Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTIK KEPERAWATAN POPULASI KHUSUS (PKPK)

DEPARTEMEN GAWAT DARURAT

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS

Disusun Oleh :

Agina Amalia Putri / 175070201111025

Kelompok 6 Reguler 1 PSIK 2017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

1. Definisi ARDS
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau sindrom gawat pernapasan akut
merupakan salah satu masalah yang sering di jumpai di ICU (Fatoni & Rakhmatullah,
2021). ARDS adalah kelainan yang bersifat progresif dan bermanifestasi klinis awal
sebagai sesak napas (dispneu dan takipneu) yang kemudian secara cepat berubah menjadi
gagal napas (Bakhtiar & Maranatha, 2018). ARDS merupakan sebuah sindrom dari
kumpulan observasi klinis dan fisiologis yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor
risiko yang memicu terjadinya kondisi gagal napas akut (Fanelli et al., 2013).
Seiring dengan perkembangan penelitian yang dilakukan, dalam mendifisinikan
ARDS juga dapat dilihat berdasarkan onset, oksigenasi, asal edema, dan foto thorak. Ada
beberapa definisi ARDS terkemuka, yaitu :

American-european Berlin (2012) Modifikasi Kigali


consensus conference
(AECC) (1994)

Onset Onset akut Onset 1 minggu dari Onset 1 minggu dari


pencetus klinis yang pencetus klinis yang
diketahui atau gejala diketahui atau gejala
pernapasan baru pernapasan baru
atau terjadi atau terjadi
perburukan gejala perburukan gejala
Oksigenasi 1 PaO2/FiO2 ≤ 200 1 Ringan : 1 PaO2/FiO2 ≤
mmHg PaO2/FiO2 > 315 mmHg
2 PaO2/FiO2 ≤ 300 200 mmHg ≤
mmHg dikatakan 300 mmHg
acute lung injury 2 Sedang :
PaO2/FiO2 >
100 mmHg ≤
200 mmHg
3 Berat :
PaO2/FiO2 ≤
100 mmHg

Kebutuhan Tidak ada kebutuhan Ventilasi mekanik Tidak ada


PEEP PEEP invasif dengan kebutuhan PEEP
PEEP minimal 5
cmH2 atau lebih)
Foto thorak Infiltrate bilateral terlihat Opasitas bilateral Opasitas bilateral
di radiograf dada frontal yang tidak dapat yang tidak dapat
dijelaskan dengan dijelaskan dengan
kolaps lobus / paru, kolaps lobus/paru,
efusi, atau nodul efusi atau nodul
pada radiografi dada pada chest
atau Computed radiography
Tomography
Asal edema Pulmonary artery wedge Gagal napas yang Gagal napas yang
pressure <18 mmHg tidak bisa dijelaskan tidak bisa dijelaskan
terukur atau tanpa tanda- dengan kejadian dengan kejadian
tanda hipertensi atrium gagal jantung atau gagal jantung atau
kiri kelebihan cairan. kelebihan cairan.
Membutuhkan Membutuhkan
penilaian penilaian
menggunakan menggunakan
echocardiograpy echocardiograpy
bila tidak ada faktor bila tidak ada faktor
risiko risiko

2. Etiologi ARDS
Etiologi ARDS terbagi menjadi dua, yaitu :
a. ARDS pulmonal : Terdapat injuri pada epitel alveoli
b. ARDS extrapulmonal : Terdapat masalah di endotelium kapiler (Sehgal et al., 2016)
3. Faktor Risiko ARDS
Beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya ARDS (Fanelli et al., 2013),
yaitu : (Fanelli et al., 2013)
a. Infeksi paru
Infeksi paru dapat terjadi akibat bakteri atau jamur, seperti Mycoplasma
pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Influenza virus
b. Faktor risiko langsung
Kondisi yang dapat menjadi faktor risiko langsung diantaranya, pneumonia,
trauma inhalasi, aspirasi cairan lambung, vasculitis paru, kontusio paru, trauma
inhalasi, dan tenggelam
c. Faktor risiko tidak langsung
Kondisi yang dapat menjadi faktor risiko tidak langsung diantaranya, sepsis non
pulmonal (pada peritonium, saluran kemih, dan kulit), trauma mayor (trauma kepala),
pankreatitis, luka bakar berat, syok non kardiogenik, overdosis obat, dan Transfusion-
associated Acute Lung Injuri (TRALI) (tranfusi Fresh Frozen Plasma (FFP), sel darah
merah, atau trombosit).
d. Edema paru nonkardiogenik
Edema paru nonkardiogenik diantaranya dapat disebabkan oleh High-altitude
Pulmonary Edema (HAPE) dan Neurogenic Pulmonary Edema (NPE). HAPE adalah
penumpukan cairan di paru-paru yang menyebabkan gangguan fungsi organ . NPE
merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan edema paru onset akut akibat
kerusakan berat pada sistem saraf pusat (Fanelli et al., 2013).
e. Defisiensi vitamin D
Kekurangan vit D mempengaruhi imun tubuh yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya pneumoni dan sepsis. Kekurangan vit D ikut berperan dalam mekanisme
patofisiologi dalam permeabilitas alveolar dan respon inflamasi (Confalonieri et al.,
2017).

