Bab Ii

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORITIS

TENTANG JAMINAN DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH

A. Jaminan

1. Pengertian jaminan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, jaminan berasal dari kata jamin yang

artinya adalah menanggung. Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima

(borg) atau garansi atau janji seseorang untuk menanggung utang atau kewajiban

tersebut tidak terpenuhi1

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid

atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

menjamin dipenuhinya tagihannya di samping pertanggung-jawaban umum debitur

terhadap barang-barangnya2

Di dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan

di Yogyakarta dari tanggal 20 s.d 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan,

Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang

yang timbul dari suatu perikatan hukum3. Pengertian ini senada dengan pengertian

jaminan menurut Hartono Hadisoeprapto bahwa jaminan adalah sesuatu yang

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 2013), h. 348

2
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada) ,ed I cet1, h. 21
3
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22

6
7

diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan

memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu

perikatan4.

Menurut M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan

diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat5.

Pengertian lain tentang jaminan adalah : Suatu perikatan antara kreditur dengan

debitur dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang

menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila dalam waktu yang

ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur6

Hasanuddin Rahman menyebutkan bahwa jaminan adalah tanggungan yang

diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak

kreditur mempunyai kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya

dalam suatu perikatan7.

Menurut penulis, jaminan adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang

penerima dana (debitur) kepada orang yang mengucurkan dana (kreditur) yang dapat

dijadikan keyakinan oleh kreditur pada saat dalam masa perjanjian pembiayaan, dan

4
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22
5
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22
6
Gatot Supramono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta,
Djambatan, 2013) h. 75
7
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek HukumPemberian Kredit Perbankan di Indonesia,
(Bandung, Citra Aditya Bakti, 2015) h.175
8

dapat digunakan sebagai salah satu penyelesaian pembiayaan apabila suatu saat

debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman / dana.

2. Jaminan Menurut KUH Perdata

Di Indonesia, telah diatur mengenai hukum jaminan. Pengaturan hukum

positif tentang jaminan terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata) Pasal 1150-1161,

Jaminan merupakan perjanjian yang bersifat accesoir yaitu perjanjian yang

bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok8. Perjanjian pokok dari

jaminan adalah perjanjian pemberian kredit atau pembiayaan.

Jaminan terbagi menjadi dua jenis9, yaitu :

a. Jaminan Materiil (Kebendaan)

Jaminan materiil adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu

benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas

benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti

bendanya (droit de suit) dan dapat diperalihkan.

Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 4 (empat) macam,

yakni gadai, hak tanggungan, jaminan fidusia dan hipotek.

b. Jaminan Immateriil (Perorangan)

8
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 30

9
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok hokum
Jaminan dan Jaminan Perseorangan, (Yogyakarta, Liberty Offset Yogyakarta, 2001), cet 2, h. 47
9

Jaminan immateriil adalah jaminan yang menimbulkan hubungan

langsung pada perseorangan tertentu, dapat dipertahankan terhadap debitur

tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Yang termasuk jaminan perorangan adalah borg (penanggung

adalah orang lain yang dapat ditagih), tanggung-menanggung dan

perjanjian garansi.

3. Jaminan Menurut Hukum Islam

Ja
minan dalam hukum Islam dikenal dengan Adh-Dhamân. Perkataan

“dhamân” itu keluar dari masdar dhimmu yang berarti menghendaki untuk

ditanggung. Dhamân menurut pengertian etimologis atau lughat ialah menjamin atau

menyanggupi apa yang ada dalam tanggungan orang lain. Yang semakna dengan

dhamân adalah kata kafalah. Dalam kamus istilah fiqih disebutkan pengertian

dhamaan adalah jaminan utang atau dalam hal lain menghadirkan seseorang atau

barang ke tempat tertentu untuk diminta pertanggung-jawabannya atau sebagai

.
barang jaminan 10

Menurut
M. Hasan Ali, Dhamân adalah menjamin (menanggung) untuk

membayar hutang, menggadaikan barang atau menghadirkan orang pada tempat yang

telah ditentukan11. Para Ulama Mazhab Hambali (Al-Hanabilah) menjelaskan bahwa

10
M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2002), cet 3, h. 59
11
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta,PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), Ed I cet 2, h.259
10

