Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ANESTESIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SYOK SEPTIK

Disusun oleh :
JIHAN ASMA PUTRI
111 2015 2189

Pembimbing:
dr. ABDUL MUTTALIB, Sp.An, M.Kes.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas masih
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Syok Septik”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
meyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Anestesiologi
RSUD Salewangang, Kab. Maros.
Kami ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung pada pembuatan referat ini. Tanpa
bantuan dari semuanya, kami tidak akan dapat menyelesaikan referat ini.
Kamipun memohon maaf yang sebesar-besarnya atas semua kesalahan dan
kekurangan yang ada pada referat ini. Kami menyadari bahwa laporan ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap
kami nantikan untuk mengahasilkan referat yang lebih baik. Harapan kami,
semoga referat ini dapat berguna/bermanfaat bagi banyak orang
Demikian yang ingin kami sampaikan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
Makassar, Februari 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
SAMPUL....................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
1. Definisi..................................................................................................
2. Epidemiologi.........................................................................................
3. Etiologi..................................................................................................
4.. Patofisiologi..........................................................................................
5. Manifestasi Klinis.................................................................................
6. Penatalaksanaan....................................................................................
7. Prognosis...............................................................................................
BAB III : PENUTUP.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau

toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses

inflamasi. Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang diseluruh dunia setiap

tahunnya. Insidennya diperkirakan sekitar 50 – 95 kasus diantara 100.000

populasi dengan peningkatan sebear 9 % tiap tahunnya.1,2

Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit

pelayana nintensif di Amerika Serikat (AS).Penelitian epidemiologi sepsis

di AS menyatakan insiden sepsis sebesar 3/1.000 populasi yang meningkat lebih

dari 100 kali lipat berdasarkan umur 0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000

pada kelompok umur > 85 tahun).Angka perawatan sepsis berkisar antara

2 sampai 11% dari total kunjungan ICU. Angkakejadiansepsisdi Inggris berkisar

16% dari total kunjungan ICU. Insidens sepsis di Australia sekitar 11 tiap1.000

populasi. Sepsis berat terdapat pada 39 % diantara pasien sepsis. Angka kematian

sepsis berkisar antara 25 - 80 % diseluruh dunia tergantung beberapa faktor

seperti umur, jenis kelamin,ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru akut,

sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya yaitu nosokomial,

polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.3,4

Salah satu sistem organ penting yang sering terkena dampak oleh sepsis

dan selalu dipengaruhi oleh syok septik adalah sistem kardiovaskular. Dilaporkan

lebih dari 3000 kasus dalam 5 dekade terakhir dalam studi klinis mengenai adanya

komplikasi kardiovaskular pada sepsis. Adanya disfungsi kardiovaskular pada

4
sepsis menyebabkan peningkatan angka mortalitas yang progresif dari 70%

menjadi 90%, sebaliknya pada pasien sepsis tanpa disertai gangguan

kardiovaskular didapatkan hanya sebesar 20%.5,6

5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam
pengaturan peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh
kegagalan pompa jantung ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer.1
Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut
adalah tabel singkat mengenai jenis-jenis syok:2
Tabel 2.1 : Jenis-jenis Syok
Jenis Syok Penyebab
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
Hipovolemik
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi
usus dan lain-lain
Tension Pneumothorax
Obstruktif Tamponade jantung
Emboli Paru
1. Aritmia
• Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
• Infark miokard akut, terutama infark ventrikel
kanan
• Penyakit jantung arteriosklerotik
• Miokardiopati
Kardiogenik
3. Gangguan mekanis
• Regurgitasi mitral/aorta
• Rupture septum interventrikular  Aneurisma ventrikel
massif
• Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
1. Infeksi bakteri gram negative
Contoh: Eschericia coli, Klebsiella pneumonia,
Septik Enterobacter serratia, Proteus
2. Kokus gram positif,
Contoh : Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus
Neurogenik • Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang
belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis
dengan quadriflegia atau paraplegia)
• Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri
hebat
• Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan

6
obat anestesi
• Rangsangan parasimpatis pada jantung yang
menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal ini
terjadi pada orang yang pingan mendadak akibat
gangguan emosional
• Antibiotik
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol,
polimixin, ampoterisin B
• Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan
Anafilaksis
gamma globulin
• Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
• Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai


dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi,
sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel,
aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke
berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.1
Walaupun nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, namun
yang masih sering digunakan sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom
respons inflamasi sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
atau yang sering disebut sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature
Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya
sumber infeksi yang jelas yang disertai dengan kegagalan organ multipel /
Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure (MODS/MOF).
Perkembangan berikut dari sepsis ialah berujung pada suatu syok septik. Syok
septik adalah subset dari sepsis dengan disfungsi sirkulasi dan metabolik/seluler
yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas.3 Syok septik merupakan suatu
keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai dengan hipotensi arteri persisten

