KONJUNGTIVITIS NEONATORUM
Oleh:
Abrar Risandi
Aldyi Septian Putra
John Rico Manalu
Muhammad Iqbal
M. Kevin Surya
Nur Ulfah Parasadita
Savira Fadilla
Pembimbing :
dr. Isfyanto, Sp.M
1
BAB I
PENDAHULUAN
Permasalahan yang sering di jumpai pada anak terkait keluhan mata adalah
berdasarkan usia neonatus meskipun infeksi bakteri dapat terjadi kapan saja.3,4,5,6,7
tinggi di daerah dengan kejadian penyakit menular seksual yang juga tinggi.
Insiden berkisar dari 0,1% di negara maju dengan perawatan prenatal yang efektif,
angka insidensi kasus konjungtivitis neonatorum sebesar 4,3% per 1000 bayi baru
lahir.10
merah disertai sekret pada satu atau kedua mata yang terjadi dalam 1 bulan setelah
2
Konjungtivitis neonatorum dapat dicegah dan diobati berdasarkan etiologi
pada neonatus. Tujuan dari terapi sistemik adalah untuk menurunkan risiko infeksi
konjungtivitis neonatorum yang paling sering terjadi adalah keraratis dan ulkus
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis.1,2
2.2. Epidemiologi
baru lahir. disebabkan oleh proses kimia, bakteri, atau virus. Sebelum tahun 1880-
konjungtivitis neonatorum juga terjadi secara kimiawi, terjadi pada 10–90% pasien
2.3 Etiologi
usia neonatus meskipun infeksi bakteri dapat terjadi kapan saja. Berikut etiologi
Lahir – 24 jam : zat kimia seperti obat tetes mata profilaksis (eritromisin
gonorrheae, S.aureus.
4
5 – 18 hari : Pseudomonas aeroginosa
faktor ibu maupun faktor neonatus. Faktor neonatus meliputi bayi prematur, bayi
berupa obstruksi ductus lacrimalis pada sindrom down, sindrom goldenhar, bibir
Faktor ibu berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh ibu pasien dan
proses persalinan. Faktor ibu terdiri dari ketuban pecah dini, Ante Natal Care
(ANC) yang tidak rutin, persalinan lama, intervensi selama persalinan, ibu dengan
berbagai bentuk gejala. Gejala yang sering ditemukan pada wanita dengan IMS
adalah luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus, mulut atau
bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil disertai luka yang sangat sakit disekitar alat
kelamin, keluar cairan dari vagina bewarna kekuningan, kehijauan, berbau atau
berlendir disertai rasa gatal, nyeri saat buang air kecil, tonjolan seperti jengger
ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin, nyeri pada perut bagian bawah yang
bersifat hilang timbul dan tidak berhubungan dengan menstruasi, dan kemerahan
2.3. Patofisiologi
Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah
melawan infeksi secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar
lakrimal dan kelenjar meibom berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase
5
air mata. Mata memiliki jaringan limfoid, kelenjar lakrimal dan saluran lakrimal
yang berperan dalam sistem imunitas. Makromolekul yang terkandung dalam air
mata memiliki efek antimikroba seperti lisozim, laktoferin, IgA, dan sitokin
lainnya. Air mata yang terus menerus diproduksi menciptakan lingkungan yang
membuatnya sangat sulit bagi bakteri untuk berkembang. Adanya gangguan atau
