Anda di halaman 1dari 8

TERAPI PADA DISPEPSIA

Bahtiar Yusuf Habibie, Muhammad Alka Fakhrizal


Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Jl. Prof. DR. Ir. Sumatri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng, Kec.
Rajabasa, Kota Bandarlampung, Lampung, Indonesia 3514.
bahtiarhabibi20@gmail.com (+6282387578156)

Abstrak

Dispepsia merupakan sindrom saluran pencernaan atas yang banyak dijumpai di seluruh dunia.
Banyak faktor yang diduga berkaitan seperti riwayat penyakit, riwayat keluarga, pola hidup,
makanan, ataupun faktor psikologis. Dispepsia diklasifikasikan menjadi organik dan fungsional.
Gejala dapat berlangsung kronis dan kambuhan, sehingga berdampak bagi kualitas hidup penderita.
Sumber referensi yang digunakan untuk menyusun tulisan ini meliputi 20 artikel yang didapat dengan
melakukan literature searching di Sumber NCBI, Google scholar dan 4 buku yang semuanya
dipublikasikan dalam rentang tahun 2000-2020. Literature sarching tersebut dilakukan dengan
menggunakan kata kunci dispepsia, terapi farmakologi, dan tatalaksana dan filter berupa rentang
publikasi tahun 2000-2020. Hasil yang ditemukan dari literature searching ini adalah 7301 artikel
yang kemudian dipilih 20 artikel dan 4 buku berdasarkan informasi yang dibutuhkan. Referensi yang
telah didapatkan kemudian dianalisis dengan metode systematic literature review yang mencakup
kegiatan mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengembangkan penelitian dengan topik tertentu secara
sistematis. Hasil literature review in menunjukkan bahwa Terapi farmakologi yang dapat digunakan
pada dispepsia adalah obat golongan, PPI (lansoprazol, omeprazole), antagonis H2 (simetidin,
ranitidine, nizatidin, atau famotidine), antasida, dan juga dapat diberikan kombinasi antara ketiga
obat tersebut. Dan juga dapat dilakukan pemberian kombinasi dengan antibiotik pada dispepsia yang
disebabkan oleh H. Pylori

Kata kunci: dispepsia; terapi farmakologi

PHARMACOLOGICAL THERAPY FOR DISPEPSIA

Abstract

Dyspepsia is an upper digestive tract syndrome that is common throughout the world. Many factors
are thought to be related, such as medical history, family history, lifestyle, diet, or psychological
factors. Dyspepsia is classified into organic and functional. Symptoms can be chronic and recurrent,
affecting the quality of life of the sufferer. The reference sources used to compile this paper include 20
articles obtained by doing literature searching on NCBI Sources, Google scholarships and 4 books, all
of which were published in the 2000-2020 period. The sarching literature was carried out using the
keywords dyspepsia, pharmacological therapy, and treatment and filters in the form of publication
ranges from 2000-2020. The results found from this literature searching were 7301 articles, which
were then selected 20 articles and 4 books based on the information needed. The references that have
been obtained are then analyzed using the systematic literature review method which includes the
activities of collecting, evaluating, and developing research with certain topics systematically. The
results of this literature review show that pharmacological therapies that can be used in dyspepsia are
class drugs, PPIs (lansoprazole, omeprazole), H2 antagonists (cimetidine, ranitidine, nizatidin, or
famotidine), antacids, and can also be given a combination of the three drugs. And also can be given
in combination with antibiotics in dyspepsia caused by H. Pylori