7
(membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg) meskipun
dengan resusitasi cairan yang adekuat ataupun adanya hipoperfusi jaringan
(dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 18 mg / dL) yang tidak
dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.4
Terminologi dan Klasifikasi Internasional (koding ICD) 5
Guidline/panduan sepsis Syok sepsis
terminology
Konsensus 1991 dan Sepsis berat dan Syok sepsis
2001 hipoperfusi akibat sepsis
Definisi 2015 Sepsis adalah disfungsi Syok sepsis merupakan
organ yang mengancam bagian dari sepsis yang
nyawa akibat disregulasi didasari dari kegagalan
atau ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik
respon tubuh terhadap selular yang dapat
adanya infeksi meningkatkan mortalitas
dengan signifikan
Kriteria 2015 Diduga atau Sepsis dan diperlukan
terdokumentasi adanya vasopresor untuk
infeksi dan peningkatan mempertahankan MAP ≥
akut SOFA score ≥ 2 65 mmHG dan mewakili
adanya disfungsi organ peningkatan nilai laktat ≥
2 mmol/L meskipun tidak
mendapatkan resusitasi
cairan

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian di Amerika Serikat dan Inggris, dilaporkan 66 hingga 132
kasus per 100.000 populasi. Sepsis berat terjadi pada 1-2 % pasien rawat inap dan
sebanyak 25 % dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Hal ini
sering terjadi pada lansia, immunecompromised dan pasien sakit kritis. Insidensi
sepsis meningkat 3 kali lipat sejak tahun 1979 hingga 2000, dari 83 kasus per
100.000 populasi per tahun menjadi 240 kasus per 100.000 populasi. Syok septik
merupakan penyebab kematian utama di ICU di seluruh dunia. Sepsis juga

8
menduduki urutan kedua penyebab utama kematian pada pasien ICU non -
koroner. Angka mortalitas tetap tinggi, yaitu sebesar 30-50 % meskipun kualitas
perawatan sudah meningkat.5,10

2.3 Etiologi
Sepsis berat dapat disebabkan oleh infeksi maupun non-infeksi. Infeksi
adalah penyebab paling umum. Pasien dengan tanda-tanda klinis inflamasi
sistemik (SIRS), penyebab infeksi harus dicari secara aktif. Infeksi yang diperoleh
sebelum masuk rumah sakit lebih mudah dikenali, daripada infeksi nosokomial
pada pasien rawat inap. Infeksi tersering penyebab sepsis meliputi infeksi sistem
saraf pusat (SSP) misalnya meningitis atau ensefalitis, infeksi kardiovaskular
(misalnya endokarditis), infeksi saluran pernafasan (misalnya pneumonia), infeksi
gastrointestinal (misalnya peritonitis) atau infeksi saluran kemih (misalnya
pielonefritis). Meskipun infeksi bakteri adalah penyebab infeksi yang paling
umum, virus dan jamur juga dapat menyebabkan syok septik. Respon sistemik
dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau
hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang
yang berasal dari infeksi lokal.11
Penyebab non infeksi antara lain trauma berat atau perdarahan akut dan
penyakit sistemik, termasuk infark miokard, emboli paru dan sebagainya. Tabel
2.3 merangkum penyebab syok septik dan Tabel 2.4 merangkum penyajian
sindrom sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp serta
organisme yang paling sering terlibat.11
Tabel 2.3 Etiologi syok septik11
Infeksi Noninfeksi
Infeksi sistem saraf pusat Trauma berat
Infeksi sistem kardiovaskular Perdarahan
Infeksi saluran pernapasan Komplikasi dari operasi
Infeksi ginjal Komplikasi aneurisma aorta
Infeksi saluran pencernaan Infark miokard
Infeksi kulit dan jaringan lunak Emboli paru
Infeksi tulang dan sendi Tamponade jantung
Pankreatitis akut Overdosis obat / racun
Ketoasidosis diabetik
Insufisiensi adrenal
Anafilaksis

9
Perdarahan subarachnoid
Luka bakar

Tabel 2.4 Sindrom sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp
serta organisme yang paling sering terlibat11
Sistem yang
Tanda dan gejala Patogen penyebab
terkena
1. Community-acquired
pathogen:
Streptococcus
Kebingungan, mengantuk, lekas
pneumoniae; Neiserria
marah, koma
Sistem saraf meningitides; Listeria
sakit kepala, leher kaku,
pusat monocytogenes
fotofobia
2. Patogen nosokomial:
Pseudomonas
aeruginosa;
Escherichia coli
1. Community-acquired
pathogen:
Enterococcus,
Streptococcus bovis,
Streptococcus spp,
Gangguan kontraktilitas Koagulase-negatif,
miokard, takikardia, peningkatan staphylococci, Coxiella
curah jantung, penurunan burneti,i
resistensi vaskuler sistemik Staphylococcus
Sistem
(SVR), gangguan aureus,Campylobacter,
kardiovaskular
tanggap terhadap agen E. coli, jamur
vasopressor, 2. Patogen nosokomial:
sesak napas, ortopnea, Staphylococcus Sp,
tekanan vena meningkat methicillin-resistant S.
Aureus, methicillin-
resistant
Staphylococcus
epidermidis,
methicillin-resistant
Sistem Hipoksemia, sianosis, takipnea, 1. Community-acquired
pernapasan penggunaan otot nafas pathogen: S.
tambahan, perubahan pneumoniae,
sputum(volume, purulensi) Haemophilus
influenzae, Legionella

10
sp.
2. Patogen nosokomial:
aerobik basil gram
negatif
1. Community-acquired
pathogen:E. coli;
Muntah, diare, sakit perut,
Sistem Bacteroides fragilis
Tenderness, gagal hati,
pencernaan 2. Patogen nosokomial:
kolestasis
aerobik Gram-negatif,
basil anaerob
Sistem Disuria, hematuria, nyeri Organisme yang telah
genitourinaria pinggang, gagal ginjal disebutkan di atas

