Anda di halaman 1dari 31

GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA PERAWAT

PDU 202 - METODE KUALITATIF


SEKSI F

Disusun Oleh :
Aisyah Rizqi Namira 2018-0700-0028
Ignatius Dharma Dewanto 2018-0700-0257
Jonathan Chandra 2018-0700-0241
Maria Ivana 2018-0700-0260
Samantha Georgine 2018-0700-0107

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Phil. Hana Rochani G. Panggabean, Psi.

FEBRUARI 2020
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN

I.A LATAR BELAKANG


Fenomena perawat - jelasin perawat itu apa - apa sih yang mengganggu pwb
perawat (stress, jam kerja, dll) - apa yang menyebabkan perawat bisa tetap bertahan
walaupun di situasi kyk gt (hubungin sm dimensi pwb) - jelasin pwb - maka dari itu,
peneliti merasa ....
Perawat pada umumnya selalu terlihat bahagia di hadapan pasien dalam memberikan
pelayanan yang terbaik. Jarang sekali perawat terlihat murung dan penuh masalah, terlebih lagi
mereka yang memang bekerja dengan hadir untuk merawat pasien yang memiliki masalah
mereka masing-masing. Namun dibalik hal tersebut, tanpa diketahui perawat menyimpan banyak
masalah seperti beban kerja yang berat sampai dengan stres kerja yang selalu menghantui
(Akbar, 2013).
Seperti yang Williams, Michie, dan Pattani (1998) nyatakan bahwa menjadi perawat atau
merawat seseorang merupakan hal yang sering menimbulkan stres sehingga, sering diasosiasikan
dengan burnout (Estryn-Behar, Van Der Heijden, & Oginska, 2007), intensi untuk meninggalkan
profesinya (Coomber & Barriball, 2007), serta kesalahan atau pelanggaran keselamatan diri
seseorang (Fogarty, & McKeon 2006). Hal ini dapat disebabkan oleh tempat kerja perawat,
dimana perawat dituntut untuk memberikan performa sangat baik yang membutuhkan tenaga
besar. Namun sebagian besar faktor tersebut berada diluar kendali para perawat sehingga,
mereka harus selalu siap menghadapi apapun yang terjadi.
Menurut Andraika (Akbar, 2013), stres yang dialami oleh individu dalam jangka waktu
yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan kelelahan fisik, emosional,
dan mental. Berikut adalah contoh kasus perawat RSAB “Harapan Kita” yang mengalami
burnout dalam bekerja yaitu terdapat beberapa perawat yang memilih untuk mengundurkan
diri dari pekerjaannya. Perawat tersebut lebih memilih untuk mengundurkan diri jika harus tetap
bertahan dengan situasi kondisi yang dapat membuat mereka mengalami stress sehingga,
mengganggu kinerja mereka dalam menangani pasien (Mariyanti S & Citrawati A, 2011). Dari
fakta diatas perawat berpotensi mengalami stress atau tekanan karena tuntutan pekerjaan
yang overload (Mariyanti S & Citrawati A, 2011).
Namun, sebaliknya masih banyak perawat yang tetap berpegang teguh pada profesi yang
mereka pilih. Menurut sebuah penelitian pada perawat yang baru bekerja 24 sampai 25 bulan,
menemukan bahwa perawat tetap bertahan menjadi perawat karena sikap saling mendukung di
lingkungan kerja, yang ditunjukan dengan, bantuan dan saran yang diberikan oleh perawat
senior, seluruh anggota perawat yang menciptakan kondisi yang nyaman dengan saling
membantu, dan merasa dibutuhkan dan diterima karena budaya saling mendukung tersebut
(Zeller, Doutrich, Guido, & Hoeksel, 2011). Berdasarkan penelitian lain pula ditemukan bahwa
perawat tetap bertahan dalam profesinya karena mereka puas dengan pengalaman bekerja secara
profesional, yang didalamnya terdapat bantuan belajar, dukungan administratif, jadwal kerja,
gaji, hubungan profesional, dan kesempatan untuk berkembang di kemudian hari (Halfer & Graf,
2006 ; Kovner et al., 2009 ).
Selain sikap saling membantu, Lucas et al. (1993) menyatakan bertahannya perawat
dalam pekerjaan dipengaruhi oleh kepuasan mereka bekerja pada suatu organisasi. Hal ini terkait
dengan tingkat otonomi dan kepemimpinan yang rendah, serta kurangnya peluang karir
(Dussault et al., 2001). Sejalan dengan studi Fisher et al. (1994) yang menyatakan bahwa
bertahannya seorang perawat dengan profesinya dipengaruhi oleh kesediaan mereka mengambil
resiko dan kemampuan mereka dalam mengatur situasi di sekitar.
Berbagai teori dan alasan mengapa perawat tetap bertahan menjadi perawat yang sudah
disebutkan diatas, terkandung dalam dimensi dimensi psychological well being. Psychological
well being sendiri, merupakan sebuah teori yang dikemukakan oleh Carol Ryff (1995), dan ia
mencoba mendeskripsikan kondisi kesejahteraan psikologis seseorang dengan tidak memiliki
kecemasan, kegelisahan, depresi, dan gangguan psikologis dalam kehidupan individu.
Menurut Diener, Oishi, dan Lucas (2003), psychological well being di tempat kerja sesuai
dengan kondisi kebahagiaan intrinsik yang dialami oleh seorang individu, mengarah pada
kepuasan hidup, kepercayaan diri, dan keceriaan. Hal ini juga menekankan juga pada
pengalaman emosional dan kognitif yang menyenangkan (Diener et al., 2003). Timmins et al;
Gibbons et al dalam Smith, & Yang (2017), memaparkan beberapa dampak merugikan dari
stress pada psychological well being seperti konsentrasi yang rendah, tingginya tingkat
kecemasan, depresi, dan masalah tidur.
Penelitian ini ingin melihat psychological well being pada perawat yang mempunyai
peran dan tanggung jawab besar terhadap pasien. Hal ini mendorong kami untuk mengetahui
psychological well being pada perawat karena, dapat berdampak pada pelayanan dan performa
yang mereka keluarkan saat melayani pasien, dimana pelayanan yang buruk akan berdampak
buruk bagi pasien maupun caregivers.
Penelitian ini ingin melihat psychological well being pada perawat, sehingga
mendapatkan gambaran yang sebenarnya terjadi, khususnya pasien yang ditangani merupakan
penderita penyakit berat, serta faktor-faktor apa lain yang mungkin dapat mempengaruhi
psychological well being mereka.

