Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR MASA KOLONIAL DI KOTA

PALOPO (1908-1940)
The Development of Colonial Architecture in The Palopo City
(1908-1940)

Syahruddin Mansyur1 dan Hasrianti2


Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
Jalan Pajjaiyang No. 13, Sudiang Raya-Makassar, 90242, Indonesia
1
syahruddin.mansyur@kemdikbud.go.id
2
hasrianti@kemdikbud.go.id

Abstract
This research is focused on aspects of the development of colonial architecture in the Palopo
city. The research objective is to obtain an overview of the architectural style of buildings in
the colonial city of Palopo. The study used a survey method with direct observation
techniques for data recording which was carried out with verbal and pictorial descriptions,
followed by an analysis of the shape, technology, style, and environment supporting
archaeological data, and ended with interpretation. Colonial buildings in the Palopo city are
divided into government buildings, military buildings, public facilities buildings, religious
buildings, and residences. Each building has the characteristics of Dutch colonial
architecture with an architectural style that represents the period of development of Dutch
colonial architecture in Indonesia generally.

Key Word: development, architecture, colonial, Dutch, Palopo

Abstrak
Penelitian ini difokuskan pada aspek perkembangan arsitektur bangunan masa kolonial di
Kota Palopo. Tujuan penelitian ialah untuk memperoleh gambaran tentang gaya arsitektur
bangunan-bangunan masa kolonial Kota Palopo. Penelitian menggunakan metode survei
dengan teknik observasi langsung untuk perekaman data yang dilakukan dengan deskripsi
verbal dan piktorial, dilanjutkan dengan analisis terhadap bentuk, teknologi, gaya, dan
lingkungan pendukung data arkeologi, dan diakhiri dengan interpretasi. Bangunan kolonial
di Kota Palopo terbagi atas bangunan pemerintahan, bangunan militer, bangunan fasilitas
umum, bangunan religi, dan rumah tinggal. Setiap bangunan memiliki ciri arsitektur kolonial
Belanda dengan gaya arsitektur yang mewakili periode perkembangan arsitektur kolonial
Belanda di Indonesia pada umumnya.

Kata kunci: Perkembangan, arsitektur, kolonial, Belanda, Palopo

PENDAHULUAN Luwu karena dianggap posisi wilayah ini berada


Sejarah Palopo sebagai sebuah kota telah di tengah-tengah diantara pihak yang berperang
terbentang sejak awal abad ke-17, saat wilayah saat itu. Sebagai penanda awal
yang bernama Ware ini dikembangkan oleh berkembangannya Palopo menjadi pusat
Kerajaan Luwu sebagai ibukota kerajaan. kekuasaan baru bagi Kerajaan Luwu dibangun
Wilayah ini dikembangkan sebagai pusat sebuah masjid yang disebut Masjid Jami
kerajaan dimana pada periode sebelumnya pihak (Mahmud, 1993; dan Mahmud, 2003).
Kerajaan Luwu memusatkan ibukota kerajaan di Dalam perjalanan historisnya, Kota
Malangke, sebuah wilayah yang berada di Palopo tidak lepas dari pengaruh bangsa kolonial
sebelah timur Palopo. Menurut sejarahnya pula, (Belanda) yang sejak abad ke-17 mulai hadir di
pemindahan pusat kekuasaan ini terjadi pasca beberapa wilayah di Nusantara. Palopo sendiri
Perang Utara-Selatan. Penetapan wilayah Palopo tampaknya mengalami pengaruh kolonial pada
sebagai pusat kekuasaan baru bagi Kerajaan periode belakangan yaitu akhir abad ke-19.

Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial Di Kota Palopo 92


(1908-1940) - Syahruddin Mansyur & Hasrianti
Pengaruh ini kemudian semakin menguat adanya pengaruh budaya Eropa yang
ditandai dengan pembangunan infrastruktur berkembang cukup lama di Indonesia. Fase
kota, sekitar awal abad ke-20. Sebagai sebuah perkembangan ini sering pula disebut dengan
kota yang dikembangkan oleh Pemerintah pengaruh arsitektur kolonial, yang tidak hanya
Hindia Belanda, wajah fisik kota Palopo berpengaruh pada arsitektur bangunan tetapi
menampilkan bangunan-bangunan kolonial juga pada penataan kota.
yang masih dapat diamati hingga saat ini. Penelitian-penelitian terkait
Bangunan-bangunan tersebut saat ini perkembangan Kota Palopo telah dilakukan baik
difungsikan sebagai perkantoran dan bangunan perkembangan tata kota maupun kajian terhadap
militer. tinggalan arkeologinya. Penelitian tentang
Dalam kerangka babakan perkembangan perkembangan Kota Palopo diantaranya
kota, oleh Lombard membagi dalam empat dilakukan oleh M. Irfan Mahmud pada tahun
periode yaitu pertama dimulai dari abad ke-3 – 1993, berjudul “Struktur Kota Palopo abad XII-
9; kedua, dari abad ke-9 – 15; ketiga, dari abad XIX (Studi Arkeologi Tentang Pemahaman
ke-15 – 18; dan keempat, pada abad yang ke-19 Eksperensi Dan Alam Cita)”. Hasil Penelitian ini
– 20 (Sumalyo, 1999: 3-4). Periode pertama dan kemudian telah diterbitkan pada tahun 2003,
kedua sebagaimana dikemukakan oleh Lombard dalam buku berjudul “Kota Palopo: Dimensi
memberikan gambaran tentang berkembangnya Fisik, Sosial, dan Kosmologi”.
kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Nusantara Selain itu, Balai Pelestarian Cagar Budaya
dengan adanya candi sebagai bukti monumental. (BPCB) Sulawesi Selatan juga telah melakukan
Pada periode ketiga dipengaruhi oleh budaya kajian zonasi terhadap objek Cagar Budaya (CB)
Islam dengan adanya masjid sebagai unsur pada tahun 2013. Kajian ini berhasil
utama dalam pembentukan struktur kota dan menginventarisasi 21 objek CB di Kota Palopo,
periode keempat perkembangan kota di 16 diantaranya berupa bangunan rumah
Indonesia yang didominasi oleh bangsa Eropa tinggal/perkantoran, empat Kompleks Makam,
dengan adanya bangunan-bangunan serta satu fitur yaitu Tana Bangkala (tempat
berarsitektur Eropa (Mansyur, 2002: 1-2). prosesi pelantikan Datu, yang terdiri atas tiga
Menurut Gill (1997), terdapat lima alasan lokasi yaitu Salekkoe, Pancai, Mattirowalie)
penting mengenai pembahasan tentang kota (Iswadi, 2013). Sementara itu, hasil kajian
kolonial di Indonesia yaitu pertama, untuk zonasi objek Cagar Budaya yang dilakukan pada
memberikan masukan dalam menghubungkan tahun 2015 (tahap lanjutan) memperoleh
kekosongan tentang perkampungan penduduk tambahan 14 objek yang diduga CB, yaitu 10
pada awal kota Indonesia dan kota Indis menuju bangunan, dua struktur, dan dua fitur. Dari ke-14
kota Indonesia modern. Kedua, memberikan objek tersebut, sembilan diantaranya ditetapkan
informasi untuk penelitian lebih lanjut dan sebagai CB, sementara tiga objek lainnya tidak
diskusi yang disebut “the missing link” bagi memenuhi kriteria sebagai CB, dan dua objek
orang profesional Indonesia pada pembangunan lainnya direkomendasikan untuk dikaji lebih
modern. Ketiga, memberikan pemahaman lebih lanjut (Iswadi, 2015).
dalam mengenai morfologi kota dan Penelitian ini difokuskan pada aspek
perkampungan yang secara langsung perkembangan arsitektur bangunan masa
diakibatkan oleh proses dominasi sosial dalam kolonial di Kota Palopo. Dengan demikian,
pembentukan kota. Keempat, memberikan permasalahan pada penelitian ini terangkum
contoh nyata tentang keadaan Indonesia dan pada poin pertanyaan bagaimana perkembangan
warisan orang Belanda yang secara tidak arsitektur bangunan kolonial di Kota Palopo?
langsung dapat diidentifikasi dan melakukan Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
tindakan perlindungan, penyelamatan lebih gambaran tentang perkembangan gaya
lanjut dan sekaligus pencegahan. Kelima, arsitektur bangunan kolonial Kota Palopo.
mempelajari tentang kota kolonial dapat Sementara itu, manfaat yang diharapkan dari
menyajikan konstribusi untuk identifikasi nilai penelitian ini adalah sebagai bahan untuk
arsitektur kolonial dan perencanaan kota sebagai memperkaya informasi terkait arsitektur
bagian warisan Indonesia (Gill, 1997: 73-74). bangunan-bangunan masa kolonial yang ada di
Fase atau periode yang memengaruhi Kota Palopo. Informasi ini diharapkan dapat
perkembangan arsitektur di Indonesia adalah menambah khasanah nilai penting bangunan