dhamân ialah menyanggupi hak yang telah tetap atau bakal tetap atas orang lain

beserta hak tersebut masih tetap pada orang yang dijamin atau menyanggupi untuk

mendatangkan orang yang memilkul suatu hak.12

Imam Mawardi (Mazhab Syafi'i) mengatakan, bahwa dhamân dalam pendaya-

gunaan harta benda, tanggungan dalam masalah diyat (denda), jaminan terhadap

kekayaan, terhadap jiwa dan jaminan terhadap beberapa perserikatan sudah menjadi

kebiasaan masyarakat13

Rukun dan syarat ja


minan adalah14:

Dhaman
a. (yang menjamin) disyaratkan ahli mengendalikan hartanya

(baligh berakal)

Madhmun
b. 'anhu (orang yang dijamin) disyaratkan terlepas dari hutang

yang akan dibayarnya

Madhmunlah
c. (penerima jaminan) disyaratkan dikenal betul-betul oleh

yang menjamin

Mal madhmun
d. (harta yang dijamin) disyaratkan banyaknya dan tetap

12
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, ( Semarang, CV. Asy-Syifa, 1994)
h 276
13
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, h. 260
14
Ibnu Mas'ud dan Zainal Abidin S, Fiqih Mazhab Syafi'I Edisi Lengkap Muamalat
Munakahat, Jinayat, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2000. Cet 1, h. 107
11

Sighat
e. (ijab kabul) disyaratkan dengan lafal yang menunjukkan jaminan

seperti "Aku jamin piutangmu atas si anu sebanyak sekian"

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa jaminan berbentuk

gadai (rahn) dan kafalah.

Al-Hadis
a)

Pada prinsipnya, yang dimaksud dengan hadis adalah segala

sesuatu yang dirujuk / disandar kepada nabi, baik berupa perkataan,

perbuatan maupun ketetapannya15

Hadis H.R. Bukhari dan Muslim :16


"Dari A’masy, dari Ibrahim, dari Aswad, Dari 'Aisyah r.a
bahwa Nabi Muhammad SAW membeli makanan dari seorang
Yahudi dengan cara berjanji, dan digadaikannya sehelai baju
besi."
Ijma
b)

Kata ijma' secara bahasa berarti "Kebulatan tekad terhadap

sesuatu persoalan" atau "Kesepakatan tentang suatu masalah". Menurut

istilah ushul fiqh, seperti dikemukakan 'Abdul Karim Zaidan adalah

"Kesepakatan para mujahid di kalangan umat Islam tentang hukum

syara' pada satu masa setelah Rasulullah wafat”17

c) Kaidah Fiqih

15
Ibid. h 123
16
Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Suatu Pengantar), h.71
17
Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Suatu Pengantar), h. 125
12

Artinya :
"Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
13

Fungsi Jaminan
B.

Jaminan memiliki fungsi antara lain :

1. Menjamin agar debitor berperan serta dalam transaksi untuk membiayai

usahanya sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau

proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat

dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian

dapat diperkecil18

2. Memberikan dorongan kepada debitor untuk memenuhi janjinya,

khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat

yang telah disetujui agar debitor dan pihak ketiga yang ikut menjamin

tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank19

3. Memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak lembaga keuangan

bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan

kredit.

4. Memberikan hak dan kekuasaan kepada lembaga keuangan untuk

mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitor melakukan cidera

janji, yaitu untuk pengembalian dana yang telah dikeluarkan oleh debitor

pada waktu yang telah ditentukan

C. Mudhârabah

18
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003), cet 2, h. 286
19
Usman, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, h. 286
14