I.B RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang yang ada, terdapat dua rumusan masalah yang perlu dijawabkan,
yaitu:
1. Bagaimana gambaran kondisi psychological well-being perawat?
2. Faktor-faktor apa yang mungkin dapat mempengaruhi psychological well being
perawat?

I.C TUJUAN PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran psychological
well-being pada perawat.

I.D MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran
psychological well being perawat.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberi penjelasan mengenai
keadaan kesehatan mental para perawat khususnya pada psychological
well being. Dari gambaran psychological well-being yang didapatkan dari
hasil penelitian, diharapkan perawat dapat lebih sadar akan kondisi well-
being mereka secara pribadi sehingga dapat kondisi well-being mereka
akan tetap terjaga dan memfokuskan diri mereka terhadap peran mereka
sebagai perawat.
BAB II
LANDASAN TEORI

II.A. Psychological Well Being


Ryff (1995) mengatakan bahwa psychological well being (PWB) mengandung 6
komponen yang mengarahkan fungsi individu menjadi positif, antara lain self acceptance
(penerimaan diri), environmental mastery (penguasaan lingkungan sekitar), positive relations
with others (hubungan positif dengan orang lain), autonomy (penguasaan diri), purpose in life
(makna dalam hidup), dan personal growth (perkembangan diri).
II.A.1. Dimensi Psychological Well Being
Dimensi atau komponen yang relevan untuk dijadikan ranah dalam penelitian ini
adalah hubungan positif dengan orang lain dan makna dalam hidup.
II.A.1.1. Hubungan positif dengan orang lain
Adanya kualitas hubungan kerja yang erat dalam lingkungan
pekerjaan membuat pekerjaan tidak menyebabkan stres. Hal ini terjadi
karena antar pekerja saling percaya dan mendukung untuk mengatasi
berbagai tantangan dalam pekerjaan (Ryff, 1995). Komponen penting dari
lingkungan kerja yang sehat yaitu hubungan yang positif, kolaboratif, dan
komunikatif antar pekerja (Moore, Leahy, Sublett, & Lanig, 2013).
Blair dan Littlewood (dalam Tran, Nguyen, Dang, & Ton, 2018)
percaya bahwa kualitas hubungan di lingkungan kerja, merupakan
kontributor yang mempunyai potensi untuk stres para pekerja. Misalnya,
pekerja yang bekerja dalam hubungan berkualitas tinggi karena didukung
oleh sumber daya instrumental dan dukungan secara emosional dari rekan
kerja sebagai partisipasi dalam meningkatkan pemberdayaan psikologis
(Tran et al., 2018).
Menurut Ryff (1995), individu yang mempunyai hubungan positif
dengan orang lain yang tinggi memiliki karakteristik yaitu kehangatan,
saling percaya antar sesama, peduli terhadap kesejahteraan orang lain
disekitarnya, empati yang tinggi, dan mampu memberikan afeksi serta
keakraban terhadap orang lain.
Sedangkan pada individu yang mempunyai hubungan positif
dengan orang lain yang rendah hanya memiliki sedikit hubungan untuk
mempercayai satu sama lain, sulit untuk bersikap hangat, sulit terbuka
kepada orang lain, dan dalam hubungan interpersonal cenderung
mengisolasi diri. Individu juga memiliki sedikit atau tidak sama sekali
keinginan untuk menjaga kuat hubungan yang erat dengan sesama (Ryff,
1995).
Cohen dan Wills (dalam Tran et al., 2018), mengatakan bahwa
hubungan interpersonal di lingkungan pekerjaan mampu mengurangi stres
antar pekerja. Pernyataan tersebut serupa dengan studi Sveinsdottir (dalam
Tran et al., 2018), yaitu menunjukkan bahwa kurangnya dukungan dari
pengawas dan rekan kerja, serta kepuasan yang kurang dengan kepala
perawat menghasilkan situasi stres di antara staf perawat.

II.A.1.2. Makna dalam hidup


Di dalam dimensi yang kedua untuk penelitian ini, Ryff (1995)
menjelaskan bahwa individu dengan makna dalam hidup yang tinggi
memiliki tujuan hidup, menyadari bahwa kurun waktu sekarang dan
mendatang bermakna bagi dirinya dan memegang kepercayaan kepada
yang memberikan tujuan hidup pada individu tersebut. Kemudian juga
memiliki target serta secara objektif melihat hidup. Sebaliknya, individu
dengan makna dalam hidup yang rendah cenderung memiliki sedikit target
dan tujuan hidup, tidak bisa melihat makna hidup dari kejadian-kejadian
lampau, dan tidak mempunyai kepercayaan terhadap yang memberikannya
makna hidup.
Bagi perawat, menemukan makna dalam pekerjaan penting karena
mampu menciptakan emosi, pikiran, serta perilaku yang lebih positif bagi
diri mereka sendiri, tim mereka, dan pasien mereka. Sebagai contoh,
perawat yang sudah menemukan makna dalam pekerjaan, tentunya ada
tujuan jelas sehingga secara intrinsik dapat menjadi motivasi. Ketika hal
tersebut terjadi, mereka mungkin lebih menikmati perawatan dengan penuh
semangat, berbagi suasana positif dengan orang lain. Selain itu, ketika
menghadapi kesulitan mereka mampu merespons secara berbeda terhadap
peristiwa situasional dengan cara membuat makna dan mengembangkan
pemahaman yang lebih besar tentang peristiwa tersebut. Maka dari itu
perawat dapat lebih berkomitmen untuk merawat pasien walaupun
mengalami kesulitan.

