Anda di halaman 1dari 11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Ilmu Entomologi Forensik


Entomologi forensik menurut Erzinclioglu Zakaria adalah ilmu yang

mempelajari serangga yang berhubungan dengan jasad tubuh. Pada

lingkungan yang sesuai serangga akan membentuk koloni pada jasad

tubuh beberapa saat setelah kematian. Perkembangan serangga seiring

dengan waktu dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian dengan

tepat.

Berdasarkan bidang aplikasinya, forensik entomologi bisa dibagi ke

dalam 3 kategori : entomologi forensik urban, produk simpanan, dan

medikolegal. Jika entomologi forensik urban mengkhususkan diri pada

dampak serangga (hama) terhadap lingkungan yang ditempati manusia, maka

entomologi forensik produk simpanan terfokus pada dampak yang

ditimbulkan serangga terhadap barang yang disimpan, khususnya makanan.

Kategori terakhir yang juga menjadi topik pembahasan dalam karya tulis ini

adalah entomologi forensik medikolegal yang digunakan untuk menyelidik

kasus-kasus kriminal yang melibatkan manusia seperti pembunuhan,

kekerasan seksual, kecelakaan, dan lain-lain.

Tidak lama sesudah seseorang meninggal, baunya akan mulai menarik

serangga seperti lalat botol dan lalat rumah untuk hinggap dan bertelur di

5
6

atasnya. Memasuki hari ke-4 sejak orang yang bersangkutan meninggal,

belatung yang menetas dari telur tersebut biasanya sudah mulai terlihat pada

mayat. Keberadaaan belatung pada mayat itulah yang diperiksa untuk

mendapatkan gambaran mengenai waktu kematian korban. Perlu diperhatikan

juga bahwa tiap-tiap spesies lalat memiliki karakteristik pertumbuhannya

sendiri-sendiri.

Selain melihat ada tidaknya lalat beserta fase-fase metamorfosisnya pada

mayat, pengukuran panjang dan berat pada belatung juga dilakukan untuk

mengetahui usia pertumbuhan belatung. Sisa kulit kepompong juga dilihat

untuk mengetahui belatung mana yang muncul paling awal pada mayat. Hasil

pengamatan dan pengukuran belatung tersebut lalu dikombinasikan dengan

penyelidikan mengenai keadaan lokasi tempat meninggal, kondisi fisik mayat,

cuaca di lokasi kejadian, dan spesies-spesies serangga yang umum ditemukan

di sekitar tempat kejadian perkara sehingga waktu dan proses kematian orang

yang bersangkutan bisa diketahui.

Selain memakai metode pengukuran dan pengamatan secara manual, ada

beberapa metode modern yang digunakan untuk membantu keperluan

penyelidikan dalam entomologi forensik. Metode-metode tersebut antara lain

pengamatan memakai mikroskop elektron, pemindaian mayat dengan kamera

bersensor panas, perendaman telur lalat dalam larutan potasium permanganat,

dan uji DNA mitokondria untuk mengetahui asal spesies dari lalat. Adapun
7

untuk keperluan pembelajaran dan simulasi mengenai entomologi forensik,

orang kerap menggunakan bangkai babi sebagai pengganti mayat manusia.

2.2 Siklus Kehidupan Lalat


Lalat binatang kecil sebagai penular secara mekanik berbagai penyakit

yang banyak kita jumpai termasuk dalam Ordo Diptera Sub Ordo

Cyclorrhapha yang anggotanya terdiri lebih dari 116.000 spesies diseluruh

dunia. Binatang ini berkembang biak pada habitat diluar hunian manusia yang

telah membusuk, penuh dengan bakteri dan organisme yang lainnya, seperti

vegetasi yang membusuk, kotoran hewan, sampah dan sejenisnya. Sumber

makanan lalat sangat bervariasi, mulai dari kotoran hewan atau manusia,

makanan manusia dan sebagai parasit di dalam atau di luar tubuh hewan

Melimpahnya populasi lalat dapat mengganggu ketentraman manusia dan

hewan Karena peranannya yang dapat menularkan berbagai jenis penyakit yaitu

disentri, kolera, tipus dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi

lingkungan yang buruk. Berbagai jenis famili yang penting antara lain

Muscidae (berbagai jenis lalat rumah, lalat kendang, lalat tanduk),

Calliphoridae (berbagai jenis lalat hijau), dan Sarcophagidae (berbagai jenis

lalat daging).