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis sepsis sangat bervariasi, tergantung pada lokasi awal
infeksi, organisme penyebab, pola disfungsi organ akut, status kesehatan yang
mendasari dan interval sebelum inisiasi pengobatan. Berdasarkan pemahaman
lebih luas mengenai patofisiologi terjadinya sepsis, sebuah studi tahun 2014
sampai Januari 2015 menyatakan bahwa identifikasi sepsis dengan kriteria SIRS
( 2 atau lebih) tidak lagi tepat. SIRS tidak secara langsung menyatakan adanya
disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Sementara 1 dari 8 pasien di ICU
Australia dan New Zealand dirawat dengan infeksi bahkan sampai terjadi gagal
organ tetapi tidak memenuhi kriteria SIRS.
Tabel 1. SIRS (Systemic Inflamamatory Response Syndrome)
Terdapat dua atau lebih kriteria berikut:
Suhu > 38o C atau < 36o C
Nadi < 90 x/menit
Pernapasan > 20x/menit
PaCO2 < 32 mmHg (4,3 kPa)
Leukosit >12.000 mm 3 atau < 4000 mm3

Rekomendasi studi ini adalah :


 Sepsis didefiniskan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa
akibat disregulasi atau ketidakseimbangan respon tubuh terhadap adanya
infeksi. Dengan kata lain sepsis merupakan kondisi yang mengancam
nyawa yang timbul akibat respon tubuh terhadap infeksi justru
mencederai jaringan serta organ tubuh sendiri.

11
 Disfungsi organ diidentifikasikan sebagai perubahan akut total SOFA
score ≥ 2 terhadap adanya infeksi.
 Pasien dengan prediksi akan mendapatkan rawatan lama di ICU atau
kemungkinan meninggal di RS dapat diidentifikasi dengan qSOFA
(Quick Sofa)
 Syok sepsis merupakan bagian dari sepsis yang didasari dari kegagalan
sirkulasi dan metabolik seluler yang dapat meningkatkan mortalitas
dengan signifikan.
 Pasien syok sepsis ditandai dengan hipotensi menetap sehingga
membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg
dan peningkatan nilai laktat > 2 mmol/L meskipun telah mendapat
resusitasi cairan yang adekuat. Mortalitas syok sepsis mencapai 40 %.

Gambar 2.4. Skor SOFA

Kriteria qSOFA ( Quick SOFA)


Terdapat 2 atau lebih kriteria berikut :
Frekuensi nafas ≥ 22 x /menit
Penurunan kesadaran
Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg

12
Disfungsi organ akut yang paling umum mempengaruhi pernapasan dan
sistem kardiovaskular. Kerentanan sistem pernapasan secara klasik bermanifestasi
sebagai sindrom gangguan pernapasan (ARDS) yang didefinisikan sebagai
hipoksemia dengan infiltrat bilateral yang tidak berasal dari jantung.6

Kerentanan sistem kardiovaskular dimanifestasikan terutama sebagai


hipotensi atau peningkatan serum laktat. Setelah ekspansi volume yang memadai,
hipotensi sering berlanjut, membutuhkan penggunaan vasopresor dan disfungsi
miokard dapat terjadi. Disfungsi sistem saraf pusat biasanya penurunan
kesadaraan. Pencitraan umumnya tidak menunjukkan lesi fokal dan temuan pada
electroencephalography biasanya berupa ensefalopati nonfocal. Penyakit kritis
polineuropati dan miopati terjadi terutama pada pasien yang lama dirawat di ICU.5
Gagal ginjal akut dimanifestasikan sebagai penurunan produksi urin dan
peningkatan tingkat serum kreatinin dan sering memerlukan pengobatan dengan
terapi ginjal pengganti. Ileus paralitik, peningkatan aminotransferase,
trombositopenia, disseminated intravascular coagulation, disfungsi adrenal umum
terjadi pada pasien dengan sepsis berat.5

2.5 Patofisiologi
2.5.1 Host respose
Infeksi yang memicu respon pejamu yang kompleks, bervariasi dan
berkepanjangan. Mekanisme proinflamasi dan antiinflamasi berkontribusi untuk
melawan infeksi dan pemulihan jaringan namun di satu sisi dan mencederai organ
dan menimbulkan infeksi sekunder lainnya. Respon spesifik setiap pasien
tergantung pada patogen penyebab (jumlah dan virulensi) dan host (karakteristik
genetik dan penyakit penyerta) dengan respon yang berbeda di tingkat lokal,
regional dan sistemik. Respon host dapat saja berubah dari waktu ke waktu secara
paralel bersamaan dengan perubahan klinis.5
Secara umum, reaksi proinflamasi bertujuan menghilangkan patogen serta
dianggap bertanggung jawab menimbulkan efek kerusakan jaringan pada sepsis
berat. Sitokin antiinflamasi penting untuk membatasi cedera jaringan baik lokal
maupun sistemik serta berefek meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
sekunder.5