konjungtiva.19
konjungtiva pada bayi baru lahir. Neonatus berisiko tinggi terjadi konjungtivitis
berpenetrasi pada sel epitel yang intak dan membelah diri secara cepat di
dalamnya.19 Transmisi vertikal merupakan penularan yang terjadi dari ibu ke bayi
6
saat persalinan, organisme tersebut dapat menginfeksi bayi melalui kontak
langsung selama proses persalinan. Kemungkinan hal ini juga dapat diperberat
dengan kejadian ketuban pecah dini pada persalinan yang lama. Oleh sebab itu
kedua orang tua harus di skrinning untuk mendeteksi infeksi menular seksual.20
2.6 Diagnosis
keluhan mata merah dan bernanah. Gejala tersebut merupakan tanda terjadinya
kelopak mata sulit dibuka. Nanah yang ditemukan dapat berbeda-beda jenisnya
tergantung dari penyebab konjungtivitis. Nanah yang kental (sekret purulen) dan
bakteri, sedangkan nanah yang cair atau jernih (sekret serosa) disebabkan oleh
infeksi virus. Untuk nanah yang disebabkan bahan kimia, biasanya ditemukan
adanya riwayat pemakaian salep mata sebelum muncul keluhan mata berair. 9,12
sp., Streptococcus, sp.) dijumpai nanah purulen disertai dengan atau tanpa kelopak
mata yang bengkak. Dan infeksi Chlamydia dapat dijumpai nanah yang purulen
atau serosa disertai kelopak mata yang bengkak dan adanya perdarahan. Infeksi
Haemophilus dan Herpes simplex virus type 2 menghasilkan nanah yang serosa
7
a. Konjungtivitis akibat bahan kimia
Gejala yang dijumpai adalah adanya mata merah dan berair pada bayi yang
diberikan profilaksis topikal dengan perak nitrat 1% dalam 24 jam setelah lahir. 12,
21
b. Konjungtivitis bakterial
infeksi lainnya, dengan onset antara hari ke-3 sampai hari ke-14 kehidupan. Infeksi
Neisseria gonorrhea terjadi pada 3-5 hari setelah lahir dengan manifestasi klinis
mata merah dan bernanah kental yang masif disertai kelopak mata yang bengkak
dan sulit dibuka. Keluhan ini biasanya dirasakan pada kedua mata disertai dengan
rasa gatal (tampak bayi rewel). Infeksi Chlamydia trachomatis terjadi pada 5-14
hari setelah bayi lahir. Infeksi bakteri ini dijumpai keluhan mata merah dan
bernanah yang kental namun sedikit cair disertai kelopak mata bengkak dan
8
Gambar 2. Konjungtivitis Neisseria gonorrhea22
c. Konjungtivitis viral
Manifestasi klinis yang dijumpai adalah keluhan mata merah dan bengkak
pada kelopak mata unilateral atau bilateral dengan sekret serosanguinosa, dengan
atau tanpa lesi kulit vesikular yang biasanya muncul dalam 7-14 hari setelah lahir.
9
Keluhan mata bernanah yang disebabkan oleh virus adalah kelompok Herpes
simplex virus dan Adenovirus. Infeksi akibat virus biasanya disertai dengan gejala
sistemik.7,21
10
2.6.2 Pemeriksaan fisik
penting dalam menentukan prognosis. Tanda khas yang dijumpai saat pemeriksaan
ringan disertai hipersekresi lakrimasi dan biasanya sembuh secara spontan dalam
b. Konjungtivitis bakterial
disertai edema kelopak mata, injeksi konjungtiva hiperakut dan kemosis. Sekret
dapat ditemukan unilateral atau bilateral dan biasanya kelopak mata sulit dibuka.
