Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYIAPAN SAMPEL, EKSTRAKSI,

DAN PENGUAPAN PELARUT

OLEH :

WAHDANIYAH MUSLIMIN
N011 19 1145

KELOMPOK IV
GOLONGAN SELASA SIANG

SEMESTER AKHIR 2020/2021


LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penggunaan obat alami telah banyak digunakan di seluruh dunia


dan di Indonesia. Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari sumber
daya alam biotik maupun abiotik. Indonesia memiliki keanekaragaman
obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami seperti tanaman obat.
Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di
antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai
bahan obat (1).
Diperlukan proses panjang dalam menentukan kandungan
senyawa aktif suatu tanaman. Langkah-langkah tersebut meliputi
penyiapan sampel (pembuatan simplisia), ekstraksi, serta penguapan
pelarut. Penyiapan sampel merupakan tahap paling awal namun
memegang peranan penting dalam menentukan kualitas bahan obat alam
yang diperoleh. Ekstraksi merupakan langkah untuk menarik senyawa
aktif dari simplisia yang sebelumnya telah dibuat. Setelah proses
ekstraksi, akan dilanjutkan ke tahap penguapan pelarut untuk
menghilangkan cairan penyari sehingga didapatkan ekstrak dengan
konsentarsi sesuai yang diinginkan. Ketiga proses diatas merupakan
tahap persiapan ekstrak tanaman berkhasiat sebagai bahan obat yang
nantinya akan dilanjutkan ke proses analisis (1).
Dengan banyaknya bahan alam yang ada disekitar kita maka kita
harus memanfaatkannya dengan baik, Jarak pagar (Jatropha cursca L.),
kunyit (Curcuma domestica Val), dan juga legundi (Vitex trifolia L.)
merupakan beberapa contoh tanaman yang sering kita jumpai dan
memiliki banya manfaat terutama untuk dijadikan sebagai bahan obat.
I.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum

I.2.1 Tujuan Praktikum

Praktikum ini dilakuakan dengan tujuan untuk:


1. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam penyiapan simplisia dari
berbagai jenis tanaman yang nantinya akan digunakan dalam
pengobatan.
2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam ekstrasi
sesuai jenis sampel yang digunakan.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis metode penguapan pelarut dan cara
mengoprasikannya.
I.2.2 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dilakukannya praktikum ini adalah:


1. Mengetahui langkah-langkah dalam penyiapan simplisia dari
berbagai jenis tanaman yang nantinya akan digunakan dalam
pengobatan.
2. Mengetahui metode-metode yang digunakan dalam ekstrasi sesuai
jenis sampel yang digunakan.
3. Mengetahui jenis-jenis metode penguapan pelarut dan cara
mengoprasikannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman

II.1.1 Klasifikasi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L. (2)
II.1.2 Morfologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Gambar 1. Jarak Pagar Jatropha


curcas L (9)
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) merupakan jenis tanaman perdu
yang kerapkali bercabang kuat, tinggi 1,5-5 m, dengan ranting bulat dan
tebal. Tangkai daun 3,5-15 cm, helaian daun yang dimiliki berbentuk bulat
telur dengan pangkal bentuk jantung, 5-15 kali 6-16 cm, bersudut atau
berlekuk 3-5. Bunga dalam malai rata yang bercabang melebar, daun
kelopak yang dimiliki jarak pagar 5, dengan bentuk bulat telur dan panjang
± 4 mm. Daun mahkota 5, bersatu sampai separuhnya, dengan ujung
yang membengkok kembali, panjang 8 mm. Buah berbentuk telur lebar
berkendanga 3, panjang 2-3 cm, dan bentuk buahnya pecah menurut
ruang. Biji jarak pagar beracun. Tanaman jarank pagar sering kali di temui
pada pekarangan rumah sebagai pagar, pekuburan dan kadang-kadang
tumbuh dengan liar (3).
II.1.3 Manfaat Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Daun jarak pagar (Jatropha curcas L.) mengandung komponen zat


antinutrisi yang berfungsi sebagai antibakteri. Seiring dengan ketertarikan
penggunaan biodesel dari biji jarak pagar sebagai alternatif sumber energi
dan adanya program penanaman pohon jarak secara besar-besaran,
maka akan diperoleh limbah ikutan yaitu daun jarak pagar. Daun jarak
pagar dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti antibiotik dan
sekaligus sebagai pakan tambahan. Namun demikian, pemanfaatan daun
jarak sebagai agen antibakteri dan sekaligus pakan tambahan masih perlu
diteliti secara komprehensif untuk meningkatkan produktivitas ternak (4).
II.1.4 Kandungan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Kandungan kimia jarak pagar antara lain: triakontranol, alfa-amirin,


kaempesterol, beta-sitosterol, 7-keto-betasitosterol, stigmasterol, stigmas-
5-en-3-beta-7-alfadiol, viteksin, isoviteksin, dan asam sianida (HCN). Daun
mengandung saponin, flavonoida, tannin dan senyawa polifenol. Batang
mengandung sponin, flavonoida, tannin dan senyawa –senyawa polifenol.
Getahnya mengandung tannin 11–18 %. Bijinya mengandung berbagai
senyawa alkaloida, saponin, dan sejenis protein beracun (kursin) (5).
II.1.5 Klasifikasi Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val)