Keywords: Dyspepsia; pharmacological therapy


PENDAHULUAN sedangkan alkohol dan obat
Dispepsia merupakan sebuah kata antiinflamasi berperan
yang berasal dari bahasa Yunani, meningkatkan produksi asam
yaitu ‘dys’ (poor) dan ‘pepse’ lambung (Schellack, 2012).
(digestion) yang berarti gangguan
percernaan (William et al., 2014). Dispepsia dapat diklasifikasikan
Pada awalnya dispepsia dianggap menjadi menjadi dua, yaitu
sebagai bagian dari hipokondria, dispepsia organik (struktural) dan
gangguan cemas, dan histeria. dispepsia fungsional (non-
(Jaber et al., 2016), Dispepsia organik). Dispepsia organik akan
adalah sebagai nyeri yang kronis ditemukan adanya kelainan
atau nyeri yang berulang atau organik yang menjadi
adanya rasa ketidaknyamanan yang penyebabnya. Sindrom dispepsia
terpusat pada bagian perut atas. organik terdapat kelainan yang
Rasa yang tidak nyaman ini dapat nyata terhadap organ tubuh
didefinisikan sebagai rasa secara misalnya gastritis, tukak (ulkus
subjektif yang tidak nyeri dan peptikum), gastro esophageal
dapat digabungkan dari berbagai reflux disease (GERD), stomach
gejala termasuk rasa cepat kenyang cancer, hiperasiditas. Selanjutnya
atau rasa penuh pada perut bagian adalah dispepsia non-organik atau
atas. Dispepsia dapat disebabkan fungsional, pada dispepsia ini tidak
atau didasari oleh berbagai ditemukan adanya abnormalitas
penyakit , baik itu penyakit yang pada pemeriksaan fisik maupun
berlokasi di lambung , diluar endoskopi, dan ditandai juga
lambung, maupun merupakan dengan adanya nyeri atau rasa yang
manifestasi sekunder dari suatu tidak nyaman pada perut bagian
penyakit sistemik (Aru, 2014). atas yang sudah menjadi kronis
atau berulang (Salsabila, 2020).
Definisi dari dispepsia sendiri
merupakan kumpulan gejala ari Membedakan dispepsia organik
saluran pencernaan bagian atas dengan fungsional memerlukan
yang meliputi rasa nyeri atau rasa anamnesis dan pemeriksaan fisik
tidak nyaman pada area gastro- yang akurat. Pemeriksaan
duodenum (epigastrium/uluhati), penunjang seperti tes darah,
penuh, rasa terbakar, mual atau endoskopi, dan radiologi
muntah, dan rasa cepat kenyang diperlukan pada kasus tertentu
(Lee et al., 2014). Beberapa faktor (Phavichitr et al,
resiko yag berperan pada dispepsia 2012).Patofisiologi dispepsia
berupa faktor diet yaitu berupa fungsional masih belum jelas,
cepat saji, makanan dibakar, pedas, diduga kombinasi hipersensitivitas
berlemak, kopidan teh) dan pola viseral, disfungsi motilitas
hidup seperti alkohol, merokok, lambung, dan faktor
kurang olahraga, obat psikologis.2,3,9 Dispepsia
NSAID/aspirin,) diyakini fungsional berkaitan dengan
berkontribusi pada dispepsia. depresi. Studi di Pakistan pada 101
Rokok dianggap menurunkan efek pasien dispepsia fungsional
perlindungan mukosa lambung, (setelah endoskopi) dengan rerata
usia 35,81±14,81 tahun didapatkan organik (pria/wanita:
100 pasien memiliki depresi 56,8%/43,2%) dan dominasi
(evaluasi depresi dengan Hamilton perempuan pada dispepsia
depression rating scale): depresi fungsional (pria/ wanita:
ringan 23 (22,8%), sedang 34 40,3%/59,7%). Pada dispepsia
(33,7%), berat 32 (31,7%), dan terkait H. pylori terdapat perbedaan
sangat berat 11 (10,9%).10 signifikan prevalensi infeksi antar
Dispepsia berkaitan juga dengan kelompok etnis (Lee et al., 2014)
tidur. Hubungan antara gangguan
tidur dan gejala dispepsia Tujuan dilakukannya penulisan
fungsional cukup kompleks. Gejala literature review ini adalah untuk
dispepsia dapat mengganggu tidur mengetahui tatalaksana farmako
baik saat akan tidur maupun terapi yang tepat pada kasus
kelanjutan tidur. Sebaliknya, dispepsia. Literature review ini
kurang tidur juga berpotensi perlu dilakukan agar memudahkan
meningkatkan gejala pasien pembaca untuk mengetahui
dispepsia fungsional (Siversten, informasi terkait penanganan
2018). dispepsia

