Anda di halaman 1dari 16

TRANSFORMASI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DI ERA DIGITAL SEBAGAI BENTUK

PERILAKU KEKINIAN PENGGUNA MEDSOS


(studi pada pengguna Media Sosial line Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya)

MUTIAH

Jurusan Ilmu Komunikasi, FISH Universitas Negeri Surabaya

mutiah@unesa.ac.id
mumutamron@yahoo.co.id

ABSTRAK

Komunikasi antarpersonal merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif karena sifatnya
yang face to face dengan adaptasi dan feedback yang sama. Perbedaan persepsi dalam komunikasi
interpersonal yang terjadi saat itu juga bisa dikoreksi hingga terjadi persamaan persepsi yang
diharapkan. Namun di tahun 2000-an, kita memasuki era informasi dengan arus yang cepat sehingga
bisa dikatakan menjadi masyarakat informasi, yang ditandai dengan hadirnya jaringan komunikasi yang
luas ditambah dengan layanan berbasis chatting baik secara kuantitas maupun kualitas. Dengan kondisi
demikian bentuk komunikasi interpersonal mengalami transformasi, proses komunikasi interpersonal
tak harus lagi dituntut dengan face to face karena sudah bisa dijembatani dengan media sosial berbasis
chatting sehingga indikasi anti sosial dikhawatirkan menggejala. Karena itulah transformasi proses
komunikasi antarpersonal menarik untuk diteliti karena akan menggambarkan perubahan pola
komunikasi antarpersonal yang dapat dikritisi dengan teori atau model komunikasi. Penelitian ini akan
mendeskripsikan pola kondisi Komunikasi antarpersonal yang dapat dilakukan lewat media sosial
bahkan pertukaran avatar dalam wujud diri sendiri yang terlibat dalam komunikasi antarpersonal
diramalkan dapat saja terjadi. Secara teoritis penggunaan media bisa merujuk pada teori uses and
grativication, karena penelitian ini akan lebih menyoroti apa yang dilakukan masyarakat pada media
sosial yang diduga membentuk suatu pola komunikasi dalam masyarakat. Maka penelitian ini akan
disajikan secara kualitatif dengan informan mahasiswa ilmu komunikasi semester V, yang dipilih secara
rendom. Metode pengumpulan data secara kualitatif meliputi wawancara terbuka, observasi
berpartisipasi, dokumentasi.

Kata kunci : komunikasi interpersonal,jaringan komunikasi , transformasi

1
THE TRANSFORMATION OF INTERPERSONAL COMMUNICATION IN THE DIGITAL AGE AS A FORM OF
CONTEMPORARY BEHAVIOR OF USERS OF SOCIAL MEDIA

Abstract

Interpersonal communication is the most efective communication form because the type of Face
to face with adaptation and the same feedback. The miss perception which occured along the process of
interpersonal communication can be corected at the same time until it reach the expected perception.
But in 2000, we entered an era of rapid information flows so that people today can be called an
information society. Which it’s signal by the occurance of communication network provider, and the
service of based-chat application in quality and quantity. By this condition interpersonal communication
can be transformed into not to face to face communication, because it has been bridged by social
media-based chat so that the indications antisocial will accured sporadically. Because of that the
interpersonal communication is interesting to study. This will illustrated the canging patterns of
interpersonal communication that can be critized by theory or model communication. This studi wil
describe pattern of interpersonal communication conditions that can be done through social media.
Even the exchange of avatars in the form of self involved in perdictabled interprsonal communication
can occur. Use of media theoritically could refer to the theory of uses and grativication, because this
research will better highlight what people do on social media that allegedly form a pattern of
communication in society. This study will be presented qualitatively with the informan students fifth
semester of communication science, chosen at random. Qualitative data collection methods include
open ended interviews, participating observation, and documentation.

Key words : interpersonal communication, communication network , transformation

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Besarnya perkembangan media sosial dan aplikasi komunikasi berbasis chatting nyatanya telah
memperlihatkan adanya perubahan bentuk komunikasi antarpersonal. Jejaring sosial menggeser sifat
komunikasi anterpersonal yang face to face menuju ke aktivitas pengguna media sosial. Perubahan yang
signifikan ini dimulai awal tahun 2000-an ketika perkembangan jaringan informasi semakin pesat.
meluasnya jaringan informasi mendorong individu menjadi bagian masyarakat informasi. Aktivitas
komunikasi masyarakat informasi menjadi lebih flksibel atau sangat cair, kondisi ini dipertegas dengan
data dari website resmi kominfo ditahun 2014 yang menyatakan bahwa pengguna internet di Indonesia
mencapai 63 juta, dan 95%1 menggunakannya untuk mengakses jejaring sosial. Berdasarkan lembaga
survey industri internet Amerika yaitu statista, hampir semua media sosial di akses oleh masyarakat
dunia. media sosial yang penulis soroti adalah line merupakan media sosial berbasis chatting yang paling
pesat perkembangannya, seperti yang terlihat pada grafik dibawah ini