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val. (6)
II.1.5 Morfologi tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val)

Gambar 2. Kunyit (Curcuma


domestica Val) (10)

Tanaman kunyit merupakan tanaman menahun yang mempunyai


ciri khas tumbuh berkelompok membentuk rumpun. Tinggi tanaman 40-
100 cm. Kunyit memiliki batang semy yang tersusun dari kelopak atau
pelepag daun yang berpalutan atau saling menutupi. Batang kunyit
bersifat basah karena mempu menyimpan air dengan baik, berbentuk
bulat dan berwarna hijau keunguan tinggi batang mencapai 0,75 m
sampai 1 m (6).
Daun kunyit tersusun dari pelepah daun, gagang daun dan helai
daun. Panjang helai daun 31-84 cm, lebar daun 10-18 cm. Daun kunyit
berbentuk bulat telur memanjang dengan permukaan agak kasar.
Pertulangan daun rata dan ujung daun meruncing atau melengkung
menyerupai ekor. Permukaan daun berwarna hijau muda, satu tanaman
biasa terdapat 6-10 daun (6).
Bunga kunyit berbentuk kerucut runcing berwarba putig atau kuning
muda dengan pangkal berwarna putih. Setiap bunga mempunyai tiga
lembar kelopak bunga, tiga lembar tajuk baunga, dan empat helai benang
sari. Bunga muncul dari ujung batang semu dan biasanya mekar
bersamaan. Bunga ini memiliki daun pelindung bunga yang berwarna
putih. Di ujung bagian atas daun pelindung terdapat garis-garis berwarna
hijau atau merah jambu. Sementara itu, ketiga benang sari lainnya
berubah menjadi helaian mahkota bunga (6).
II.1.6 Manfaat Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val)
Dalam kehidupan sehari-hari kunyit sering kali digunakan sebagai
penyedap dalam masakan ataupun penetral bau pada anyir pada
masakan. Kunyit juga seing dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional
untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti demam, pilek, bau
badan, malaria, hiperlipidemia, tekanan darah tinggi dan masih banyak
lagi. Pada dunia industri kosmetik, kunyit digunakan untuk menghaluskan
kulit dan membuat kulit menjadi kuning langsat (6).
II.1.7 Kandungan Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val)

Komponen kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit di antaranya


minyak asiri, pati, zat pahit, resim, selulosa, dan beberapa mineral.
Kandungan minyak asiri kunyit sekitar 3-5%. Minyak asiri kunyit ini terdiri
dari d-alfa-pelandren (1%), d-sabinen (0,56%), cineol (1%), borneol
(0,5%), zingiberen (25%), tirmeron (58%), seskuiterpen alkohol (5,8%),
alfa- atlanton dan gama-atlanton. Sementara itu, komponen utama pati
berkisar 40-50% dari berat kering rimpang (6).
Komponen zat warna atau pigmen pada kunyit yang utama adalah
kurkumin, yakni sebanyak 2,5- 5%. Di samping itu, kunyit juga banyak
mengandung zat warna lain seperti monodesmetoksikurkumin dan
diodesmetoksikurkumin. Setiap rimpang segar kunyit mengandung 3
senyawa ini sebanyak 0,8%. Pigmen kurkumin inilah yang memberi warna
kuning pada rimpang. Selain itu, kurkumin juga memberi sumbangan
terhadap karakter kepedasan yang lembut pada rempah (6).
Tanaman kunyit varietas alleppey mengandung kurkumin 6,5%.
Kunyit varietas madras mengandung kurkumin sebanyak 3,5%. Kunyit
jawa mengandung kurkumin 0,63-0,76% (6).
II.1.8 Klasifikasi Tanaman Legundi (Vitex trifolia L.)

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Vitex
Species : Vitex trifolia Linn. (7).
II.1.9 Morfologi Tanaman Legundi (Vitex trifolia L.)

Gambar 3. Legundi
(Vitex trifolia L) (11)
Pohon jarang sebagai semak merayap, tajuk tidak beraturan,
aromatik, tinggi 1-4 m. Batang pokok jelas, kulit batang cokelat muda-tua,
batang muda segi empat, banyak bercabang. Daun majemuk menjari,
duduk, daun berhadapan, anak daun 1-3, daun ke 2 dan 3, duduk, anak
daun ujung bertangkai kurang dari 0,5 cm, helaian bulat telur-elip-bulat
memanjang bulat telur terbalik, anak daun terbesar 49,5 x 1,75-3,75 cm,
yang berdaun satu 2- 6,5 x 1,25-3,5 cm (7).
Bunga susunan majemuk malai, dengan struktur dasar menggarpu,
malai 3,5-24 cm, garpu 2-6,5, 3-15 bunga, rapat dan berjejal. Tinggi daun
kelopak 3-4,5 mm. Tabung mahkota 7-8 mm, diameter segmen median
dari bibir bawah 4-6 mm. Benang sarinya 4 dekat pertengahan tabung
mahkota, panjang dua. Bakal buah sempurna 2 ruang, perruang 2 bagian,
bakal biji duduk secara lateral, tangkai putih; rambut, ujung bercabang
dua. Buah tipe drupe, duduk, berair atau kering, dinding keras (7).
II.1.10 Manfaat Tanaman Legundi (Vitex trifolia L)

