Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

RUPTUR URETRA POSTERIOR

OLEH
JHEAN VANTIKA KENTI
1410070100058

PRESEPTOR:
dr. Mohd Nurhuda, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH


RSI SITI RAHMAH PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang
berjudul “Ruptur Uretra Posterior”. Penulisan Case Report Session ini dilakukan
dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior stase bedah di RSI Siti
Rahmah Padang. Penulis menyadari sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan referat ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
terkait. Bersama ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada pembimbing yaitu dr. Mohd Nurhuda,Sp.B yang telah membimbing dan
mengarahkan hingga dapat menyusun Case Report Session ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Case Report Session ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan lebih menyempurnakan
Case Report Session ini. Penulis berharap semoga nantinya Case Report Session
ini memberikan pengetahun ilmiah khususnya kepada mahasiswa kepaniteraan
k\linik senior bedah dan para pembaca pada umumnya.

Padang, 6 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
1.3 Manfaat...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Anatomi Uretra...............................................................................................3
a. Uretra pada wanita..............................................................................................3
b. Uretra pada pria..................................................................................................3
2.2 Definisi Ruptur Uretra....................................................................................6
2.3 Etiologi...........................................................................................................6
2.4 Epidemiologi..................................................................................................6
2.5 Klasifikasi.......................................................................................................7
2.6 Gambaran Klinis.............................................................................................9
a. Rupture uretra posterior......................................................................................9
b. Ruptur uretra anterior.......................................................................................10
2.7 Mekanisme Trauma......................................................................................10
a. Ruptur uretra posterior..........................................................................................10
b.Ruptur uretra anterior............................................................................................10
2.8 Diagnosis......................................................................................................11
2.8.1 Rupture uretra posterior...................................................................................11
2.8.2 Ruptur Uretra Anterior....................................................................................12
2.9 Penatalaksanaan............................................................................................13
a. Rupture Uretra Posterior.......................................................................................13
b. Rupture Uretra Anterior.......................................................................................14
2.9 Komplikasi Ruptur Uretra............................................................................16
2.10. Prognosis...................................................................................................17
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................18
BAB IV PENUTUP............................................................................................24
4.1 Kesimpulan...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anatomi Genitalia Wanita.............................................................................3

Gambar 2. 2. Anatomi Genitalia Pria..................................................................................5

Gambar 2. 3 Anatomi Uretra Pria.......................................................................................6

Gambar 2. 4 Klasifikasi Cedera Uretra................................................................................9

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat
trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis.
Ruptur uretra merupakan suatu kegawat daruratan bedah. Ruptur uretra dibagi
berdasarkan anatomi yaitu ruptur uretra anterior dan ruptur uretra posterior
dengan etiologi yang berbeda diantara keduanya.1
Jumlah etiologi terbanyak kasus trauma urologi adalah trauma tumpul
akibat kecelakaan lalu lintas (68,7%). Sedangkan untuk trauma tajam lebih
banyak disebabkan oleh penyakit gangguan jiwa sehingga cenderung melukai
dirinya sendiri (50,0%). Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis terjadi akibat
kecelakaan kendaraan bermotor. 25% kasus didapatkan akibat jatuh dari
ketinggian , dan ternyata trauma tumpul didapatkan lebih dari 90% kasus cedera
urethra. 1,2
Penelitian oleh Fallon melaporkan terdapat 57.367 pasien trauma dalam
lebih dari satu tahun di Jerman, 284 diantaranya merupakan kasus trauma urologi
dengan perbandingan pria dan wanita adalah 11 : 1.8. National Trauma Data Bank
(NTDB) melaporkan bahwa sebanyak 74% pasien trauma urologi adalah pria
dibawah 40 tahun. Trauma tumpul merupakan penyebab tersering trauma urethra
yaitu 90%.2
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra
posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama
terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera
pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan
pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Cedera organ
terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti
oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%). Secara keseluruhan
pada terjadinya fraktur pelvis, ikut pula terjadi cedera urethra bagian posterior
( 3,5%-19%) pada pria dan (0%-6%) pada urethra perempuan. Usia 10-20 tahun
juga merupakan usia yang sering mengalami trauma urologi . Ruptur uretra jarang