II.A.1.3. Penerimaan Diri


Psychological well-being dapat diartikan dengan memiliki persepsi
positif tentang diri sendiri, atau dengan kata lain memiliki penerimaan yang
baik akan diri sendiri/self acceptance (Rogers, 1951). Penerimaan diri
tersebut mengacu pada kepuasan individu terhadap dirinya sendiri.
Penerimaan diri tersebut meliputi kesadaran yang bersifat realistis dan
subjektif atas kekuatan dan kelemahan diri, hal tersebut yang akhirnya
menyebabkan individu memiliki atau merasakan nilai yang unik pada
dirinya sendiri (English & English, 1958).
Ryff (1995) menjelaskan bahwa seorang individu diprediksikan
akan memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut ditandai
dengan adanya pemahaman dan penerimaan berbagai aspek dalam diri
individu tersebut, termasuk aspek yang baik dan aspek buruk. Masa lalu
yang terjadi pun dapat diterima dan individu tersebut memiliki
kecenderungan untuk bersikap positif terhadap aspek aspek dalam
kehidupannya. Disisi lain, individu yang memiliki penerimaan diri yang
rendah diprediksi akan cenderung merasa tidak puas dengan dirinya
sendiri, kecewa dengan kejadian yang terjadi dalam hidupnya, merasa
terganggu dengan aspek tertentu dalam dirinya, dan berharap untuk dapat
berubah dari dirinya pada saat ini.
Berdasarkan Neff (2003), rasa empati dapat meningkatkan
penerimaan diri seseorang. Hal tersebut merujuk pada unconditional self-
acceptance, hasrat untuk meringankan penderitaan orang lain dapat
memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan diri. Dan pada konteks
penelitian, perawat memiliki kesempatan untuk membantu pasien (orang
lain) untuk meringankan beban penyakit mereka dengan memberikan
prosedur medis sebagai tindakan penyembuhan.

II.A.1.4. Penguasaan Lingkungan Sekitar


Menurut Ryff (2008), Penguasaan lingkungan sekitar diartikan
sebagai perasaan atas diri yang mampu dan memiliki kemampuan untuk
mengatur lingkungan yang rumit.
Dimensi keempat dalam penelitian ini, Ryff (1995) menjelaskan
bahwa seorang individu memiliki sebuah perasaan dan kompetensi bahwa
ia dapat mengatur lingkungan sekitarnya. Hal tersebut ditandai dengan
adanya dapat mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, dapat
menggunakan kesempatan yang ada secara efektif, dan dapat memilih atau
membuat suatu yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai nilai personal yang
dimiliki. Sedangkan untuk individu yang memiliki penguasaan lingkungan
yang rendah memiliki karakteristik seperti kesulitan untuk mengatur tugas
sehari-hari, merasa tidak bisa berubah atau berkembang sesuai dengan
konteks di sekitarnya, tidak sadar akan kesempatan-kesempatan di
sekitarnya, dan memiliki kekurangan dalam mengontrol apa yang terjadi di
hidupnya.

II. A.1.5. Penguasaan diri


Penguasan diri mengacu pada pengalaman saat seseorang menentukan
perbuatan berdasarkan pilihan hidupnya dengan persetujuan diri (DeCharms,
1968). Pilihan tersebut akan digolongkan ke penguasaan diri saat individu
memiliki kontrol atas pilihan dan keputusan yang dimiliki dan sesuai dengan
keinginannya pribadi. Bagaimana seorang individu dapat mengatur dirinya dan
memegang tanggung jawab atas dirinya secara penuh (Keller, 2015).
Menurut Ryff (1995), individu yang memiliki tingkat penguasaan diri
yang tinggi memiliki karakteristik determinasi diri dan kemandirian, mampu
untuk tidak mengindahkan tekanan sosial sehingga hal tersebut dapat
mempengaruhi jalan pikir dan untuk berperilaku tertentu, meregulasi perilaku dari
dalam diri, dan mengevaluasi diri sesuai dengan standar personal
Sedangkan sebaliknya, individu yang memiliki tingkat penguasaan diri
yang rendah memiliki karakteristik mempertimbangkan ekspektasi dan evaluasi
orang lain, berpaku pada kata-kata orang lain untuk membuat sebuah keputusan,
terjebak pada tekanan sosial yang mendorong jalan pikir dan perilakunya ke arah
tertentu
Penguasaan diri dalam konteks profesional (professional autonomy) akan
melibatkan pengalaman dan pengetahuan yang cukup yang pada akhirnya akan
diimplementasikan pada pekerjaan, dengan konteks perawat disini yaitu pada
prakteknya sehingga perawat dapat memberikan pelayanan yang memuaskan
(Mantzoukas & Watkinson 2007).
Maka penguasaan diri pada perawat harus memiliki pengetahuan yang
cukup, kekuatan, dan kekuasaan untuk memberikan perubahan pada apa yang
mungkin terjadi pada pasien (Holden 1991, Mallik 1997).

II. A.1.6. Perkembangan diri


Perkembangan diri didefinisikan sebagai sebuah proses panjang dalam
hidup dimana terdapat peningkatan kesadaran atas identitas, talenta yang
berkembang, dan pengelolaan diri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
dan performa kerja (Erikson, 1950). Perkembangan tersebut meliputi perubahan
dalam diri seseorang dalam aspek afeksi, kognitif, atau perilaku, dan biasanya
diajarkan secara positif yang membuat individu menjadi semakin utuh dan
sepenuhnya bekerja dengan baik (Prochaska & DiClemente, 2005).
Dan menurut Ryff (1995), individu dengan perkembangan diri yang tinggi
memiliki karakteristik memiliki keinginan untuk terus berkembang, melihat diri
berkembang dan bertumbuh, terbuka dengan pengalaman baru, menyadari potensi
diri, melihat peningkatan perilaku seiring dengan berjalannya waktu, berubah
dalam merefleksikan diri dengan pengetahuan
Sedangkan memiliki perasaan bahwa diri berada di posisi yang stagnan,
kurangnya perasaan atau kesadaran ata pertumbuhan diri, merasa bosan dan tidak
tertarik atas hidup, merasa tidak dapat mengembangkan perilaku dan sikap baru
merupakan karakteristik individu yang memiliki dimensi perkembangan diri yang
rendah (Ryff, 1995).
Berdasarkan penelitian Tedeschi & Calhoun (1995), pekerja medis yang
terpapar dengan banyaknya kasus kematian malah membuat mereka mendapatkan
pengalaman perkembangan diri yang luar biasa. Hal tersebut terkait dengan
kepercayaan diri yang meningkat, menemukan cara coping yang baru, mendalami
unsur spiritualitas, mengetahui prioritas hidup, dan menghargai hidup lebih lagi.

