Bab Ii
Bab Ii
Bab Ii
LANDASAN TEORITIS
A. Jaminan
1. Pengertian jaminan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, jaminan berasal dari kata jamin yang
artinya adalah menanggung. Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima
(borg) atau garansi atau janji seseorang untuk menanggung utang atau kewajiban
atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur
terhadap barang-barangnya2
Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang
yang timbul dari suatu perikatan hukum3. Pengertian ini senada dengan pengertian
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 2013), h. 348
2
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada) ,ed I cet1, h. 21
3
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22
6
7
memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan4.
Menurut M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan
Pengertian lain tentang jaminan adalah : Suatu perikatan antara kreditur dengan
diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak
penerima dana (debitur) kepada orang yang mengucurkan dana (kreditur) yang dapat
dijadikan keyakinan oleh kreditur pada saat dalam masa perjanjian pembiayaan, dan
4
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22
5
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22
6
Gatot Supramono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta,
Djambatan, 2013) h. 75
7
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek HukumPemberian Kredit Perbankan di Indonesia,
(Bandung, Citra Aditya Bakti, 2015) h.175
8
dapat digunakan sebagai salah satu penyelesaian pembiayaan apabila suatu saat
positif tentang jaminan terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok8. Perjanjian pokok dari
Jaminan materiil adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu
8
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 30
9
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok hokum
Jaminan dan Jaminan Perseorangan, (Yogyakarta, Liberty Offset Yogyakarta, 2001), cet 2, h. 47
9
perjanjian garansi.
Ja
minan dalam hukum Islam dikenal dengan Adh-Dhamân. Perkataan
“dhamân” itu keluar dari masdar dhimmu yang berarti menghendaki untuk
ditanggung. Dhamân menurut pengertian etimologis atau lughat ialah menjamin atau
menyanggupi apa yang ada dalam tanggungan orang lain. Yang semakna dengan
dhamân adalah kata kafalah. Dalam kamus istilah fiqih disebutkan pengertian
dhamaan adalah jaminan utang atau dalam hal lain menghadirkan seseorang atau
.
barang jaminan 10
Menurut
M. Hasan Ali, Dhamân adalah menjamin (menanggung) untuk
membayar hutang, menggadaikan barang atau menghadirkan orang pada tempat yang
10
M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2002), cet 3, h. 59
11
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta,PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), Ed I cet 2, h.259
10
dhamân ialah menyanggupi hak yang telah tetap atau bakal tetap atas orang lain
beserta hak tersebut masih tetap pada orang yang dijamin atau menyanggupi untuk
gunaan harta benda, tanggungan dalam masalah diyat (denda), jaminan terhadap
kekayaan, terhadap jiwa dan jaminan terhadap beberapa perserikatan sudah menjadi
kebiasaan masyarakat13
Dhaman
a. (yang menjamin) disyaratkan ahli mengendalikan hartanya
(baligh berakal)
Madhmun
b. 'anhu (orang yang dijamin) disyaratkan terlepas dari hutang
Madhmunlah
c. (penerima jaminan) disyaratkan dikenal betul-betul oleh
yang menjamin
Mal madhmun
d. (harta yang dijamin) disyaratkan banyaknya dan tetap
12
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, ( Semarang, CV. Asy-Syifa, 1994)
h 276
13
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, h. 260
14
Ibnu Mas'ud dan Zainal Abidin S, Fiqih Mazhab Syafi'I Edisi Lengkap Muamalat
Munakahat, Jinayat, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2000. Cet 1, h. 107
11
Sighat
e. (ijab kabul) disyaratkan dengan lafal yang menunjukkan jaminan
Al-Hadis
a)
c) Kaidah Fiqih
15
Ibid. h 123
16
Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Suatu Pengantar), h.71
17
Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Suatu Pengantar), h. 125
12
Artinya :
"Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
13
Fungsi Jaminan
B.
dapat diperkecil18
yang telah disetujui agar debitor dan pihak ketiga yang ikut menjamin
kredit.