1
menyebabkan kematian namun secara signifikan dapat menyebabkan morbiditas
jangka panjang apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan
menyebabkan komplikasi. Komplikasi yang sering 31-36 % adalah striktur uretra,
20-60 % disfungsi ereksi, inkontinentia urine.1,2

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang rupture uretra.

1.3 Manfaat
Makalah ini membahas tentang: Anatomi, definisi, etiologi, pathogenesis,
diagnosis dan manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan analisa kasus
rupture uretra posterior.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal di vesika urinaria. Uretra
membentang dari orificium uretra internal dalam kandung kemih sampai ke
orifisium uretra eksternal. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuangan baik pada
sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. 3
a. Uretra pada wanita
Uretra pada wanita berpangkal dari orifisum uretra internal vesika
urinaria dan membentang kearah bawah di belakang simfisis pubis
tertanam di dalam dinding anterior vagina. Muara uretra terletak di sebelah
atas vagina yaitu antara klitoris dan vagina. Kondisi ini menyebabkan
wanita lebih sering terkena infeksi saluran kemih, bakteri akan lebih
mudah masuk ke kandung kemih karena urethra lebih dekat ke sumber
bakteri seperti daerah anus ataupun vagina. Pada wanita, panjang uretra
sekitar 2,5 sampai 4 cm. Berfungsi sebagai tempat penyaluran pengeluaran
urin.3

Gambar 2. 1 Anatomi Genitalia Wanita

b. Uretra pada pria


Pada laki-laki, uretra juga berjalan dari orificium urethral internus
ke eksterior, tetapi urethra pada laki-laki lebih panjang, panjang uretra
sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis. Uretra awalnya melalui

3
prostat kemudian ke otot-otot dalam dari perineum, lalu berakhir di penis.
Uretra pada laki-laki berfungsi sebagai Uretr pada laki-laki selain berperan
sebagai alat ekskresi urin, juga berperan untuk mentransport semen. Uretra
pada laki-laki melintasi masa gl.Prostata, menembus diaphragma
urogenitale, bulbus penis, corpusspongiosum penis dan glans penis. Uretra
pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya :3,4
1) Pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat. Urethra pars
preprostatica panjangnya 1-1,5 cm, berjalan vertikal , dari collum vesicae
sampai dengan aspek superior gl. Prostata, dikelilingi otot polos sphincter
vesicae (sphincterinternal) yang berlanjut dengan capsula gl. Prostata, dan
disuplai oleh saraf simpatik.
2) Pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil,dimana
terletak muara vasdeferens. Urethra pars prostatica panjangnya 3-4 cm,
menembus gl prostata yang lebih dekat kepermukaan anterior, dinding
posteriornya memiliki rigi: crista urethralis., terdapat bangunan: sinus
prostaticus; colliculus seminalis (verumontanum); utriculus prostaticus;
danmuara ductus ejaculatorius.
3) Pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar
bulbouretralis. Urethra pars membranacea merupakan bagian terpendek,
tersempit, berjalan dari prostat menuju bulbus penis; melintasi diaphragma
urogenitale, 2,5 cm postero-inferior symphysispubis. Diliputi otot polos
dan di luarnya oleh M. sphincter urethrae; disarafi oleh N.splanchnicus
pelvicus.
4) Pars spongiosa/ cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus
spongiosum penis. Urethra pars spongiosa panjangnya 15 cm, berjalan dari
ujung urethra pars membranacea sampai dengan orificium urethrae
externum di ujung glans penis. Melebar di bulbus penis: fossa intrabulbar
dan di glans penis: fossa navicularis. Orificium urethrae externumnya
tersempit.