1
Fisip.uajy.ac.id
2
KakaoTalk Annual User Growth
Vine
Twitter
Skype
Facebook
Viber
Google Plus
YouTube
WeChat
Whatsapp
Pinterest
Instagram
Snapchat
Facebook Messenger
LINE
0 10 20 30 40 50 60

LINE Facebook Messenger Snapchat


Instagram Pinterest Whatsapp
WeChat YouTube Google Plus
Viber Facebook Skype
Twitter Vine KakaoTalk

upaya

Sumber : www.statista.com

Grafik di atas memperlihatkan bahwa line adalah media jejaring berbasis chatting paling pesat
perkembangannya, hal ini diduga kerena fitur yang dihadirkan line memenuhi kebutuhan komunikasi
bagi pengguna. Line meluncurkan beragam fitur yang membuat komunikasi personal menjadi lebih
efektif dan praktis seperti group chat yang mampu menampung anggota mencapai 200 orang, dan
conference call pada semua anggota dalam group chat secara simultan dalam satu waktu. Karakteristik
yang dimiliki line tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki facebook dan whatsapp.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara penulis kepada mahasiswa ilmu komunikasi Unesa
pada pra penelitian, semuanya memiliki media sosial yang penulis. Namun dari sekian media sosial yang
peneliti sebutkan, mahasiswa ilmu komunikasi Unesa semuanya memiliki aplikasi line. Aplikasi line yang
mereka gunakan sebagai media mereka untuk berkomunikasi secara personal dengan teman satu
angkatan atau dengan semua angkatan yang terhubung lewat group chat . Penggunaan media sosial line
tidak hanya terfokus pada isi pesan yang disampaikan tetapi juga terfokus dengan anggota-anggota
pengguna lainnya,indikasi tersebut terlihat dari bentuk group yang mereka ciptakan diruang media
sosial kemudian intensitas yang tinggi terhadap penggunaan line dalam berkomunikasi. Hal ini sejalan
dengan teori uses and gratification yang menyatakan bahwa pengguna media adalah subjek yang aktif
yang diarahkan oleh tujuan2. Tujuan mahasiswa ilmu komunikasi dalam komunikasi melalui media sosial
diduga untuk mendapatkan kepuasaan yang ditentukan oleh sikap mereka sendiri tentang media
tersebut.

Fitur yang dihadirkan line diduga mampu memfasilitasi kata-kata yang sulit mereka sampaikan,
seperti emoticon, gambar, dan pesan suara. Pengguna sering bertukaran emoticon dalam
berkomunikasi di media sosial. Hal ini dianggap lebih seru dan menjembatani kata-kata yang tidak etis

2
www.docstoc.com
3
disampaikan. Merujuk pada perubahan pola komunikasi inilah penulis beranggapan perlu dihadirkan
sebuah penelitian untuk memperlihatkan bagaimana pola komunikasi melalui media sosial yang
dianggap kekinian oleh pengguna.

Melalui uraian latar belakang, maka penulis merumuskan pertanyaan yang ingin dijawab yaitu
bagaimana pola dan perilaku komunikasi antarpersona mahasiswa ilmu komunikasi Unesa melalui
media sosial line,? Dari pertanyan besar ini secara tidak langsung akan memperlihatkan bagaimana
perubahan atau transformasi komunikasi antarpersonal yang terjadi.

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Antarperonal

Secara konvensional para akademisi dan mahasiswa memahami bahwa komunikasi


antarpersonal, merupakan proses komunikasi yang dilakukan dengan mensyaratkan kehadiran fisik.
Karna itulah banyak ahli komunikasi memberikan definisi komunikasi antarpersonal yang bersifat face to
face seperti yang disampaikan oleh Devito (Devito, 2007): Komunikasi antarpribadi merupakan proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang –
orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika3. Komunikasi antarpribadi merupakan
komunikasi yang terjadi antara dua orang yang telah menjalin hubungan, orang yang dengan suatu cara
terhubung.

Berdasarkan definisi Devito dapat kita uraikan bahwa komunikasi antarpersonal adalah aktivitas
dua orang yang menjalin hubungan terlebih dahulu, artinya jika sebelumnya tidak memiliki hubungan
personal maka aktivitas komunikasi antarprsonal akan sulit dilakukan. Hal ini tidak selalu berlaku jika
komunikasi antarpersonal di lakukan lewat media sosial, bahkan dari komunikasi melalui media sosial
inilah hubungan antarpersonal bisa saja terjadi.