1. Pengertian dan Landasan Hukum Mudhârabah

Perkataan mudharabah adalah dikeluarkan dari bentuk masdar adh- dharbu,

yang artinya pergi. Tentang ma'na ini Allah telah berfirman dalam Q. S. Al-

Muzammil 73 /2020

َ‫ة ِّمنَ ٱلَّ ِذين‬TT


ٞ َ‫فَهۥُ َوثُلُثَهۥُ َوطَٓائِف‬TT‫ص‬ ۡ ِ‫ ِل َون‬TT‫و ُم أَ ۡدن َٰى ِمن ثُلُثَ ِي ٱلَّ ۡي‬TTُ‫۞إِ َّن َربَّكَ يَ ۡعلَ ُم أَنَّكَ تَق‬........
َ‫ َر ِمن‬T‫ا تَيَ َّس‬TT‫وا َم‬ ۡ Tَ‫اب َعلَ ۡي ُكمۡ ۖ ف‬T
ْ ‫ٱق َر ُء‬T َ Tَ‫وهُ فَت‬T‫ص‬ ُ ‫ار َعلِ َم أَن لَّن تُ ۡح‬T َ ۚ ‫َم َع‬
َ ۚ Tَ‫ َل َوٱلنَّه‬T‫ك َوٱهَّلل ُ يُقَ ِّد ُر ٱلَّ ۡي‬
‫ونَ ِمن‬TT‫ض يَ ۡبتَ ُغ‬ ‫أۡل‬
ِ ‫ ِربُونَ فِي ٱ َ ۡر‬T‫ض‬ ۡ َ‫ رُونَ ي‬Tَ‫ ٰى َو َءاخ‬T‫ض‬ ُ ‫يَ ُك‬T‫ۡٱلقُ ۡر َءا ۚ ِن َعلِ َم أَن َس‬
َ ‫ون ِمن ُكم َّم ۡر‬
ْ Tُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬
‫وا‬T ْ ‫وا َما تَيَ َّس َر ِم ۡن ۚهُ َوأَقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ ِ ِ‫ض ِل ٱهَّلل ِ َو َءا َخرُونَ يُ ٰقَتِلُونَ فِي َسب‬
ْ ‫يل ٱهَّلل ۖ ِ فَ ۡٱق َر ُء‬ ۡ َ‫ف‬
ْ ‫ ِّد ُم‬Tَ‫ا تُق‬T‫ُوا ٱهَّلل َ قَ ۡرضًا َح َس ٗن ۚا َو َم‬
ۡ ‫ ُكم ِّم ۡن‬T‫وا أِل َنفُ ِس‬
‫ َو‬Tُ‫ َد ٱهَّلل ِ ه‬T‫ ُدوهُ ِعن‬T‫ ٖر ت َِج‬T‫خَي‬ ْ ‫ٱل َّز َك ٰوةَ َوأَ ۡق ِرض‬
٢٠ ‫َّحي ۢ ُم‬
ِ ‫ور ر‬ ٞ ُ‫ُوا ٱهَّلل ۖ َ إِ َّن ٱهَّلل َ َغف‬ ۡ ‫خَي ٗرا َوأَ ۡعظَ َم أَ ۡج ٗر ۚا َو‬
ْ ‫ٱست َۡغفِر‬ ۡ
Terjemahnya :
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan
(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah
menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-
kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi
keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang
sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah
apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.
Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan
yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

20
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan terjemahanny, (surabaya: Pustaka Agung Setia,
2011) h.321
15

Mudharib berarti orang yang berjalan dimuka bumi untuk mencari atau

mendapatkan karunia Allah.21

Mudhârabah menurut pengertian etimologis (bahasa) ialah suatu pernyataan

yang mengandung pengertian bahwa seseorang yang memberikan modal niaga

kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya

dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjiannya, sedang kerugian ditanggung oleh

pemilik modal22

Menurut Ulama Mazhab Hanafi (Al-Hanafiyah) adalah perjanjian kerja- sama

perniagaan dengan melihat tujuan para pelakunya adalah merupakan persekutuan

dalam memperoleh keuntungan23

Menurut Mazhab Maliki (Al-Malikiyah) mudharabah atau qiradh menurut

syara’ ialah akad perjanjian mewakilkan dari pihak pemilik modal kepada lainnya

untuk meniagakannya secara khusus pada emas dan perak yang telah dicetak

dengan cetakan yang sah untuk tukar menukar kebutuhan hidup.24

Menurut Mazhab Hambali (Al-Hanabilah) mudharabah atau kerja-sama

perniagaan adalah suatu pernyataan tentang pemilik modal menyerahkan sejumlah

21
Wahbah Zuhaili, Kapita Selekta Al-fiqhu Al-islam wa Adillatuhu, h. 3/ 40
22
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h. 66
23
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV h. 67
24
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV , h.73
16