Legundi memiliki efek farmakologis yang dapat bermanfaat di


bidang kesehatan. Efek farmakologis legundi diantaranya sebagai obat
influenza, demam, migren, sakit kepala (cephalgia), sakit gigi, sakit perut,
diare, mata merah, rematik, beri, batuk, luka terpukul, luka berdarah,
muntah darah, eksim, haid tidak teratur, prolapses uteri, dan pembunuh
serangga. Akar legundi menpunyai efek farmakologis mencegah
kehamilan dan perawatan setelah bersalin. Bijinya untuk obat pereda,
penyegar badan, dan perawatan rambut. Buah legundi digunakan untuk
obat cacing dan peluruh haid. Sementara itu, daunnya untuk analgesik,
antipiretik, obat luka, peluruh kencing, peluruh kentut, pereda kejang,
menormalkan siklus haid, dan germicide (pembunuh kuman) (8).
II.1.11 Kandungan Tanaman Legundi (Vitex trifolia L)

Daun legundi mengandung minyak atsiri yang tersusun dari


seskuiterpen, terpenoid, senyawa ester, alkaloid (vitrisin), glikosida flavon
(artemetin dan 7- desmetil artemetin) dan komponen non-flavonoid
friedelin,β-sitosterol, glukosida dan senywa hidrokarbon. Hasil penelitian
terhadap minyak atsiri daun legundi atas dasar reaksi warna
menggunakan metode kromatografi lapis tipis ditemukan senyawa
golongan aldehida dan atau keton, senyawa tidak jenuh, senyawa dengan
ikatan rangkap terkonjugasi, senyawa terpenoid. Sedangkan analisis
dengan kromatografi gas ditemukan keberadaan sineol (7).
Minyak biji mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon, asam
lemak. Pada jenis tumbuhan lain yaitu Vitex negundo L. ditemukan asam
protokatekuat, asam 5-hidroksi isoftalat, glukononitol. Sedangkan pada
jenis Vitex agnus cactus L. disamping mengandung minyak atsiri juga
megandung glikosida iridoid yaitu aukubin dan agnusid (7).
II.2 Simplisia

II.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang


digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar
matahari, diangin-anginkan, ataupun menggunakan oven, kecuali
dinyatakan lain, suhu pengeringan dengan menggunakan oven tidak lebih
dari 60°C (12).
II.2.2 Jenis-Jenis Simplisia

Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan


simplisia pelikan atau mineral, adapun uraiannya sebagai berikut:
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau
dengan cara tertentu dikeluarkannya dari selnya atu zat nabati lain
yang dengan cara tertentu dipisahkan dengan tumbuhannya (12).
2. Simplisia Hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh ,
bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan
dan belum berupa zat kimia murni (13).
3. Simplisia pelikan atau Mineral adalah simplisia yang berasal dari
bahan pelikan atau mineral yang belum di olah atau telah diolah
dengan cara yang yang sederhana (13).
II.2.3 Tahapan Pembuatan Simplisia