Electronically Mediated Interpersonal Communication

Era digital mau tidak mau membuat lebih banyak orang memilih media untuk berkomunikasi
antarpersonal karena banyak kemudahan yang ditawarkan media online dari pada hanya berkomunikasi
secara langsung secara face to face yang berkemungkinan memerlukan biaya lebih, dan waktu yang
tidak sedikit. Internet Relay Chat (IRC) adalah suatu bentuk komunikasi di Internet yang diciptakan untuk
komunikasi antarpersonal terutama komunikasi kelompok di tempat diskusi yang dinamakan channel
(saluran), tetapi juga bisa untuk komunikasi jalur pribadi. IRC muncul sebagai saluran komunikasi pintu

3
Journal.unsrat.ac.id
4
belakang yang menarik yang meliput kejadian-kejadian penting. Pada saat alat-alat komunikasi
tradisional tak dapat berfungsi dengan baik, IRC dapat menjadi alternatif yang dapat diandalkan 4.

Hubungan yang terjalin dari online memiliki kekurangan. Walaupun menarik menggunakan komunikasi
online namun resiko yang timbul dari perilaku yang tidak etis atau yang tidak sehat dapat terjadi berikut
ini seperti berikut ini .

- Abuse of anonymity (penyalahgunaan anonimitas/keadaan tanpa nama).

Satu masalah dengan komunikasi internet adalah praktek bertingkah fiktif atau bertindak bukan
seperti dirinya sendiri. Sama seperti mengenakan kostum membebaskan beberapa orang untuk
berperilaku dengan cara yang berbeda dari perilaku normal mereka, sehingga terlalu
mengizinkan beberapa pengguna internet identitas untuk berpura-pura menjadi diri orang lain
tidak seperti dirinya sendiri.

- Dishonesty (ketidakjujuran).

Masalah kedua adalah lisensi untuk berbohong. tidak hanya orang-orang berbohong tentang
identitas mereka, termasuk seks mereka, tetapi mereka juga berbohong tentang karakteristik
pribadi seperti umur, warna rambut, pendidikan, dan status perkawinan.

- Addiction (kecanduan).

Masalah ketiga yang potensial untuk anak-anak dan orang dewasa adalah kecanduan teknologi.

Pada perkembangannya media elektronik komunikasi antarpersonal mengalami perkembangan


yang pesat, muncul media sosial yang lebih kaya fitur dan berbasis obrolan dengan menyediakan ruang
obrol pribadi. Namun demikian tetap saja kekurangan media online seperti penulis kemukakan diatas
dapat terjadi.

Media Sosial Sebagai Alat Komunikasi Antarpersonal

Media sosial menciptakan dunia virtual bagi penggunanya, menurut Utari (2011:49) media sosial
merupakan media online yang mana para penggunanya dapat berpartisipasi dengan mudah sekaligus
berbagi informasi dengan cara menyampaikan pesan kepada orang lain selain menyatakan komentar
terhadap pesan yang diterima. Dewasa ini fenomena beralihnya komunikasi face to face ke komunikasi

4
Suci-yana.blogspot.com (dimuat dalam prosiding Aspikom 2015)
5
virtual melalui media sosial sudah tidak bisa dipungkiri lagi, terlebih hadirnya media sosial berbasis
chatting.

Namun, kenyataan yang tak terbantahkan bahwa komunikasi antarpersonal dengan


menggunakan media sosial tidaklah sekaya komunikasi antarpersonal yang face to face. Karena
komunikasi ketika menggunakan media sosial akan kehilangan esensi dari komunikasi verbal. Pelaku
komunikasi antarpersonal tidak dapat melihat dan mendengar secara langsung sehingga memungkinkan
peserta komunikasi tidak memperoleh makna utuh dari informasi yang disajikan. Media sosial
terhubung dengan media online, oleh karena itulah keduanya memiliki karakter yang serupa, menurut
Bambang Darmadi (2003:144) ;

 Bersifat konfergen, menyatukan media komunikasi dalam bentuk digital dan elektronik yang
didorong oleh teknologi komputer dan diperkuat oleh teknologi jejaring.
 Pengiriman yang cepat karena proses digitalisasi
 Adanya interaktivitas yang merupakan komunikasi dua arah antara sumber dengan penerima
(komunikasi banyak arah, banyak sumber, dan penerima).
 Tidak terkait waktu terbit (dapat di up-date setiap waktu dengan meng upload berita).
 Ruang elektronik yang disediakan sangat luas dan hampir tak terbatas.
 Berpusat pada pembaca (reader centric), sehingga media interaktif memberi peluang bagi setiap
pengguna untuk mengambil informasi yang relevan bagi dirinya.