13
2.5.2 Innate Immunity
Patogen mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh melalui interaksi dengan
reseptor pengenalan pola (pattern-recognition receptors). Empat kelas utama
pattern-recognition receptors yang telah teridentifikasi antara lain:5
1. Toll-like receptor
2. C-type lectin receptors
3. Retinoic acid inducible gene1-like receptor
4. Nucleotide-binding oligomerization domain-like receptors.
Reseptor ini mengenali struktur spesies mikroba sehingga disebut pathogen-
associated molecular patterns, sehingga menimbulkan peningkatan regulasi
transkripsi gen inflamasi dan menginisiasi imunitas bawaan. Reseptor ini juga
sensitif terhadap molekul endogen yang dilepaskan dari cedera sel sehingga
disebut damage-associated molecular pattern atau alarmins. Alarmins juga
dilepaskan selama cedera steril seperti trauma, sehingga menimbulkan konsep
bahwa patogenesis kegagalan organ multiple pada sepsis dasarnya tidak berbeda
dari penyakit kritis noninfeksi.5
2.5.3 Kelainan koagulasi
Sepsis berat hampir selalu dikaitkan dengan perubahan koagulasi, sering
menyebabkan disseminated intravascular coagulation. Kelebihan deposisi fibrin
menyebabkan koagulasi akibat kerja faktor jaringan, seperti glikoprotein
transmembran yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel. Ketidakseimbangan
mekanisme antikoagulasi termasuk efek dari sistem protein C dan antitrombin,
dengan menurunkan bersihan fibrin menyebabkan depresi sistem fibrinolitik
(Gambar 2.2).7
Protease-activated receptor (PARs) membentuk hubungan molekuler
antara koagulasi dan peradangan. Di antara empat subtipe yang telah
diidentifikasi, PAR1 khususnya terlibat dalam sepsis. PAR1 menimbulkan efek
sitoprotektif ketika distimulasi melalui aktifnya protein C atau rendahnya kadar
trombin. Sebaliknya berefek merusak fungsi pertahanan sel endotel diaktifkan
oleh trombin dosis tinggi.7

14
Gambar 2.2 Respon pejamu pada sespsis5

2.5.4 Mekanisme antiinflamasi dan imunosupresi


Sistem kekebalan humoral, seluler dan mekanisme neurologi melemahkan
potensi efek berbahaya dari respon proinflamasi. Fagosit dapat beralih ke fenotipe
antiinflamasi yang mempromosikan perbaikan jaringan dan regulasi sel T sebagai
upaya mengurangi peradangan. Selain itu, mekanisme saraf dapat menghambat
inflammasi disebut Neuroinflammatory refleks. Rangsangan sensorik disiarkan
melalui aferen saraf vagus ke batang otak, kemudian eferen saraf vagus
mengaktifkan nervus splenikus pada pleksus coliakus, menghasilkan pelepasan
norepinephrine di limpa dan sekresi asetilkolin oleh selT CD4+. Pelepasan
asetilkolin menargetkan reseptor α7 kolinergik pada makrofag sehingga menekan
pelepasan sitokin proinflamasi.5
Pasien yang bertahan hidup dari sepsis dini namun tetap bergantung pada
perawatan intensif terbukti mengalami imunosupresi, terbukti dengan
berkurangnya ekspresi HLA-DR pada sel myeloid. Pasien ini sering memiliki
fokus infeksi yang sedang berlangsung, meskipun terapi antimikroba atau

15
reaktivasi infeksi virus laten. Beberapa penelitian menyatakan lemahnya respon
leukosit terhadap patogen pada pasien dengan sepsis. Temuan yang baru-baru ini
dikuatkan oleh studi postmortem pada pasien yang meninggal akibat sepsis di
ICU mengungkapkan adanya gangguan fungsi splenosit. Selain limpa, paru-paru
juga menunjukkan bukti imunosupresi, kedua organ meningkatkan ekspresi ligan
untuk penghambatan sel T reseptor pada sel parenkim. Meningkatnya apoptosis
sel B, sel T CD4+ dan sel dendritik folikular, terlibat pada sepsis terkait
imunosupresi dan kematian.5
2.5.5 Disfungsi organ
Gangguan oksigenasi jaringan merupakan sebab utama terjadinya disfungsi
organ. Beberapa faktor termasuk hipotensi, kurangnya pembentukan sel darah
merah, dan trombosis mikrovaskuler berkontribusi terhadap kurangnya suplai
oksigen pada syok septik. Peradangan dapat menyebabkan disfungsi endotel
vaskular, disertai dengan kematian sel dan hilangnya integritas barrier, sehingga
menimbulkan edema subkutis. Selain itu, kerusakan mitokondria yang disebabkan
oleh stres oksidatif dan mekanisme lainnya menyebabkan penggunaan oksigen
seluler. Cedera mitokondria melepaskan alarmins kelingkungan ekstraselular,
termasuk DNA mitokondria dan formil peptida, yang dapat mengaktifkan
neutrofil dan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.7

Gambar 2.3 Gagal organ pada sepsis berat dan disfungsi endotel vaskular dan
mitokondria5