1. Pengumpulan bahan baku, Kadar senyawa aktif dalam suatu


simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada bagian
tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman
pada saat panen, waktu panen, lingkungan tempat tumbuh (14).
Pengambilan bagain-bagian tanaman yang akan dijadikan simplisia
tidak semerta-merta diambil dengan sesuaka hati, namun ada cara
khsusus yang dilakukan untuk mengambil bagian tersebut antara
lain:
a) Simplisia Akar (radiks), simplisia rimpang (rizoma), simplisia
umbi (bulbus), simplisia batang atau kayu (lignum), simplisia
kulit batang (korteks), mempunyai cara pengambilan yang hampir
sama yakni, mengambil bagian tanaman yang sudah tua, bagian
tanaman yang akan dijadikan bahan simplisia masih utuh dan tidak
rusak oleh bakteri maupun hama lainnya, selain itu juga tidak
ditumbuhi jamur ataupun kapang dan lumut, dan juga pastikan
bagian tamanan yang diambil bebas dari tanah, pasir maupun hal
pengotor yang masih melekat (15).
b) Simplisia daun (folium), bunga (flos), pengambilan bagian daun
dan bunga juga memilik cara yang hamper sama yaitu, pilih jenis
daun/bunga yang berwarna cerah, kemudian pilih bagian yang
berbentuk sempurna dan dalam keadaan segar, dan pada bunga
ambil bagian bunga yang sudah mekar dan tentunya dalam
keaadaan segar pula. Selain itu danu/bunga bebas dari cendawan
ataupun jamur, dan untuk daun tidak menjdai sarang serangga
atapun hama, kemudain pada bagian daun/bunga warnanya tidak
berubah (15).
c) Simplisia buah (fructus), buah dipanen ketika telah masak
sempurna agar kandungan senyawa aktif yang terkandung
didalamnya tekah terbentuk sempurna. Namun ada hal yang harus
diprhatikan seperti, buahnya berwarna cewrah, pilih buah yang
telah masak sempurna, tidak terserang penyakit (busuk), buah
bersih dari cendawan atapun jamur, dan tentunya pilih buah yang
tidak berubah warna (15).
d) Simplisia kulit buah (perikarpium), pengambilan bagian tanaman
ini dengan memilih bagian yang berwarna cerah, kulit buah segar
dan tidak berkeriput,kulit buah tidak terserang penyakit ataupun
hama, selain itu kulit buah tidak berjamur, dan tetntunya warna kulit
buahnya tidak berubah (15).
e) Simplisia biji (semen), ambillah biji yang tua sempurna, biji masih
tdiak rusak oleh penyakit atapun hama tanaman, dan juga biji yang
diambil tidak berjamur, tidak bercendawan, dan tidak ditumbuhi
lumut (15).
f) Simplisia getah/lendir, getah yang dimabil masih segar, tidak
tercampur dengan getah tanaman lain, dan juga getah tidak ruak
oleh jamur, cendawan, hama dan parasit (15).
2. Sortasi basah, sortasi basah penting untuk dilakukan dalam
pembuatan simplisia, karena sorttasi basah bertujuan untuk
memisahkan bagian tumbuhan yang digunakan dengan bahan
yang tidak berguna ataupun berbahaya, misalnya rumput, kotoran
binatang, bahan –bahan yang busuk, dan juga benda lain yang bisa
mengurangi kualitas simplisia (14).
3. Pencucian, agar bahan baku bersih dan benar-benar bebas dari
tanah ataupun kotoran setelah sortasi basah, maka penting
dilakukan pencucian. Pencucian dapat dilakuakn dengan
menggunkan air PDAM, air sumur, ataupun sumber air bersih
lainnya. Bahan simplisia yang mudah larut tidak disarankan untuk
mencucinya dengan waktu yang lama (14).
4. Perajangan, beberapa jenis simplisa perlu mengalami perajangan.
Perangan simplisia dilakuakn untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan, dan juga penggilingan. Perajangan
dapat dilkaukan dengan menggunakan pisau ataupun mesin
perajangan khusus, sehingga diperoleh irisan tipis ataupun
potongan dengan ukurang yang di inginkan (14).
5. Pengeringan, tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk
mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lama, selain itu juga untuk mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat
mencegah penurunan mutu atau kerusakan simplisia (14).
6. Sortasi kering, sortasi kering merupakan tahan akhir dari
pembuatan simplisia yang bertujuan untuk memisahkan benda-
benda asing setelah dilakukan pengeringan. Proses ini dilakukan
sebelum dibungkus ataupun dikemas lalu disimpan (14).
7. Pengepakan dan Penyimpanan, hal ini dilakukan untuk
melindungi agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena
beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar, seperti cahaya,
oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penerapan air kotoran,
ataupun serangga. Jika penyimpanan perlu dilakukan, maka
simpanlah simplisia ditempat yang kering tidak lembab, dan
terhindar dari sinar matahair langsung (14).
II.3 Ekstraksi

II.3.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi secara umum merupakan suatu proses pemisahan zat


aktif dari suatu padatan maupun cairan dengan menggunakan bantuan
pelarut. Pemilihan pelarut diperlukan dalam proses ekstraksi, karena
pelarut yang digunakan harus dapat memisahkan atau mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan zat-zat lainnya yang tidak
diinginkan (16).
Mekanisme proses ekstraksi yaitu pertama peIarut ditransfer dari
buIk menuju ke permukaan lalu peIarut menembus masuk atau terjadi
difusi massa peIarutpada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan.
Zat terlarut yang ada dalam padatan Iarut kedaIam peIarut dikarenakan
adanya perbedaan gradien konsentrasi. Campuran zat terlarut dalam
pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan yang tidak dapat larut.
Setelah itu zat terlarut keluar dari pori padatan yang tidak dapat larut dan
bercampur dengan pelarut yang ada pada luar padatan (16).
II.5.2 Jenis-Jenis Ekstraksi
a. Metode Ekstraksi Dingin
a) Metode maserasi adalah metode ekstraksi cara dingin dan
metode ini yang paling sederhana dimana cairan penyari akan
menembus dinding sel tanaman dan akan masuk ke rongga sel
yang mengandung zat aktif, sehingga zat aktif yang merupakan
larutan terpekat akan didesak keluar dari sel karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif yang didalam sel
dengan yang diluar sel (17).

Gambar 4. Metode Maserasi


Keterangan:
A. Sampel
B. Pelarut
b) Perlokasi, Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi
secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang
dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut
ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan
menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode
ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru.
Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator
tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh
area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut
dan memakan banyak waktu (18).
Gambar 5. Metode perkolasi
c) Metode soklet yaitu metode ekstraksi panas dingin. Pada
ekstraksi ini pelarut dan sampel ditempatkan secara terpisah.
Prinsipnya adalah ekstraksi dilakukan secara terus-menerus
menggunakan pelarut yang relatif sedikit. Bila ekstraksi telah
selesai maka pelarut dapat diuapkan sehingga akan diperoleh
ekstrak. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut-pelarut
yang mudah menguap atau mempunyai titik didih yang rendah
(17).

Gambar 6. Metode Soklet


b. Metode Ekstraksi Panas
a) Metode refluks adalah metode ekstraksi dengan bantuan
pemanasan. Hal yang sangat berpengaruh terhadap ekstraksi
menggunakan refluks adalah adanya penambahan pemanasan
dan pelarut yang digunakan akan tetap dalam keadaan segar
karena adanya penguapan kembali yang terendam pada bahan.
Ekstraksi refluks digunakan untuk mengekstraksi bahan-bahan
yang tahan terhadap pemanasan dan memiliki tekstur yang
kasar seperti batang, biji, akar (17).