Melihat karakteristik diatas pada dasarnya aktivitas komunikasi antarpersonal menjadi lebih
praktis, unsur-unsur efektifitas komunikasi pun tidak terabaikan, seperti potensi besar hadirnya
komunikasi yang dua arah bahkan banyak arah, tidak terkait oleh waktu, ruang elektronik dewasa ini
tersedia sangat luas dan hampir tak terbatas, dan pesan bisa disampaikan dengan cepat. Dengan
demikian komunikasi melalui media sosial memberikan banyak waktu bagi penggunanya untuk berpikir
sebelum berkomunikasi.

Tanpa disadari penggunaan media sosial memberikan aturan tersendiri, bahkan beberapa orang
berpendapat bahwa dalam banyak situasi hubungan online yang lebih baik daripada hubungan tatap
muka atau face to face. Sebagai contoh, di study Parks dan Floyd (1996), satu orang berkomentar bahwa
hubungan online-nya jauh lebih dalam dan memiliki kualitas yang lebih baik daripada kehidupan nyata
persahabatan. Orang lain yang telah aktif dalam jaringan komputer bagi pekerja gereja berkata, “saya
tahu beberapa orang ini lebih baik daripada beberapa teman-teman terbaik saya”. Dan berbagai laporan
penelitian memberikan contoh bahwa hubungan online dapat berkembang ke hubungan asmara dan
perkawinan.
6
Karakter Forum Diskusi di Media Sosial

Media sosial dewasa ini sudah dilengkapi dengan fitur yang memungkinkan bagi penggunanya
untuk membuat suatu group. Group yang terkadang diharapkan sebagai wadah diskusi dan memberikan
informasi bagi anggota-anggotanya. Adapun karakteristik pesan dalam media sosial adalah, asumsi
bahwa gaya bahasa dalam tiap forum diskusi memiliki emosi flaming (menyala), dan blaming
(menyalahkan). Jadi akan lebih mudah terjadi agresi dalam sebuah forum di media sosial kemudian
bahasa dalam forum diskusi online atau dimedia sosial kalimatnya relatif singkat, sedikit subordinasi,
kalimat tidak lengkap, kosakata gaul dan menghindari kalimat pasif.

Dewasa ini, banyak remaja belajar bagaimana media bekerja dengan membuat media mereka
sendiri. Jenkin mengatakan bahwa generasi muda sekarang menemukan bagaimana media sosial
bekerja dengan “memisahkan budaya mereka dan mencampur ulang”. Media sosial mengubah cara kita
menciptakan dan berpartisipasi dalam komunitas dengan memberi definisi ulang kepada rasa ruang kita.
Ruang cyber bukanlah sebuah wadah kosong, tetapi proses berhubungan yang fleksibel dan
berkembang yang tumbuh dari interaksi. Bukan hanya konteks dimana mereka muncul, ruang cyber
adalah ruang sosial dimana tindakan dinamis dan interaksi membentuk lingkungan. Media sosial
mendorong multitasking, artinya pengguna media sosial dapat mencatat sambil mengirim pesan singkat,
kemudian memperbarui status. Yayasan Kaiser menemukan bahwa 65% dari waktu yang ada,
mahasiswa yang sedang belajar juga melakukan hal yang lain (Aratani, 2007), selanjutnya media sosial
juga dapat mempromisikan pemikiran visual.

Karakteristik dan Pola Komunikasi Pengguna Media Sosial

Dalam komunikasi antarpersonal melalui media sosial adakalanya terjadi gejala parasosial. Istilah
parasosial sendiri pertama sekali dikenalkan oleh Donald Horton dan Richard Wohl pada tahun 1956,
awalnya konsep ini dikemukakan untuk media massa yang berperan membuat publik merasa dekat
dengan tokoh tertentu walaupun belum pernah bertemu, namun hal yang sama tidak dirasakan tokoh
yang dimaksud publik. Ini juga yang dialami pengguna media sosial mereka cenderung berkomunikasi
dimedia sosial seolah memiliki kedekatan dengan pengguna yang lain padahal pengguna tersebut tidak
merasakan hal yang sama.

Fungsi parasosial ini pada akhirnya mendorong pengguna lebih mengeskpose kegiatan sehari-
hari karena dalam media sosial terjadi relasi yang cenderung memperhatikan kegiatan. Relasi yang
mengandung perhatian ini pada akhirnya membuat pengguna memiliki cukup informasi untuk menilai
tingkah laku pengguna yang lain.