4
Gambar 2. 2. Anatomi Genitalia Pria

c. Vaskularisasi dan aliran limfe


            Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah
terutama dari arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars
membranasea diberi suplai darah dari cabang-cabang arteri dorsalis penis
dan arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju pleksus venosus
prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra pars
prostatika dan pars membranasea dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe
yang berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus
iliaka interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus iliaka eksterna
(sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian besar
dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar
dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna.4
            Uretra feminine pars kranialis mendapatkan vaskularisasi dari
arteri vesikalis. Pars medialis mendapatkannya dari arteri vesikalis inferior
dan cabang-cabang dari arteri uterine, sedangkan pars kaudalis disuplai
oleh arteri pudenda interna. Pembuluh darah vena membawa aliran darah
venous menuju ke plexus venosus vesikalis dan vena pudenda interna. 4
d. Innervasi
            Uretra maskulina, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus
nervosus prostatikus. Uretra pars membranasea dipersarafi oleh nervus
kavernosus penis, pars sponsiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus
vesikalis dan pleksus nervosus uretrovaginalis, pars kaudalis dipersarafi
oleh nervus pudendus. 4

5
Gambar 2. 3 Anatomi Uretra Pria

2.2 Definisi Ruptur Uretra


Ruptur uretra merupakan trauma uretra yang terjadi karena jejas yang
mengakibatkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial
ataupun total. Ruptur uretra adalah kerusakan kontinuitas uretra yang disebabkan
oleh ruda paksa yang datang dari luar (patah tulang panggul, “Straddle injury”)
atau dari dalam (kateterisasi, tindakan-tindakan melalui uretra). Ruptur uretra
dibagi berdasarkan anatomi yaitu ruptur uretra anterior dan ruptur uretra posterior
dengan etiologi yang berbeda diantara keduanya.5

2.3 Etiologi
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan
cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang
menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptur uretra pars membranasea,
sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat
menyebabkan ruptur uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau businasi pada
uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route
atau salah jalan, demikian pula tindakan operasi trans uretra dapat menimbulkan
cedera uretra iatrogenik.6

2.4 Epidemiologi
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra
posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama
terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera
pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan

6
pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis
merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun
cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ
terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti
oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%). 1
            Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang
menyebabkan cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%.
Cedera uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi
beberapa kepustakaan melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6%. 2
            Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis
kebanyakan ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33
tahun. Pada anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan
persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada
anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan
resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra. 2
            Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita,
perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan
mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku. 2

2.5 Klasifikasi
Trauma uretra secara anatomi dbagi menjadi 2, yaitu trauma uretra anterior
dan posterior.

Trauma uretra diklasifikasikan menjadi lima derajat oleh goldman :7

Deraja Nama Gambaran Tatalaksana


t

I Peregangan uretra pada derajat ini tidak tampak Tidak membutuhkan


ekstravasasi pada uretrografi penanganan khusus

II Kontusio pada derajat ini terdapat darah secara konservatif


pada meatus uretra, namun dengan cara sistotomi
tidak tampak ekstravasasi suprapubik.
pada uretrografi.

7
III Partial disruption Pada derajat ini tampak Secara konservatif
ekstravasasi kontras pada dengan cara sistotomi
lokasi luka tanpa visualisasi suprapubik.
kontras pada uretra proksimal
atau kandung kemih.

IV Complete Disruption Pada derajat ini tampak Tindakan sistotomi


ekstravasasi kontras pada suprapubic dan tindakan
lokasi luka tanpa visualisasi pembedahan atau
kontras pada uretra proksimal endoskopi primer untuk
atau kandung kemih. memperbaiki pada
beberapa pasien.