modal tertentu dari hartanya kepada orang yang meniagakannya dengan imbalan

bagian tertentu dari keuntungannya25

Ulama penganut Mazhab Syafi’I menerangkan kerjasama perniagaan atau

mudharabah atau qiradh adalah suatu perjanjian kerjasama yang dikehendaki agar

seseorang menyerahkan modal kepada orang lain agar ia melakukan niaga

dengannya dan masing-masing pihak akan memperoleh keuntungan dengan beberapa

persyaratan yang ditentukan26

Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak

dimana pihak pertama (shahibul mâl) menyediakan seluruh (100%) modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara

mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan

apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat kelalaian si

pengelola, tetapi seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si

pengelolan maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian27

Landasan hukum mudharabah :

a) Al-Qur'an

Hukum mudharabah berlandaskan pada Q.S. Al-Jumu’ah 62/10 :

25
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h. 80
26
Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV , h. 84
27
Muhammad Syafi,i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan (Jakarta,
Tazkia Institute, 1999), h. 171
17

ْ ‫ ر‬T‫ ِل ٱهَّلل ِ َو ۡٱذ ُك‬T‫ض‬


َ ‫ُوا ٱهَّلل‬ ْ T‫ض َو ۡٱبتَ ُغ‬
ۡ َ‫وا ِمن ف‬T ‫أۡل‬
ِ ‫ُوا فِي ٱ َ ۡر‬
ْ ‫ر‬T‫لَ ٰوةُ فَٱنت َِش‬T‫ٱلص‬
َّ ‫ت‬ ِ ُ‫إ ِ َذا ق‬Tَ‫ف‬........
ِ َ‫ي‬T‫ض‬
١٠ َ‫يرا لَّ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬
ٗ ِ‫َكث‬
Terjemahnya :
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung

b) Al-Hadi

Hukum mudharabah berlandaskan pada H.R Ibnu Majah :28

Artinya :
Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Tiga hal
yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh,
muqaradah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual".

Keberkahan yang terkandung dalam melepas orang berdagang ialah

karena telah membukakan jalan bagi orang yang hidupnya kekurangan untuk

berusaha secara halal sehingga ia dapat dengan cara lebih baik dan sesuai

dengan tuntunan agama29

c) Ijma

Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib)

harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorangpun mengingkari

mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma'

d) Qiyas

28
Al-Hafidzi Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yazid Al-Qozwilni Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah Juz III dalam Kitab Tijarah, (Libanon, Darul Ihya Al-Turats, 1975), h. 768
29
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Mazhab Syafi’I Edisi Lengkap Muamalat,
Munakahat, Jinayat, (Bandung, CV. Pustaka Setia), 2000, cet 1, h.130
18

Qiyas (analogi) menurut bahasa berarti "Mengukur sesuatu dengan

sesuatu yang lain untuk diketahui adanya persamaan antara keduanya".

Menurut istilah ushul fiqh, seperti dikemukakan oleh Wahbah Azh- Zhuhaili

adalah : menghubungkan (menyamakan hukum) sesuatu yang tidak ada

ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena

ada persamaan 'illat antara keduanya30

Adapun qiyas mudhârabah disamakan dengan musaqah (mengambil

upah dari menyiram tanaman).31

2. Rukun dan Syarat Mudhârabah

48
Rukun Mudhârabah adalah :

a) Pihak yang berakad

1) Pemilik modal (shahibul mâl)

2) Pengelola modal (mudharib)

b) Objek yang diakadkan

1) Modal (mâl)

2) Kerja

3) Keuntungan

c) Sighat

1) Serah (ijab)

30
Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Suatu Pengantar), h. 130
31
Wahbah Zuhaili, Kapita Selekta Al-fiqhu Al-islam wa Adillatuhu, h. 5/ 40
19

2) Terima (qobul)

Syarat mudharabah :

a) Pihak yang berakad (shahibul mâl dan mudharabah)

Keduanya harus memiliki kemampuan untuk mewakili dan mewakilkan.

Yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi haruslah orenag

yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil, karena

pada satu posisi orang yang akan mengelola modal adalah wakil dari

pemilik modal, itulah sebabnya, syarat-syarat seorang wakil juga berlaku

bagi pengelola modal dalam akad mudharabah32

b) Objek yang diakadkan adalah modal, kerja dan keuntungan

i. Harus dijelaskan besaran modal yang disetorkan kepada mudharib,

jumlah dan mata uangnya.