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 2, Desember 2019: 92 - 105


93
masa kolonial khususnya nilai penting arsitektur, satu lapis, dua lapis, atau tiga lapis dengan isian
sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan (innerstone). Sementara itu, teknik hias pada
dalam rangka pelestarian bangunan masa ragam hias arsitektural umumnya menggunakan
kolonial yang ada di Kota Palopo. teknik yang sama dengan teknik pendirian
bangunannya: sedangkan teknik hias pada ragam
hias dekoratif umumnya menggunakan teknik
METODE PENELITIAN pahat.
Penelitian yang dilakukan di Kota Palopo Satuan analisis yang diamati dalam
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang analisis gaya meliputi bentuk dan ragam hias
gaya arsitektur bangunan-bangunan masa pada keseluruham bangunan, baik berupa ragam
kolonial. Oleh karena itu, metode yang hias arsitektural maupun dekoratif. Ragam hias
diterapkan pada penelitian ini yaitu metode arsitektural antara lain berbentuk pilaster atau
survei. Survei dalam penjaringan dan perekaman pelipit, sedangkan ragam hias dekoratif
data dilakukan dengan teknik observasi langsung berbentuk flora, fauna, atau antropomorfis.
di lapangan. Observasi lapangan meliputi Struktur desain dapat bersambungan,
deskripsi verbal, dan deskripsi piktorial. Untuk berkelompok, atau acak.
melengkapi teknik pengumpulan data tersebut Variabel-variabel yang menjadi satuan
dilakukan pula wawancara terhadap tokoh atau pengamatan dalam analisis kontekstual berupa
pemuka masyarakat setempat. halaman bangunan, pagar keliling, parit keliling,
Tahap selanjutnya adalah tahap analisis dan bangunan-bangunan di sekitarnya. Selain itu
data untuk mengidentifikasi tinggalan arkeologi. diperlukan pula pengamatan terhadap
Tahapan analisis data yang dilakukan merujuk lingkungan fisik di sekitar bangunan inti/utama
pada teknik analisis arsitektur bangunan, untuk mengetahui lokasi perolehan bahan baku
meliputi analisis morfologi, analisis teknologi, bangunan. Denah halaman ada yang berbentuk
analisis stilistik, dan analisis kontekstual (Puslit bujur sangkar, persegi panjang, atau tidak
Arkenas, 2008: 83). Dalam analisis bentuk atau beraturan. Arah hadap juga menjadi bagian
morfologi, variabel-variabel yang diamati adalah pengamatan.
ukuran bangunan, denah bangunan, arah hadap, Tahap selanjutnya setelah tahap analisis
bagian kaki, tubuh, dan atap. Denah bangunan ialah tahap interpretasi. Interpretasi merupakan
ada yang berbentuk bujursangkar, proses sintesis semua informasi yang telah
persegipanjang, bulat, atau bentuk lainnya. dihasilkan selama penelitian. Dalam proses
Bagian kaki bangunan merupakan bagian dasar interpretasi digunakan konsep-konsep atau teori-
yang sekaligus berfungsi sebagai pondasi teori tertentu yang dianggap dapat memberikan
bangunan. Umumnya, bentuk kaki atau denah penjelasan yang paling tepat. Untuk penelitian
dasar bangunan sekaligus menjadi bentuk atau bernalar deduktif, pada hakekatnya interpretasi
denah dasar bangunan itu sendiri. Sementara itu, lebih ditekankan pada upaya untuk
bagian tubuh bangunan terdapat relung-relung mengevaluasi kesesuaian antara prediksi
yang berfungsi sebagai pintu, jendela atau implikasi penelitian dengan hasil penelitian.
ventilasi. Bagian tubuh bangunan juga Sementara itu, untuk memperoleh penjelasan
merupakan dinding yang memiliki ragam hias menyangkut data artefaktual dan situs meliputi
dengan kontruksi kayu, susunan batu atau beton. fungsi dan kronologi maka metode analisis yang
Bagian atap dapat berupa limas, limas berundak, digunakan adalah analisis fisik dan kontekstual.
pelana, perisai, tranjumas, tajug, kerucut, Analisis fisik digunakan untuk menjelaskan tipe-
lengkung, dan kubah. Selain mengamati bentuk tipe artefak untuk mengetahui fungsinya dalam
atap juga dilakukan pengamatan terhadap situs, sementara analisis kontekstual untuk
konstruksi atap yang digunakan. mencari hubungan antar artefak dengan data
Analisis teknologi mengamati bahan- lainnya. Analisis kontekstual meliputi asosiasi
bahan yang digunakan dalam pendirian dan distribusi. Asosiasi yakni hubungan antar
bangunan umumnya berupa susunan batu, bata, artefak dengan artefak lainnya, maupun artefak
campuran batu dan bata, kayu, dan beton. Teknik dengan lingkungan situs. Sedangkan distribusi
penyambungan yaitu teknik pasak atau yaitu sebaran dalam dalam satuan ruang secara
menggunakan teknik rubbing (gosok). Dinding horisontal (Puslit Arkenas, 2008).
bangunan juga dikenal teknik susunan batu yaitu

Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial Di Kota Palopo 94


(1908-1940) - Syahruddin Mansyur & Hasrianti
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi
Sebagian besar bangunan cagar budaya
yang ada di Palopo saat ini dibangun pada masa
pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan-
bangunan tersebut difungsikan sebagai
perkantoran untuk menunjang aktifitas
pemerintahan Belanda di Palopo yang saat itu
ditetapkan sebagai kota Afdeling yang
membawahi beberapa Onderafdeling.
Bangunan-bangunan yang saat ini masih Gambar 2. Tampak samping bangunan tambahan
menyisakan ciri arsitektur kolonial, diantaranya: Eks Kantor Asisten Residen.
a. Bangunan pemerintahan (Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
1) Eks Kantor Asisten Residen 2) Kantor Pemerintahan
Saat ini, bangunan eks kantor Asisten Kondisi bangunan masih bagus dan
Residen difungsikan sebagai Markas Komando terawat, sekarang ini digunakan oleh Dinas Tata
Distrik Militer 1403, Komando Resor Militer Ruang dan Kebudayaan (sebelumnya
142/TATAG. Bangunan ini berada di Jalan A. difungsikan sebagai Balai Kota). Konstruksi
Tadda, Kelurahan Amassangan, Kecamatan atap menggunanakan atap pelana dan bangunan
Wara. Terdapat dua versi terkait informasi tahun diperuntukkan untuk layanan publik.
pendirian bangunan ini, yaitu tahun 1908 dan
tahun 1925 (Iswadi, 2013: 37).

Gambar 3. Detail sudut bangunan Kantor


Pemerintahan.
Gambar 1. Tampak samping bangunan utama Eks (Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
Kantor Asisten Residen.
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017) Bangunan kantor pemerintahan terdiri
atas beberapa bangunan, di tengah-tengah
Bangunan Eks Kantor Asisten Residen terdapat taman, dan di sepanjang taman terdapat
terdiri dari sebuah bangunan utama yang terletak galeri (beranda). Pemakaian galeri (beranda) di
di bagian tengah dan dikelilingi oleh bangunan- sekeliling bangunan untuk menghindari tampias
bangunan tambahan di bagian kiri, kanan dan hujan dan sinar matahari langsung. Dinding
belakang. Denah dasar bangunan utama bangunan menggunakan susunan batu bata tebal
berbentuk persegi yang terhubung oleh selasar- dan di plester. Terdapat banyak jendela dengan
selasar menuju ke bangunan tambahan ukuran yang besar untuk pencahayaan dan
berbentuk persegi panjang pada sayap kiri dan sirkulasi udara. Pengaruh vernakular Belanda
kanan bangunan utama. Selain itu, terdapat dan penyesuaian iklim tropis dapat dilihat pada
bangunan lain yang terpisah yaitu pos jaga di sisi bangunan ini.
kiri depan bangunan utama, serta tiga bangunan
pada bagian belakang. Secara umum, konstruksi 3) Kantor Pos
bangunan didominasi penggunaan bahan kayu Bangunan Kantor Pos Kota Palopo
terutama pada badan bangunan berupa panel terletak di Jalan Ahmad Yani. Letak bangunan
rangka dinding serta konstruksi atap. berhadapan dengan Istana Luwu dari sisi Jalan
Ahmad Yani dan Masjid Jami dari sisi Jalan

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 2, Desember 2019: 92 - 105


95
Andi Djemma. Fasad bangunan menghadap ke krapyak pada bagian atas dan tertutup pada
arah tenggara (Jalan Ahmad Yani), terdapat satu bagian bawah. Pada sisi kiri dan kanan pintu
pintu masuk pada bagian depan, satu pintu masing-masing terdapat satu jendela dengan satu
masuk pada sisi sudut barat laut, dan satu pintu daun jendela berupa panel kayu dengan kaca.
pada sisi samping (arah timur) bangunan. Masing-masing jendela ini diapit oleh pilaster
Dinding bangunan didominasi oleh penggunaan atau pilar semu.
jendela yang saat ini telah menggunakan jendela Pada bagian depan bangunan terdapat
kaca, serta ventilasi yang ditempatkan pada ruangan berukuran ± 6 x 3 m yang dihubungkan
bagian atas masing-masing jendela. Jendela pada oleh pintu menuju ke ruangan lebih besar di
dinding barat bangunan menggunakan topping bagian dalam bangunan. Pintu penghubung
atau kanopi dari bahan beton. Dinding bangunan kedua ruangan ini memiliki dua susun pintu
tampak memperlihatkan perbedaan ketebalan, yaitu satu pintu panel kayu dengan kaca serta
dimana pada dinding bagian bawah (tinggi ± 1 pintu lain berbentuk pintu koboi. Pada bagian
meter) lebih tebal dibandingkan bagian atas. atas pintu terdapat ventilasi berbentuk persegi
dengan teralis besi.

Gambar 4. Tampak depan bangunan Kantor Pos.


(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
4) Kantor Arsitek Gambar 6. Daun pintu krapyak (kanan) dan daun
pintu koboi (kiri).
Bangunan Kantor Arsitek terletak di sudut
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
antara Jalan A. Tenriajeng dan Jalan Pattimura.
Saat ini difungsikan sebagai Kantor Dinas Ruangan dalam bangunan menyerupai
Perhubungan, dan sebelumnya Kantor Bappeda sebuah hall meski terdapat satu ruangan di sisi
Kota Palopo. Bangunan telah mengalami kiri pintu masuk yang tampaknya merupakan
renovasi dan perubahan, terutama pada bagian ruangan tambahan. Pada bagian atas dinding-
atap dan teras bangunan. dinding di ruangan ini (dinding samping)
terdapat jendela tertutup berbahan kaca dengan
kusen kayu. Sementara itu, dinding belakang
terdapat satu pintu dengan ventilasi berbentuk
persegi dan jendela krapyak pada sisi kanan
pintu. Selain itu, terdapat satu ruangan pada sisi
kiri bangunan dan satu ruangan yang dilengkapi
pintu keluar dan teras pada sisi kanan bangunan.
Ruangan yang terdapat pada sisi kiri kanan
merupakan elemen tambahan pada bangunan ini.
5) Kantor Bea Cukai (Pelabuhan)
Gambar 5. Tampak depan bangunan Kantor. Arsitektur bangunan mendapat pengaruh
Arsitek. neoklasik yang terlihat dari bentuk denah
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017) simetris, atap perisai, tembok tebal, dan langit-
langit tinggi. Bentuk denah sudah mengalami
Denah dasar bangunan berbentuk persegi perubahan. Bangunan terdiri dari bangunan
dengan dua pintu masuk. Pintu utama pada utama dan bangunan penunjang dengan pola
bangunan ini memiliki dua daun pintu berbentuk bangunan tertutup dan banyak ruang. Bangunan

Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial Di Kota Palopo 96


(1908-1940) - Syahruddin Mansyur & Hasrianti
berlantai dua. Ruang di bagian depan merupakan 2) Rumah Sakit Tentara
ruang publik sekaligus ruang privat. Ruang Bangunan ini berada di sebelah timur
utama (central room) berhubungan langsung Kantor Dinas Tata Ruang dan Kebudayaan Kota
dengan beranda depan dan belakang. Ruang Palopo (Kantor Walikota Lama), di depan eks
tidur terdapat di sisi kiri dan kanan ruang utama. bangunan Rumah Sakit Sawerigading (saat ini
Ruang servis yaitu dapur dan ruang pelayan difungsikan sebagai Kantor Walikota
ditempatkan di bagian belakang dan sementara). Data yang diperoleh dari hasil
dihubungkan dengan bangunan utama oleh inventarisasi BPCB Sulawesi Selatan menyebut
beranda belakang. Bangunan terletak di tanah bahwa sebelumnya, lokasi bangunan ini
yang luas dengan kebun di sekelilingnya. merupakan Taman Makam Pahlawan dan
Pemakaian jendela yang banyak memungkinkan kemudian dipindahkan ke Kelurahan Salobulo
cahaya bisa masuk. Jendela yang banyak ini pada tahun 1958. Di lokasi ini kemudian
merupakan bentuk adaptasi dari iklim tropis. dibangun Rumah Sakit Tentara tingkat/kelas III
Terdapat elemen gavel pada atap dan dua buah yang pada tahun 1980 berubah status menjadi
tiang langgam Tuscan (Sederhana) di teras lantai Rumah Sakit Induk. Bangunan ini telah
dua. beberapa kali direnovasi dan terakhir pada tahun
2014 mendapatkan bangunan tambahan di
bagian belakang (Iswadi, 2015: 31).
Fasad bangunan menghadap ke arah
selatan (eks Rumah Sakit Sawerigading).
Bangunan utama membujur arah timur-barat,
dan pada masing-masing sisi terdapat bangunan
tambahan yang membujur arah utara-selatan.
Bagian depan bangunan difungsikan sebagai
ruang administrasi, bangunan di sisi kanan
(barat) difungsikan sebagai apotik, dan
bangunan di sisi kiri (timur) difungsikan sebagai
Gambar 7. Tampak depan bangunan Kantor Bea ruang pendaftaran. Pada bangunan sisi kiri
Cukai. terdapat elemen gavel berbentuk segitiga terbuat
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
dari susunan papan kayu. Kedua bangunan
tambahan yang membujur ke arah utara
b. Bangunan militer
difungsikan sebagai ruang perawatan. Pada
1) Kompleks Rumah Dinas Pejabat Militer
bagian depan masing-masing bangunan
Kompleks Rumah Dinas Pejabat Militer
tambahan ini terdapat selasar, dan pada sisi
di Kota Palopo berada di sebelah barat Lapangan
plafon selasar tersebut masih menggunakan
Gaspa. Di lokasi ini terdapat enam bangunan,
gamacca sebagai bahan utama plafon tersebut.
tiga diantaranya merupakan bangunan dengan
arsitektur Eropa. Keenam bangunan tersebut
berjejer dari arah selatan ke arah utara mengikuti
arah jalan yang berada di sebelah barat Lapangan
Gaspa.

Gambar 9. Detail gavel pada bangunan sisi kiri


Rumah Sakit Tentara (kiri).
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)

Gambar 8. Kompleks Rumah Dinas Pejabat Militer.


(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 2, Desember 2019: 92 - 105


97
3) Tangsi Militer (Anno 1920). Arsitektur bangunan sudah
Bangunan tangsi militer berada di sebelah mengalami beberapa perubahan tetapi bentuk
barat (belakang) kompleks Rumah Dinas Pejabat asli bangunan masih terlihat. Pada fasad
Militer. Salah satu bangunan tangsi militer ini bangunan terdapat elemen gavel dan pada
tidak terawat dan tidak difungsikan. Bangunan atapnya yang berbentuk pelana terdapat elemen
tangsi militer ini merupakan sebuah kompleks gaveltoppen (hiasan kemuncak atap depan) yang
bangunan, dimana masing-masing bangunan merupakan elemen yang umum ditemui pada
terdiri atas ruang-ruang kamar yang difungsikan bangunan berarsitektur kolonial Belanda.
sebagai barak. Bangunan pertama dengan
kondisi tidak terawat membujur arah timur-
barat. Bangunan tersebut terbagi atas dua sisi
barak yaitu menghadap ke arah utara dan arah
selatan. Masing-masing kamar atau ruang
dipisahkan oleh sekat bangunan berbahan beton,
dan bagian depan masing-masing barak terdapat
pintu. Terdapat dua susun atap terbuat dari bahan
seng pada bangunan. Atap bagian atas dibuat
melengkung dan berukuran lebih kecil dibanding
atap bagian bawah. Pada sisi di antara kedua atap
tersebut terdapat celah udara yang sekaligus
berfungsi sebagai ventilasi.

Gambar 11. Detail gavel pada bangunan sisi kanan


Eks Rumah Sakit Sawerigading.
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
Bangunan diperuntukkan untuk layanan
publik, pintu masuk berada di tengah. Denah
bangunan sudah mengalami beberapa
perubahan. Bentuk denah persegi. Pembagian
ruang di desain untuk mendukung kegiatan-
Gambar 10. Detail gavel bangunan tangsi militer. kegiatan pelayananan publik. Terdapat taman di
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017) tengah dan di sepanjang taman tersebut terdapat
galeri (beranda). Pemakaian galeri (beranda) di
Sisi samping bangunan terdapat gavel sekeliling bangunan untuk bertujuan untuk
berbentuk segitiga yang menutup antara dinding menghindari tampias hujan dan sinar matahari
dan atap berupa susunan papan kayu. Dinding langsung sebagai wujud adaptasi terhadap iklim
bangunan terbuat dari bahan beton dengan tropis. Dinding bangunan menggunakan susunan
penyusun batu bata yang diplester. Konstruksi batu bata tebal dan diplester. Sebagian
atap berupa tiang kayu sekaligus sebagai dindingnya ditutup dengan keramik.
penopang utama dipasang menyatu dengan
dinding bangunan. Pada bagian dalam bangunan 2) Gedung Veteran
masih dapat ditemui sisa-sisa plafon dari bahan Bentuk arsitektur Gedung Veteran telah
gamacca. Bangunan lain berada di sebelah mengalami perubahan yaitu dengan adanya
selatan bangunan sebelumnya dan saat ini masih penambahan bangunan di belakang bangunan
difungsikan sebagai asrama atau tempat tinggal utama. Bentuk atap perisai, menggunakan
oleh personil Kodim. penutup atap seng. Bentuk denah simetris,
ukuran tinggi jendela dan tinggi bangunan
c. Bangunan fasilitas umum terbilang cukup pendek untuk bangunan kolonial
1) Eks Rumah Sakit Sawerigading yang biasanya tinggi. Pada dinding bagian luar
Dibangun pada tahun 1920, sesuai dengan bangunan (fasad) diberi pola seperti susunan
tulisan yang ada pada dinding depan bangunan batu pondasi. Kondisi bangunan masih bagus.

Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial Di Kota Palopo 98


(1908-1940) - Syahruddin Mansyur & Hasrianti
terbuka. Orientasi fasad bangunan utama
menghadap ke arah barat laut, membujur arah
timur laut - barat daya. Akses masuk hanya satu
dengan pintu yang terbuat dari kayu. Pintu
masuk ini berupa koridor yang mengikuti lebar
bangunan. Terdapat pilar yang menyatu dengan
dinding (pilaster) sebagai penguat konstruksi
dinding khususnya pada bagian pintu masuk.
Pada singkapan dinding yang terkelupas dapat
Gambar 12. Tampak depan bangunan Gedung dilihat bahan penyusun dinding terdiri atas
Veteran. susunan batu dengan perekat semen dan
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017) kemudian diplester.
3) Gedung Trimurti
Kondisi Gedung Trimurti masih bagus
dan terawat. Terdapat bangunan utama dan
bangunan penunjang dengan pola bangunan
tertutup. Bentuk denah simetris. Pembagian
ruangnya yaitu, di bagian depan merupakan
ruang publik, selanjutnya ruang privat yang di
kiri kanannya terdapat ruang tidur, ruang servis
berupa dapur ditempatkan di bagian belakang
dan dihubungkan dengan rumah utama oleh
galeri (beranda belakang). Fasad bangunan
menggunakan elemen gavel berbentuk stepped Gambar 14. Bangunan sisi kiri gerbang bangunan
penjara lama.
gable. Atap berbentuk pelana. Interior bangunan
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
menggunakan banyak jendela, sehingga
memungkinkan cahaya bisa masuk. Bangunan bagian depan (bangunan
utama) terdiri atas beberapa ruang yang
difungsikan sebagai perkantoran, dan pada sisi
kanan terdapat area pemisah yang terbuat dari
rang besi sebagai pembatas antara ruang penjara
dan ruang administrasi Lapas. Bangunan yang
berfungsi sebagai penjara berada di sisi kanan
(barat daya) dan kiri (timur laut) bangunan
utama. Masing-masing bangunan yang terdapat
pada kompleks penjara lama ini memiliki selasar
pada bagian depan. Di sisi sudut belakang dari
halaman tengah terdapat sebuah sumur.
Gambar 13. Tampak depan bangunan Gedung
Trimurti. d. Bangunan religi (gereja p’niel palopo)
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017) Bangunan Gereja P’Niel berada di Jalan
4) Penjara Opu Tossappaile. Gereja ini memiliki bentuk
Penjara ini berada di Jalan Opu dasar persegi empat. Pada fasad depan gereja
Tosappaile dekat dengan Gedung Trimurti. Saat terdapat tulisan Anno 1920, yang artinya
ini, bangunan tidak lagi difungsikan sebagai bangunan ini dibangun pada tahun 1920.
penjara, akan tetapi difungsikan sebagai rumah Arsitektur bangunan bergaya gotik, dapat dilihat
tinggal oleh pegawai Lapas. Sebagai bangunan pada bentuk lancip atap menara yang terletak di
yang dulunya difungsikan sebagai penjara, depan bangunan. Bentuk menara yang
bangunan ini merupakan sebuah kompleks menjulang tinggi memberikan kesan agung.
tertutup terdiri atas beberapa bangunan berdenah Sehingga mengesankan bahwa gaya arsitektur
dasar persegi panjang yang ditempatkan gotik memiliki konsep “menggapai surga”.
mengelilingi sebuah halaman tengah yang Selain itu, adanya menara menjadi penanda

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 2, Desember 2019: 92 - 105


99
bahwa bangunan ini adalah bangunan e. Rumah tinggal
peribadatan. 1) Istana Datu Luwu (Langkanae)
Istana Datu Luwu atau yang dikenal
dengan nama Langkanae dibangun oleh
pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1920an
di atas tanah bekas Saoraja (istana sebelumnya).
Bangunan ini sekarang difungsikan sebagai
museum. Ciri arsitektur kolonial Belanda yang
sangat terlihat adalah penggunaan elemen gavel,
dormer (jendela pada atap). Bentuk denah
simetris, atap perisai, tembok tebal, dan langit-
langit yang tinggi memberikan kesan adanya
pengaruh gaya neoklasik. Banyaknya bukaan
Gambar 15. Tampak samping bangunan Gereja berupa jendela menunjukkan suatu upaya
P’Niel. penyesuaian terhadap iklim tropis dengan tujuan
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017) untuk mendapatkan sirkulasi udara yang baik
Denah bangunan gereja berbentuk persegi dan pencahayaan alami. Meskipun bangunan ini
empat, terbagi atas tiga ruang. Interior gereja dibangun sebagai Istana Datu Luwu, namun
dibuat dengan langit-langit yang tinggi, banyak tidak ada satupun unsur lokal terdapat pada
jendela dan pemakaian kaca berwarna (stained bangunan.
glass) untuk memudahkan cahaya matahari
masuk sebanyak-banyaknya (penerangan alami
di siang hari) serta memberikan keindahan
secara visual. Cahaya yang masuk ke dalam
bangunan melalui bukaan jendela menciptakan
kesan sakral untuk gereja, sesuai dengan konsep
agama Kristen yang menggunakan cahaya
sebagai simbol firman dan kehadiran Tuhan.
Pintu dan jendela memiliki lengkung
berujung lancip (pointed arch). Ini juga
merupakan salah satu ciri yang terdapat pada
arsitektur gotik. Langit-langit bangunan Gambar 16. Tampak samping bangunan Istana Datu
menggunakan elemen ribbed vaulting sebagai Luwu.
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
pengganti kolom atau tiang yang jauh lebih
efisien untuk menahan beban, sehingga tinggi 2) Eks Rumah Jabatan Asisten Residen
bangunan dapat dimaksimalkan. Barisan kolom Arsitektur bangunan mendapat pengaruh
yang berfungsi sebagai penyalur beban gaya neoklasik, terlihat dari bentuk denah
bersambung ke langit-langit dan menjadikannya simetris dengan banyak ruang, atap perisai,
sebagai bagian dari dekorasi interior bangunan. tembok tebal, dan langit-langit yang tinggi.
Lantai gereja menggunakan lantai teraso dengan Bentuk denah sudah mengalami perubahan.
ukuran 20 x 20 cm berwarna hitam dan putih. Bangunan terdiri dari bangunan utama dan
Konstruksi bangunan gereja disusun oleh bangunan penunjang dengan pola bangunan
dinding dari batu bata tebal yang diplester. tertutup. Pada fasad bangunan terdapat elemen
Setengah dinding (bawah) yang tampak pada gavel, dormer (jendela pada atap), lisplang atap
fasad terbuat dari susunan batu kali. Tinggi dan ragam hias pada dinding yang berfungsi
susunan batu yang menghiasi dinding ini untuk menambah keindahan tampilan bangunan.
bervariasi pada setiap dinding dengan ukuran 55 Ragam hias pada dinding berupa papan-papan
cm hingga 178 cm dari permukaan tanah. Atap berukir yang dipasang secara vertikal dan
bangunan berbentuk pelana dengan tambahan membentuk lubang-lubang ventilasi (terawang).
elemen gavel dan gaveltoppen (hiasan kemuncak Ragam hias demikian dapat juga dijumpai pada
atap depan). dinding lego-lego dan pegangan tangga rumah
tradisonal (lokal).

Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial Di Kota Palopo 100


(1908-1940) - Syahruddin Mansyur & Hasrianti
bangunan banyak menggunakan jendela untuk
mendapatkan pencahayaan alami dari sinar
matahari. Pada dinding rumah, di atas pintu dan
jendela, terdapat ventilasi yang dapat dibuka
keluar agar udara bisa masuk. Konstruksi
dinding bangunan tersusun atas batu bata tebal
yang diplester. Atap berbentuk perisai dan pada
puncaknya terdapat dua buah keramik.

4) Mess Lebang
Gambar 17. Tampak depan Eks Rumah Jabatan
Asisten Residen.
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
3) Eks Rumah Jabatan Kontrolir
Bangunan dibangun pada tahun 1923.
Dahulu merupakan tempat tinggal pejabat
kontrolir (controleur) Pemerintahan Hindia-
Belanda dan sekarang menjadi rumah tinggal
keluarga Bapak Sabani. Bangunan telah
mengalami beberapa perubahan, namun bentuk
aslinya masih terlihat dengan kondisi yang Gambar 18. Tampak depan bangunan Mess
masih terawat. Pengaruh gaya neoklasik terlihat Lebang.
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
pada arsitektur bangunan sesuai dengan gaya
arsitektur yang berkembang pada masa
bangunan ini didirikan.

Gambar 19. Bangunan utama dan bangunan


tambahan di bagian belakang Mess Lebang.
Gambar 17. Tampak depan Eks Rumah Jabatan (Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
Kontrolir. Kondisi bangunan masih bagus namun
(Sumber: Balar Sulsel, Tahun 2017)
kurang terawat. Bangunan terdiri dari bangunan
Bangunan berlantai satu dengan denah utama dan bangunan tambahan berpola tertutup.
berbentuk simetris. Bangunan terdiri dari Bentuk denah simetris dengan banyak ruang.
bangunan utama (induk) dan bangunan Penataan ruang mengikuti bentuk penataan
tambahan. Pembagian ruang pada bangunan ruang bangunan kolonial pada akhir abad ke-19.
utama terdiri dari teras depan, ruang utama, Bangunan utama terdiri dari teras depan, ruang
kamar tidur, dan teras belakang. Bangunan utama (central room), kamar tidur (ruang privat)
tambahan yang terletak di belakang bangunan di sisi kiri dan kanan ruang utama, dan teras
utama berfungsi sebagai ruang servis. belakang. Pintu masuk ke ruang utama
Pembagian ruang seperti ini merupakan ciri berjumlah dua buah. Bangunan tambahan
umum bangunan kolonial pada akhir abad ke-19. berfungsi sebagai ruang servis yaitu dapur dan
Denah bangunan utama tidak berubah dari kamar pelayan. Interior rumah menggunakan
bentuk awalnya kecuali adanya penambahan banyak jendela berukuran besar untuk
ruang pada bangunan tambahan. Interior pencahayaan alami dan sirkulasi udara.