4. Tanda dan Gejala ARDS


Tanda dan gejala ARDS yang ditimbulkan dapat bervariasi, berdasarkan penyakit
predisposisi, derajat injuri paru, dan disfungsi organ lain selain paru-paru. Gejala umum
yang ditimbulkan seperti sesak napas, peningkatan usaha untuk menarik napas,
hipoksemia, apnea, penggunaan otot bantu napas, dan terdapat edema pulmonal pada
infiltrat bilateral pada foto toraks (Editor, 2016).

5. Patofisiologi ARDS
Terjadinya ARDS dapat terbagi kedalam 3 fase, yaitu :
a. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase awal terjadinya kerusakan pada lapisan alveolar
yaitu lapisan hialin. Pada fase ini terdapat temuan patologis atau bisa disebut diffuse
alveolar damage. Jejas pada paru diduga menyebabkan terjadinya proliferasi mediator
inflamasi. Sehingga terdapat peningkatan jumlah neutrofil dan makrofag untuk
mengatasi inflamasi yang terjadi.
b. Fase proliferative
Masuk ke fase proliferative, neutrofil akan melepaskan protease, sitokin, dan
reactive oxygen spesies (ROS) untuk permeabilitas vaskuler yang patologis dan
nekrosis sel alveolar tipe I dan II. Kondisi pelepasan enzim-enzim ini menyebabkan
paru mengalami edema dan pertukaran gas menjadi sulit terjadi, namun terjadi
pembentukan membran hialin. Gagal napas dan destruksi jaringan paru dapat terjadi
akibat pelepasan enzim-enzim tersebut.
c. Fase fibropoliferatif
Selanjutnya sitokin anti inflamasi yang dikeluarkan akan mengnonaktifkan
neutrofil agar terjadi apoptosis dan fagositosis. Lalu sel alveolar tipe II akan
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel alveolar tipe I untuk memperbaiki
integritas pelapis epitel dan membuat gradien osmotik sehingga cairan dari alveoli
akan keluar ke sistem limfatik paru dan mikrosirkulasi. Secara simultan sel alveolar
dan makrofag akan menghilangkan bahan protein sehingga paru akan pulih (Bakhtiar
& Maranatha, 2018).

6. Komplikasi ARDS
a. Infeksi
Penggunaan ventilasi mekanik oleh klien dalam waktu lama dapat menjadi risiko
terjadinya infeksi pada klien . Infeksi yang terjadi dapat memicu terjadinya
pneumonia dan infeksi paru
b. Pneumothoraks
Penggunaan ventilasi mekanik dalam waktu lama menjadi faktor risiko udara
maupun gas menjadi berkumpul di dalam rongga antara paru-paru yang menyebabkan
kedua paru kolaps.
c. Emboli paru
Klien yang berbaring dalam waktu lama berisiko tinggi memiliki sumbatan darah
di vena yang dalam / deep vein thrombosis (DVT). Apabila sumbatan terlepas dan
beredar dalam aliran darah hingga menyumbat aliran darah paru maka dapat terjadi
emboli paru.
d. Paru kaku
Penggunaan ventilasi mekanik dalam waktu lama menyebabkan paru menjadi sulit
berkembang dan terisi udara ketika bernapas tanpa menggunakan ventilasi mekanik
(Schreiber, 2018).