7
Selain parasosial karakteristik dari media sosial adalah penyebaran wabah penyakit anti sosial,
media sosial adalah fasilitas praktis yang dapat menggeser proses komunikasi antarpersonal. Dengan
dimanja oleh kepraktisan sosial media untuk berkomunikasi, orang-orang menjadi malas bertemu
langsung dengan teman atau kerabat. Jika ada sesuatu yang ingin dikabarkan cukup tulis lalu share dan
teman-teman bisa membacanya. Frekuensi bertemu dan berkomunikasi langsung semakin jarang
dengan adanya sosial media ini. Tanpa disadari menurut Karen N Douglas (dalam Elly A Konijin dkk,
2008:215) dapat mengarahkan pengguna media sosial kearah, flaming, Cyberostracism, Cyberhate,
Online harassment.

Media Sosial Line

Siapa yang tidak mengenal media sosial seperti line? Sepertinya jawabannya hampir semua
masyarakat dunia mengenal, namun pertanyaan spesifik seperti siapa yang tidak memiliki media sosial
ini? Maka jawabannya pun sama bahwa hampir semua orang memiliki akun di media sosial tersebut.
Sementara karakteristik line ini berupa aplikasi perpesanan yang awalanya digunakan untuk menolong
pria yang tidak bisa mengungkapkan kata-kata kepada wanita. Line terkenal karena mampu mengirim
pesan kata, melalui sticker semacam animasi yang lucu-lucu. Karena itula, kebanyakan pengguna line
lebih sering bertukar sticker ketimbang kata. Sticker yang lucu yang membuat line booming dan
dimanfaatkan sang pengembangnya, NHN Japan untuk berjualan sticker.
Line bisa digunakan untuk menelpon sesama anggota Line dengan layanan berbasis VoiP (Voice
Internet Protocol). Kelebihan aplikasi line adalah aplikasi lain bisa digunakan di perangkat iOS, Android
dan BlackBerry serta bisa digunakan pada komputer personal. Fitur lainnya adalah, pengguna Line bisa
mengetahui apakah pesannya sudah dibaca atau belum. Timeline adalah fitur lain yang ditawarkan oleh
pengguna line. Pengguna bisa menuliskan segala aktivitasnya layaknya di Facebook. Karena lintas
platform, aplikasi ini memungkinkan untuk bermain game dengan pengguna line secara bersamaan.
Tentu saja pengguna bisa saling membalas dengan sticker yang menarik untuk dilihat. Kekurangan Line :
Walaupun pada dasarnya Line tidak berbasis nomor telephon, tetapi pengguna bisa dengan mudah
meng-add akun Line, tanpa perlu di approve terlebih dahulu.
Teori Uses and Grativication dan Realitas Pengguna Media Sosial

Berdasarkan masalah penelitian yang penulis tarik dari fenomena pengguna media sosial maka
penulis merasa perlu untuk melihat teori dari sisi penggunaan media. Maka teori uses and grativication
penulis anggap sejalan dengan fenomena pengguna media sosial karena teori ini tidak terfokus pada apa
yang dilakukan media pada masyarakat (what media do to peope) tetapi lebih tertarik pada apa yang
dilakukan masyarakat pada media (what people do to media).

8
Menurut Blumer (Griffin, 2003) mengemukakan bahwa pengguna media memiliki peran yang
aktif dalam memilih media serta menggunakan media sebagai alat pemuas kebutuhannya. Pengguna
media adalah bagian yang aktif di dalam proses komunikasi yang berlangsung dan berorientasi pada
tujuannya di dalam media yang mereka gunakan. Teori use and gratification memang dapat di
aplikasikan pada media sosial, bahkan media sosial memberikan gratifikasi yang lebih luas dari pada
media massa. Karena dengan media sosial kita hampir memiliki pilihan yang tak terbatas untuk
kesenangan, mengakses informasi, percakapan, kolaborasi.

Pengguna media sosial adalah pihak aktif dalam penggunaan media, penulis menduga bahwa
media sosial digunakan dalam komunikasi antarpersonal dikarenakan memiliki nilai kepuasaan tersendiri
bagi penggunanya, yang tidak mereka temukan jika melakukan komunikasi antarpersonal face to face.
Dalam media sosial komunikasi antarpersonal diduga mampu memenuhi kebutuhan memperoleh
informasi, emosional, rasa percaya diri dan status serta mempererat hubungan dengan keluarga, teman
dan sebagainya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam mengumpulkan dan menganalisis data
yang diperoleh dengan cara deskriptif kualitatif. Maka penelitian ini mengumpulkan data dengan
metode; observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan catatan harian penelitian agar tidak bias oleh
waktu mengingat memori manusia sangat terbatas.