II.B. Perawat
II.B.1. Definisi perawat
Perawat menurut KBBI (2016) adalah tenaga kesehatan profesional yang bertugas
memberikan perawatan pada klien atau pasien baik berupa aspek biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual dengan menggunakan proses keperawatan. Fungsi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut: mengkaji kebutuhan pasien,
merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana keperawatan, mengevaluasi
hasil asuhan keperawatan, dan mendokumentasikan proses keperawatan (Hidayat, 2006).
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan baik dari dalam maupun luar negeri dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perawat adalah profesi yang
difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat
mencapai, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup
dari lahir sampai mati (Hidayatullah, 2014).

II.B.2. Peran perawat


Peran perawat menurut Efendi (1998) dalam meningkatkan kinerja pada
pelayanan keperawatan, antara lain:
II.B.2.1. Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan (Provider of Nursing Care)
Merupakan peran utama seorang perawat. Perawat memberikan
asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat
maupun yang mengidap penyakit tertentu atau memiliki masalah dengan
kesehatan atau keperawatannya
II.B.2.2. Sebagai Pendidik (Health Educator)
Perawat memberikan edukasi kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat secara terorganisir dengan tujuan
menanamkan perilaku hidup sehat sehingga terjadi perubahan perilaku
yang diharapkan dalam mencapai kesehatan yang optimal
II.B.2.3. Sebagai Pembaharu (Innovator)
Perawat dalam berperan sebagai agen pembaharu terhadap
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam menambah
perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan. Koordinator Pelayanan Kesehatan (coordinator
of service), mengkoordinasi seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan
masyarakat dan mencapai tujuan kesehatan melalui kerja sama dengan
tim kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem
pelayanan kesehatan. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang
diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisah-
pisah antara satu dan yang lainnya.
II.B.2.4. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang
kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang
bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh
masyarakat.
II.B.2.5. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)
Perawat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan
dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari.
Disamping itu perawat kesehatan diharapkan dapat membantu
memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan yang mereka hadapi.
II.B.2.6. Sebagai Pengelola (Manager)
Perawat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan
kesehatan baik puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

II.B.3. Tugas perawat


Tujuan utama dalam keperawatan adalah menghilangkan kesepian dan isolasi
(Kalisch, 1973, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010), memberikan kenyamanan dan
dukungan (NMC, 2007; White, 1997, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010) dan
memenuhi kebutuhan untuk dipahami dan divalidasi (Reynolds et al., 2000, dalam
Williams J., & Stickley, T., 2010). Kebutuhan sangat kuat ketika menghadapi beberapa
krisis seperti, penyakit terminal, tiba-tiba cacat atau kondisi kronis yang mengubah jauh
kehidupan seseorang. Hal seperti ini menyebabkan perasaan takut, kehilangan, sakit, dan
putus asa manusiawi yang mendalam.
Pada saat-saat seperti itu, pendekatan pemberi empati telah dikaitkan dengan
kesehatan positif hasil diukur dalam hal berkurangnya kecemasan, manajemen rasa nyeri,
penyesuaian emosional untuk penyakit kronis dan mempertahankan harapan dan
menemukan makna dalam menghadapi penderitaan (Kirk, 2007; Myhrvold, 2003;
Reynolds et al., 2000, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010). “Empati dialami karena
kebaikan dan kebaikan menyembuhkan” (Zausner, 2003, dalam Williams J., & Stickley,
T., 2010).
Dasar dari pendekatan terapeutik disebut terapi validasi yang merupakan upaya
untuk memahami kerangka referensi internal seseorang, menegaskan perasaan dan
berkomunikasi pada tingkat emosi. Ini adalah cara untuk mengkomunikasikan kebaikan
dan kehangatan ke dunia yang menakutkan yang dialami oleh orang yang mengalami
disorientasi. Empati menawarkan perawat cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan
kelompok pasien dan perasaan kegunaan (Tondi et al., 2007; Feil, 1989, dalam Williams
J., & Stickley, T., 2010).

II.C. Bagan Landasan Teori


Peneliti akan melihat gambaran psychological well being perawat melalui enam
dimensi psychological well being yaitu self acceptance (penerimaan diri), environmental
mastery (penguasaan lingkungan sekitar), positive relations with others (hubungan positif
dengan orang lain), autonomy (penguasaan diri), purpose in life (makna dalam hidup),
dan personal growth (perkembangan diri) pada perawat.
BAB III
METODE PENELITIAN

III.A JENIS PENELITIAN


Berdasarkan tujuan penelitian dan unit analisis, jenis penelitian kami adalah
narrative inquiry. Menurut Connelly dan Clandinin (dalam Creswell, 2012) desain naratif
digunakan peneliti untuk mendeskripsikan kehidupan seseorang, mengumpulkan dan
menceritakan tentang kehidupan seseorang ataupun menulis tentang pengalaman
seseorang. Hal tersebut juga yang membuat penelitian ini menjadi penelitian yang
menggunakan unit analisis individu, yaitu individu dengan profesi perawat medis juga
perawat non medis.
Dengan menggunakan naratif, partisipan akan merasa cerita hidupnya penting dan
didengarkan. Hal ini membantu partisipan untuk memahami bahwa mereka
membutuhkan proses (McEwan & Egan dalam Creswell, 2012). Alasan penelitian ini
menggunakan narrative adalah disesuaikan tujuan yakni ingin menarasikan cerita dan
pengalaman yang diberitahu oleh partisipan kembali secara spesifik, detail, dan
mendalam yang dapat memberi pengetahuan serta penelitian lebih lanjut mengenai
psychological well-being pada perawat rumah singgah lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah deskriptif untuk mendapatkan gambaran. Whitney
(1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara
yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan,
kegiatan, sikap, pandangan proses, serta pengaruh yang sedang berlangsung dari suatu
fenomena.