Usia lebih tua, lebih mungkin METODE


terinfeksi HFaktor risiko dispepsia Penulisan artikel ini menggunakan metode
organik antara lain usia >50 tahun, literature review. Tulisan ini terbentuk atas
riwayat keluarga kanker lambung, informasi yang didapat dari 20 artikel dari
riwayat ulkus peptikum, kegagalan jurnal indonesia dan international yang
terapi, riwayat perdarahan saluran dipublikasikan dalam rentang tahun 2000-
cerna, anemia, penurunan berat 2020. Referensi yang digunakan didapat
badan, muntah persisten, dengan melakukan literature searching dari
perubahan kebiasaan buang air database NCBI dan Google Schoolar dengan
besar, penggunaan NSAID dosis kata kunci dyspepsia; Therapy dan filter
tinggi atau jangka panjang, alkohol berupa rentang publikasi tahun 2000-2020.
kronis, dll.1,8 Studi di Taiwan Hasil yang ditemukan dari literature searching
pada 2.062 penderita dispepsia ini adalah 7301 artikel yang kemudian dipilih
etnis Cina mendapatkan hasil 20 artikel berdasarkan informasi yang
endoskopi normal sebanyak 1174 dibutuhkan. Artikel terpilih kemudian
(56,9%), gastritis sebanyak 215 dianalisis dengan metode systemic literature
(10,4%), ulkus lambung sebanyak review yang mencakup aktivitas pengumpulan,
254 (12,3%), ulkus duodenum evaluasi, dan pengembangan penelitian dengan
sebanyak 194 (9,4%), refluks fokus tertentu.
esofagitis sebanyak 182 (8,8%),
dan kanker esofagus/lambung HASIL
sebanyak 43 (2,1%). Pasien Terapi farmakologi yang biasa digunakan
dispepsia organik pada studi untuk mengatasi dispepsia adalah H2 blocker
tersebut cenderung ditemukan (simetidin, ranitidine, nizatidin, atau
pada. pylori, dan pengguna obat famotidine), proton pump inhibitor
(aspirin, NSAID) dibandingkan (lansoprazol, esomeprazole) selama 4-6
dispepsia fungsional. Dominasi minggu, dan dihentikan bila tidak terdapat
laki-laki terutama pada dispepsia kemajuan. Terapi dispepsia fungsional perlu
dibedakan untuk subtipe nyeri atau distres atau 300 mg sebelum tidur), ditambah dua
postprandial. Pada tipe nyeri epigastrium, lini antibiotik berikut: klaritomisin 2x500 mg,
pertama terapi bertujuan menekan asam amoksisilin 2x1 g, atau metronidazol 2x400-
lambung (H2-blocker, PPI). Pada tipe distres 500 mg selama 7-14 hari. Jika alergi terhadap
postprandial, lini pertama dengan prokinetik, penisilin, diberikan 4 macam terapi, yaitu: PPI
seperti metoklopramid/domperidon (antagonis (co. omeprazole 2x20-40 mg), bismuth 4x120
dopamin), acotiamide (inhibitor mg, metronidazol 4x250 mg, dan tetrasiklin
asetilkolinesterase), cisapride (antagonis 4x500 mg selama 10-14 hari (Wannmacher,
serotonin tipe 3 /5HT3), tegaserod (agonis 2011). Eradikasi H. pylori perlu diverifikasi
5HT4), buspiron (agonis 5HT1a) Bila lini dengan tes non-invasif (uji napas urea, tes
pertama gagal, PPI dapat digunakan untuk tipe antigen tinja) 4 minggu setelah selesai terapi
distres postprandial dan prokinetik untuk tipe (William et al., 2014)
nyeri (Fujiwara & Arakawa, 2014). Kombinasi
obat penekan asam lambung dan prokinetik Terapi ulkus peptikum terkait NSAID adalah
bermanfaat pada beberapa pasien. Tidak ada dengan menghentikan penggunaan NSAID
terapi yang efektif untuk semua pasien; atau mengganti dengan antinyeri inhibitor
berbagai terapi dapat digunakan secara COX-2 selektif. Terapi dengan PPI cukup
berurutan ataupun kombinasi (William et al., efektif pada ulkus terkait NSAID (lebih
2014). superior dibandingkan H2-blocker). Infus
kontinu PPI selama 72 jam direkomendasikan
pada kasus perdarahan ulkus peptikum berat,
Pada kasus yang tidak berespons terhadap untuk mempertahankan pH lambung >6
obat-obat tersebut, digunakan antidepresan. (Schellack, 2015). Beberapa terapi
Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50 mg/hari, farmakologis yang direkomendasikan sesuai