Observasi meliputi pengamatan pada perilaku dan komunikasi sehari-hari informan di kampus
dengan teman satu program studi dan perilaku informan di dunia virtual, selanjutnya untuk lebih kaya
maka peneliti melakukan wawancara mendalam. Wawancara ini bersifat terbuka dimana peneliti tidak
membawa daftar pertanyaan atau menyusun pertanyaan, peneliti hanya membuat point-point
pertanyaan yang memungkinkan informan menjawab seluas-luasnya. Agar memperoleh jawaban yang
original maka adakalanya peneliti menggunakan asistensi dalam menyampaikan pertanyaan kepada
informan. Penggunaan assitensi ini peneliti bekali dengan catatan harian agar tidak bias atau
melewatkan pengamatan yang sudah dilakukan.

Informan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Unesa semester lima.
Pemilihan informan berdasarkan pertimbangan waktu dan penggunaan media sosial line yang dimiliki
semua mahasiswa semester lima. Mengingat mahasiswa Ilmu Komunikasi telah dibekali materi
perkuliahan mengenai media baru yang mana sub materi media sosial berada didalamnya. Sehingga

9
peneliti akan melihat apakah pola dan perilaku komunikasi antarpersonal mereka sejalan dengan
pemahaman yang mereka miliki (manfaat dan kerugian media sosial) atau bahkan tidak sama sekali.

Dalam penelitian ini, penulis memperoleh 8 informan, delapan informan ini peneliti ambil
sebagai sampel untuk mengidentifikasi teori uses and gratification dengan kriteria yang mengakses
media sosial lebih dari 6 jam perhari sampai setiap waktu. Informan. Adapun informan peneliti, penulis
rangkum dalam tabel berikut :

No Nama Semester
1 Loulita Septiana V
2 Waisy Al-Qurni Dorida V
3 Nur Aghnia Yulfara V
4 Ibrahim Kudshi V
5 Diva Audina Nastiti V
7 Septalia Ladies V
8 Arianti Nurrachma V

Penelitian dilakukan kurang lebih 1 bulan namun pengamatan sudah berlangsung selama 2
bulan. Sehingga data yang diperoleh jenuh, artinya peneliti tidak menemukan jawaban berbeda lainnya
dari data yang sudah peneliti peroleh lewat 8 informan ini.

Hasil dan Pembahasan

Untuk menjawab pertanyaan besar dalam penelitian ini, penulis menganalisis pada proses
komunikasi antarpersonal melalui media sosial line secara garis besar. Penelitian ini menggunakan
mahasiswa ilmu komunikasi Unesa angkatan 2014, dan mengambil sampel delapan orang dari jumlah
keseluruhan mahasiswa ilmu komunikasi Unesa angaktan 2014. Delapan orang tersebut peneliti ambil
secara random, untuk peneliti wawancara berkaitan dengan penggunaan media sosial. Sementara untuk
melihat transformasi komunikasi antarpersonal yang terjadi peneliti mengamati proses komunikasi
antarpersonal mahasiswa komunikasi Unesa angkatan 2014 baik secara langsung maupun melalui media
sosial.

Analisis ini diletakkan dalam proses komunikasi antarpersonal antar sesama anggota. Respon
dari informan, semuanya mengakui bahwa komunikasi antarpersonal yang mereka lakukan memang
lebih sering beralih ke jejaring sosial line. Ketika mereka berkumpul mereka mengakui bahwa sering
berkomunikasi melalui media sosial dan aktifitas tersebut sulit dihindari.

10
Beralihnya komunikasi antarpersonal melalui jejaring sosial dikarenakan lebih praktis, bisa
menjangkau teman yang jauh, lebih percaya diri karena memiliki waktu lebih benyak untuk berpikir dan
lebih seru. Keseruan komunikasi antarpersonal menurut informan dikarenakan fitur di media sosial
memudahkan mereka dalam menggambarkan suasana hati, atau fitur tersebut dapat memperjelas dan
mengganti kalimat tertentu dengan emoticon. Selanjutnya informan menjelaskan bahwa mereka sangat
tergantung dengan media sosial terutama berbasis chatting seperti Line dikarenakan sudah terhubung
dengan group angkatan. Meraka akan merasa gelisah, tidak nyaman dan bingung jika tidak bisa
mengakses media sosial.

Informan berpendapat bahwa tanpa keterlibatan diri di media sosial maka akan sulit dalam
mendapatkan informasi dan menghubungi teman lainnya, serta merasa terasing karena merasa
menggunakan media sosial sebagai tuntutan kehidupan manusia modern. Kondisi ini memperlihatkan
adanya indikasi ketergantungan terhadap media sosial.