Struktur tubuh lalat umumnya berukuran kecil, sedang, sampai tergolong

besar. Lalat mempunyai mata majemuk, sepasang antena, sepasang sayap

dibagian depan dan sayap bagian belakang modifikasi menjadi halter yang
8

berfungsi sebagai sebagai alat keseimbangan bagian belakang. Bagian mulut

lalat bisa untuk menghisap dan menusuk atau untuk menjilat dan menyerap.

Biasanya bentuk tubuh lalat betina lebih besar dari pada lalat jantan.

Lalat adalah serangga yang paling umum diasosiasikan dengan

pembusukan. Lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orifisium tubuh

atau pada luka terbuka. Kecenderungan ini kemudian akan mengakibatkan

berubahnya bentuk luka atau bahkan hancurnya daerah di sekitar luka. Telur

lalat umunya terdeposit pada mayat segera setelah kematian pada siang hari.

Bila mayat tidak dipindahkan dan hanya telur yang ditemukan pada mayat,

maka dapat diasumsikan bahwa waktu kematian berkisar antara satu sampai dua

hari. Angka ini sedikit bervariasi, tergantung pada suhu, kelembaban dan

spesies lalat. Setelah menetas, larva berkembang lebih besar hingga akhirnya

mencapai tahap pupa. Tahap ini dapat memakan waktu 6 sampai 10 hari pada

kondisi tropis biasa. Lalat dewasa keluar dari pupa setelah 12 sampai 18 hari.

Perlu diperhatikan bahwa banyak variabel yang mempengaruhi perkembangan

serangga, oleh karenanya opini penulis adalah suatu usaha memperkirakan saat

kematian dengan menggunakan metode dari entomologi, harus dibantu oleh

seorang ahli entomologi medik

Lalat akan tertarik pada jasad tubuh segera setelah kematian. Lalat yang

pertama kali tertarik dengan jasad umumnya adalah blow flies (berukuran

besar, agak metalik, sering kali terlihat dekat makanan atau tempat sampah),
9

akan tetapi pada beberapa bagian dari dunia lalat flesh flies yang terlebih

dahulu tertarik dengan jasad. Blow flies tergolong pada famili Calliphoridae,

ordo Diptera. Pada tahun 1958, ditemukan 13 spesies dari

Calliphoridae dan Sarcophagidae yang ditemukan pada mayat di Washington.

Penelitian ini menjadi dasar yang digunakan untuk memperkirakan usia

belatung yang didapat pada mayat. Belakangan ini, para peneliti mulai

mengulang dan memperbaiki penelitian tentang siklus perkembangan dan

ukuran belatung yang dipengaruhi oleh suhu. Data yang paling banyak

ditemukan dalam forensik adalah spesies diptera. Serangga merupakan hewan

berdarah dingin, sehingga temperatur tubuhnya dipengaruhi oleh suhu

sekitar lingkungan. Ketika suhu lingkungan meningkat, laju

pertumbuhan serangga lebih cepat, sedangkan ketika suhu lingkungan

menurun, laju pertumbuhan serangga menjadi lebih lambat.

2.3 Pembusukan

Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein

akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama clostridium welchii.

Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya mikroorganisme dan enzim

proteolitik.

Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam

keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim

intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan


10

mengalami proses autilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak

memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih

cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh

mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi

dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi.

2.4 Waktu Kematian


Penurunan suhu tubuh terjadi setelah kematian, hal ini merupakan proses

fisiologis dimana terjadi perpindahan panas lingkungan dari mayat melalui

konduksi, konveksi, evaporasi dan radiasi. Penurunannya bersifat sigmoid.

Dalam menentukan waktu kematian, kita harus mengetahui tanda-tanda

kematian seseorang. Tanda kematian dalam medis dikenal ada 2 macam: yaitu

tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti. Tanda kematian pasti

meliputi lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu

tubuh (algor mortis), pembusukan (decomposisi, putrefaction), adiposera dan

mummifikasi.