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 2, Desember 2019: 92 - 105


101
Penggunaan teras di sekeliling bangunan Kantor Pemerintahan, dan Eks Rumah Jabatan
berfungsi untuk menghindari tampias hujan dan Asisten Residen menggunakan half-timbered
sinar matahari langsung. Hal ini merupakan yang menunjukkan adanya pengaruh gaya Tudor
wujud adaptasi terhadap iklim setempat. Atap (Medieval Revival) dalam arsitektur bangunan,
rumah berbentuk limasan dengan penutup atap sehingga menimbulkan asumsi bahwa ketiga
berbahan seng. bangunan ini didirikan pada tahun yang sama.
Pengaruh gaya arsitektur Art Nouveau nampak
Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial pada dinding bangunan Gedung Veteran yang
Kota Palopo menggunakan setengah batu kali. Art Nouveau
Perkembangan arsitektur masa kolonial adalah gaya arsitektur yang berkembang di
di Kota Palopo dapat dilihat pada bangunan- Prancis dan Belgia pada tahun 1880-1910.
bangunan peninggalan masa pemerintahan Dicirikan oleh bentuk-bentuk organik yang
Hindia Belanda yang masih berdiri hingga saat mengalir, berlekuk-lekuk, dinamis, dan
ini, antara lain Istana Datu Luwu, gereja P’Niel, menggunakan ornamen naturalistik. Gaya
eks kantor Asisten Residen, eks rumah jabatan arsitektur ini menggabungkan gaya art and
Asisten Residen (Rujab Wawali), kantor dinas crafts dalam bentuk arsitekturnya (Burden,
Tata Ruang dan Dinas Kebudayaan, Eks Rumah 1998: 178). Kemudian, pengaruh gaya Gotik
Sakit Sawerigading (kantor Walikota nampak pada bangunan Gereja P’Niel dengan
sementara), rumah jabatan Pejabat Militer, bentuk atap menara yang lancip dan jendela
kantor pos, kantor arsitek, kantor Dinas berpelengkung gaya Gotik (Gothic arch). Pada
Perhubungan, dan Mess Lebang. Bangunan- bangunan Penjara terdapat pilaster yang
bangunan ini difungsikan oleh Pemerintah menunjukkan adanya pengaruh gaya arsitektur
Hindia Belanda di masa itu sebagai bangunan Neo Klasik.
perkantoran, rumah tinggal, bangunan religi, Denah bangunan secara umum berbentuk
bangunan militer, maupun fasilitas umum. persegi yang simetris. Penataan ruang
Ciri bangunan kolonial Belanda umumnya bangunan-bangunan mengingatkan kepada
berdinding tembok tebal dari bahan batu-bata bangunan dengan arsitektur bergaya Indische
yang diplaster, memiliki pintu dan jendela Empire yang dipopulerkan oleh Daendels pada
berukuran lebar dan tinggi, serta tiang-tiang pada akhir abad ke-19 (Sumalyo, 2005: 28), dimana
serambi depan dan belakang bergaya neo klasik. terdapat bangunan utama dengan ruangan
Bentuk atap limasan atau pelana, dengan sudut terbagi atas teras depan dan belakang, ruang
kemiringan sekitar 30˚ atau lebih. Pada atap utama, dan ruang privat (kamar tidur), serta
terdapat elemen gavel (gable) yaitu bagian bangunan tambahan sebagai ruang servis (dapur)
triangular pada atap; dormer yaitu jendela di belakang bangunan utama. Gaya Indische
tambahan pada atap; menara (tower) yang secara Empire atau Neo Klasik berasal dari negara
fisik menambah estetika, dapat digunakan untuk Prancis yang diterjemahkan secara bebas di
melihat pemandangan luar dan berfungsi untuk Hindia Belanda hingga terbentuk gaya bercitra
mengalirkan udara panas dari dalam ke luar kolonial yang disesuaikan dengan lingkungan
ruangan; dan, deltils yaitu konsol penyangga lokal dan iklim serta ketersediaan material
atap tritisan (Samsudi, 2000: 69-70). setempat (Handinoto, 1993: 2-3). Ciri khasnya
Bentuk atap bangunan kolonial Kota yaitu, denah simetris, dengan ruang utama
Palopo terdiri dari bentuk pelana, perisai, dan (central room) yang terdiri dari kamar tidur
limasan. Pada bagian atap sebagian besar utama dan kamar tidur lainnya. Ruang utama
bangunan terdapat elemen gavel dari bahan kayu berhubungan langsung dengan teras depan (voor
maupun batu-bata yang diplaster dan galerij) dan teras belakang (achter galerij), yang
gaveltoppen. Pada bangunan Istana Datu Luwu biasanya sangat luas dan diujungnya terdapat
dan Eks Rumah Jabatan Asisten Residen dapat barisan kolom bergaya Yunani atau Romawi.
dijumpai adanya elemen dormer. Tiang Dapur, kamar mandi, gudang dan ruang servis
berlanggam Tuscan dapat dijumpai pada teras lainnya merupakan bagian yang terpisah dari
depan lantai kedua bangunan Kantor Bea Cukai. bangunan utama dan terletak di belakang
Konstruksi dinding bangunan-bangunan (Hartono dan Handinoto, 2006: 85).
terbuat dari bahan batu-bata yang diplaster. Jika melihat angka kronologi tahun
Dinding bangunan Eks Kantor Asisten Residen, pendirian dan ciri fisik yang nampak pada

Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial Di Kota Palopo 102


(1908-1940) - Syahruddin Mansyur & Hasrianti
bangunan-bangunan, perkembangan gaya arsitektur. Arsitektur Gereja P’Niel misalnya
arsitektur bangunan kolonial di Kota Palopo yang menunjukkan perpaduan antara gaya Neo
berada pada periode ketiga (1902-1920an) dan Klasik, gaya Gotik, dan Art Noveau.
keempat (1920-1940an) dalam perkembangan
arsitektur kolonial Belanda di Indonesia.
Menurut Helen Jessup (1984) perkembangan KESIMPULAN
gaya bangunan Kolonial Belanda terbagi atas Kajian mengenai perkembangan
empat periode, yaitu: (1) Tahun 1700-an adalah arsitektur bangunan-bangunan kolonial di Kota
periode kekuasaan VOC (Vereenigde Oost- Palopo pada dasarnya dapat memberikan
Indische Compagnie) di Indonesia. Pada masa informasi bagi diskusi dan kajian lebih lanjut
ini bangunan-bangunan didirikan mengikuti terkait pembentukan kota kolonial di Indonesia.
gaya bangunan dari Negeri Belanda tanpa Identifikasi dan analisis terhadap bangunan
mempertimbangkan kondisi iklim dan budaya kolonial juga adalah dasar untuk melakukan
setempat; (2) Tahun 1800-an hingga 1902, yaitu tindakan perlindungan dan penyelamatan
masa peralihan dari periode kekuasaan VOC ke terhadap warisan pemerintah Hindia Belanda di
periode kekuasaan Kerajaan Belanda. Pada masa Indonesia. Melalui metode survei, bangunan-
ini bangunan-bangunan berkesan megah bangunan kolonial di Kota Palopo dikumpulkan,
didirikan untuk menunjukkan kekuasaan yang dianalisis dengan memperhatikan bentuk,
berkuasa, dan umumnya bergaya arsitektur neo teknologi, gaya, dan lingkungan sekitar,
klasik; (3) Tahun 1902 hingga 1920-an, politik kemudian disintesakan.
etis diberlakukan di Indonesia, yang berdampak Keseluruhan bangunan kolonial Kota
pada pembangunan bangunan-bangunan modern Palopo yang telah didata berjumlah 17 buah.
yang lebih berorientasi ke Belanda; dan, (4) Berdasarkan fungsinya, bangunan-bangunan ini
Tahun 1920 hingga 1940-an. Pada masa ini, dikelompokkan ke dalam kategori bangunan
gerakan pembaruan dalam arsitektur pemerintahan, bangunan militer, bangunan
bermunculan serta memunculkan gaya fasilitas umum, bangunan religi, dan rumah
campuran dari berbagai gaya arsitektur, tinggal. Bangunan pemerintahan berjumlah lima
misalnya art deco (Abbas, 2006: 229-230). antara lain Eks Kantor Asisten Residen, Kantor
Bangunan Eks Kantor Residen, Kantor Pemerintahan, Kantor Pos, Kantor Arsitek, dan
Pemerintahan, Kantor Arsitek, Kantor Bea Kantor Bea Cukai. Bangunan militer berjumlah
Cukai, Rumah Sakit Tentara, Tangsi Militer, tiga antara lain Kompleks Rumah Dinas Pejabat
Gedung Trimurti, Penjara, Eks Rumah Jabatan Militer, Rumah Sakit Tentara, dan Tangsi
Asisten Residen, Eks Rumah Jabatan Kontrolir Militer. Bangunan fasilitas umum berjumlah
dan Mess Lebang adalah bangunan-bangunan empat antara lain Eks Rumah Sakit
yang dibangun pada periode ketiga dalam Sawerigading, Gedung Veteran, Gedung
perkembangan gaya arsitektur kolonial Kota Trimurti, dan Penjara. Bangunan religi
Palopo yaitu pada kronologi tahun 1908 hingga berjumlah satu yaitu Gereja P’Niel Palopo.
menjelang tahun 1920. Meskipun telah Bangunan rumah tinggal berjumlah empat antara
mendapat sentuhan modernitas, gaya arsitektur lain Istana Datu Luwu (Langkanae), Eks Rumah
neo klasik yang berkembang pada periode kedua Jabatan Asisten Residen, Eks Rumah Jabatan
masih mempengaruhi bentuk arsitektur Kontrolir, dan Mess Lebang.
bangunan-bangunan ini, antara lain pada Dalam konteks perkembangan gaya
penataan ruang, penggunaan gavel, dormer, arsitektur bangunan kolonial, bangunan-
tiang bergaya klasik, pilaster, dan half timbered bangunan tersebut berada pada periode ketiga
pada dinding. Bangunan-bangunan kolonial (1902-1920) dan periode keempat (1920-1940).
yang mewakili gaya arsitektur periode keempat Bangunan-bangunan yang berdiri (atau
di Kota Palopo dibangun pada kronologi tahun diperkirakan sejaman) pada kurun tahun 1902
1920 hingga menjelang tahun 1945, antara lain hingga awal tahun 1920 memiliki gaya arsitektur
bangunan Kantor Pos, Kompleks Rumah Dinas modern yang masih dipengaruhi oleh gaya neo
Pejabat Militer, Rumah Sakit Sawerigading, klasik. Adapun arsitektur bangunan-bangunan
Gedung Veteran, Gereja P’niel, dan Istana Datu yang berdiri (atau diperkirakan sejaman) pada
Luwu. Gaya arsitektur bangunan pada periode kurun akhir tahun 1920 hingga menjelang tahun
ini merupakan percampuran dari berbagai gaya