Transformasi Komunikasi Antarpersonal di Media Sosial

Praktek komunikasi antarpersonal dalam media sosial sudah menjadi otomatis dari konsekuensi
berkembangnya era digital. Namun dalam media sosial peneliti menemukan pola komunikasi copypaste,
atau pesan yang diulang-ulang untuk menunjukkan sikap tertentu. Sikap yang ingin ditunjukkan adalah
empati, seperti ucapan selamat ulang tahun, ucapan berbelasungkawa dan ucapan selamat pada
konteks tertentu. Menurut mahasiswa ilmu komunikasi unesa, menduplikasi isi pesan adalah hal yang
lumrah untuk menunjukkan empati. Setidaknya dalam bulan juli ada 40 pesan duplikasi untuk
menyampaikan ucapan selamat, dan 62 pesan untuk mengucapkan happy birthday. Gambar berikut
yang peneliti rangkum dari line mahasiswa angkatan 2014

11
Dalam komunikasi antarpersonal menurut Henry Backrack (1976) empati adalah kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut
pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Seseorang yang berempati mampu memahi
motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka
untuk masa mendatang. Dengan demikian mengungkapkan empati dengan menduplikat kalimat orang
lain di media sosial adalah sikap yang kurang etis.

Aktivitas menduplikasi isi pesan untuk menunjukkan perasaan atau sikap tertentu, menjadi
budaya dalam komunikasi antarpersonal dimedia sosial. Sehingga ini menjadi perilaku komunikasi di
media sosial. Duplikasi isi pesan dapat mendorong terjadinya kebocoran pesan, sulit untuk menjaga
kerahasiaan di media sosial. Justru kerahasiaan dimedia online mendorong untuk diketahui banyak
orang. Duplikasi isi pesan juga memunculkan gejala parasosial, yaitu pengguna yang tidak memiliki
hubungan dekat dengan anggota lain, dengan ikut-ikut menyampaikan pesan yang sama seolah memiliki
hubungan yang dekat. Sementara bagi penerima atau pengguna lainnya tidak merasakan hal yang sama,
atau tetap saja merasa tidak dekat dengan seseorang yang telah menyampaikan ucapan selamat atau
sejenisnya. Duplikasi isi pesan juga terjadi manakala informan ingin menanyakan sesuatu kepada
anggota lainnya, seperti yang penulis sajikan dalam gambar berikut :

12
Dalam komunikasi antarpersonal sebuah pesan akan disesuaikan penyampaiannya dengan
karakteristik lawan bicara agar tujuan komunikasi yang diharapkan dapat terjadi, namun dimedia sosial
pertimbangan akan karakteristik lawan bicara dapat diabaikan. Pelaku komunikasi dimedia sosial
adakala menganggap peserta komunikasi memiliki karakter yang sama dalam menjawab pertanyaan
yang sama. Komunikasi antarpersonal dalam media sosial tidak selalu berorientasi pada pembentukan
hubungan antarpersonal.

Jika kita kembali melihat obrolan diatas maka dapat dikatakan beberapa gaya komunikasi akan
lebih mudah terjadi agresi dalam sebuah forum di media sosial kemudian bahasa dalam forum diskusi
online atau dimedia sosial kalimatnya relatif singkat, sedikit subordinasi, kalimat tidak lengkap, kosakata
gaul dan menghindari kalimat pasif

Selain duplikasi isi pesan, pola komunikasi yang terjadi adalah praktek screenshoot, isi
pembicaraan dalam media sosial berbasis chatting kemudian difoto dengan teknologi yang didukung
dalam gadget pengguna yang kemudian hasil foto tersebut dikirim kembali dalam chat room yang lain
sebagai penegas pesan pertama. Aktivitas screenshoot ini lagi-lagi mengindikasikan kemalasan atau
merasa praktis bagi pengguna untuk menulis kembali pesan yang dia peroleh di ruang obrolan, misalnya
dengan capture yang peneliti sajikan dibawah ini

13
Di atas adalah screenshoot percakapan mahasiswa ilmu komunikasi yang dikirimkan kepada
chattroom seorang teman mahasiswa ilmu komunikasi unesa lainnya. Jika kita melihat obrolan diatas
maka dapat dikatakan gaya komunikasi akan lebih mudah terjadi agresi dalam sebuah forum di media
sosial kemudian bahasa dalam forum diskusi online atau dimedia sosial kalimatnya relatif singkat, sedikit
subordinasi, kalimat tidak lengkap, kosakata gaul dan menghindari kalimat pasif.