16
Kerusakan multiorgan di tingkat seluler tampaknya dipengaruhi oleh
disfungsi dan kerusakan pada mitokondria. Disfungsi dan kerusakan mitokondria
pada sepsis terjadi akibat interaksi patogen-inang, selain juga dipengaruhi
patogenisitas mikroorganisme. Syok yang berkepanjangan dan hipoksia jaringan
dapat menyebabkan disfungsi mitokondria. Pada keadaan sepsis berat, aktivasi
berbagai sel imunitas khususnya neutrofil, serta hipoksia jaringan berkontribusi
terhadap terbentuknya ROS (Reactive Oxidant Specifics). ROS berkontribusi
terhadap kerusakan mitokondria, dan kejadian tersebut memicu pembentukan
ROS lebih banyak lagi, yang juga menyebabkan programming kematian
mitokondria.5,6
Kematian mitokondria terjadi akibat penumpukan ROS yang memicu sinyal
untuk membuka pori-pori membran permeabilitas mitokondria (Mitochondrial
Permeability Transition, MPT), yang menyebabkan edema matriks mitokondria,
ruptur membran luar mitokondria, serta aktivasi kaskade apoptosis. Namun,
kadang tanpa melalui fase MPT, kaskade apoptosis masih dapat dipicu akibat
pergerakan faktor pro-apoptosis melalui membran luar mitokondria
(Mitochondrial Outer Membrane Permeabilization, MOMP).5,6
2.5.6 Mekanisme yang mendasari disfungsi miocardium pada sepsis
Depresi miokard selama sepsis dapat disebabkan oleh multifaktorial.
Meski demikian, penting bagi kita untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
memperberat dan mekanisme yang mendasari agar membuahkan sasaran terapi
yang bermanfaat.
1. Global Ischemia
Teori awal tentang depresi miokard pada sepsis berdasarkan pada hipotesis
global myocardial ischemia, namun ternyata pasien sepsis mempunyai
aliran darah koroner yang cepat dan perbedaan penurunan oksigen antara
arteri koroner dan sinus koroner. Seperti halnya pada sirkulasi perifer, hal
ini disebabkan oleh gangguan autoregulasi aliran darah atau oksigenasi.
Pasien dengan syok septik menunjukkan perubahan metabolisme yang
kompleks pada miokardium, termasuk ekstraksi laktat yang meningkat,
menurunnya ekstraksi asam lemak bebas, penurunan ambilan glukosa,

17
peningkatan fosfat di miokardium dan hibernasi miokard. Meskipun semua
temuan tersebut di atas mencerminkan perubahan penting dalam aliran
koroner dan metabolisme miokard, efek lain diamati dalam sirkulasi perifer
selama sepsis, sehingga iskemia global tidak terbukti sebagai penyebab
yang mendasari disfungsi miokard pada sepsis.
Pada pasien sepsis dengan penyakit arteri koroner (CAD) yang sudah ada
sebelumnya dan mungkin tidak terdiagnosa, iskemia atau infark miokard
regional sekunder akibat CAD mungkin telah terjadi. Manifestasi iskemia
miokard karena CAD akan dipermudah oleh perubahan hemodinamik dan
disfungsi mikrovaskuler yang ditimbulkan oleh sepsis. Faktor yang
memperberat CAD pada kondisi sepsis diantaranya adalah inflamasi
menyeluruh dan aktivasi sistem koagulasi.
2. Myocardial Depressant Substance
Parrillo dkk, secara kuantitatif mengkaitkan derajat klinis disfungsi miokard
pada kondisi sepsis dengan efek serum yang diambil dari pasien sepis.
Tingkat kondisi klinis berkorelasi kuat dengan besarnya penurunan dan
kecepatan pemendekan miosit. Setelah dilakukan perluasan penelitian,
diperoleh bahwa indeks kerja ventrikel kiri turun secara bersamaan yang
menunjukkan efek kardiotoksik dan mengandung interleukin (IL0-1, IL-8
dan C3a) yang kadarnya meningkat secara signifikan. Menurut Mink dkk,
agen bakteriolitik yang berasal dari granulosit neutrofilik yang terlepas dan
monosit merupakan mediator yang memberikan efek kardiodepresan selama
kondisi sepsis. Substansi potensial lainnya yang menjadi substansi depresan
miokard, di antaranya: sitokin jenis lain, prostanoid dan NO.
3. Sitokin
Tumor necrosis factor-α (TNF-α) merupakan mediator dini penting pada
syok yang dipicu oleh endotoksin. TNF-α berasal dari makrofag yang
teraktivasi, namun studi terbaru menunjukkan bahwa TNF-α juga disekresi
oleh miosit jantung sebagai respon terhadap sepsis. Meskipun aplikasi
antibodi anti TNF-α memperbaiki fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan
syok septik, penelitian selanjutnya menggunakan antibodi monoklonal yang