Gambar 7. Refluks
b) Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C
selama 15 menit. Infusa dibuat dengan maserasi bagian
tanaman dengan air dingin atau air mendidih dalam jangka
waktu yang pendek. Pemilihan suhu infus tergantung pada
ketahanan senyawa bahan aktif yang selanjutnya segera
digunakan sebagai obat cair. Hasil infus tidak bisa digunakan
dalam jangka waktu yang lama karena tidak menggunakan
bahan pengawet. Namun pada beberapa kasus, hasil infusi
(larutan infus) dipekatkan lagi dengan pendidihan untuk
mengurangi kadar airnya dan ditambah sedikit alkohol sebagai
pengawet (19).

Gambar 8. Infusa
c) Dekoksi yaitu digunakan untuk bagian tanaman yang berupa
batang, kulit kayu, cabang, ranting, rimpang atau akar direbus
dalam air mendidih dengan volume dan selama waktu tertentu
kemudian didinginkan dan ditekan atau disaring untuk
memisahkan cairan ekstrak dari ampasnya. Proses ini sesuai
untuk mengekstrak bahan bioaktif yang dapat larut dalam air
dan tahan terhadap panas. Perbandingan simplisia dengan
volume air biasanypea 1:4 atau 1:16. Selama proses perebusan
terjadi penguapan air perebus secara terus-menerus, sehingga
volume cairan ekstrak yang diperoleh biasanya hanya 1⁄4 dari
volume awal. Ekstrak yang pekat kemudian disaring dan segera
digunakan atau diproses lebih lanjut (19).

Gambar 9. Dekoksi
II.4 Penguapan Pelarut/ Evaporasi

II.4.1 Pengertian Penguapan Pelarut

Penguapan larutan atau evaporasi merupakan suatu proses


penguapan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair
pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Tujuan dari evaporasi itu sendiri
yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak
mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap (20).
II.4.2 Jenis- Jenis Penguapan Pelarut

a. Freeze Drying (Pengeringan beku)


Prinsip teknologi pengeringan beku ini dimulai dengan proses
pembekuan sampel, dan dilanjutkan dengan pengeringan; yaitu
mengeluarkan/ memisahkan hampir sebagian besar pelarut dalam sampel
yang terjadi melalui mekanisme sublimasi (31). Kelebihan dari proses ini,
yaitu dapat dilakukan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan dan dapat
menjaga stabilitas serta struktur dari bahan yang digunakan. Kelemahan
dari proses ini, yaitu proses yang dilakukan harus teliti dan sesuai dengan
standar operasional tertentu agar dapat menjamin mutu dari bahan (21).

Gambar 10. Freeze drying (21)


b. Penguapan dengan Oven
Oven dapat digunakan sebagai penguapan apabila dengan
kombinasi pemanas dengan humidity rendah dan sirkulasi udara yang
cukup. Prinsipnya yaitu perpindahan panas secara konveksi alami,
sehingga panas dihantarkan oleh udara didalamnya (22). Kelebihan dari
metode ini, yaitu pengerjaan yang mudah dan praktis namun hanya dapat
dilakukan untuk bahan yang tahan pemasanan (21).

Gambar 11. Oven (22)


c. Suhu ruang dengan deksikator
Desikator adalah wadah yang terbuat dari bahan kaca/gelas yang
tersusun berfungsi menghilangkan air dan kristal hasil pemurnian.
Desikator terdiri dua bagian, pada bagian bawah terdapat gel silika yang
berfungsi sebagai zat penguap uap air dan dibagian atas sebagai tempat
pengering bahan yang diuapkan (23). Metode ini merupakan metode yang
praktis, namun membutuhkan waktu yang relatif lama (21).
Gambar 12. Desikator
d. Rotary evaporator
Rotary evaporator atau rotavapor adalah alat yang digunakan untuk
menguapkan pelarut. Komponen utama dalam rotary evaporator adalah
vacuum system, yang terdiri dari vacuum pump dan controller, labu
evaporasi yang berputar dapat dipanaskan dalam pemanas fluid bath dan
kondenser dengan labu penampung kondensat. Sistem dapat bekerja
karena tekanan rendah, dan titik didih dari pelarut yang rendah, termasuk
pelarut. Alat ini membuat pelarut dapat dipisahkan tanpa pemanasan
berlebih. Rotary evaporator sangat efektif untuk memisahkan sebagian
pelarut organik selama proses ekstraksi (24).

