Analisis Peran Uni Eropa Terkait Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Aktivitas Illegal Downloading
(Tolong masukkin yang dibold saja)
1. Uni Eropa sendiri adalah sebuah institusi internasional sekaligus
sebuah institusi supranasional dengan pengaturan-pengaturan tugas pokok, fungsi, dan wewenang tertentu yang dapat berdaulat di atas kedaulatan negara-negara anggotanya sekaligus dapat bersifat transnasional (yaitu dapat beroperasi di seantero wilayahnya menurut akumulasi seluruh wilayah negara-negara anggota, tanpa mengenal sekat-sekat kedaulatan nasional masing-masing negara anggota). 2. Salah satu unsur yang berdaulat dari Uni Eropa yang mengadopsi supranasionalisme adalah unsur hukum. Di Uni Eropa dikenal sebuah sistem “rule of law” yang diatur menurut Treaty of European Union (TEU) 2007 dan Treaty on the Functioning of the European Union, yang berlaku menurut versi terbaru yang telah disepakati di dalam Perjanjian Lisbon 2007. 3. Salah satu sektor kehidupan yang menerima “rule of law” sebagai hasil konsekuensi berlakunya supranasionalisme di dalam perlembagaan Uni Eropa adalah perlindungan hak kekayaan intelektual. Dalam Copyright Directive of European Union (dengan Directive (EU) 2019/790 of The European Parliament and of The Council tentang Hak Cipta dan Hak Terkait di Pasar Tunggal Digital (Digital Single Market) dan mengubah Directive 96/9/EC dan 2001/29), dijelaskan bahwa seiring dengan berlakunya Treaty on European Union (TEU) yang “mengatur pembentukan pasar internal dan institusi sistem yang memastikan bahwa persaingan di pasar internal tidak terdistorsi.” (ayat 1 bagian menimbang (whereas)), maka muncullah “amanat untuk memberikan perlindungan tingkat tinggi bagi pemegang hak, memfasilitasi pembersihan hak, dan menciptakan kerangka kerja di mana eksploitasi karya yang selaras bagi berfungsinya pasar internal, dan merangsang inovasi, kreativitas, investasi dan produksi konten baru, juga di lingkungan digital, serta untuk menghindari fragmentasi pasar internal, menghormati dan mempromosikan keragaman budaya, serta mengedepankan warisan budaya bersama Eropa (ayat 2 bagian menimbang (whereas)), yang kemudian diatur di dalam batang tubuh Directive tersebut. 4. Khusus mengenai distribusi konten ber-hak cipta (termasuk permasalahan pembajakan), ada beberapa klausul hukum yang mengatur tersebut antara lain sebagai berikut. a. “Mengingat potensi tingginya jumlah permintaan akses ke, dan unduhan, karya mereka atau materi pokok lainnya, pemegang hak harus diizinkan untuk menerapkan tindakan ketika ada risiko bahwa keamanan dan integritas sistem atau database mereka dapat terancam. Tindakan tersebut dapat, misalnya, digunakan untuk memastikan bahwa hanya orang yang memiliki akses sah ke data mereka yang dapat mengaksesnya, termasuk melalui validasi alamat IP atau otentikasi pengguna. Langkah-langkah tersebut harus tetap proporsional dengan risiko yang terlibat, dan tidak boleh melebihi apa yang diperlukan untuk mengejar tujuan memastikan keamanan dan integritas sistem dan tidak boleh merusak penerapan pengecualian yang efektif.” (ayat 16 bagian menimbang (whereas)). b. “Terakhir, untuk memastikan perlindungan hak cipta tingkat tinggi, mekanisme pembebasan tanggung jawab yang diatur dalam Petunjuk ini tidak boleh berlaku untuk penyedia layanan yang tujuan utamanya adalah untuk terlibat dalam atau memfasilitasi pembajakan hak cipta.” (kalimat kedua, paragraf kedua, ayat 62 paragraf menimbang (whereas), bagian pembukaan ). c. “Jika tidak ada otorisasi yang diberikan, penyedia layanan berbagi konten online akan bertanggung jawab atas tindakan komunikasi yang tidak sah kepada publik, termasuk menyediakan untuk publik, karya yang dilindungi hak cipta dan materi pokok lainnya, kecuali penyedia layanan menunjukkan bahwa mereka memiliki: (a) melakukan upaya terbaik untuk mendapatkan otorisasi; dan (b) dibuat, sesuai dengan standar ketekunan profesional industri yang tinggi, upaya terbaik untuk memastikan tidak tersedianya karya tertentu dan pokok bahasan lainnya di mana pemegang hak telah memberikan informasi yang relevan dan diperlukan kepada penyedia layanan; dan dalam acara apa pun; (c) bertindak cepat, setelah menerima pemberitahuan yang cukup terbukti dari pemegang hak, untuk menonaktifkan akses ke, atau untuk menghapus dari situs web mereka, karya yang diberitahukan atau materi pokok lainnya, dan melakukan upaya terbaik untuk mencegah unggahan mereka di masa mendatang sesuai dengan poin (b)” (Ayat 4 Pasal 17 Bagian II Batang Tubuh). d. “Dalam menentukan apakah penyedia jasa telah memenuhi kewajibannya menurut ayat 4, dan dengan memperhatikan prinsip proporsionalitas, unsur-unsur berikut ini antara lain harus diperhatikan: (a) jenis, penonton dan ukuran layanan dan jenis karya atau materi pelajaran lain yang diunggah oleh pengguna layanan; dan (b) ketersediaan sarana yang sesuai dan efektif serta biayanya bagi penyedia layanan” (Ayat 5 Pasal 17 Bagian II Batang Tubuh).
5. Mengingat “Directive mengharuskan negara-negara UE mencapai hasil
tertentu, dengan cara mengadopsi langkah-langkah untuk memasukkannya ke dalam hukum nasional (transpose) untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh arahan tersebut serta mengkomunikasikan tindakan ini kepada Komisi Eropa, walaupun membiarkan mereka bebas memilih cara melakukannya,” maka directive Uni Eropa mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual yang telah disebutkan di atas, juga harus diadopsi dalam hukum domestik negara-negara anggota. Salah satu contoh negara yang mengadopsi hal tersebut adalah Swedia dengan “Act on Copyright in Literary and Artistic Works (ACLAW)”-nya. Negara ini menjadi terkenal terkait hal ini karena sempat mengadili sebuah skandal situs web The Pirate Bay (TPB) dan menimbulkan berbagai kontroversi di tengah masyarakat Swedia dan Eropa bahkan hingga ke masyarakat internasional. Situs TPB sendiri merupakan situs asal Swedia yang dirilis pada tahun 2003 dan dikenal dengan “raksasa torrenting bajak laut digital” dengan 25 juta unique visitor dari seluruh penjuru dunia.