18
ditujukan langsung pada TNF-α atau reseptor TNF-α terlarut, gagal
meningkatkan angka harapan hidup pasien sepsis.7
IL-1 disintesis oleh monosit, makrofag, neutrofil sebagai respon terhadap
TNF-α dan berperan penting pada respon imun sistemik. IL-1 akan menekan
kontraktilitas jantung dengan cara merangsang NO sintase (NOS). Pada
penelitian klinik, IL-1 dapat meningkatkan angka harapan hidup pada pasien
dengan sepsis, namun terapi yang pada awalnya menjanjikan ini gagal
menghasilkan manfaat yang signifikan pada kemampuan kelangsungan
hidup. IL-6 yang merupakan sitokin pro inflamasi lain juga terlibat dalam
patogenesis sepsis dan dianggap sebagai prediktor sepsis yang lebih cocok
dibandingkan TNF-α karena peningkatannya di dalam sirkulasi berlangsung
dalam waktu yang lama. Meskipun sitokin memiliki peran penting dalam
penurunan kontraktilitas, namun tidak dapat menjelaskan mengapa disfungsi
miokard berlangsung lama pada sepsis dan substansi ini hanya memicu atau
melepaskan faktor tambahan yang mempengaruhi fungsi miokard seperti
prostanoid atau NO.7
4. Prostanoid
Prostanoid dihasilkan oleh enzim siklooksigenase dari asam arakidonat.
Ekspresi enzim siklooksigenase-2 dirangsang oleh lipopolisakarida (LPS)
dan sitokin. Pada pasien sepsis dijumpai peningkatan kadar prostanoid
seperti tromboksan dan prostasiklin yang berpotensi mempengaruhi
autoregulasi koroner, fungsi endotel koroner dan aktivasi leukosit intra
koroner. Penelitian pada hewan dengan memberikan siklooksigenase
inhibitor seperti indometasin memberikan hasil yang menjanjikan., begitu
juga dengan ibuprofen dan lornoxicam, tapi penelitian tersebut tidak
menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup pada kelompok pasien yang
mendapat terapi.8
5. Endothelin-1
Upregulasi endothelin-1 (ET-1) dijumpai dalam waktu 6 jam setelah syok
septik yang dipicu oleh LPS. Ekspresi berlebihan ET-1 di dalam jantung
akan memicu peningkatan sitokin inflamasi (termasuk TNF-α, IL-1, IL-6),
infiltrasi inflamasi interstisial, dan kardiomiopati yang kemudian dapat

19
menyebabkan gagal jantung dan kematian. Keterlibatan ET-1 pada disfungsi
miokard didukung oleh tezosentan, yakni antagonis reseptor endotelin-A
dan B, dapat memperbaiki indeks kardiak, stroke volume, dan kerja
ventrikel kiri pada syok endotoksemik. Meskipun ET-1 telah terbukti
berperan penting dalam patofisiologi berbagai penyakit jantung melalui efek
autokrin, endokrin atau parakrin, namun dampaknya pada disfungsi miokard
terkait sepsis perlu diteliti lebih jauh untuk menilai potensi terapeutik
antagonis reseptor ET-1.11
6. Nitric Oxide
Nitric Oxide (NO) menghasilkan banyak efek biologi pada sistem
kardiovaskular. Substansi ini mengatur fungsi jantung pada kondisi
fisiologik dan menimbulkan banyak efek pada kondisi patologik. Pada
pemberian NO dosis rendah dapat meningkatkan fungsi ventrikel kiri,
namun pada pemberian dosis tinggi terbukti dapat memicu gangguan
kontraksi dengan menekan pembentukan energi di dalam miokard. NO
endogen berperan menghasilkan fase tidur sebagai respon dari kondisi
iskemia miokard dan juga sebagai modulator penting pada iskemia miokard.
Sepsis akan menyebabkan ekspresi inducible NOS (iNOS) pada miokard,
diikuti produksi NO dalam jumlah besar, yang selanjutnya berperan penting
dalam disfungsi miokard. Hambatan terhadap NOS dapat mengembalikan
stroke volume dan output jantung setelah penyuntikan LPS. Pada pasien
sepsis, infus metilen blue, penghambat nonspesifik NOS dapat memperbaiki
tekanan arteri rata-rata, stroke volume, meningkatkan kerja ventrikel kiri
dan mengurangi kebutuhan akan inotropik, tetapi kesemuanya ini tidak
mengubah outcome. Walaupun NO berperan pada patogenesis disfungsi
kardiovaskular oleh sepsis, namun mekanisme yang pasti masih belum jelas
dan perlu diteliti lebih jauh.3
7. Adhesion Molecules
Upregulasi ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) dan
vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) di permukaan sel dijumpai
pada kardiomiosit dan endotel koroner murine setelah stimulasi TNF-α dan
LPS. Ekspresi ICAM-1 pada miokard mengalami peningkatan. Hambatan

20
VCAM-1 dengan antibiotik terbukti dapat mencegah disfungsi miokard dan
menurunkan akumulasi neutrofil pada miokard, sedangkan pemberian
antibodi dapat menghilangkan dan menghambat ICAM-1 dan memperbaiki
disfungsi miokard pada endotoksemia tanpa mempengaruhi akumulasi
neutrofil.3
8. Cardiac troponins
Troponin (Tn) jantung adalah protein regulator dari filamen aktin. TnI dan
TnT muncul akibat cedera pada sel miokard dan sebagai penanda yang
sangat sensitif dan spesifik pada kerusakan miokard. Pengukuran Tn secara
serial digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi resiko pasien dengan
sindroma koroner akut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
peningkatan Tn pada pasien sepsis dapat memperkirakan adanya disfungsi
miokard dan peningkatan rata-rata mortalitas. Dalam beberapa studi pada
pasien sepsis, 43-50% terjadi peningkatan TnI secara signifikan. Adanya
hubungan signifikan antara TnI dengan penurunan fraksi ejeksi dan
peningkatan Tn yang dihubungkan dengan disfungsi ventrikel kiri telah
banyak dibuktikan. Penggunaan Tn untuk mengidentifikasi sepsis dengan
disfungsi miokard terbatas karena banyaknya kondisi lain yang dapat
mengakibatkan peningkatan Tn. Dengan demikian, tidak ada bukti untuk
mendukung penggunaan inotropik pada pasien dengan Tn yang meningkat
dalam upaya untuk meningkatkan kinerja miokard. Peningkatan Tn pada
pasien dengan sepsis dihubungkan dengan prognosis yang jelek, terlepas
dari penyebab dasarnya.11