Gambar 13. Rotary Evaporator (24)


II.4.3 Jenis- Jenis Pelarut

Pelarut yang seringkali digunakan dalam ekstraksi harus


mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah
diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada prosese pemurnian dan
jika diuapkan tidak tertinggal dalam minyak. Pelarut yang sering
digunakan di laboratorium adalah etanol, n-Heksan, Isopropanol, etil
asetat, aseton , heksana, sikloheksana, benzena, kloroform, dietil eter,
dan juga metanol (25). Adapaun titik didih masing-masing pelarut sebagai
berikut:
Tabel 1. Titik didih pelarut
Pelarut Titik Didih (C°)
Etanol 78°C
n- Heksan 65-70°C
Isopropanol 81-82°C
Etil Asetat 77°C
Aseton 56V
Metanol 64,7°C
Heksan 98°C
Sikloheksana 81,4°C
Benzena 80,1°C
Kloroform 61,3 °C
Dietil Eter 34,6°C
BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini aluminium foil, batang


pengaduk, cawan porselen, desikator, kertas saring, rotary evaporator,
sendok tanduk, timbangan dan toples.
III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air, aseton, es


batu, silika gel, daun jarak pagar (Jatropha curcas), rimpang kunyit
(Curcuma domestica), dan simplisia daun legundi (Vitex trifolia).
III.2 Cara Kerja

III.2.1 Penyiapan Sampel

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu.


Sampel daun jarak pagar (Jatropha curcas) dan rimpang kunyit (Curcuma
domestica) pertama-tama disortasi basah, lalu dicuci menggunakan air
mengalir. Sampel kemudia dirajang, lalu dikeringan menggunakan oven
simplisia dengan suhu 60°C. Setelah itu disortasi kering , setelah kering di
ayak menggunakan nomor ayakan 4/18. lalu dikemas menggunakan sak
obat dan diberi silika gel.
III.2.2. Ekstraksi (Maserasi)

Simplisia daun legundi (Vitex trifolia) ditimbang sebanyak 100


gram. Selain itu, dimasukkan ke dalam toples. Kemudian ditambahkan
pelarut aseton sedikit demi sedikit lalu diaduk perlahan dengan
perbandingan sampel dan pelarut 1:10, kemudian sisahkan sedikit pelarut
untuk membersihkan sampel yang ada di dinding toples. Setelah dinding
toples bersih tutup toples menggunakan aluminium foil lalu tutup lagi
dengan tutup toples. Lalu simoang pada suhu ruang dan diamkan 3-5 hari
dan diaduk sesekali agar pelarutnya merata.
III.2.3 Penguapan Pelarut

Ekstrak cair dari simplisia daun legundi (Vitex trifolia) kemudian


diuapkan menggunakan alat rotary evaporator. Ekstrak dimasukkan ke
dalam labu alas bulat kemudian alat rotary evaporator dinyalakan dan
pastikan waterbath telah diisi air. Temperatur waterbath evaporator diatur
pada suhu 50°C. Labu alas bulat dipasang pada konektor yang terdapat
pada selongsong rotavapor. Pompa vakum dinyalakan kemudian semua
keran yang terhubung dengan udara terbuka ditutup. Alat pengatur rotasi
diset pada sekitar 80 rpm. Kemudian dicatat dan diamati bagaimana
proses penguapan dan kondensasi yang terjadi. Proses penguapan
dihentikan apabila tidak memperlihatkan tanda penguapan dengan
kecepatan rotasi diturunkan menjadi 0 rpm. Kemudian keran dibuka agar
tekanan di dalam labu setara dengan tekanan udara luar. Lalu labu alas
bulat dilepaskan dan ditimbang kembali labu alas bulat yang berisi ekstrak
kental/kering. Ekstrak kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselen
dengan membilas dengan sedikit aseton. Sisa pelarut diuapkan di atas
waterbath lalu di simpan kedalam desikator.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil dan Pembahasan

IV.1.1 Hasil
Tabel.2 Hasil Pengamatan Penyiapan Sampel
Nama Sampel Bobot Basah Bobot Kering Susut Pengeringan
(Kg) (Kg) (%)
Daun Jarak Pagar 1,7 0,5 70,59
(Jatropha curcas folium)
Rimpang Kunyit 1 0,2 80
(Curcuma domestica
rhizoma)

Tabel 3. Hasil Pengamatan Penguapan Pelarut


Bobot Ekstrak Capor Capor Ekstrak kental % rendemen
Simpilisa kosong kosong + (g) (%)
Kering (g) (g) Ektsrak
Kental (g)
I 48,04 48,05 0,01
II 66,3 69,25 2,95
100 g III 21,45 70,20 48,75 53,93
IV 66,62 68,84 2,22
Total 53,93