III.B VARIABEL PENELITIAN


Psychological Well Being
Variabel penelitian ini adalah psychological well being (PWB) oleh Ryff (1995).
Ryff mengatakan bahwa psychological well being mengandung 6 komponen yang
mengarahkan fungsi individu menjadi positif, antara lain self acceptance (penerimaan
diri), environmental mastery (penguasaan lingkungan sekitar), positive relations with
others (hubungan positif dengan orang lain), autonomy (penguasaan diri), purpose in life
(makna dalam hidup), dan personal growth (perkembangan diri).

III.C PARTISIPAN PENELITI


III.C.1 KARAKTERISTIK PARTISIPAN
Karakteristik partisipan yang perlu dimiliki adalah seorang perawat yang
menangani pasien penderita penyakit berat.

III.C.2 METODE PEMILIHAN PARTISIPAN


Penelitian ini menggunakan convenience sampling sebagai metode pemilihan
partisipan. Convenience sampling merupakan jenis sampling yang tidak melakukan
randomisasi karena partisipan dalam populasi memenuhi kriteria yang praktis seperti
aksesibilitas mudah, ketersediaan waktu dan ketersediaan sebagai partisipan penelitian
(Dörnyei dalam Etikan, Musa dan Alkassim, 2016). Asumsi utama yang terkait dengan
convenience sampling bahwa partisipan dalam populasi yaitu homogen.

III.D METODE PENGUMPULAN DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN


III.D.1 METODE PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara. Menurut
Boyce, dan Neale (2006) Wawancara dapat didefinisikan sebagai teknik penelitian
kualitatif yang melibatkan teknik wawancara individu yang intensif dengan sejumlah
kecil responden untuk mengeksplorasi perspektif pada ide, program, atau situasi tertentu
(Boyce, & Neale, 2006). Wawancara sendiri memiliki beberapa tipe, seperti one on one
interview, focus group interview, telephone interview, email interview, dan open ended
question on questionnaire (Creswell, 2012).
Pada penelitian ini kami berfokus pada one on one interview yaitu mewawancarai
setiap partisipan satu persatu, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan jawaban yang
secara nyata dan cukup mendalam menggambarkan setiap partisipan. Kemudian, terkait
masalah yang terjadi pada saat ini yaitu wabah virus penyakit, maka penelitian juga
melakukan telephone interview atau wawancara melalui telepon.
Melakukan wawancara melalui telepon adalah proses pengumpulan data
menggunakan telepon dengan mengajukan sejumlah kecil pertanyaan umum. Wawancara
telepon mengharuskan peneliti menggunakan adaptor telepon yang menghubungkan
telepon dan tape recorder agar rekaman wawancara jelas (Creswell, 2012). Peneliti
memastikan bahwa wawancara telepon memiliki formulasi yang lebih sedikit dari
peneliti, lebih sedikit pengakuan peneliti, dan memasukkan lebih banyak orang yang
diwawancarai memeriksa kecukupan respons dan meminta klarifikasi (Kassianos, 2014).
Kami juga menggunakan wawancara semi structured dimana sebagian besar
pertanyaan yang ingin diketahui sudah kami cantumkan dalam panduan, namun tidak
menutup kemungkinan akan ada pertanyaan dan jawaban lain yang muncul dalam
wawancara namun tidak dituliskan dalam panduan yang dapat muncul sebagai cara untuk
mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan mendalam.

III.D.2 INSTRUMEN PENELITIAN


Dalam proses wawancara, interviewer telah memiliki panduang pertanyaan
berdasarkan indikator dari aspek yang ingin dilihat. Aspek tersebut merupakan turunan
dari variabel yang ingin diukur pada partisipan yang menjalani rangkaian wawancara.
Pertanyaan-pertanyaan yang disusun akan ditanyakan pada partisipan dengan menyertai
teknik probing sehingga hasil yang didapatkan lebih mendalam. Pertanyaan disusun
berdasarkan dua dari enam komponen yang ada berdasarkan Ryff (1995).

III.D.3 KREDIBILITAS PENELITIAN


Kelompok kami menggunakan informed consent sebagai bentuk persetujuan antara
kelompok peneliti dengan partisipan yang akan melindungi hak kedua belah pihak serta
memastikan bahwa data yang diberikan oleh partisipan merupakan data apa adanya tanpa
rekayasa. Kemudian kelompok menggunakan triangulasi sebagai acuan untuk mendapatkan data
penelitian.
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multi metode yang dilakukan
peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Terkait dengan pemeriksaan data,
triangulasi berarti suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan hal-hal (data) lain untuk pengecekan atau perbandingan data (Moleong, 2001).
Flick (2006) menekankan bahwa triangulasi merupakan salah satu strategi utama dalam
memeriksa kesahihan data kualitatif dalam penelitian.
BAB IV
HASIL & ANALISIS

Berisi uraian hasil analisis data, baik berupa temuan tema maupun bentuk analisis lainnya yang
didapatkan dari seluruh narasumber. Penyajian dapat mencakup narasi, kutipan, tabel, bagan,
gambar, dukungan rujukan/teori relevan dan sebagainya sesuai apa yang telah dipelajari.
BAB V
SIMPULAN, DISKUSI & SARAN

V.A. SIMPULAN
Simpulan berisi ringkasan terhadap jawaban masalah penelitian yang diajukan, sesuai hasil
analisis yang telah dilakukan.

V.B. DISKUSI
Sub-bagian diskusi berisi pembahasan terkait hasil analisis yang dihubungkan dengan temuan
dalam penelitian lain maupun hasil kajian literatur terdahulu.