V Complete/Partial Pada derajat ini terlihat Uretra harus dilakukan


Disruption dengan ekstravasasi kontras pada tindakan pembedahan
robekan leher kandung lokasi luka, darah pada primer untuk
kemih, rektum, atau introitus vagina wanita. Pada memperbaiki kondisi
vagina derajat V ini terdapat uretra.
ekstravasasi kontras pada
leher kandung kemih,
rektal, dan vagina selama
sistografi suprapubic.

Colapinto dan McCollum membagi derajat cedera uretra melaui gambaran


uretrogram, dalam 3 jenis : 7

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching  (peregangan).


Foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak 
memanjang.
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan
diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi
kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis

8
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa setelah
proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras
meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum.

Gambar 2. 4 Klasifikasi Cedera Uretra

2.6 Gambaran Klinis


a. Rupture uretra posterior
Pada rupture uretra posterior,terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah
suprapubic dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas, hematom, nyeri tekan.
Bila disertai rupture kandung kemih, biasanya ditemukan rangsangan peritoneum.
Ruptur uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa
perdrahan per-uretra, retensi urine, dan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan
adanya floating prostate di dalam suatu hematom.
Pada pemeriksaan uretrografi retrograde mungkin terdapat elongasi uretra atau
ekstravasasi kontras pada pars prostate-membranasea.7
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai
pada pasien yang telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, beberapa jenis fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera
uretra posterior dan terlihat pada 87% sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya
darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan beratnya cedera. Teraba buli-
buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung kemih atau
memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang
merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra
prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa
keluar dari kandung kemih. 8

9
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan
terdorong ke atas oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding
prostat merupakan tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra posterior.
Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-kadang
menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya
terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah
hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada
tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. 8
b. Ruptur uretra anterior

Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan
skrotum dan beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik
cedera uretra. bila terjadi rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang
air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubic.
Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh. 7
kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera
selangkang atau instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra. Jika fascia
buck robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fascia colles sehingga
darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen yang disebut butterfly
hematoma.8

2.7 Mekanisme Trauma


a. Ruptur uretra posterior
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser
pada prostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada
diafragma urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars
membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada dua
tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis oleh
diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum.3,7

10
b.Ruptur uretra anterior
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior.
Trauma tumpul adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars
bulbosa paling sering (85%), karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari
tulang pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma tumpul
pada uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury atau trauma
pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior pubis
dan benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra. 4,5
            Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma
tumpul uretra anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya.
Kenyataannya, straddle injury menimbulkan cedera cukup ringan, membuat
pasien tidak mencari penanganan pada saat kejadian. Pasien biasanya datang
dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun. 4,7
            Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10%
sampai 20% dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera
pada saat berhubungan intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam
ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya tunika albuginea. 7

2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesa,pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang

2.8.1 Rupture uretra posterior


a. Anamnesa

Pasien yang menderita trauma uretra posterior seringkali datang dalam


keadaan syok karena terdapat fraktur pelvis atau cedera organ lain yang
menimbulkan banyak perdarahan. Tanyakan riwayat trauma apakah setelah
kecelakaan lalulintas, atau benturan benda lain yang mengenai pelvis. Pada
penderita yang sadar, riwayat miksi perlu diketahui untuk mengetahui waktu
terakhir miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi dan adanya hematuria.6

b. Pemeriksaan Fisik

11
 Tanda-tanda fraktur pelvis dan nyei suprapubic. Teraba buli-buli yang
cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung kemih atau
memar pada perineum.7,8
 Pemeriksaan colok dubur: Pada pameriksaan Rectal Tuse didapatkan
Floating prostat yakni prostat seperti mengapung karena tidak terfiksasi
lagi pada diafragma urogenital. 7,8

a. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah dapat menunjukkan anemia akibat pendarahan. Jika
pasien dapat berkemih lakukan urinalisis
 Pemeriksaan Radiologi
      Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk
mendiagnosis cedera uretra karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada
keadaan trauma. Sementara CT Scan merupakan pemeriksaan yang ideal untuk
saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria dan terbatas dalam
mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis
setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan
dalam pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki
keterbatasan dalam pelvis dan vesika urinaria untuk menempatkan kateter
suprapubic. 9