Yang terkait dengan modal, disyaratkan jelas jumlahnya, Tunai (Tidak

boleh berbentuk hutang), dan diserahkan sepenuhnya kepada

pedagang/ pengelola modal.

ii. Jangka waktu pengelolaan modal.

iii. Jenis pekerjaan yang dimudharabahkan

iv. Proporsi pembagian keuntungan. Yang terkait dengan keuntungan,

disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian

masing-masing diambilkan dari keuntungan dagang itu seperti

32
Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000) cet 1, h. 178
20

setengah, sepertiga atau seperempat33. Apabila pembagian keuntungan

tidak jelas, menurut Ulama Hanafiyah akad itu fasid (rusak).

Demikian juga halnya apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa

kerugian ditanggung bersama, menurut Ulama Hanafiyah, syarat

seperti ini batal dan kerugian ditanggung sendiri oleh pemilik modal.

c) Sighat

i. Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad

ii. Antara ijab dan qobul harus selaras baik dalam modal, kerja, maupun

penentuan nisbah

iii. Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan

transaksi pada hal/ kejadian yang akan dating

3. Macam-Macam Mudharabah

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu34:

a) Mudharabah Muthlaqah

Transaksi yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk

kerjasama antara shahibul mâl dan mudharib yang cakupannya sangat

luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan

daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama salaf Ash-Shalih, seringkali

dicontohkan dengan ungkapan If'al ma syi'ta (lakukanlah sesukamu) dari

shahibul mal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar

33
Nasroen, Fiqh Muamalah, h. 178
34
Muhammad Syafi'I Antonio, Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cendekiawan, h.173
21

b) Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted

mudharabah / specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah

muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau

daerah usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan

kecenderungan umum si shahibul mâl dalam memasuki dunia usaha.

4. Fasad / Batalnya Mudharabah :

Para Ulama Fiqh menyatakan bahwa akad mudharabah dinyatakan batal

dalam hal-hal sebagai berikut35 :

a) Masing-masing pihak menyatakan akad batal atau pekerja dilarang untuk

bertindak hukum terhadap modal yang diberikan atau pemilik modal

menarik modalnya.

b) Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Jika pemilik modal yang

wafat, menurut Jumhur Ulama, akad itu batal, karena akad mudharabah

sama dengan akad wakalah (perwakilan) yang gugur disebabkan

wafatnya orang yang diwakilkan. Di samping itu, jumhur Ulama

berpendapat bahwa akad mudharabah tidak boleh diwariskan. Akan

tetapi, Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika salah seorang yang

berakad meninggal dunia, akadnya tidak batal, tetapi dilanjutkan oleh ahli

warisnya, menurut mereka akad mudharabah boleh diwariskan.

35
Nasroen, Fiqh Muamalah, h. 180
22

c) Salah seorang yang berakad kehilangan kecakapan bertindak hukum.

Seperti gila. Karena orang gila tidak cakap lagi bertindak hukum.

d) Jika pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam) menurut Imam

Abu Hanifah, akad mudharabah batal.

e) Modal habis di tangan pemilik modal sebelum dikelola oleh pekerja.

Demikian juga halnya, mudharabah batal apabila modal itu dibelanjakan

oleh pemilik modal sehingga tidak ada lagi yang boleh dikelola oleh

pekerja.

f) Keuntungan dimiliki oleh pemilik harta, dan apabila pemodal

mensyaratkan kerugian ditanggung oleh pelaksana.36

Dengan demikian, peneliti mengambil kesimpulan bahwa akad

mudharabah dapat menjadi batal apabila dalam proses perjalanan mudharabah

itu salah satu pihak mengingkari atau tutup usia, atau karena tidak cakap

melaksanakan akad tersebut dan atau pemilik mensyaratkan keuntungan dari

dimiliki oleh pemilik harta dan jika terdapat kerugian ditanggung oleh

pelaksana.

36
Wahbah Zuhaili, Kapita Selekta Al-fiqhu Al-islam wa Adillatuhu, h. 14/ 40

Anda mungkin juga menyukai