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Chest X-ray
Chest X-ray atau foto toraks merupakan pemeriksaan utama yang dapat dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis ARDS dan juga menentukan
diagnosis penyakit paru yang lain. Pada ARDS umumnya ditemukan infiltrate
bilateral pada dada frontal.
b. Analisis Gas Darah (AGD)
AGD merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengetahui kadar PaO2/FiO2
dalam tubuh. Selain itu AGD dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya hipoksemia
pada klien ARDS.
c. Echocardiography
Echocardiography adalah prosedur penunjang yang digunakan untuk mendeteksi
penyakit kardiovaskular, seperti gagal jantung. Pada pemeriksaan ARDS
echocardiography dilakukan untuk mendeteksi asal edema.

8. Penatalaksanaan ARDS
a. Ventilasi mekanik
Klien dengan ARDS dapat diberikan ventilasi mekanik dengan lung protective
ventilation dengan low tidal-volume ventilation. Pemberian volume tidal yang rendah
dipilih untuk mengurangi efek cedera paru yang mungkin terjadi karena level plasma
proinflamasi (sitokin dan interleukin) yang dihasilkan lebih rendah. Ventilasi mekanik
dengan volume tidal yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
alveolar kapiler yang menyebabkan edema paru (Schreiber, 2018).
b. Vasodilator inhalasi
Vasodilator inhalasi diberikan untuk memberikan efek vasodilatasi pada pembuluh
darah paru untuk memperbaiki status oksigenasi tanpa memberikan efek samping
pada hemodinamik sistemik. Selain itu vasodilator dapat mengurangi tahanan vaskuler
paru, mengurangi afterload ventrikel kanan, dan meningkatkan volume sekuncup
ventrikel kanan. Beberapa vasodilator yang dapat diberikan adalah nitric oxide dan
prostacyclin (Bakhtiar & Maranatha, 2018).
c. Kortikosteroid
Pemberian steroid pada pasien ARDS masih menjadi perdebatan, namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid pada pasien yang tidak membaik
dalam 7-14 hari dapat menunjukkan status oksigenasi yang lebih baik, tingkat
mortalitas yang lebih rendah, penurunan disfungsi organ, dan ekstubasi lebih awal
(Bakhtiar & Maranatha, 2018).
d. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
ECMO adalah bentuk terapi bantuan mekanis menggunakan aliran darah
ekstrakorporeal dengan oksigenator dan pompo. ECMO dapat digunakan sebagai
pilihan lainnya ketika ventilasi mekanik tidak dapat mengatasi ARDS. ECMO
dilakukan untuk menjaga tingkat oksigenasi dalam tubuh. Perlu adanya pendekatan
multidisplin dalam melakukan pemberian ECMO pada pasien ARDS (Indriyani et al.,
2020).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny A
DENGAN ARDS

I. Identitas Pasien
Nama (inisial) : Ny. A
Usia : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Blitar
No. Reg : Tidak terkaji
Diagnosa medis : Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Tanggal MRS : 28 Juli 2020
Jam MRS : 13.00
Tanggal pengkajian : 28 Juli 2020
Jam pengkajian : 13.00

II. Data Subyektif


 Keluhan utama :
Klien hilang kesadaran
 Provocative
Klien mengeluh nyeri perut, nyeri dada, muntah muntah kurang lebih 10 kali, dan
tidak nafsu makan
 Quality
Tidak terkaji
 Regio/Radiation
Tidak terkaji
 Severe-severity
Nyeri dada hingga perut
 Skala
Tidak dilakukan pengukuran skala nyeri
 Time
Tidak dilakukan pengukuran durasi nyeri
 Riwayat penyakit sekarang
Klien hilang kesadaran. Dengan keluhan sebelumnya nyeri pada perut, dada, muntah
muntah kurang lebih 10 kali, dan tidak nafsu makan