V.C. SARAN
Saran berisi saran-saran metodologis terkait pelaksanaan penelitian ini dan saran praktis terkait
temuan penelitian yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

Aiken L., Clarke S., Sloane D., Sochalski J., & Silber J. (2002). Hospital nurse staffing
and patient mortality, nurse burnout and job dissatisfaction. Journal of the American
Medical Association. (288), 1987-1993.
Akbar. (2013). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada perawat.
Journal Ecopsy, 1(1).
Allen H. (2008). Using routinely collected data to augment the management of health and
productivity loss. Journal of Occupational and Environmental Medicine. (50) 615–632.
American Association of Critical-Care Nurses. (2005). AACN standards for establishing
and sustaining healthy work environments: A journey to excellence. American Journal of
Critical Care, 14(3), 187-197.
Atefi N., Abdullah K. L., Wong L. P., & Mazlom R. (2014). Factors influencing registered
nurses perception of their overall job satisfaction: A qualitative study. International
Nursing Review, 61(3), 352-360.
Arvey R. D., Murphy K. R. (1998). Performance evaluation in work settings. Annual Review of
Psychology, (49) 141–168.
Boyce C., & Neale P. (2006).Conducting in-depth interviews: A guide for designing and
conducting in-depth interviews. Pathfinder International Tool Series.
Burke R. J. & Greenglass E. (1996). Work stress, social support, psychological burnout
and emotional and physical well-being among teachers. Psychology, Health and
Medicine, (1) 193-205.
Burton W. N., Pransky G., Conti D. J., Chen C. Y., & Edington D. W. (2004). The
association of medical conditions and presenteeism. Journal of Occupational and
Environmental Medicine, (46) 38–45.
Cheng Y., Kawachi I., Coakley E. H., Schwartz J., & Colditz G. (2000). Association
between psychosocial work characteristics and health functioning in American women:
Prospective study. British Medical Journal. (320). 1432-1436.
Conway J. M. (1999). Distinguishing contextual performance from task performance for
managerial jobs. Journal of Applied Psychology. (84) 3–13.
Coomber B., Barriball K. L. (2007). Impact of job satisfaction components on intent to
leave and turnover for hospital-based nurses. International Journal of Nursing Studies,
(44) 297-314.
Creswell J., W. (2012). Educational research : planning, conducting, and evaluating
quantitative and qualitative research.. Pearson Education Inc, (4).
DeCharms R. (1968). Personal causation: The internal affective determinants of behavior.
Academic Press.
Desyiani, B. (2014). Hubungan kondisi dan beban kerja dengan stres kerja perawat di
ruang rawat inap rsud dr. adnan wd payakumbuh tahun 2014. Fakultas Keperawatan,
Universitas Andalas. Diambil dari http://repo.unand.ac.id/153/
Dewi M. (2017). Sebaran kanker di Indonesia, riset kesehatan dasar 2007. Indonesian Journal
of Cancer, (11)1 . Diambil dari
https://media.neliti.com/media/publications/197251-ID-sebaran-kanker-di-indonesia-
riset-keseha.pdf
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective well
being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual Review of Psychology, 54(1),
403–425.
Dussault, G., Fournier, M. A., Zanchetta, M. S., Kérouac, S., Denis, J. L., Bojanowski,
L., ... & Grossman, M. (2001). The nursing labour market in Canada: review of the
literature. Cahiers du groupe de recherche interdisciplinaire en santé (research paper
r01–03). University of Montréal.
English, H. B., & English, A. C. (1958). A comprehensive dictionary of psychological
and psychoanalytical terms. Longmans.
Erikson, E. H. (1950). Childhood and society. WW Norton & Company.
Escorpizo R. (2008). Understanding work productivity and its application to work-related
musculoskeletal disorders. International Journal of Industrial Ergonomics, (38) 291–297.
Escriba-Aguir V, & Perez-Hoyos S. (2007). Psychological well-being and psychosocial
work environment characteristics among emergency medical and nursing staff. Stress
Health, (23) 153-160.
Estryn-Behar M., Van Der Heijden B. I. J. M., & Oginska H. (2007). The impact of
social work environment, teamwork characteristics, burnout, and personal factors on
intent to leave aLong European nurses. Medical Care, (45) 939-950.
Etikan I., Musa S. A., & Alkassim, R. S. (2016). Comparison of Convenience Sampling and
Purposive Sampling. American Journal of Theoretical and Applied Statistics, 5(1).
Fisher, M. L., Hinson, N., & Deets, C. (1994). Selected predictors of registered nurses' intent to
stay. Journal of Advanced Nursing, 20(5), 950-957.
Flanagan N. A., & Flanagan T. J. (2002). Satisfaction and job stress in correctional nurses.
Research in Nursing & Health.
Fogarty G. J., & McKeon C. M. (2006). Patient safety during medication administration:
The influence of organizational and individual variables on unsafe work practices and
medication errors. Ergonomics. (49) 444-456.
Frankl V. E. (1964). Man’s search for meaning: An introduction to logotherapy. Hodder &
Stoughton Ltd.
Friese C. R. (2005). Nurse practice environments and outcomes: Implications for
oncology nursing. Oncology Nursing Forum, 32(4), 765-772.
Halfer, D., & Graf, E. (2006). Graduate nurse perceptions of the work experience.
Nursing Economic$, 24(3), 150-155.
Hidayat Muharam, S. H. (2006). Panduan memahami hukum ketenagakerjaan serta
pelaksanaannya di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Diambil dari
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=hiKmDgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR7&dq=Hidayat+Muharam,+S.+H.
+(2006)&ots=O6JXnpcsJ5&sig=b85n0bZNNjptO_f3Ud2uuk1V-
es&redir_esc=y#v=onepage&q=Hidayat%20Muharam%2C%20S.%20H.
%20(2006)&f=false
Hoffman B. J., Blair C. A., Meriac J. P., & Woehr D. J. (2007). Expanding the criterion
domain?: A quantitative review of the OCB literature. Journal of Applied Psychology.
(92) 555–566.
Holden R. J. (1991). Responsibility and autonomous nursing practice. Journal of
Advanced Nursing, 16, 398–403.
Horowitz C.R., Suchman A. L., Branch W. T. & Frankel R. M. (2003). What do doctors
find meaningful about their work? Annals of Internal Medicine, 138(9), 772-775.
Ivancevich J. M., Konopaske, R., & Matteson, M. T. (2008). Perilaku dan manajemen
organisasi. Erlangga.
Kamus (2016). Diambil 26 Maret 2020, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/perawat.