2.8.2 Ruptur Uretra Anterior


a. Anamnesa

Riwayat trauma pada area selangkangan atau riwayat pemasangan alat di


area uretra. Ruptur uretra anterior biasanya pasien mengeluhkan perdarahan
peruretram, darah menetes saat buang air kecil atau nyeri dan hematoma pada
daerah perenium. Pada keadaan ini pasien seringkali tidak dapat miksi. 7,8

b. Pemeriksaan Fisik

 Terlihat darah di meatus uretra eksterna.


 Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom
pada penis atau hematom kupu-kupu. 8

12
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Radiologis
            Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi
keterangan letak dan tipe ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan
gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra
tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya ekstravasasi maka
kateter uretra boleh dipasang.9
2.9 Penatalaksanaan
a. Rupture Uretra Posterior
 Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-
obat analgesik. Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing,
tidak perlu menggunakan alat-alat atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan
tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram, pemasangan kateter harus dilakukan
dengan lubrikan yang adekuat. 10
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ
lain, cukup dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian
dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon
selama 3 minggu. 
 Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter
uretra harus dihindari.
1. Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin.
Insisi midline pada abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan
yang banyak pada pelvis. Buli-buli dan prostat biasanya elevasi kearah superior
oleh pendarahan yang luas pada periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering
distensi oleh akumulasi volume urin yang banyak selama periode resusitasi dan
persiapan operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin
terdapat  gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan
diinspeksi untuk laserasi dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan benang yang
dapat diabsorpsi dan pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. 10

13
Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3 bulan. Pemasangan ini
membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli akan
kembali secara perlahan ke posisi anatominya.Bila disertai cedera organ lain
sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari kemudian, sebaiknya
dipasang kateter secara langsir (railroading). 10

2. Delayed urethral reconstruction


Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3
bulan, diduga pada saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi
pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan kombinasi sistogram dan uretrogram
untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra. Panjang striktur
biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih
adalah “single-stage reconstruction” pada ruptur uretra dengan eksisi langsung
pada daerah striktur dan anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu
dipasang kateter uretra ukuran 16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1
bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat dilepas. Sebelumnya dilakukan
sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak ada ekstravasasi,
kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur, kateter
suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan
untuk melihat perkembangan striktur. 11
3. Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra.
Perdarahan dan hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya
striktur, impotensi, dan inkotinensia lebih tinggi dari immediate
cystotomydan delayed reconstruction. Walaupun demikian beberapa penulis
melaporkan keberhasilan dengan immediate urethral realignment. 11
b. Rupture Uretra Anterior
 Penanganan Awal
Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak ditemukan pada straddle
injury. Jika terdapat pendarahan yang berat dilakukan bebat tekan dan
resusitasi. Armenakas dan McAninch (1996) merencanakan skema klasifikasi
praktis yang sederhana yang membagi cedera uretra anterior berdasarkan

14
penemuan radiografi menjadi kontusio, ruptur inkomplit, dan ruptur komplit.
Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana hanya dengan diversi kateter
uretra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan penanganan pada
cedera staddle mayor yang melibatkan uretra. 11
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak
dengan kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur
uretra. Debridement dari korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi
karena aliran darah korpus dapat terganggu sehingga menghambat penyembuhan
spontan dari area yang mengalami kontusi. Diversi urin dengan suprapubik
direkomendasikan setelah luka tembak uretra dengan kecepatan tinggi, diikuti
dengan rekonstruksi lambat. 11
Penanganan Spesifik

 Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan
uretra tetap utuh. Setelah uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan
jika buang air kecil normal, tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan
penanganan tambahan.  Jika pendarahan menetap, drainase uretra dapat
dilakukan. 11
 Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada
suprapubik dapat membuka kubah dari buli-buli supaya pipa sistotomi suprapubik
dapat disisipkan dan dibolehkan  pengalihan urin sampai laserasi uretra sembuh.
Jika pada uretrogram terlihat sedikit ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari
setelah drainase kateter suprapubik untuk menyelidiki ekstravasasi. Pada
kerusakan yang lebih parah, drainase kateter suprapubik harus menunggu 2
sampai 3 minggu sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat  yang
rusak dapat menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak
memerlukan rekonstuksi bedah. Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada
ekstravasasi. Tindakan lanjut dengan melihat laju aliran urin akan memperlihatkan
apakah terdapat obstuksi uretra oleh striktur. 11
 Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas

15
Setelah laserasi yang luas, ekstravasasi urin dapat menyebar ke perineum,
skrotum, dan abdomen bagian bawah. Drainase pada area tersebut diindikasikan.
Sistotomi suprapubik untuk pengalihan urin diperlukan. Infeksi dan abses biasa
terjadi dan memerlukan terapi antibiotik. 11
 Rekonstruksi Segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit
dan tingginya resiko timbulnya striktur. 
 Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan
sistouretrogram harus dilakukan untuk mengetahui tempat dan panjang dari uretra
yang mengalami cedera. Pemeriksaan  ultrasound uretra dapat membantu
menggambarkan panjang dan derajat keparahan dari striktur. Injeksi retrograde
saline kombinasi dengan antegradebladder filling akan mengisi uretra bagian
proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan mengambarkan dengan jelas
bagian yang tidak bisa terdistensi untuk di eksisi. Jaringan fibrosa padat yang
terbentuk karena trauma sering menjadi significant shadow. 11
Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total uretra
pars bulbosa setelah straddle injury. Skar tipikal berukuran 1,5 sampai 2 cm dan
harus dieksisi komplit. Uretra proksimal dan distal dapat dimobilisasi untuk
anastomosis end-to-end. Tingkat keberhasilan dari prosedur ini lebih dari 95%
dari kasus. 11
Insisi endoskopik melalui jaringan skar dari uretra yang ruptur tidak
disarankan dan sering kali gagal. Penyempitan parsial uretra dapat diterapi awal
dengan insisi endoskopi dengan tingkat keberhasilan tinggi. Saat ini uretrotomi
dan dilatasi berulang telah terbukti tidak efektif baik secara klinis maupun biaya.
Lebih lanjut, pasien dengan prosedur endoskopik berulang juga sering diharuskan
untuk dilakukan tindakan rekonstruksi kompleks seperti graft. Open repair
seharusnya ditunda paling tidak beberapa minggu setelah instrumentasi untuk
membiarkan uretra stabil. 11

16
2.9 Komplikasi Ruptur Uretra
           Komplikasi dari cedera pada pelvis sulit dibedakan dengan komplikasi
akibat pasca uretroplasti atau cedera buli-buli. Komplikasi dini yang dapat terjadi
setelah rekonstruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel
uretrokutan dan epididimitis.12

 Sedangkan komplikasi lanjut yang sering terjadi, yaitu:


1. Impotensi
Ditemukan 13-30% dari penderita dengan fraktur pelvis dan pada
cederauretra yang dirawat dengan pemasangan kateter. Cedera pada saraf
parasimpatis penil merupakan penyebab terjadinya impotensi setelah fraktur
pelvis. 12

2. Inkontinensia
Insiden terjadinya inkontinensia urine rendah ( 2-4 %), dan disebabkan
oleh kerusakan pada Bladder Neck. Oleh karena itu, inkontinensia meningkat
pada penderita yang dilakukan Open Bladder Neck sebelum dilakukan operasi. 12

3. Striktur
Setelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15% penderita
terbentuk striktur. Biasanya 96% kasus berhasil ditangani dengan dilakukan
penangan secara endoskopi. 12