Aktivitas memfoto hasil obrolan dan kemudian disampaikan kembali pada obrolan yang lain,
merupakan kegiatan komunikasi yang sebetulnya bisa saja dilakukan dalam proses komunikasi face to
face. Tetapi karena media sosial bisa memfasilitasi hal tersebut maka pengguna lebih merasa praktis,
karena kebutuhannya untuk menyampaikan pesan tidak perlu dengan bertemu langsung. Dengan
dimanja oleh kepraktisan sosial media untuk berkomunikasi, mahasiswa ilmu komunikasi Unesa menjadi
malas bertemu langsung dengan teman atau kerabat. Jika ada sesuatu yang ingin dikabarkan cukup tulis
lalu share dan teman-teman bisa membacanya. Inilah kondisi dimana esensi komunikasi antarpersonal
luntur Karena komunikasi ketika menggunakan media sosial akan kehilangan esensi dari komunikasi
verbal. Pelaku komunikasi antarpersonal tidak dapat melihat dan mendengar secara langsung sehingga
memungkinkan peserta komunikasi tidak memperoleh makna utuh dari informasi yang disajikan.

Lewat perubahan komunikasi antarpersonal melalui media sosial ini terlihat bahwa polanya
banyak arah, komunikasi banyak arah memungkinkan pelakunya berkomunikasi secara simultan, terus

14
menerus sehingga wajar jika ada indikasi ketergantungan dan asik dengan dunia sendiri. Ketergantungan
dengan media sosial dan aktivitas komunikasi didalamnya bisa menyebabkan penggunanya terjangkit
penyakit antisosial. Kecanduan akan media sosial akan menyebabkan ketidakmampuan untuk
mengontrol keinginan, kecemasan dan merasa kehilangan, penarikan dan melarikan diri dan hilangnya
produktivitas.

Dengan pola komunikasi yang rumit ini maka tujuan komunikasi antarpersonal akan sulit
diperoleh. Tujuan dari komunikasi antarpersonal adalah persamaan pemahaman yang berakhir dengan
perubahan perilaku, komunikasi antarpersonal memungkinkan hal tersebut cepat terjadi dikarenakan
sifat komunikasi antarpersonal adalah bentuk komunikasi yang paling efektif dibanding bentuk
komunikasi lainnya.

Kesimpulan

Dari penjabaran diatas dapat kita ketahui bahwa para informan yang peneliti ambil sebagai
sampel sebanyak delapan orang menunjukkan sikap positif terhadap kehadiran media sosial.
Dikarenakan lebih praktis, bisa menjangkau teman yang jauh, lebih percaya diri karena memiliki waktu
lebih benyak untuk berpikir. Pengakuan informan ini menegaskan bahwa komunikasi antarpersonal
memlalui media sosial telah menggeser esensi komunikasi antarpersonal. Lewat media sosial
karakteristik komunikasi yang spontan, tepat, rasional dan dinamis tak lagi utuh. Media sosial sudah bisa
menggantinya dengan fitur-fitur yang lebih praktis dan memanjakan penggunanya sehingga pengguna
terbuai dalam pola pola komunikasi yang dianggap kekinian atau kebutuhan manusia modern. Perilaku
komunikasi dalam media sosial tidak bisa mengganti ekspresi asli sekalipun sudah difasilitasi dengan
emoticon, ungkapan empati yang diduplikasi menggejalakan sikap parasosial. Screenshoot pesan yang
digunakan untuk bahan obrolan adalah bentuk komunikasi yang mengabaikan area privasi.

Informan sebagai pengguna media sosial mengakui bahwa komunikasi antarpersonal yang
dilakukan cukup efektif, artinya kepuasan yang mereka cari terhadap media telah terpenuhi. Media
sosial digunakan untuk komunikasi antarpersonal, mendapatkan informasi, mendekatkan jarak dan
tentu saja kepuasaan batin yang di lukiskan dengan sebutan “lebih seru” sebagai kebutuhan kekinian
kehidupan manusia modern.

15
Daftar Pustaka

Creswell, W John.1994.Research Design Qualitatif&Quantitatif Approaches.London: Sage Publications

Devito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia.Jakarta: Professional books

Griffin Emory A. 2003. A first Look at Communication Theory. Singapore: Mc-Graw-Hill.

Hardjana,A.M. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta : Kanisuis


Konijn, A Elly. 2008. Mediated Interpersonal Communication. New York : Routledge

Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing


Company.
Moleong, J.Lexy. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Suzy Azeharie dan Wulan Purnama Sari. 2014. Akun Instagram Ibas Yudhoyono Sebagai Bentuk
Penyingkapan Diri (pp. 303-313). Malang: Universitas Brawijaya

Valcanis, T. 2011. An Iphone in Every Hand: Media Ecology, Communication Structures, and The Global
Village.ProQuest Research Library, 33-45.
West, Richard dan Lyn H Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Humanisa

16

Anda mungkin juga menyukai