Kassianos A., P. (2014). The use of telephone interviews in qualitative psychology
research: A reflective methodological exercise. The British Psychological Society.
Kovner, C. T., Brewer, C. S., Greene, W., & Fairchild, S. (2009). Understanding new
registered nurses’ intent to stay at their jobs. Nursing Economic, 27(2), 81-98.
Lucas, M. D., Atwood, J. R., & Hagaman, R. (1993). Replication and validation of anticipated
turnover model for urban registered nurses. Nursing Research, (42) 29–35.
Machfoedz, I. (2009). Pendidikan kesehatan bagian dari promosi kesehatan. Fitramaya,
(1).
Mallik M. (1997). Advocacy in nursing – a review of the literature. Journal of Advanced
Nursing, (25) 130–138.
Mantzoukas S., & Watkinson S. (2007) Review of advanced nursing practice: The
international literature and developing the generic features. Journal of Clinical Nursing,
(16) 28–37.
Marques da Silva R., Goulart C. T., Lopes L. F. D., Serrano P. M., Siqueira A. L. S.,
Costa, & Guido L. (2014). Hardy personality and burnout syndrome among nursing
students in three Brazilian universities—An analytic study. Boston Medical Center
Nursing, 13(9). doi: 10.1186/1472-6955-13-9. Retrieved from
www.biomedcentral.com/1472-6955/13/9
Mariyanti S., & Citrawati A. (2011), Burnout pada perawat yang bertugas di ruang rawat
inap dan rawat jalan RSAB Harapan Kita. Jurnal Psikologi 9(2). Diambil dari
https://www.neliti.com/publications/126201/burnout-pada-perawat-yang-bertugas-di-
ruang-rawat-inap-dan-rawat-jalan-rsab-hara
Maslach C., Schaufeli W. B., & Leiter M. P. (2001). Job burnout. Annual Review of
Psychology, 52, 397-422.
Moleong, L.J. (2001). Metodologi penelitian kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.
Monno M. J., & Beehr T. A. (2014). Subjective well-being at work: Disentangling source
effects of stress and support on enthusiasm, contentment, and meaningfulness. Journal of
Vocational Behavior, (85) 204-218.
Moore L. W., Leahy C., Sublett C., & Lanig H. (2013). Understanding nurse-to-nurse
relationships and their impact on work environments. Journal of Medical-Surgical
Nurses, 22(3), 172-179.
Murphy K. R. (1990). Job performance and productivity psychology in organizations:
Integrating science and practice. Lawrence Erlbaum Associates Inc, 157–176.
Neff, K.D. (2003). Self‐Compassion: An alternative conceptualization of a healthy
attitude toward oneself. Self and Identity, (2) 85‐101.
Natsir M., Hartiti T., & Sulisno M. (2015). Hubungan antara self efficacy dan stres kerja
dengan burnout pada perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada rs pemerintah
di kabupaten semarang. Jurnal Manajemen Keperawatan, 3(1), 30-35.
Pavlish C., & Hunt R. (2012). An exploratory study about meaningful work in acute care
nursing. Nursing Forum, 47(2), 113-22.
Pranita E. (2020). Deteksi dini tingkatkan angka harapan hidup pasien kanker, kok bisa?.
Kompas. Diambil dari https://sains.kompas.com/read/2020/02/07/090300023/deteksi-
dini-tingkatkan-angka-harapan-hidup-pasien-kanker-kok-bisa-.
Prochaska, J. O., & DiClemente, C. C. (2005). The transtheoretical approach. Handbook
of psychotherapy integration, (2) 147-171.
Rakhmat J. (2013). Psikologi komunikasi. Remaja Rosdakarya.
Rogers, C. D. (1951). Client-centered therapy. Boston: Houghton Mifflin.
Rotundo M., & Sackett P. R. (2002). The relative importance of task, citizenship, and
counterproductive performance to global ratings of performance: a policy-capturing
approach. Journal of Applied Psychology. (87)66–80.
Rumah Bernaung Sehati. (n.d.). Diambil dari
https://www.facebook.com/rumah.bernaungsehati. 1/about?
lst=100046197755029%3A100041061797836%3A158425408.
Ryff C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological
Science, (4)99-104.
Ryff C. D., & Singer B. H. (2008). Know thyself and become what you are: A eudemonic
approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9(1):13–39.
Ryff C., D. (2010). Psychological well-being in adult life. Current Directions in
Psychological Science. 4(4).
Sackett P. R. (2002). The structure of counterproductive work behaviors: dimensionality
and relationships with facets of job performance. International Journal of Selection and
Assessment. (10)5–11.
Sahin S., & Çankır, B. (2018). Psychological well-being and job performance: The
mediating role of work engagement. Hitit: Istanbul Medeniyet Universitesi.
Santrock J. (2013). Life Span Development 14th Editions. McGraw-Hill.
Schmidt V. C. F.L., & Ones D. S. (2005). Is there a general factor in ratings of job
performance? A meta-analytic framework for disentangling substantive and error
influences. Journal of Applied Psychology. 90; 108–131.
Smith, G. D., & Yang, F. (2017). Stress, resilience and psychological well-being in
Chinese Undergraduate nursing students. Nurse Education Today. 49, 90-95.
Tedeschi, R. G. & Calhoun, L. G. (1995). Trauma and transformation: Growing in the
aftermath of suffering. Sage.
Tran K. T., Nguyen P. V., Dang T. T. U., & Ton T. N. B. (2018). The impacts of the
high-quality workplace relationships on job performance: a perspective on staff nurses in
vietnam. Journal of Behavioral Sciences, 8(12), 109.
Verhaeghe R., Mak R., Van Maele G., Kornitzer M., & De Backer G. (2003). Job stress
among middle-aged health care workers and its relation to sickness absence. Stress
Health, (19) 265-274.
Wells I. E. (2010). Psychological well-being. Nova Science Publishers, Inc.
Williams S., Michie S., & Pattani S. (1998). Improving the health of the NHS
workforces: Report of the partnership on the health of the NHS workforce. The Nuffield
Trust.
Williams J., & Stickley T. (2010). Empathy and nurse education. Nurse Education
Today. 30(8), 752–755.
Winkler E., Busch C., Clasen J., & Vowinkel J. (2015). Changes in leadership behaviors
predict changes in job satisfaction and well-being in low-skilled workers. A longitudinal
investigation. Journal of Leadership and Organizational Studies, (22) 72-87.
Wright T. A., & Cropanzano R. (2004). The role of psychological well-being in job
performance: a fresh look at an age-old quest. Organizational Dynamics, 33(4), 338–351.
Zeller, E. L., Doutrich, D., Guido, G. W., & Hoeksel, R. (2011). A culture of mutual
support: Discovering why new nurses stay in nursing. The Journal of Continuing
Education in Nursing, 42(9), 409-414.
LAMPIRAN