 Riwayat penyakit dahulu


Pasien menderita DM dan gagal ginjal sejak 5 tahun terakhir

III. Data Obyektif


 Airway
Jalan nafas terdapat secret kental produktif, ada reflek batuk bila dilakukan isap
lendir
 Breathing
RR : 28x/menit
 Circulation
TD : 127/77 mmHg, HR : 130x/mnt, MAP : 94, suhu 36,5֯C, edema ekstremitas atas
dan bawah
 Disability
Hilang kesadaran
GCS respon membuka mata 2, motorik 4, verbal 2
Pupil isokor 2mm
 Exposure - Environment
Nyeri dada dan nyeri perut
HR : 130x/menit  takikardi
 Full Vital Signs - Five intervention – Family presence
TD : 127/77 mmHg
HR : 130x/mnt
MAP : 94
Suhu 36,5֯C
RR : 28x/menit
 Give Comfort measures
Tidak dilakukan
 History - Head to Toe examination
 Keadaan Umum
Klien hilang kesadaran dengan GCS 242
 Kepala dan Wajah
- Kepala
Mesofeal, tidak ada hematom / luka pada kepala
- Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2 mm, tidak ada
hematom kelopak mata
- Telinga
Tampak bersih, tidak ada discharge
- Hidung
Terpasang NGT, ada lendir kental saat dilakukan isap lender
- Mulut
Tampak bersih, tidak ada discharge
- Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, JVP meningkat
 Dada
Inspeksi : iktus cordis tak tampak, Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC 5, 2 cm
LMCS, Perkusi : Suara pekak, konfigurasi dalam batas normal, Auskultasi :
Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-), murmur (-).
 Paru
Inspeksi : Pengembangan paru simetris kanan dan kiri, Palpasi : Sterm fremitus
kanan dan kiri sama, Perkusi : Sonor seluruh lapang pandang paru, Auskultasi :
Ronchi terdengar seluruh lapang paru,
 Perut dan Pinggang
Inspeksi : Datar, Auskultasi : Bising usus normal, 15 x/menit, Perkusi : Timpani,
Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien
 Pelvis dan Perineum
Tidak terkaji
 Ekstremitas
Atas
Edema
Bawah
Edema
 Inspect posterior surface
Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. Pemeriksaan Penunjang


 Lab darah :
Hemoglobin : 15.4 g/dl
Leukosit : 17.200/cmm
Hematrokit : 45.6 g/dl
Eritrosit : 5.51jt/cmm
Trombosit : 256.000/mm3
Immunologi
Hbs Ag : negatif
Index eritrosit
MCV : 83.0 fl
MCH : 28.0 pq
MCHC : 33.8 g/dl
Eosinophil : 1.0%
Basophil : 2.3%
Neutrofil : 81.8%
Limfosit : 7.2%
Monosit : 77%
 Lab urin :
GDS : 859 mg/dl
Ureum : 62 mg/dl
Creatinine : 1.9 mg/dl
SGOT : 18 u/l
SGPT : 20 u/l
 ECG :
Tidak terkaji

 Rontgen :
- Kesuraman pada aspek paru dextra / sinistra suspek gambaran TB Paru aktif.
- Pneumonia (usul BTA)
- COR tidak membesar

 USG :
Tidak dilakukan pemeriksaan USG

 CT Scan :
Tidak dilakukan pemeriksaan CT Scan

 BGA :
 Pa CO2 : 27.1 mmHg
 Pa O2 : 30.0 mmHg
 Sa O2 : 40.3 mmHg
 pH : 7.117 mmHg
 HCO3 : 8.7 mmol/L
 Lain-lain

V. Terapi :
No Nama Obat Rute Dosis
1 NE IV 0,1mcg/kgbb/i
2 Dobutamin IV 5mcg/kgbb/i
3 Ranitidine IV 1 amp / 12 jam
4 Cefataxim IV 1 gr / 12 jam
5 Aminofluid IV 1440cc/24 jam
6 Combiven Nebulizer Tiap 8 jam
VI. Tindakan Resusitasi

No Tgl/Jam Tindakan Resusitasi Keterangan


28 Juli
Jalan napas terbuka namun
1. 2020/13.0 Cek jalan napas
terdapat banyak sekret
0
28 Juli
Menjaga jalan napas tetap
2. 2020/13.0 Pemasangan oropharyngeal
terbuka
0
28 Juli
Menghilangkan sekret yang ada
3. 2020/13.0 Suction sekret
di jalan napas
0
28 Juli
Pemasangan IV line dan terapi Untuk menjaga keseimbangan
4. 2020/13.0
obat cairan dalam tubuh
0
28 Juli
Pemasangan ET no 7.5 dengan Untuk mempertahankan
5. 2020/13.0
ventilator kepatenan jalan napas
0