nortriptilin 10 mg/ hari, imipramin 50 mg/hari) patogenesis, yaitu: (1) penekan asam lambung
selama 8-12 minggu cukup efektif untuk terapi mengontrol hipersentivitas lambung, (2)
dispepsia fungsional, SSRI atau SNRI tidak prokinetik memperbaiki gangguan motilitas
lebih efektif dari plasebo (Chen et al, 2016). lambung, (3) antidepresan mengatasi gangguan
Meskipun masih kontroversial, dapat psikologis, mempercepat pengosongan
dilakukan tes H. pylori pada kasus dispepsia lambung dan memanipulasi persepsi nyeri.2,15
fungsional mengingat infeksi tersebut Efikasi obat penekan asam (H2-blocker, PPI)
umumnya asimptomatik. Terapi kondisi pada dispepsia fungsional adalah sedang.
psikologis seperti cemas atau depresi dapat Antasida, bismuth, dan sukralfat tidak efektif
membantu pada kasus dispepsia sulit/ resisten. pada dispepsia fungsional. Prokinetik lebih
Terapi psikologis, akupunktur, suplemen efektif dibandingkan plasebo (Talley, 2016).
herbal, probiotik psikologis pada dispepsia
fungsional masih belum terbukti. Edukasi Pembahasan
pasien penting untuk menghindari faktor Penggunaan terapi obat dispepsia digunakan
pencetus seperti mengurangi stres/ kecemasan, sebagai kombinasi untuk mengurangi
memulai pola makan teratur porsi lebih sedikit kumpulan keluhan/gejala-gejala klinis
dan menghindari makanan pemicu (Phavichitr (sindrom) yang timbul pada dispepsia yang
et al., 2012). terdiri dari, rasa tidak enak/sakit perut di
bagian atas yang disertai dengan keluhan lain,
Terapi ulkus H. pylori bertujuan eradikasi perasaan panas di dada, daerah jantung (heart
kuman dan menyembuhkan ulkus, melalui 3 burn), regurgitasi, kembung, perut terasa
regimen, yaitu: PPI (co. omeprazole 2x20- 40 penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia,
mg) atau H2-blocker (co. ranitidine 2x150 mg mual, muntah, dan beberapa keluhan lain
(Citra, 2003) and CYP3A4 (Ieiri et al., 2005). Lansoprazole
dan omeprazole merupakan inhibitor terkuat
Salah satu terapi farmako untuk dispepsia (Ki = 0.4 to 1.5 µmol/l dan 2 to 6 µmol/l)
adalah Proton pump inhibitor (PPI), PPI sedangkan pantoprazole merupakan inhibitor
merupakan derivat prodrugs benzimidazole terlemah dari CYP2C19 (Ki =14 to 69 µmol/l)
yang absorbsinya pada saluran pencernaan (Ogawa & Echizen, 2010). Mekanisme kerja
dipengaruhi oleh pglikoprotein transporter. dari omeprazole adalah dapat memblokir kerja
H+/K+ adenosin trifosfatase (ATPase) berada dari enzim K+H+ATP ase yang akan memecah
pada membran kanalikular pada sel parietal K+H+ATP ase sehingga menghasilkan energi
lambung mengsekresi asam klorida dan proton yang digunakan untuk mengeluarkan asam
yang menukar kalium dengan uraian ATP. HCl dari sel parietal ke lumen lambung (Finkel
Setelah diabsorbsi PPI diaktivasi, sulfonamid et al., 2009).
siklik yang teraktivasi akan berikatan secara
kovalen dengan dengan sistein Terapi farmakologi yang juga biasa digunakan
ekstrasitoplasma yang merupakan residu dari untuk tatalaksana dari dispepsia adalah
H+/K+ ATPase dan menghambat aktivitas antagonis H2. Contoh obat golongan ini adalah
pompa proton/ sekresi asam lambung (Tantry simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
et al, 2011). Kerja antagonis reseptor H2 yang paling
penting adalah mengurangi sekresi asam
Inhibitor Pompa Proton tidak aktif pada pH lambung. Obat ini menghambat sekresi asam
netral, tetapi dalam keadaan asam obat-obat yang dirangsang histamin, gastrin, obat-obat
tersebut disusun kembali menjadi dua macam kolinomimetik dan rangsangan vagal. Volume
molekul reaktif, yang bereaksi dengan gugus sekresi asam lambung dan konsentrasi pepsin
sulfhidril pada H+ /K+ -ATPase (pompa juga berkurang (Katzung, 2002). Mekanisme