2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan awal syok septik adalah memberikan resusitasi
kardiorespirasi dan mengurangi ancaman langsung infeksi yang tidak terkontrol.
Resusitasi membutuhkan cairan intravena dan vasopressor dengan terapi oksigen
serta ventilasi mekanik yang disediakan seperlunya. Komponen yang tepat
diperlukan untuk mengoptimalkan resusitasi, seperti pilihan dan jumlah cairan,
jenis yang sesuai dan intensitas pemantauan hemodinamik, dan peran penunjang
agen vasoaktif.7

21
Pengelolaan sepsis sejak 2 dekade terakhir tidak bisa dipisahkan dari
gerakan Surviving Sepsis Campaign (SSC). Panduan SSC dalam tatalaksana sepsis
dituangkan dalam sepsis bundles dan sebagai respon dari konsensus international
ke-3 dari ESICM (Europran Society of Intensive Care Medicine) dan SCCM
(Society of Critical Care Medicine) mengenai definisi sepsis dan syok sepsis
maka SSC memperbarui panduan untuk rumah sakit dan praktisi klinis dalam
sepsis bundles 2016 (SSC responds to sepsis 3,1 Maret 2016).
1. Resusitasi awal
Langkah 1 : Skrining dan manajemen infeksi
Manajemen dimulai dengan pengambilan kultur darah dan kultur lain
sesuai indikasi berikan antibiotik yang sesuai dengan peta kuman yang
ada dan secara simultan dilakukan pemerikasaan laboratorium untuk
mengevaluasi adanya disfungsi organ.
Langkah 2 : Skrining adanya disfungsi organ dan manajemen sepsis
(dahulu sepsis berat)
Pasien diidentifikasi adanya disfungsi organ dengan kriteria yang sama
dengan sebelumnya . Disfungsi organ juga dapat diprediksi akan terjadi
dengan menggunakan kriteria Quick Sofa. Bila disfungsi organ
teridentifikasi, pastikan bundle 3 jam dilakukan sebagai prioritas utama
tindakan.
Langkah 3 : Identifikasi dan manajemen hipotensi awal
Pada pasien dengan infeksi ditambah hipotensi atau kadar laktat > 4
mmol/l berikan 30 ml/kgBB cairan kristaloid dan dilakukan penilaian
ulang respon cairan yang diberikan serta penilaian perfusi jaringan.
Kemudian bundle 6 jam harus dilengkapi. Pada bundle 6 jam, jangan
lupa menilai ulang nilai laktat bila laktat awal nilainya > 2mmol/l
Sepsis Bundles
HARUS DILENGKAPI DALAM 3 JAM KEDATANGAN
1. Hitung nilai awal laktat
2. Ambil kultur darah sebelum pemberian antibiotik
3. Berikan antibiotik spektrum luas

22
4. Berikan Kristaloid 30 ml/kgBB pada hipotensi atau nilai awal laktat
≥ 4 mmol.L
HARUS DILENGKAPI 6 JAM KEDATANGAN
5. Berikan vasopresor (untuk hipotensi yang tidak respon pada
resusitasi cairan dini) untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg
6. Pada hipotensi yang menetap setelah pemberian cairan yang adekuat
(MAP< 65 mmHg) atau nilai laktat awal ≥ 4 mmol/l, nilai ulang
status volum pasien dan perfusi jaringan .
7. Nilai ulang laktat bila nilai awal laktat meningkat.
2. Terapi Antimikroba
Berikan antibiotik empirik dengan konsentrasi adekuat pada 1 jam
pertama terdiagnosis sepsis. Pemberian antibiotik harus dinilai setiap
hari untuk kemungkinan deeskalasi. Gunakan kombinasi antibiotik
untuk pasien syok sepsis, pasien netropeni, dan pasien dengan infeksi
bakteri patogen MDR (multi drug resistant). Durasi terapi berkisar 7-10
hari, penggunaan lebih lama pada pasien dengan respon klinis lambat,
bacterimia S. Aureus, infeksi jamur dan infeksi virus atau defisiensi
imunologis. Kadar prokalsitonin yang rendah dapat digunakan sebagai
petunjuk untuk menghentikan terapi antibiotik pada pasien yang
awalnyasepsis.