Berisi hasil refleksi kelompok dan individu (sesuai arahan dosen di masing-masing seksi) terkait
dengan refleksi pengambilan data secara online dan isu etis yang kelompok hadapi. Lampirkan
pula lembar informed consent, hasil transkrip verbatim wawancara, dan matriks/tabulasi
silang/tabel kategorisasi (atau bentuk-bentuk pemrosesan analisis lainnya) yang digunakan dalam
analisis.

Variabel Aspek Indikator Sub- Pertanyaan dan probing


Indikator

Psychologica Positive Hubungan kehangatan, 1. Coba ceritakan


l well being relations dan relasi saling percaya bagaimana relasi
with perawat pada sesama, anda dengan rekan
others dengan peduli kerja anda?
(hubungan rekan terhadap 2. Apa saja kegiatan
positif kerja kesejahteraan yang anda lakukan
dengan orang lain saat bersama dengan
orang lain) disekitarnya, rekan kerja anda?
empati yang 3. Hal apa saja yang
tinggi, dan biasanya jadi topik
dapat pembicaraan anda?
memberikan - Probing:
afeksi dan Apakah hal
intimasi tersebut
terhadap orang merupakan
lain hal pribadi
dan personal
pada rekan
kerja anda?
4. Apakah anda saling
membantu jika salah
satu dari kalian
menghadapi
masalah?

Hubungan kehangatan, 1. Coba ceritakan


dengan saling percaya bagaimana relasi
caregiver pada sesama, anda dengan
dan peduli caregiver di rumah
pasien terhadap singgah?
kesejahteraan 2. Apa saja kegiatan
orang lain yang anda lakukan
disekitarnya, saat bersama dengan
empati yang caregiver di rumah
tinggi, dan singgah?
dapat 3. Hal apa saja yang
memberikan biasanya jadi topik
afeksi dan pembicaraan anda?
intimasi - Probing:
terhadap orang Apakah hal
lain tersebut
merupakan
hal pribadi
dan personal
pada
caregiver di
rumah
singgah?
4. Apakah anda saling
membantu jika salah
satu dari kalian
menghadapi
masalah?

Purpose - memiliki 1. Coba ceritakan


in life tujuan hidup, mimpi terbesar anda
(makna memegang dalam hidup yang
dalam kepercayaan belum tercapai
hidup) yang hingga saat ini?
memberikan 2. Mengapa anda ingin
tujuan hidup mencapai hal
pada individu, tersebut?
memiliki 3. Apakah anda
target dan percaya bahwa anda
objektif dalam dapat mencapainya
hidup suatu saat nanti?
- Probing: Apa
yang
membuat
anda percaya
bahwa hal
tersebut
dapat
terwujud?
4. Apakah bekerja
disini dapat
mewujudkan impian
anda tersebut?

- menyadari 1. Ceritakan awal


bahwa mulanya anda
hidupnya yang bekerja sebagai
sekarang dan perawat?
yang 2. Ceritakan bagaimana
mendatang pada akhirnya anda
bermakna bekerja disini?
3. Apakah anda
menyukai pekerjaan
ini?
- Probing: Apa
alasan anda
terhadap
jawaban anda
tersebut?
4. Apakah anda pernah
menyesali apa yang
terjadi di masa lalu
anda dalam
pekerjaan ini?
5. Apakah ada hal yang
disesali dari kejadian
tersebut?
6. Jika waktu dapat
diulang? Apakah ada
hal yang mau
diubah?

Self Memahami 1. Ceritakanlah bagaimana


Acceptanc dan menerima anda memandang diri
e berbagai aspek anda!
(Penerima dalam dirinya Probing:
an diri) subjek, Apa kekurangan dan
memiliki sikap kelebihan anda?
yang positif 2. Menurut anda apakah
terhadap diri kekurangan tersebut
subjek mengganggu anda?
3. Bagaimana perasaan
anda terhadap
kekurangan dan
kelebihan anda?
4. Apakah anda dapat
menerima kekurangan
dan kelebihan anda
tersebut?
5. Apakah anda pernah
berharap untuk berubah
menjadi orang lain
selain diri anda
sekarang?
Probing:
Apa alasan anda
mengharapkan hal
tersebut?
6. Apa pengambilan
keputusan tersebut
serta merta karena
kelebihan dan
kekurangan yang
Anda miliki?
7. Mungkin dapat
diceritakan,
bagaimana kelebihan
dan kekurangan
Anda?
8. Bagaimana cara
Anda mengatasi
kekurangan dan
mengembangkan
kelebihan?

Personal Skill dan 1. Di wawancara


Growth hobi pertama Anda sempat
(Pertumbu mengatakan bahwa
han diri) Anda ingin belajar hal
baru sehingga, dari hal
tersebut, Anda terlihat
senang belajar hal baru.
Jadi, apa saja hal baru
yang Anda suka
lakukan?

Autonomy tempa 1. Dalam


(Otonomi) t kerja perkembangan yang
- sudah disebutkan
rekan tadi, pasti terdapat
kerja keputusan-keputusan
person yang Anda buat
al - (yang berani untuk
keluar diambil), kira-kira
ga, apa keputusan paling
khusu berani yang pernah
snya Anda ambil?
suami 2. Apa Anda cukup
" mendengarkan atau
mempertimbangkan
pendapat orang lain?

Environme 1. Lingkungan tersebut


ntal menghambat atau
Mastery mendukung
(Penguasa pendapat Anda?
an
lingkungan
)

Anda mungkin juga menyukai