proton) yang berperan untuk mentransfor ion kerjanya memblokir histamin pada reseptor H2
H+ keluar dari sel parietal. Oleh karena enzim sel pariental sehingga sel pariental tidak
dihambat secara ireversibel, maka sekresi asam terangsang mengeluarkan asam lambung.
hanya terjadi setelah sintesis enzim baru. Obat- Inhibisi ini bersifat reversibel (Tarigan, 2001).
obat tersebut berguna terutama pada pasien
dengan hipersekresi asam lambung berat yang Simetidin, ranitidin dan famotidin kecil
disebabkan oleh sindrom Zollinger-Ellison, pengaruhnya terhadap fungsi otot polos
suatu keadaan yang jarang terjadi akibat tumor lambung dan tekanan sfingter esofagus yang
sel pankreas yang mensekresi gastrin dan lebih bawah. Sementara terdapat perbedaan
dengan pasien esofagitis refluks di mana ulkus potensi yang sangat jelas diantara efikasinya
yang berat biasanya resisten terhadap obat lain dibandingkan obat lainnya dalam mengurang
(Alfiani, 2010). sekresi asam. Ranitidin merupakan golongan
antagonis reseptor H2, dimana obat-obat ini
menempati reseptor histamin H2 secara
selektif di permukaan sel-sel parietal sehingga
PPI sangat efektif untuk menghambat sekresi sekresi asam lambung dan pepsin sangat
asam lambung, namun adanya perbedaan dikurangi (Akbar et al, 2018). Nizatidin
farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat- memacu aktifitas kontraksi asam lambung,
obat ini dapat mempengaruhi efek klinik serta sehingga memperpendek waktu pengosongan
memiliki potensi terjadinya interaksi obat lambung (Katzung, 2002). Efek samping
(Ogawa & Echizen, 2010). Semua obat sangat kecil antara lain agranulasitosis,
golongan PPI selain rabeprazol dimetabolisme ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia
dan secara kompetitif menghambat CYP2C19 lanjut, dan gangguan fungsi ginjal dijumpai
terutama pada pemberian simetidin. Simetidin gagal dalam eradikasi H. pylori (Berardy dan
sebaiknya jangan diberikan bersama warfarin, Lynda, 2005).
teofilin, siklokarpon, dan diazepam (Tarigan,
2001). Kesimpulan
Terapi farmakologi yang dapat digunakan pada
Terapi lain yang dapat digunakan untuk dispepsia adalah obat golongan, PPI
dispepsia adalah antasida. Antasida adalah (lansoprazol, omeprazole), antagonis H2
senyawa dasar yang menetralkan asam klorida (simetidin, ranitidine, nizatidin, atau
dalam sekresi lambung. Antasida digunakan famotidine), antasida, dan juga dapat diberikan
dalam pengobatan gejala gangguan pencernaan kombinasi antara ketiga obat tersebut. Dan
yang terkait dengan hyperacidity lambung juga dapat dilakukan pemberian kombinasi
seperti dispepsia, penyakit gastroesophageal dengan antibiotik pada dispepsia yang
reflux, dan penyakit ulkus peptikum disebabkan oleh H. Pylori
(Sweetman, 2009).
Daftar pustaka
Antasida bekerja meningkatkan pH lumen Akbar, M., Ardana, M., & Kuncoro, H.
lambung. Peningkatan tersebut meningkatkan (2018). Analisis Minimalisasi Biaya
kecepatan pengosongan lambung, sehingga (Cost-Minimization Analysis)
efek antasida menjadi pendek. Pelepasan Pasien Gastritis Rawat Inap di
gastrin meningkat dan, karena hal ini RSUD Abdul Wahab Sjahranie
menstimulasi pelepasan asam (Neal, 2006). Samarinda. Proceeding of
Antasida mempercepat penyembuhan tukak Mulawarman Pharmaceuticals
dengan menetralisasikan asam hidroklorida Conferences, 7, 14–21.
dan mengurangi aktivitas pepsin. Antasida https://doi.org/10.25026/mpc.v7i1.2
adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam 85
klorida lambung untuk membentuk garam dan
air. Sehingga berfungsi mengurangi keasaman Akil, H, A, M. 2006. Ilmu Penyakit
lambung dan karena pepsin tidak aktif dalam Dalam. Departemen Ilmu Penyakit
larutan dengan pH di atas 4,0 maka bisa Dalam. Fakultas Kedokteran
mengurangi aktivitas peptik (Katzung, 2002). Universitas Indonesia. Jakarta