2.10. Prognosis
Prognosis pasien dengan rupture uretraketika penanganan awal baik dan
tepat akan lebih baik. Rupture uretra anterior mempunyai prognosis yang lebih
baik ketika diketahui tidak menimbulkan striktur uretra karena apabila terjadi
infeksi dapat membaik dengan terapi yang tepat. Sedangkan pada rupture uretra
posterior ketika disertai dengan komplikasi yang berat maka prognosis akan lebih
buruk. 10

17
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 20 tahun
Status : Mahasiswa
Tinggi Badan : 175 cm
BB : 65 KG
3.2. KELUHAN UTAMA

Pasien datang ke IGD RSI. Siti Rahmah dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil setelah kecelakaan lalu lintas sejak 6 jam SMRS

3.3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


- Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 6 jam
setelah kecelakaan lalu lintas. Awalnya pasien sedang dalam perjalanan ke
kampus dengan mengendarai motor dan memakai helm dengan kecapatan
80 km/jam kemudian pasien menabrak mobil saat menghindari lubang
sehingga pasien terpelanting ke trotoar dan tulang pinggul kiri dan kanan

18
pasien terbentur kemudiaan pasien jatuh ke jalan dengan posisi terduduk,
kepala terlindungi oleh helm, dada tidak terbentur, setelah kejadian pasien
tidak bisa berdiri sehingga dibantu oleh salah satu warga, dan dibawa ke
klinik bidan terdekat. Luka pada pasien di bersihkan dan diberi obat
antibiotik dan analgetik (pasien lupa nama obat) setelah itu pasien di
pulangkan. Ketika di rumah nyeri sedikit bekurang tapi aktivitas pasien
masih terbatas, ketika pasien hendak BAK, air nya tidak bisa keluar.
- Pasien mengaku pada saat BAK merasakan Nyeri pada perut bagian
bawah
- BAK keluar sedikit (2 tetes) dan bercampur darah sejak 1 jam SMRS
- Rasa penuh pada perut bagian bawah sejak 3 jam SMRS
- Darah keluar menetes dari lubang kencing sejak 2 jam SMRS, Darah
berwarna merah segar
- Pasien merasakan nyeri bertambah dengan banyak bergerak dan aktivitas
dan sedikit berkurang pada saat istirahat.

3.4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Riwayat trauma sebelumnya (-)
- Riwayat buang air kecil susah dan nyeri sebelumnya (-)
- Penyakit ginjal (-)
3.5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Penyakit jantung (-)
- Hipertensi (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Diabetes (-)
3.6. STATUS GENERALIS
1. Tanda vital
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaraan : Compos mentis
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekueni nadi : 84 kali/menit
- Frekuensi napas : 24 kali/menit

19
- Suhu : 36’8 ºC

2. Kepala : Normochepal, Deformitas (-),

3. Rambut : Hitam, lurus, tersebar merata, tidak mudah dicabut.

4. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat


isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung
(+/+)
5. Mulut : Mukosa kering (-), oral hygiene baik
6. Telinga : Normotia, sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan (-/-),
nyeri tarik (-/-), otore (-)
7. Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), nyeri tekan
sinus (-), rinore (-)
8. Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
9. Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar
10. Paru
- Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis
- Palpasi : Ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri = kanan
- Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
11. Jantung :
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi :Iktus kordis teraba pada ICS V 1 jari medial linea
midklavikula sinistra
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
12. Abdomen :
- Inspeksi : Datar, jejas (-) darm countur (-), darm stayfung (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Turgor baik, defans muscular (-), nyeri tekan (+)
pada regio supra pubis, hepar dan limpa tidak teraba membesar
- Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
13. Ekstremitas : Akral hangat ++/++, edema --/--