Infeksi bakteri ini dapat terjadi ulserasi dan perforasi kornea akibat penanganan
yang tidak tepat, sehingga akan dijumpai ulserasi dan tes refleks merah yang
dan edema kelopak mata yang bisa mengenai unilateral atau bilateral. Tanda klinis
c. Konjungtivitis viral
Kelainan pemeriksaan fisik yang dijumpai adalah suhu bayi febris dan
11
serosanguinosa dan edema kelopak mata yang dapat dijumpai unilateral atau
bilateral, dengan atau tanpa lesi kulit vesikular. Selain itu, ditemukan juga
gambaran kelainan okular meliputi keratitis, uveitis anterior, katarak, retinitis dan
neuritis optik (meskipun jarang terjadi). Infeksi ini dapat disertai infeksi sistemik
leukosit sebagai tanda infeksi. Pemeriksaan sekret dengan pewarnaan Giemsa juga
sensitivitas juga dapat dilakukan pada agar darah untuk menemukan bakteri yang
lain dan agar coklat untuk menemukan bakteri Neisseria gonorrhea. 7,12,21
yang lain. Kultur yang digunakan untuk mendeteksi Chlamydia adalah media agar
12
2.7 Tatalaksana
etiologi pada neonatus. Lain hal dengan konjungtivitis dikarenakan kimia yang
dapat diterapi suportif dengan menggunakan air mata buatan sebanyak 4 kali
sehari dan biasanya dapat menghilang secara spontan dalam 2-4 hari.21
mg/kg/hari selama 2-3 minggu. Meskipun rawat jalan menjadi pilihan, namun
mg). Jika terdapat penyakit sistemik, pengobatan diperlukan selama 7-14 hari
tergantung dari beratnya infeksi. Setelah itu, dapat diberikan salep bacitracin atau
eritromisin setiap 2-4 jam. Pada keadaan seperti ini diperlukan upaya rawat inap
dan evaluasi untuk infeksi N. gonorrhea yang menyebar. Jika terdapat keterlibatan
selama 14-21 hari, tergantung ada atau tidak adanya keterlibatan sistem saraf
pusat. Pada tatalaksana konjungtivitis akibat bakteri lain seperti bakteri Gram (+)
13
sedangkan untuk bakteri Gram (-) dapat diberikan gentamisin, tobramycin atau
2.8 Pencegahan
pengobatan kuratif.
a. Profilaksis Topikal
banyak negara dan lebih memilih pengobatan topikal dengan efek samping
minimal seperti eritromisin. Silver nitrat 1%, eritromisin 0,5% dan tetrasiklin 1%
hal ini masih menjadi kontroversi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa larutan
tambahan.21
melibatkan sebanyak 60 bayi baru lahir dengan cara mengambil usapan dari
14
konjungtiva, kemudian larutan povidone-iodin 2,5% dan salep mata kloramfenikol
menurunkan jumlah koloni kuman pada konjungtiva bayi baru lahir. Kedua
profilaksis lain, serta tidak menimbulkan efek samping seperti reaksi toksik
profilaksis.10
b. Profilaksis Sistemik
Bayi dari ibu dengan penyakit menular seksual yang kemungkinan besar
akan terpajan infeksi pada saat di dalam rahim maupun selama proses persalinan
harus diberikan profilaksis yang sesuai setelah lahir untuk mencegah komplikasi
pada mata dan sistemik. Profilaksis pada gonokokus, termasuk injeksi ceftriaxone
50 mg/kg IM atau IV dosis tunggal harus diberikan pada neonatus segera setelah
lahir dari ibu dengan infeksi gonokokus yang tidak diobati atau dicurigai.21
2.9 Komplikasi
ulkus kornea. Ulkus kornea yang sering terjadi adalah ulkus kornea marginal
terutama bagian atas. Ulkus kornea ini mudah terjadi perforasi akibat adanya daya
lisis dari Neisseria gonorrhea. Komplikasi ini sering terjadi pada konjungtivitis
neonatorum yang disebabkan oleh infeksi Neisseria gonorrhea dan HSV. Perforasi
15
kebutaan total. Infeksi Neisseria gonorrhea dapat menyebabkan infeksi sistemik
16
DAFTAR PUSTAKA
4. Singh G, Galvis A, Das S. Case 1 : eye discharge in 10 day old neonate born
by cesarean delivery. Pediatr Rev. 2018;39(4):210.
17
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/2a4a3b6aedf62e404
cb3ec83ff45e696.pdf
11. Allen RC, Harper RA. Chapter 4: Red eye. Basic ophthalmology. Tenth
edition. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2016. Hal.
142-51.
12. Wright KW, Strube YNJ. Chapter 13: Pediatric conjunctivitis. Pediatric
ophthalmology for primary care. Fourth edition. Los Angeles: American
Academy of Pediatrics. 2019. Hal.172-84
16. Adela Matejcek, MD, Ran DG, MD. Treatment and prevention of
ophthalmia neonatorum. Can Fam Physician. 2013; 59(11): 1187-1190.
17. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke enam. Elsevier. 2014. h. 418-22
18
19. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia:
American Academy of Ophtalmology; 2014.
19