Regimen terapi yang digunakan menggunakan Alfiyani, I. (2010). Pola pengobatan


kombinasi antibiotik yang dikombinasi dengan dispepsia pada pasien rawat inap di
proton pump inhibitor (PPI) dan histamine-2 rsd dr. Soebandi jember. Skripsi.
receptor antagonist (H2RA). Antibiotik Bagian komunitas fakultas farmasi
berguna untuk eradikasi H. pylori karena universitas jember: kota jember
penyebab utama tukak peptik adalah H. pylori. http://eprints.ums.ac.id/6175/1/K10
Penggunaan PPI dan H2RA untuk mengurangi 0050217.pdf
sekresi asam lambung yang berlebihan pada
tukak peptik (Akil, 2001). Pilihan pertama Aru, W., Sudoyo. (2009). Buku Ajar
untuk terapi adalah menggunakan Proton Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi
pump inhibitor sebagai dasar terapi 3 obat V. Jakarta: Interna Publishing.
selama minimal 7 hari, tetapi lebih dianjurkan
selama 10 sampai 14 hari. Terapi Berardy, R.R, dan Lynda, S.W. (2005).
menggunakan PPI dan H2RA Peptic Ulcer Disease dalam
direkomendasikan pada pasien yang memiliki Pharmacotherapy a
resiko tinggi komplikasi tukak, pasien yang Phatophysiologic Approach, Sixth
Edition, McGrawHill, Medical (2016). Antidepressants in the
Publishing Division by The McGra- treatment of functional dyspepsia: A
Hill Companies systematic review and meta-
analysis. PLoS ONE, 11(6), 1–12.
Finkel R., Clark M.A., Cubeddu L.X., https://doi.org/10.1371/journal.pone
Harrey R.A. and Champe P. c, .0157798
(2009). Lippincott’s Illustrated
Review Pharmacology 4thEd, Neal, M.J. 2006. At a Glance
Williams & Wilkins, ed., Farmakologi Medis Edisi Kelima.
Pliladelphia Jakarta : Penerbit Erlangga. pp. 85.