VII.Analisa Data
No Tanda Etiologi Problem
1. DS : - Mycobacterium Ketidakefektifan
DO : tuberculosis bersihan jalan napas
- Pada jalan napas b.d inhalasi droplet
terdapat sekret kental Inhalasi droplet d.d secret kental
produktif produktif pada jalan
- Bunyi ronchi kasar Bakteri mencapai alveolus napas
seluruh area paru (NANDA 00031)
- Kesuraman pada aspek Infeksi bakteri pada paru-
paru dextra / sinistra paru
suspek gambaran TB
paru aktif Kerusakan membrane
alveolar
Pelepasan mediator
inflamasi

Pembentukan eksudat

Obstruksi bronkial

Akumulasi sekret

Ketidakefektifan bersihan
jalan napas

2. DS : - Mycobacterium Hambatan
DO : tuberculosis pertukaran gas b.d
- PCO2 : 27.1 mmHg peningkatan
- PO2 : 30.0 mmHg Inhalasi droplet permeabilitas kapiler
- pH : 7.117 mmHg d.d PCO2 menurun,
- Takikardia (HR : Bakteri mencapai alveolus PO2 menurun,
130x/menit) Takikardia, pH arteri
- RR : 28x/menit Infeksi bakteri pada paru- menurun, pola napas
- Kesadaran menurun paru abnormal, kesadaran
- Pneumonia usul BTA menurun,
- Kesuraman pada aspek Kerusakan membrane pneumonia,
paru dextra / sinistra alveolar tuberculosis paru
suspek gambaran TB (NANDA 00030)
paru aktif Pelepasan mediator
- Neutrofil 81,8% inflamasi

Peningkatan permeabilitas
kapiler

Hambatan pertukaran gas


3. DS : - Riwayat gagal ginjal 5 Kelebihan volume
DO : tahun lalu cairan b.d gangguan
- Bunyi ronchi kasar mekanisme regulasi
seluruh area paru Terdapat peningkatan kadar d.d edema
- Edema ekstremitas atas kreatinin dan ureum ekstremitas atas dan
dan bawah bawah, JVP
- Tekanan vena jugularis Terdapat penurunan jumlah meningkat, bunyi
(JVP) meningkat nefron sehingga rinchi kasar seluruh
menyebabkan penurunan area paru
laju glomerulus dalam (NANDA 00026)
mengekskresikan cairan

Retensi natrium

Hipervolemia
VIII. Prioritas Dx Keperawatan
No Prioritas Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d inhalasi droplet d.d secret kental
produktif pada jalan napas
(NANDA 00031)
2 Hambatan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi d.d PCO2
menurun, PO2 menurun, Takikardia, pH arteri menurun, pola napas abnormal,
kesadaran menurun, pneumonia, tuberculosis paru
(NANDA 00030)
3 Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi d.d edema ekstremitas
atas dan bawah, JVP meningkat, bunyi rinchi kasar seluruh area paru
(NANDA 00026)
IX. Intervensi Keperawatan
Dx Tgl/ Tujuan Intervensi Keperawatan & Ttd
Kep Jam Rasional
1 28 Juli Setelah dilakukan tindakan diharapkan secret dan NIC : Manajemen Ventilasi Mekanik : Non
2020 bunyi ronchi pada pasien berkurang invasive (3302)
Intervensi Rasional
NOC : Status Pernapasan : Kepatenan Jalan Napas Lakukan monitor Memantau kondisi

(0410) gejala gejala yang frekuensi


menunjukkan pernafasan klien
Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi peningkatan agar tidak semakin
pernafasa pernafasan buruk
n (peningkatan denyut
Kemamp
nadi dan
uan untuk
pernapasan,
mengelua
peningkatan tekanan
rkan
darah)
sekret Dokumentasikan Mengetahui respon
Keterangan :
respon klien klien selama
1. Deviasi berat dari kisaran normal
terhadap ventilator penggunaan
2. Deviasi yang cukuo berat dari kisaran normal
dan perubahan ventilator
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
ventilator
4. Deviasi ringan dari kisaran normal Konsultasikan Untuk menerapkan
5. Tidak ada deviai dari kisaran normal dengan professional IPE dan agar
kesehatan lainnya pemasangan
NOC : Status Pernapasan : Kepatenan Jalan Napas dalam memilih jenis ventilator berjalan
(0410) ventilator non- maksimal
Indikator 1 2 3 4 5 invasive
Akumula
si sputum NIC : Manajemen Jalan Nafas (3140)
Keterangan :
Intervensi Rasional
1. Sangat berat Buang sekret Mengurangi jumlah
2. Berat dengan menyedot sekret pada klien
3. Cukup lendir
4. Ringan
5. Tidak ada