IV.1.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada sampel Daun


Jarak Pagar (Jatropha curcas folium) didapatkan hasil bobot basah 1,7,
bobot kering 0,5 kg sehingga didapatkan hasil susut pengeringan 70,6%
dan pada sampel rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizoma) di
dapatkan hasil bobot basah 1 kg, bobot kering 0,2 dan susut pengeringan
80%.
Susut pengeringan merupakan salah satu parameter non spesifik
yang bertujuan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (26). Susut
penegringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan
dengan cara yang ditetapkan, kecuali dinyatakan lain, suhu yang
digunakan dalam penetapannya adalah 105°C (27). Berdasarkan
Farmakope Herbal Indonesia susut pengeringan yang baik adalah tidak
leboh dari 10% (12).
Berdasarkan hasil perbandingan pustaka dan hasil praktikum dapat
dilihat bahwa hasil susut pengeringan yang didapatkan lebih dari batas
yang telah ditentukan. Hal ini biasaya dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal, seperti pengeringan simplisia yang terlalu lama dalam
oven.
Pada praktikum ektraksi dilakukan dengan cara dingin yaitu metode
maserasi. Pada maserasi digunakan pelarut aseton sebanyak 1000 ml
dengan sampel legundi sebanyak 1000 gram. Simplisia yang telah
dirajang di masukkan ke dalam toples, kemudian dilakukan penyarian
menggunakan pelarut aseton sebanyak 1 L . Kemudian toples yang sudah
berisi pelarut dan sampel di lapisi alfol lalu di tutup hingga rapat dan
sesekali diaduk. Setelah itu di diamkan selama tiga hari. Ekstrak yang
dihasilkan termasuk ke dalam ekstrak cair. Ekstrak cair ini memiliki bentuk
yang mirip dengan tinktur namun telah melalui pemekatan dan
menghasilkan warna ekstrak yang berwarna hijau pekat.
Prinsip dari maserasi adalah pelarut akan masuk ke dalam sel
melewati dinding sel dan isi sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan pelarut yang memiliki konsentrasi rendah begitu terus-menerus
sampai terjadi konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (17).
Pada metode maserasi pada simplisia legundi digunakan pelarut
aseton, karena aseton merupakan pelarut semi-polar yang dapat menarik
senyawa polar dan semi-polar, untuk zat yang bisa ditarik adalah flavonoid
dan antioksidan (28). Sehingga setelah di bandingkan dengan pustaka
hasil yang didapatkan telah sesuai.
Pada praktikum penguapan pelarut dilakukan dengan metode bantuan
tekanan dengan menggunakan alat rotary evaporator diperoleh bobot
ekstrak kental 54,02 g yang diekstrak dari 100 g simplisia daun legundi
kering sehingga diperoleh %rendemen sebesar 54,02%. Hasil yang
diperoleh telah sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam FHI, dimana
ekstrak daun legundi memiliki %rendemen tidak lebih dari 12,1% (12).
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum penyiapan sampel jarak pagar dan


kunyit diperoleh susut pengeringan sebesar 70,6% dan 80%. Adapun
pada tahap ekstraksi sampel legundi dengan menggunakan metode
maserasi kemudian dilanjutkan penguapan untuk memperoleh ekstrak
yang lebih kental diperoleh rata-rata persen rendemen adalah 54,02%

V.2 Saran

V.2.1 Laboratorim

Laboratorium sudah sangat nyaman digunakan untuk kegiatan


praktikum, akan tetapi alangkah baiknya apabila AC yang ada
dilaboratorium diperbaiki agar dinginnya terasa. Selain itu sebaiknya
disediakan loker atau tempat khusus untuk tas praktikan agar tampak
lebih rapi.
V.2.2 Sistem Laboratorium

Pada sistem laboratorium sudah sangat baik, namun apabila ada


sesuatu hal yang masih bisa untuk ditolerir sistem batal ataupun mines
jangan langsung diterapkan.
V.2.3 Asisten Laboratorium

Untuk asisten pada praktikum ini sudah bagus, tetap


dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wasito, Hendri. Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi melalui Pengembangan


Obat Tradisional. MIMBAR, Vol. XXIV, No. 2. 2011.

2. Gome, Julio DJ. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L) dan Proses
Pengolahan Minyak. Malang : Universitas Brawijaya Press. 2016.

3. Steenis Van C.G.G.J. Flora. Jakarta Timur : PT Balai Pustaka (Persero). 2013

4. Nisya, F. N. Analisis Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropha carcus L.)


Berdasarkan Karakter Morfologi Agronomi, dan Marka RAPD. [tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 2010.

5. Sari. Ramdana., dan Suhartati. Secang (Caesalpinia sappan L.): Tumbuhan


Herbal Kaya Antioksidan. Info Teknis EBONI Vol. 13 No. 1. 2016.

6. Said A. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta : Sinar Wadja Lestari. 2007.

7. Herbie, T. Kitab tanaman berkhasiat obat: 226 Tumbuhan Obat untuk


penyembuhan penyakit dan kebugaran tubuh. Yogyakarta: Octopous Publishing
House. 2015.

8. Hariana, A. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. edisi 3. Jakarta: Penebar swadya.


2013.

9. Syah., Andi Nur Alam. Biodiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang
Ramah Lingkungan. Jakarta : AgroMedia Pustaka. 2006.

10. Garjito M. Bumbu, Penyedap, dan Penyerta Masakan Indonesia. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama. 2013.

11. Sastrahidayat IR. Penyakit pada Tumbuhan Obat-obatan, Rempah-Bumbu dan


Stimulan. Malang : Universitas Brawijaya Press. 2016.

12. Kemenkes RI. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI. 2017.

13. Maryani & Suharmiati. Khasiat dan Manfaat Daun Dewa dan Daun Sambung
Nyawa.Jakarta : Agromedia Pustaka. 2003.

14. Widaryanto E., Azizah N. Perspektif Tanaman Obat Berkhasiat : Peluang,


Budidaya, Pengolahan hasil, dan pemanfaatan. Malang : Universitas Brawijaya
Press. 2018.