3. Kontrol Sumber infeksi


Beberapa diagnosis sepsis memerlukan tindakan operasi darurat untuk
keperluan diagnostik dan kontrol sumber infeksi.
4. Terapi cairan
Cairan inisial untuk resusitasi pasien sepsis dan syok sepsis adalah
cairan kristaloid. Hindari penggunaan HES. Apabila pasien memerlukan
cairan resusitasi dalam jumlah besar, dapat digunakan albumin.
Resusitasi awal pasien sepsis dan syok sepsis yaitu dengan pemberian
kristaloid sebanyak 30 ml/kgBB.
5. Vasopresor

23
Terapi vasopresor inisial ditargetkan untuk tercapainya nilai minimal
MAP ≥ 65 mmHg. Pilihan pertamanya adalah norepinefrin. Epinefrin
dapat ditambahkan atau bahkan menggantikan NE (bila tidak ada),
untuk mencapai target minimal MAP. Penambahan vasopresin pada NE
diberikan bila MAP belum tercapai atau dengan tujuan mengurangi
dosis NE. Sementara dopamin digunakan sebagai alternative NE hanya
untuk pasien dengan resiko rendah terjadi takiaritmia.
6. Inotropik
Pada pasien dengan disfungsi miokard dapat digunakan dobutamin
sebagai inotropik.
7. Kortikosteroid
Jangan menggunakan hidrokortison intravena untuk terapi syok sepsis
apalagi bila MAP sudah tercapai dengan penggunaan vasopresor
dan/atau inotropik. Kortikosteroid tidak diberikan
8. Pemberian produk darah
Transfusi sel darah merah hanya bila konsentrasi hemoglobin < 7 gr/dl
dengan target Hb7-9 gr/dl kecuali bila ada iskemi jantung, hipoksemia
berat, perdarahan akut, atau penyakit jantung iskemik: yang mungkin
memerlukan kadar Hb lebih dari itu.

2.7 Prognosis
Sekitar 20-35% pasien dengan sepsis berat dan 40-60% pasien dengan syok
septik meninggal dalam waktu 30 hari dan lainnya meninggal dalam 6 bulan
berikutnya. Kematian sering disebabkan oleh kontrol infeksi yang kurang,
imunosupresi, komplikasi dari perawatan intensif, kegagalan organ multipel, atau
penyakit yang mendasari.8
Rendahnya stroke volume setelah resusitasi menunjukkan bahwa terjadi
kegagalan pembuluh darah perifer dan dapat menjadi faktor penyebab kematian

24
karena sepsis. Studi oleh Rhodes dkk menunjukkan kemungkinan menggunakan
tes stress dobutamine untuk menentukan outcome, dimana pasien yang tidak
berhasil selamat ditandai dengan penurunan respon inotropik. Pada 24 jam sejak
timbulnya sepsis, indeks resistensi vaskular sistemik > 1529 dyne, denyut jantung
< 95x/menit atau penurunan denyut jantung > 18x/menit, dan indeks kardiak > 0,5
L.mn menunjukkan survival.6

25
BAB III
PENUTUP

Sepsis dan syok septik merupakan salah satu masalah tertua dan paling
kompleks dalam bidang kedokteran. Dengan kemajuan dalam perawatan intensif,
meningkatnya kewaspadaan dan pedoman berbasis bukti, dokter telah mengambil
langkah besar dalam mengurangi risiko kematian terkait dengan sepsis. Namun,
pada pasien yang bertahan hidup, sepsis masih ada sejumlah kekhawatiran akan
gejala sisa. Keadaan syok sepsis merupakan kegawatdaruratan klinik yang
membutuhkan reaksi cepat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Terapi yang
diberikan berupa resusitasi, eliminasi sumber infeksi, terapi antimikroba, dan
terapi suportif.
Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter
hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan
hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Strategi juga dibutuhkan
untuk mencapai jutaan pasien dengan sepsis yang jauh dari perawatan intensif
modern. Kemajuan dalam biologi molekuler telah memberikan wawasan yang
tajam ke dalam kompleksitas patogen dan imunitas host/pejamu. Memanfaatkan
informasi tersebut untuk memberikan terapi baru yang efektif, terbukti sulit.
Pengembangan agen terapi baru, pendekatan cerdas dalam tatalaksana sepsis
penting dikembangkan untuk menghasilkan outcome pasien sepsis menjadi lebih
baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
2. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With
Severe Sepsis. Cited May 2013.
3. Merx MW dan Weber C. Sepsis and the heart. Circulation. 2007. 116 : 793 –
802.
4. Tannehill D. Treating Severe Sepsis & Septic Shock in 2012. J Blood
DisordTransfus. 2012. 84 : 1-6.
5. Singer M, Deutschman CS et al : the third international consensus defintions
for sepsis and septic shock (sepsis 3) JAMA 2016 ; 315 (8); 801-10
6. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM et al.
Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of
Severe Sepsis and Septic Shock: 2016. Society of Critical Care Medicine and
the European Society of Intensive Care Medicine. 2013. 41(2): 580-635.
7. Annane D, Bellissant E and Cavaillon JM. Seminar : Septic shock .Lancet.
2005. 365: 63–78.
8. Pohan HT and Chen K. Penatalaksanaan Syok Septik. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata M dan Setiati S (eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing. 2010
9. Kontra JM. Evidence-Based Management of Severe Sepsis and Septic
Shock. The Journal of Lancaster General Hospital. 2006. 1(2): 39-46.
10. Widodo D and Pohan HT. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta:2004:
h.54-88.
11. Eissa D, Carton EG dan Buggy DJ. Review article : Anaesthetic management
of patients with severe sepsis. British Journal of Anaesthesia. 2010.
105(6):735-743.
12. Kalil A, MD. Septic Shock. University of Nebreska Medical Center: 2017.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview.
Accessed July 12th 2017.

27

Anda mungkin juga menyukai