janji, yaitu untuk pengembalian dana yang telah dikeluarkan oleh debitor
C. Mudhârabah
18
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003), cet 2, h. 286
19
Usman, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, h. 286
14
yang artinya pergi. Tentang ma'na ini Allah telah berfirman dalam Q. S. Al-
Muzammil 73 /2020
20
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan terjemahanny, (surabaya: Pustaka Agung Setia,
2011) h.321
15
Mudharib berarti orang yang berjalan dimuka bumi untuk mencari atau
kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya
dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjiannya, sedang kerugian ditanggung oleh
pemilik modal22
syara’ ialah akad perjanjian mewakilkan dari pihak pemilik modal kepada lainnya
untuk meniagakannya secara khusus pada emas dan perak yang telah dicetak
21
Wahbah Zuhaili, Kapita Selekta Al-fiqhu Al-islam wa Adillatuhu, h. 3/ 40
22
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h. 66
23
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV h. 67
24
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV , h.73
16
modal tertentu dari hartanya kepada orang yang meniagakannya dengan imbalan
mudharabah atau qiradh adalah suatu perjanjian kerjasama yang dikehendaki agar
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat kelalaian si
a) Al-Qur'an
25
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h. 80
26
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV , h. 84
27
Muhammad Syafi,i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan (Jakarta,
Tazkia Institute, 1999), h. 171
17
b) Al-Hadi
Artinya :
Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Tiga hal
yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh,
muqaradah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual".
karena telah membukakan jalan bagi orang yang hidupnya kekurangan untuk
berusaha secara halal sehingga ia dapat dengan cara lebih baik dan sesuai
c) Ijma
harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorangpun mengingkari
d) Qiyas
28
Al-Hafidzi Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yazid Al-Qozwilni Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah Juz III dalam Kitab Tijarah, (Libanon, Darul Ihya Al-Turats, 1975), h. 768
29
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Mazhab Syafi’I Edisi Lengkap Muamalat,
Munakahat, Jinayat, (Bandung, CV. Pustaka Setia), 2000, cet 1, h.130
18
Menurut istilah ushul fiqh, seperti dikemukakan oleh Wahbah Azh- Zhuhaili
48
Rukun Mudhârabah adalah :
1) Modal (mâl)
2) Kerja
3) Keuntungan
c) Sighat
1) Serah (ijab)
30
Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Suatu Pengantar), h. 130
31
Wahbah Zuhaili, Kapita Selekta Al-fiqhu Al-islam wa Adillatuhu, h. 5/ 40
19
2) Terima (qobul)
Syarat mudharabah :
yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil, karena
pada satu posisi orang yang akan mengelola modal adalah wakil dari
32
Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000) cet 1, h. 178
20
seperti ini batal dan kerugian ditanggung sendiri oleh pemilik modal.
c) Sighat
ii. Antara ijab dan qobul harus selaras baik dalam modal, kerja, maupun
penentuan nisbah
3. Macam-Macam Mudharabah
a) Mudharabah Muthlaqah
luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan
33
Nasroen, Fiqh Muamalah, h. 178
34
Muhammad Syafi'I Antonio, Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cendekiawan, h.173
21
b) Mudharabah Muqayyadah
menarik modalnya.
b) Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Jika pemilik modal yang
wafat, menurut Jumhur Ulama, akad itu batal, karena akad mudharabah
berakad meninggal dunia, akadnya tidak batal, tetapi dilanjutkan oleh ahli
35
Nasroen, Fiqh Muamalah, h. 180
22
Seperti gila. Karena orang gila tidak cakap lagi bertindak hukum.
d) Jika pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam) menurut Imam
oleh pemilik modal sehingga tidak ada lagi yang boleh dikelola oleh
pekerja.
itu salah satu pihak mengingkari atau tutup usia, atau karena tidak cakap
dimiliki oleh pemilik harta dan jika terdapat kerugian ditanggung oleh
pelaksana.
36
Wahbah Zuhaili, Kapita Selekta Al-fiqhu Al-islam wa Adillatuhu, h. 14/ 40