2 28 Juli Setelah dilakukan tindakan diharapkan pertukaran gas NIC : Terapi oksigen (3320)
2020 membaik Intervensi Rasional
Monitor efektifitas Untuk mengetahui

NOC : Status Pernapasan : Pertukaran Gas (0402) terapi oksigen dan memantau
(seperti tekanan kondisi PCO2, PO2,
Indikator 1 2 3 4 5
PaO2 oksimetri dan BGA) dan pH arteri
PaCO2 Pertahankan Mempertahankan
pH arteri
kepatenan jalan dan meningkatkan
Keterangan :
napas tingkat kesadaran
1. Deviasi berat dari kisaran normal
klien
2. Deviasi yang cukuo berat dari kisaran normal
Konsultasi dengan Untuk menerapkan
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal tenaga kesehatan IPE dalam
5. Tidak ada deviai dari kisaran normal lain mengenai menangani pasien
penggunakan sehingga dapat
NOC : Status Pernapasan : Pertukaran Gas (0402) oksigen berjalan maksimal
Indikator 1 2 3 4 5
Ganggua
n
kesadara
n
Keterangan :
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada

3 28 Juli Setelah dilakukan tindakan diharapkan keseimbangan NIC : Manajemen hypervolemia (4170)
2020 cairan membaik dan edema menurun Indikator Rasional
Monitor intake dan Untuk mengetahui

NOC : Keseimbangan Cairan (0601) output intake dan output


klien
Indikator 1 2 3 4 5
Tinggikan Untuk mengurangi
Edema
ekstremitas atas dan edema pada
perifer
Keterangan : bawah ekstremitas atas dan
1. Sangat terganggu ekstremitas bawah
2. Banyak terganggu pada klien
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu NIC : Manajemen cairan (4120)

5. Tidak terganggu Indikator Rasional


Kolaborasi Untuk menerapkan
pemberian diuretik IPE dalam
menangani pasien
sehingga dapat
berjalan maksimal

X. Implementasi
Tgl/
Dx Kep Implementasi Ttd
Jam
Memasang oropharyngeal untuk membuka jalan napas

Ketidakefektifa 28 Juli
Membuang sekret dengan menyedot lendir / suction
n bersihan jalan 2020 /
napas 13.00
Memberikan terapi obat NE (IV), dobutamine (IV), ranitidine (IV), cevataxim
(IV), aminofluid (IV), combiven (nebulizer)
Ketidakefektifa 28 Juli Memonitor gejala gejala yang menunjukkan peningkatan pernafasan (peningkatan
n bersihan jalan 2020 / denyut nadi dan pernapasan, peningkatan tekanan darah)
napas 13.00
Mengkonsultasikan dengan professional kesehatan lainnya dalam pemasnagan
ventilator
Ketidakefektifa 28 juli Mendokumentasikan respon klien terhadap ventilator dan perubahan ventilator
n bersihan jalan 2020 /
napas 13.30
Hambatan 28 juli Memertahankan kepatenan jalan napas
pertukaran gas 2020 /
13.00 Mengkonsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunakan oksigen
Hambatan 28 juli Memonitor efektifitas terapi oksigen (seperti tekanan oksimetri dan BGA)
pertukaran gas 2020 /
13.30
Kelebihan 28 juli Memberikan NaCL 0,9% IV
volume cairan 2020 /
13.00 Memasangkan kateter

Monitor intake dan output

Meninggikan ekstremitas atas dan bawah

Mengkolaborasikan pemberian diuretik


XI. Lembar Observasi (khusus Px P1)
Input Output
No. Tgl Jam TD Nadi RR S GCS SaO2 Keterangan
Cairan Urin
1. 28 Juli 2020 15.00 127/77 130x/ 28x/m 36,5֯C 242 97% - -
mmHg menit enit
XII.Evaluasi Akhir
Tgl/
Dx Kep Evaluasi Ttd
Jam
Ketidakefektifa 28 Juli S: -
n bersihan jalan 2020 /
napas 15.00 O:
- Masih terdapat sekret
- Ronchi (+)