15. Winarno B., Wisnuwati. Pembuatan Makanan dan Minuman Herbal yang
Menyehatkan. Yogyakarta : Deepublish. 2020.

16. Prayudo, dkk. Koefisien Transfer Massa Kurkumin Dari Temulawak. Jurnal Ilmiah
Widya Teknik Volume 14 Nomor 01. 2015.
17. Hasnaeni, Wisdawati & Suriani. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap
Rendemen Dan Kadar Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu Beta-Beta (Lunasia amara
Blanco). Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy); 5 (2). 2019.

18. Mukhriani. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, Dan Identifikasi Senyawa Aktif.


Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2. 2014.

19. Endarini, LH. Farmakognosi dan Fitokimia. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. 2016.

20. Herfianto, dkk. Pengaruh Durasi Evaporasi Etanol Low Grade Terhadap Kadar
Etanol Pada Residu Hasil Evaporasi. Physics Student Journal Vol 2, No 1. 2014.

21. Saifudin A. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Praktik, dan Teknik
Pemurnian. Yogyakarta: Deepublish. 2014.

22. Atika, V. & Isnaini. Pengaruh pengeringan Konvensional terhadap Karekteristik


Fisik Indigo Bubuk. Prosiding Seminar Nasional Kimia. ISSN 1693-34393. 2019.

23. Kurnia, DRD., et al. Isolasi Mikroorganisme Anaerob Limbah Cair Tekstil
Menggunakan Desikator Sebagai Inkubator Anaerobik. Jurnal Fluida. Vol. 11(1).
P(26-33). 2015.

24. Gate, et al. Review: Solubility Enhancement By Advance Techniques -


Lyophilization, Spray Drying And Rotary Evaporator Method. World Journal Of
Pharmaceutical Research Vol 9, Issue 7. 2020.

25. Susanti., A., D, Ardiana., D, Gumelar P.,G, dan Bening., Y. Polaritas pelarut
sebagai pertimbangan dalam pemilihan pelarut untuk ekstrak minyak bekatul dari
bekatul varietas ketan (Oriza Sativa Glatinosa). 2012.

26. Indrasuari, Wijayanti & Dewantara. Standarisasi Mutu Simplisia Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana. 2014.

27. Prayoga & Lisnawati. Ekstrak Etanol Daun Iler (Coleus Atropurpureus L).
Surabaya : CV. Jakad Media Publishing. 2020.

28. Verdiana Melia, dkk. 2018. Pengaruh Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Menggunakan
Gelombang Ultrasonik Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Lemon
(Citrus limon (Linn.) Burm F.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. ISSN : 2527-
8010 (ejournal) Vol. 7, No.4, 213-222.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja

1. Penyiapan Simplisia

1.1 Jarak Pagar (Jatropha curcas)

Sampel Daun Jarak Pagar


(Jatropha curcas)

- Ditimbang berat basah


- Dikumpulkan dan disortasi basah
- Dicuci dan dilakukan perajangan
◦ ◦
- Pengeringan pada suhu 40 C- 60 C di oven
- Disortasi kering dan disimpan di sak obat
Simplisia Daun Jarak
Pagar (Jatropha curcas)

1.2 Kunyit (Curcuma domestica)

Sampel Rimpang Kunyit


(Curcuma domestica)

- Ditimbang berat basah


- Dikumpulkan dan disortasi basah
- Dicuci dan dilakukan perajangan
◦ ◦
- Pengeringan pada suhu 40 C- 60 C di oven
- Disortasi kering dan disimpan di sak obat

Simplisia Kunyit (Curcuma


domestica)
2. Ekstraksi

2.1 Legundi (Vitex trifolia)

Simplisia daun Legundi


(Vitex trifolia)

- Ditimbang simplisia sebanyak 1000


gram
- Siapkan toples sebagai wadah
- Siapkan pelarut aseton
- Masukkan 100 gram simplisia dan 1 L
pelarut aseton ke dalam toples sedikit
demi sedikit
- Aduk sesekali
- Diamkan 3-5 hari
- Saring Hasil ekstraksi

Ekstrak cair daun Legundi


(Vitex trifolia)

3. Penguapan Pelarut

Ekstrak cair daun Legundi


(Vitex trifolia)

- Siapkan alat Rotary Evaporator


- Timbang rotary flask
- Masukkan ekstrak cair ke dalam
rotary flask
- Nyalakan waterbath, atur suhu
o
menjadi 50 C
- Pasangkan labu alas bulat
- Tutup semua keran udara
- Atura kecepatan menjadi 80 rpm
- Setelah penguapan ubah kecepatan
menjadi 0 rpm
- Buka keran agar tekanan seimbang
- Lepas labu alat bulat dan pindahkan
hasil penguapan ke cawan porselen
yang sudah ditimbang

Ekstrak kental daun


Legundi (Vitex trifolia)
Lampiran 2. Perhitungan

a. Susut Pengeringan Daun Jarak Pagar

Susut Pengeringan =

b. Susut Pengeringan Rimpang Kunyit

Susut Pengeringan =

c. % Rendemen Ekstrak Legundi = x 100%

= x 100%
= 53,93%
Lampiran 3. Gambar Praktikum

Gambar 14. Pengumpulan bahan baku Gambar 15. pencucian


dan sortasi basah

Gambar 16. perajangan Gambar 17. pengeringan

Gambar 18. Sortasi kering Gambar 19. pengayakan

Gambar 20. pengemasan

Anda mungkin juga menyukai