20
3.7. STATUS LOKALIS
1. Sudut Costo Vertebrae :
- Inspeksi : massa -/-, jejas +/+
- Palpasi : massa -/-, nyeri tekan -/+
- Perkusi : nyeri ketok -/-
2. Regio Suprapubis :
- Inspeksi : massa (-), jejas (-) blas (+)
- Palpasi : buli-buli berisi, nyeri tekan (+)
- Perkusi : redup
3. Genitalia Eksterna
- Inspeksi : Hiperemis (+), bengkak (-), nyeri (+), sekret (-) tanda
radang (-), tidak membesar, Penis dan scrotum hematom (+),
butterfly (-), laserasi (+)
- Palpasi : nyeri ( +)
4. Rectal toucher
- Floating prostat (+)

3.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan darah rutin
Hb : 11,1 g/dl
HT: 32 %
Leukosit : 8.000 /uL
Trombosit: 235.000 /uL
Ureum : 1,2 g/dl
Creatinine 0,6 d/dl
GDR: 98 g/dl
 Pemeriksaan Radiologi
 Foto pelvis

21
Kesan : fraktur pelvis rami anterior

 Uretrogram retrograd

Kesan : rupture uretra posterior


3.9. DIAGNOSA KERJA
 Susp rupture urethra posterior ec trauma
 Fraktur pelvis rami anterior

3.10. PENATALAKSAAN

22
 Pro sistostomi
 Inj Ketorolac 1 x 30 mg
 Tramadol 100 mg dalam 100 cc NaCl 0,9 %
 Vit K 1x1amp iv
 Transamin 3x 500 mg
 Fraktur: Konsul Orthopaedi pro konservatif
3.11 PROGNOSIS
 Ad vitam : Bonam
 Ad functinam: Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ruptur uretra merupakan trauma uretra yang terjadi karena jejas yang
mengakibatkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial
ataupun total. Ruptur uretra dibagi berdasarkan anatomi yaitu ruptur uretra
anterior dan ruptur uretra posterior dengan etiologi yang berbeda diantara
keduanya.
Gejala yang di timbulkannya berbeda-beda, pada ruptur uretra posterior,
gejala seperti Bloody Discharge , Retensio urin , Floating prostat dan ruptur uretra
anterior gejala yang di timbulkannya Bloody Discharge , retensio urin Butterfly
hematom.Untuk penatalaksanaan dari ruptur uretra pada dasarnya dengan
melakukan pungsi urin dan sistestomi untuk mengeluarkan urin yang tertahan
didalam vesika urinaria. Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus ruptur
uretra baik itu anterior dan posterior adalah perdarahan, infeksi/sepsis, striktur
uretra.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym, anatomi dan fisiologi traktus urinarius. Diakases pada hari


selasa, tanggal 6 februari 2019. Diunduh dari:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-langgengse-
5657-2-babii.pdf
2. Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral injuries
.In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north
america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006. p. 87-95
3. Lynch T. Martinez, Plas E, Serafetinides E, Hohenfellner M (2005) EAU
Guidelines on Urological Trauma. Eur Urol 45: 1
4. Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma.
Makassar: Division of Urology, Departement of Surgery, Faculty of
Medicine, Hasanuddin University; 2009. p. 131-6
5. Pereira, Bruno. A review of ureteral injuries after external trauma. In
Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2010

24
6. Purnomo, Basuki. Dasar-Dasar Urologi.Edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto;
2012. P. 188
7. Rosentein DI, Alsikafi NF .Diagnosis and classification of urethral
injuries.In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north
america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006 . p. 74-83
8. Santucci. 2012. Manajement of iatrogenic uretral injury.unand.2011
9. Schreiter F, et al. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra. In
: Schreiter F, et al, editors. Urethral reconstructive surgery.Germany :
Springer Medizin Verlag Heidelberg; 2006 . p.107-20
10. Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2.Jakarta : EGC;
2005. p. 770-2
11. Tanagho EA, et al. Injuries to the genitourinary tract. In : McAninch,
editor. Smith’s general urology.17th Edition. United States of America :
Mc Graw Hill; 2008. p.278-93

25

Anda mungkin juga menyukai