Fujiwara, Y., & Arakawa, T. (2014). Ogawa, R., ichizen, H. (2010). Drug-
Overlap in patients with Drug Interaction Profiles of Proton
dyspepsia/functional dyspepsia. Pump Inhibitors. Springer link,
Journal of Neurogastroenterology (49) , 509–533.
and Motility, 20(4), 447–457. https://doi.org/10.2165/11531320-
https://doi.org/10.5056/jnm14080 000000000-00000

Jaber, N., Oudah, M., Kowatli, A., Jibril, Phavichitr, N., Koosiriwichian, K., &
J., Baig, I., Mathew, E., … Tantibhaedhyangkul, R. (2012).
Muttappallymyalil, J. (2016). Prevalence and risk factors of
Dietary and Lifestyle Factors dyspepsia in Thai schoolchildren.
Associated with Dyspepsia among Journal of the Medical Association
Pre-clinical Medical Students in of Thailand = Chotmaihet
Ajman, United Arab Emirates. Thangphaet, 95 Suppl 5, 42–47.
Central Asian Journal of Global
Health, 5(1). Psychological Profile in Patients with
https://doi.org/10.5195/cajgh.2016.1 Pathologic Gastroscopic Findings
92 and Functional Dyspepsia : A Pilot
Study. (2018). (January).
Katzung, B.G., and Trevor, A.J., 2002,
Drug Interactions in Master, S., B., Sweetman., Sean, C. (2009). Martindale
Pharmacology, Sixth Edition, 531, The Complete Drug Reference 36th
Lange Medical Book/McGraw-Hill, Ed, Pharmaceutical Press, USA,
New York. Hal. 532.

Lee, S.-W., Lien, H.-C., Lee, T.-Y., Schellack, N. (2012). An Overview of


Yang, S.-S., Yeh, H.-Z., & Chang, Gastropathy Induced by
C.-S. (2014). Etiologies of Nonsteroidal AntiInflammatory
Dyspepsia among a Chinese Drugs. S Afr Pharm J 79 (4) : 12-18
Population: One Hospital-Based .
Study. Open Journal of https://hdl.handle.net/10520/EJC12
Gastroenterology, 04(06), 249–254. 0912
https://doi.org/10.4236/ojgas.2014.4
6037

Lu, Y., Chen, M., Huang, Z., & Tang, C.


Talley, N. J. (2016). Functional
dyspepsia: New insights into
pathogenesis and therapy. Korean
Journal of Internal Medicine, 31(3),
444–456.
https://doi.org/10.3904/kjim.2016.0
91

Tantry, U. S., Kereiakes, D. J., & Gurbel,


P. A. (2011). Clopidogrel and
proton pump inhibitors: Influence of
pharmacological interactions on
clinical outcomes and mechanistic
explanations. JACC:
Cardiovascular Interventions, 4(4),
365–380.
https://doi.org/10.1016/j.jcin.2010.1
2.009

Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV
Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan
Fakultas Kedokteran. Page: 338-344

Wannmacher, L. (2011). 18th Expert


Committee on the Selection and Use
of Essential Review of the evidence
for H . Pylori treatment regimens.
Committee, E., & Medicines, E.
1(March), 1–33.

William, O. R., Martín, G. Z., & Lina, O.


P. (2014). Update on approaches to
patients with dyspepsia and
functional dyspepsia. Revista
Colombiana de Gastroenterologia,
29(2), 132–138.

Anda mungkin juga menyukai