sekret
RR 28x/meni
SPO2 97%
Respirasi dengan ventilator
O Tidak ada sianosis
TD 127/77 mmHg
HR 130x/menit
pH 7.117
PCO2 27.1
HCO3 8.7
A Masalah teratasi sebagian
P Melanjutkan intervensi
Memonitor gejala gejala yang menunjukkan peningkatan pernafasan
(peningkatan denyut nadi dan pernapasan, peningkatan tekanan darah)
Membuang sekret dengan menyedot lendir
Mengkonsultasikan dengan professional kesehatan lainnya dalam memilih jenis
ventilator non-invasive
Mendokumentasikan respon klien terhadap ventilator dan perubahan ventilator
I
Memertahankan kepatenan jalan napas
Mengkonsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunakan oksigen
Memonitor efektifitas terapi oksigen (seperti tekanan oksimetri dan BGA)
Monitor intake dan output
Meninggikan ekstremitas atas dan bawah
Mengkolaborasikan pemberian diuretik
E Masalah teratasi sebagian
Nama pasien Ny A (P) masuk rumah sakit pada tanggal 28 Juli 2020 jam 13.00 WIB dengan
diagnosa medis ARDS telah diberikan tindakan di atas.
Untuk itu perlu perawatan lanjutan di ICU . mulai tanggal 28 Juli 2020
Anjuran :
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Bakhtiar, A., & Maranatha, R. A. (2018). Acute Respiratory Distress Syndrome. Jurnal
Respirasi, 4(2), 51–60. https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2013.07.008
Confalonieri, M., Salton, F., & Fabiano, F. (2017). Acute respiratory distress syndrome.
European Respiratory Review, 26(144). https://doi.org/10.1183/16000617.0116-2016
Editor, G. (2016). Acute Respiratory Distress Syndrome. Indonesian Journal of Chest Critical
and Emergency Medicine, 3(3). https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2013.07.008
Fanelli, V., Vlachou, A., Ghannadian, S., Simonetti, U., Slutsky, A. S., & Zhang, H. (2013).
Acute respiratory distress syndrome: New definition, current and future therapeutic options.
Journal of Thoracic Disease, 5(3), 326–334. https://doi.org/10.3978/j.issn.2072-
1439.2013.04.05
Fatoni, A. Z., & Rakhmatullah, R. (2021). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada
Pneumonia COVID-19. Journal of Anaesthesia and Pain, 2(1), 11–24.
https://doi.org/10.21776/ub.jap.2021.002.01.02
Indriyani, E., Muhlisin, A., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2020). Penggunaan
Extracorporeal Membrane Oxygenation ( ECMO ) Pada Pasien Dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome Di Intensive Care Unit : A Literatur Review. 2019, 72–82.
Schreiber, M. L. (2018). Acute Respiratory Distress Syndrome. MEDSURG Nursing, 27(1), 57–
63.
Sehgal, I. S., Dhooria, S., Behera, D., & Agarwal, R. (2016). Acute Respiratory Distress
Syndrome: Pulmonary and Extrapulmonary Not So Similar. Indian Journal of Critical Care
Medicine, 20(3), 194–197. https://doi.org/10.4103/0972-5229.178188