2.4.1 Tanda-Tanda Kematian

Setelah beberapa waktu timbullah perubahan pascamati sehingga diagnosa

kematian menjadi lebih pasti, berikut adalah contoh tanda-tanda kematian yang

pasti:
11

1. Livor Mortis

Livor mortis (post-mortem hypostasis, kebiruan) adalah perubahan warna

pada tubuh setelah kematian akibat pengendapan darah sesuai gaya gravitasi

yang tidak lagi dipompa melalui tubuh oleh jantung. Lebam mayat

terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan

tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed di

mana pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen saling

berhubungan.

2. Rigor Mortis

Rigor mortis atau lebih dikenal kaku mayat adalah salah satu tanda

fisik kematian, dimana kekakuan terjadi secara bertahap hingga 24 jam

setelah pasca kematian. Rigor Mortis terjadi akibat hilangnya ATP dari

otot-otot tubuh manusia. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin

dan miosin pada otot sehingga otot dapat berelaksasi, dan hanya akan

beregenerasi bila proses metabolisme terjadi, sehingga bila seseorang

mengalami kematian, proses metabolismenya akan berhenti dan suplai ATP

tidak agan terbentuk, sehingga tubuh perlahan-lahan akan menjadi kaku

seiring menipisnya jumlah ATP pada otot.

3. Algor Mortis
12

Adalah perubahan suhu badan, sehingga suhu badan menjadi kurang

lebih sama dengan suhu sekitarnya. Algor mortis merupakan salah satu

perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada

fase lanjut post mortem. Perubahan ini terjadi karena metabolisme yang

terhenti.

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Suhu Pada Mayat

1) Faktor Internal

1. Suhu Tubuh saat Kematian

Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati

dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan

mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan,

pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.

2. Keadaan Tubuh mayat

Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih

cepat.

2) Faktor Eksternal

1. Suhu Medium

Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka

semakin cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang

ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.

2. Keadaan udara di sekitarnya


13

Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar.

Hal ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang

baik. Selain itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu

tubuh mayat

3. Jenis medium

Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab

air merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap

banyak panas dari tubuh mayat.

4. Pakaian mayat

Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat

semakin cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan

suhu medium atau lingkungan lebih mudah.

Menentukan lama kematian adalah hal yang sangat penting, baik kriminal

ataupun tidak. Pada semua kasus kematian, merupakan hal yang penting

bagi keluarga korban untuk mengetahui kapan korban meninggal. Menentukan

waktu kematian juga diperlukan untuk mengetahui lama dari suatu penipuan

dilakukan. Sebagai contoh seseorang mengaku adalah satu-satunya orang

yang menjaga kedua kakaknya yang sudah berumur dan orang tersebut

menerima tunjangan pensiun untuk dirinya dan kedua kakaknya. Ketika orang

tersebut akhirnya meninggal, ditemukan bahwa sebenarnya kedua kakaknya

sudah lebih dahulu meninggal dan dimumifikasi. Dengan menentukan lama


14

kematian maka dapat dihitung besar dan lama penipuan yang

dilakukan oleh orang tersebut

2.5 Metode Dalam Penentuan Perkiraan Waktu Kematian

Memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan satu metode

saja, gabungan dari dua atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan

yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil, berikut adalah contoh

dari metode yang digunakan untuk menentukan perkiraan waktu kematian:

2.5.1 Memperkirakan Pertumbuhan Larva Diptera

Metode yang pertama dengan memperkirakan pertumbuhan dari larva

diptera yang merupakan awal dari lalat (blow flies). Tekhnik ini dimulai sejak

dari ditaruhnya telur lalat hingga lalat yang pertama muncul dari

pupa dan meninggalkan jasad, sehingga sangat berguna dalam hitungan

jam hingga berminggu-minggu setelah kematian

2.5.2 Prediksi Kolonisasi Di Mayat

Metode yang kedua adalah dengan berdasarkan prediksi, yaitu banyaknya

kolonisasi pada tubuh oleh serangga. Hal ini dapat digunakan sejak beberapa

minggu setelah kematian hingga yang tersisa hanya tulang-tulang. Metode ini

tergantung pada umur dari sisa jasad dan jenis serangga yang ada.
15

Anda mungkin juga menyukai