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Hambatan 28 Juli S: -
pertukaran gas 2020 /
15.00 O:
- Tidak ada sianosis
- TD 127/77 mmHg
- HR 130x/menit
- pH 7.117
- PCO2 27.1
- HCO3 8.7

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Kelebihan 28 Juli S: -
volume cairan 2020 /
17.00 O:
- Masih terdapar edema ekstremitas atas dan
bawah
- JVP meningkat
- Masih terdapat bunyi ronchi kasar pada seluruh
area paru

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
XIII. Discharge Planing
Format Discharge Planning (Pulang/Pindah Ruangan)

S -
 Ronchi (+)
 Masih terdapat sekret
 RR 28x/meni
 SPO2 97%
 Respirasi dengan ventilator
O  Tidak ada sianosis
 TD 127/77 mmHg
 HR 130x/menit
 pH 7.117
 PCO2 27.1
 HCO3 8.7
A  Masalah teratasi sebagian

P  Melanjutkan intervensi
 Memonitor gejala gejala yang menunjukkan peningkatan pernafasan
(peningkatan denyut nadi dan pernapasan, peningkatan tekanan darah)
 Membuang sekret dengan menyedot lendir
 Mengkonsultasikan dengan professional kesehatan lainnya dalam memilih jenis
ventilator non-invasive
 Mendokumentasikan respon klien terhadap ventilator dan perubahan ventilator
I
 Memertahankan kepatenan jalan napas
 Mengkonsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunakan oksigen
 Memonitor efektifitas terapi oksigen (seperti tekanan oksimetri dan BGA)
 Monitor intake dan output
 Meninggikan ekstremitas atas dan bawah
 Mengkolaborasikan pemberian diuretik
E Masalah teratasi sebagian

Nama pasien Ny A (P) masuk rumah sakit pada tanggal 28 Juli 2020 jam 13.00 WIB dengan
diagnosa medis ARDS telah diberikan tindakan di atas.
Untuk itu perlu perawatan lanjutan di ICU . mulai tanggal 28 Juli 2020

Terapi obat yang diberikan.:


No Nama Obat Rute Dosis
1 NE IV 0,1mcg/kgbb/i
2 Dobutamin IV 5mcg/kgbb/i
3 Ranitidine IV 1 amp / 12 jam
4 Cefataxim IV 1 gr / 12 jam
5 Aminofluid IV 1440cc/24 jam
6 Combiven Nebulizer Tiap 8 jam

Anjuran :
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Malang, 28 Juli 2020

(Agina Amalia Putri, S.Kep)


DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, A., & Maranatha, R. A. (2018). Acute Respiratory Distress Syndrome. Jurnal
Respirasi, 4(2), 51–60. https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2013.07.008

Confalonieri, M., Salton, F., & Fabiano, F. (2017). Acute respiratory distress syndrome.
European Respiratory Review, 26(144). https://doi.org/10.1183/16000617.0116-2016

Editor, G. (2016). Acute Respiratory Distress Syndrome. Indonesian Journal of Chest Critical
and Emergency Medicine, 3(3). https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2013.07.008

Fanelli, V., Vlachou, A., Ghannadian, S., Simonetti, U., Slutsky, A. S., & Zhang, H. (2013).
Acute respiratory distress syndrome: New definition, current and future therapeutic options.
Journal of Thoracic Disease, 5(3), 326–334. https://doi.org/10.3978/j.issn.2072-
1439.2013.04.05

Fatoni, A. Z., & Rakhmatullah, R. (2021). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada
Pneumonia COVID-19. Journal of Anaesthesia and Pain, 2(1), 11–24.
https://doi.org/10.21776/ub.jap.2021.002.01.02

Indriyani, E., Muhlisin, A., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2020). Penggunaan
Extracorporeal Membrane Oxygenation ( ECMO ) Pada Pasien Dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome Di Intensive Care Unit : A Literatur Review. 2019, 72–82.

Schreiber, M. L. (2018). Acute Respiratory Distress Syndrome. MEDSURG Nursing, 27(1), 57–
63.

Sehgal, I. S., Dhooria, S., Behera, D., & Agarwal, R. (2016). Acute Respiratory Distress
Syndrome: Pulmonary and Extrapulmonary Not So Similar. Indian Journal of Critical Care
Medicine, 20(3), 194–197. https://doi.org/10.4103/0972-5229.178188

Anda mungkin juga menyukai