NIP : 199108272020121004
Nosis : 2021030704131
Kelompok II Angkatan IV
I. PENDAHULUAN
Setiap birokrasi pelayanan publik wajib memiliki sikap, mental dan perilaku yang
mencerminkan keunggulan watak, keluhuran budi dan asas etis. Birokrat wajib
mengembangkan diri sehingga dapat memahami, menghayati dan menerapkan
berbagai asas etis yang bersumber pada kebajikan moral, khususnya keadilan dalam
tindakan jabatannya. Secara umum nilai moral terdiri dari enam nilai besar atau yang
dikenal dengan “six great ideas”, yaitu kebenaran (truth), kebaikan (goodness),
keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesamaan (equality) dan keadilan (justice).
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang sering dinilai dari tutur kata, sikap dan
perilakunya, apakah sejalan dengan nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu pula dalam
pemberian pelayanan publik, tutur kata, sikap dan perilaku para pemberi pelayanan
sering dijadikan obyek penilaian dimana nilai-nilai tersebut dijadikan ukurannya
Dalam tugas kali ini penulis akan mengambil contoh kasus dari berita terkait
buruknya mutu pelayanan publik sehingga menimbulkan ketidakpuasan pelanggan,
yaitu masyarakat pengguna layanan publik. Dan judul dari berita tersebut adalah
“Disdukcapil Bireuen Setiap Hari Dipadati Puluhan Warga, Ini Keperluannya ” .
Berita tersebut penulis ambil dari portal berita daring yaitu “Serambinews”.
Source : https://aceh.tribunnews.com/2021/03/22/disdukcapil-bireuen-setiap-hari-
dipadati-puluhan-warga-ini-keperluannya
II. PENYEBAB BURUKNYA PELAYANAN PUBLIK
Dari contoh kasus diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ada beberapa faktor
yang membuat pelayanan publik tidak berkualitas dan menjadi sumber permasalah
terkait kualitas pelayanan publik, antara lain adalah :
Soal kualitas SDM, seharusnya terdapat akselerasi yang selaras dengan perguliran
dan pergantian angkatan atau kohort pegawai. Hingga kini masih ada saja pegawai
yang tidak fleksibel mengikuti perubahan aturan kepegawaian. Kebanyakan mereka
masih menggunakan paradigma lama dalam melaksanakan tugas. Kinerjanya asal-
asalan sehingga hasilnya bukan ikut membangun kualitas pelayanan publik malah
justru merusaknya.
Sebagai fungsi pemerintah maka pelayanan publik tidak hanya semata bersifat
“profit oriented” melainkan lebih beorientasi sosial, yaitu penguatan dan
pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu penentuan dari proses pelayanan
publik tidak bisa dilakukan dengan pendekatan bisnis, tetapi pendekatan yang
paling tepat adalah pendekatan sosial (social approach), karena yang paling tahu
akan baiknya pelayanan yang diberikan adalah masyarakat. Dalam situasi seperti
ini tentunya menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan pelayanan tersebut.
Dalam hal ini, pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan
atau memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa pelayanan publik.
Untuk memberikan pelayanan publik yang baik bagi masyarakat dibutuhkan sistem
yang tertata. Selain berimbas pada kecepatan pelayanan, sistem pelayanan publik
yang baik dapat menekan pungli dan tindak korupsi. Syarat pelayanan yang jelas,
batas waktu, prosedur, serta tarif pelayanan yang transparan dapat mendorong
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah. Guna
memberikan pelayanan yang lebih baik. Saat ini pelayanan publik banyak yang
diintegrasikan menjadi satu pintu. Beberapa kota di Indonesia mulai memanfaatkan
sistem informasi manajemen perizinan terpadu guna mendukung pelayanan satu
pintu. Sistem informasi yang lebih dikenal dengan e-government ini dapat
mendukung penyelenggaraan layanan menjadi lebih jelas, mudah, dan transparan.
Berdasarkan faktor - faktor penyebab buruknya kualitas pelayanan publik diatas, maka
kita bisa mengambil kesimpulan dan saran – saran yang dibutuhkan guna memperbaiki
kualitas pelayanan publik tersebut, antara lain :
1. Implementasi konsep Right Man on The Right Place, penempatan orang yang tepat
pada tempatnya bisa mengoptimalkan kinerja pelayan pada masyarakat karena
sudah pasti memahami tupoksi yang akan dilaksanakan.
2. Meningkatkan keterlibatan masyarakat, baik dalam perumusan kebijakan
pelayanan publik, proses pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam monitoring
dan pengawasan pelaksanaan pelayanan publik.
3. Adanya kesadaran perubahan sikap dan perilaku dari aparat birokrasi pelayanan
publik menuju model birokrasi yang lebih humanis.
4. Menyadari adanya pengaruh kuat perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam menunjang efektivitas kualitas pelayanan publik.
5. Pentingnya faktor aturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan kerja
bagi aparat pelayanan publik.
6. Pentingnya perhatian terhadap faktor pendapatan dan penghasilan (wages and
salary) yang dapat memenuhi kebutuhan minimum bagi aparat pelayanan publik.
7. Pentingnya faktor keterampilan dan keahlian petugas pelayanan publik.
8. Pentingnya faktor sarana fisik pelayanan publik.
9. Adanya saling pengertian dan pemahaman bersama (mutual understanding) antara
pihak aparat birokrasi pelayan publik dan masyarakat yang memerlukan pelayanan
untuk mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku khususnya
dalam pelayanan publik.
10. Penyederhanaan birokrasi pelayanan publik agar lebih mudah dipahami dan ikuti
oleh masyarakat pengguna layanan publik serta meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan publik.