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 2, Desember 2019: 92 - 105


103
1945 merupakan perpaduan berbagai gaya 005/CITROEN.pdf (Diakses
arsitektur yang berkembang di Eropa di masa itu. 08/12/2019).
Hartono, S., dan Handinoto. (2006). Arsitektur
Ucapan Terima Kasih Transisi di Nusantara dari Akhir Abad
Naskah ini merupakan pengembangan XIX ke Awal Abad XX (Studi Kasus
dari Laporan Penelitian “Perkembangan Kompleks Bangunan Militer di Jawa pada
Arsitektur Bangunan di Kota Palopo Provinsi Peralihan Abad XIX ke XX). Dimensi
Sulawesi Selatan” Tahun 2017. Penelitian ini (Journal of Architecture and Built
dapat terlaksana berkat bantuan dan kerjasama Environment), Vol. 34, No. 2, Desember
tim penelitian, instansi dan masyarakat Palopo. 2006. Link:
Oleh karena itu penulis mengucapkan http://dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/is
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah sue/view/2717.pdf (Diakses 08/12/2019).
memberi bantuan kepada Tim Penelitian; Wakil Iswadi, dkk. (2013). Zonasi Istana Datu Luwu
Walikota Palopo, Kepala Dinas Pekerjaan dan Sekitarnya di Kota Palopo Provinsi
Umum dan Tata Ruang Palopo, Jajaran dan Staf Sulawesi Selatan. Makassar: Balai
Komando Distrik Militer 1403 Palopo, dan M. Pelestarian Cagar Budaya Makassar.
Irfan Mahmud, S.S., M.Si (Kepala Balai Iswadi, dkk. (2015). Laporan Zonasi Tinggalan
Arkeologi Sulsel), juga kepada seluruh anggota Kolonial Kota Palopo (lanjutan)
Tim Penelitian, Zulham A. Hafid, S.E., M.Si Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar:
(Bappeda Kota Palopo), Fadliyah Rahmah, M.A Balai Pelestarian Cagar Budaya
(Dosen IAIN Palopo), Nafsiah Asnawi, S.T., Makassar.
M.ARH (Yayasan Lingkar Makassar), Ade Mahmud, M. I. (1993). Struktur Kota Palopo
Sahroni, S.T (Balar Sulsel), Basran Burhan, S.S abad XII-XIX (Studi Arkeologi tentang
(Balar Sulsel), dan seluruh informan. Pemahaman Ekspresi dan Alam Cita).
Skripsi Sarjana. Ujung Pandang: Jurusan
Arkeologi Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin.
***** Mahmud, M. I. (2003). Kota Kuno Palopo:
Dimensi Fisik, Sosial, dan Kosmologi.
Makassar: Masagena Press.
Mansyur, S. (2002). Kota Makassar Akhir Abad
DAFTAR PUSTAKA XVII hingga Awal Abad XX (Studi
Abbas, N. (2006). Warna Eropa dalam Wajah Arkeologi Ruang). Skripsi Sarjana.
Kota. Dalam Rr. Triwurjani, dkk, Makassar: Universitas Hasanuddin.
Permukiman di Indonesia: Perspektif Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
Arkeologi. Jakarta: Departemen Nasional. (2008). Metode Penelitian
Kebudayaan dan Pariwisata. Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Burden, E. E. (1998). Illustrated Dictionary of
Pengembangan Arkeologi Nasional.
Architecture. USA: McGraw-Hill.
Gill, R. (1997). Dutch Colonial Settlement and Samsudi. (2000). Aspek-Aspek Arsitektur
Towns in Java. Dalam Eko Budiharjo Kolonial Belanda pada Bangunan Puri
(Ed.), Preservation and Conservation of Mangkunegaran. Tesis Magister.
Cultural Heritage in Indonesia. Semarang: Program Pasca Sarjana
Yogyakarta: Gadjah Mada University Magister Teknik Arsitektur Universitas
Press. Diponegoro.
Handinoto. (1993). Arsitek G.C. Citroen dan
Sumalyo, Y. (1999). Ujung Pandang:
Perkembangan Arsitektur Kolonial
Belanda di Surabaya (1915-1940). Perkembangan Kota dan Arsitektur pada
Dimensi (Journal of Architecture and Akhir Abad 17 hingga Awal Abad 20.
Built Environment), Vol. 19, Agustus Dalam Henri Chambert-Loir dan Hasan
1993. Link: Muarif Ambary (Ed.), Panggung
http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81- Sejarah: Persembahan kepada Prof. Dr.

Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial Di Kota Palopo 104


(1908-1940) - Syahruddin Mansyur & Hasrianti
Denys Lombard. Jakarta: EFEO, Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional, Yayasan
Obor Indonesia.
Sumalyo, Y. (2005). Arsitektur Modern Akhir
Abad XIX dan Abad XX, Edisi ke-2.
Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 2, Desember 2019: 92 - 105


105

Anda mungkin juga menyukai