Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan ekosistem adalah suatu sistem di alam dimana di dalamnya terjadi
hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme lainnya, serta kondisi
lingkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung pada ukuran, tetapi lebih
ditekankan kepada kelengkapan komponennya. Ekosistem lengkap terdiri atas
komponen abiotik dan biotik (Waluyo, 2013).
Berdasarkan sistem energinya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem
tertutup dan ekosistem terbuka. Sedangkan berdasarkan habitatnya, ekosistem
dibedakan menjadi ekosistem daratan (hutan, padang rumput, semak belukar,
ekosistem tegalan) dan ekosistem perairan (tawar, payau, asin).
Satuan makhluk hidup dari ekosistem ini dapat berupa individu, kemudian
populasi yang di mana individu merupakan bentuk makhluk tunggal dan populasi
merupakan kumpulan dari para makhluk tunggal atau individu tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk :
1. Mengamati dan mengidentifikasi komponen biotik dan abiotik pada
beberapa ekosistem terrestrial
2. Mengetahui cara penggunaan alat-alat pengukur komponen abiotik dan
biotik pada beberapa ekosistem terrestrial
3. Mengenal perbedaan dan kesamaan berbagai keadaan ekosistem terestrial

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman hayati merupakan variasi atau perbedaan bentuk-bentuk
makhluk hidup, meliputi perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme,
materi genetik yang di kandungnya, serta bentuk-bentuk ekosistem tempat hidup
suatu makhluk hidup. Apabila mendengar kata “keanekaragaman”, mungkin akan
terbayang kumpulan benda yang bermacam-macam, baik ukuran, warna, bentuk,
tekstur, dan sebagainya. Bayangan tersebut memang tidak salah. Kata
keanekaragaman memang untuk menggambarkan keadaan bermacam-macam
suatu benda, yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal, ukuran,
bentuk, tekstur, ataupun jumlah (Ridhwan, 2012).
Sedangkan kata “hayati” menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi
keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup
(organisme) penghuni biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga
“biodiversitas”. Keanekaragaman atau keberagaman dari mahkluh hidup dapat
terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur,
penampilan, dan sifat-sifat lainnya (Susilawati, 2016).

2.2 Ekologi
Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan logos = ilmu),
sehingga secara harfiah bisa diartikan sebagai kajian organisme hidup dalam
rumahnya. Secara lebih formal ekologi didefinisikan sebagai kajian yang
mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan
lingkungan fisik dan biotik secara menyeluruh. Jadi dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa ekologi itu adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik) (Hasmar,
2003).
Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi
merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan hipotesis

5
deduktif, yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji
penjelasan hipotesis dari fenomena-fenomena ekologis (Campbell, 2000).
Ekologi mempunyai tingkatan pengkajian yaitu unsur biotik dan abiotik.
Lingkungan meliputi komponen abiotik seperti suhu, udara, cahaya, dan nutrient.
Yang juga penting pengaruhnya kepada organisme adalah komponen biotik yakni
semua organisme lain yang merupakan bagian dari lingkungan suatu individu
(Campbell, 2000).
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari
berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti: kimia, fisika, geologi, dan klimatologi
untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di
antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama
guna meningkatkan produktivitas (Hasmar, 2009).

2.3 Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen-
komponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi, dan
produktivitas (Sativani, 2010).
Satuan makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau
komunitas. Individu adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci, seekor
serigala, atau individu yang lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu spesies) pada
tempat tertentu akan membentuk populasi. Contoh: di padang tumput hidup
sekelompok kelinci dan sekelompok serigala. Jumlah anggota populasi dapat
mengalami perubahan karena kelahiran, kematian, dan migrasi (emigrasi dan
imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup
di suatu daerah tertentu dan di antara satu sama lain saling berinteraksi. Contoh: di
suatu padang rumput terjadi saling interaksi antar populasi rumput, populasi
kelinci, dan populasi serigala. Setiap individu, populasi, dan komunitas
menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat (Andri, 2011).
Di dalam ekosistem, organisme yang ada selalu berinteraksi secara timbal
balik dengan lingkungannya. Interaksi timbal balik ini membentuk suatu sistem
yang kemudian kita kenal sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Dengan kata lain

6
ekosistem merupakan suatu satuan fungsional dasar yang menyangkut proses
interaksi organisme hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud
dapat berupa lingkungan biotik (makhluk hidup) maupun abiotik (non makhluk
hidup). Sebagai suatu sistem, di dalam suatu ekosistem selalu dijumpai proses
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, antara lain dapat berupa
adanya aliran energi, rantai makanan, siklus biogeokimiawi, perkembangan, dan
pengendalian (Sativani, 2010).
Ekosistem juga dapat didefinisikan sebagai suatu satuan lingkungan yang
melibatkan unsur-unsur biotik (jenis-jenis makhluk) dan faktor-faktor fisik (iklim,
air, dan tanah) serta kimia (keasaman dan salinitas) yang saling berinteraksi satu
sama lainnya. Gatra yang dapat digunakan sebagai ciri keseutuhan ekosistem
adalah energetika (taraf trofi atau makanan, produsen, konsumen, dan redusen),
pendauran hara (peran pelaksana taraf trofi), dan produktivitas (hasil keseluruhan
sistem). Jika dilihat komponen biotanya, jenis yang dapat hidup dalam ekosistem
ditentukan oleh hubungannya dengan jenis lain yang tinggal dalam ekosistem
tersebut. Selain itu keberadaannya ditentukan juga oleh keseluruhan jenis dan
faktor-faktor fisik serta kimia yang menyusun ekosistem tersebut. Berbagai
konsep ekosistem pada dasarnya sudah mulai dirintis oleh beberapa pakar ekologi
(Hasmar, 2009).

2.4 Macam-Macam Ekosistem


Berdasarkan proses terbentuknya, ekosistem ada dua macam, yaitu ekosistem
alami dan ekosistem buatan. Ekosistem alami adalah ekosistem yang terbentuk
secara alami, tanpa adanya camur tangan manusia. Ekosistem alami dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem
buatan adalah ekosistem yang sengaja dibuat manusia. Contohnya adalah
ekosistem waduk, kolam, akuarium, kebun, dan ekosistem sawah. Ekosistem
alami dan ekosistem buatan dibentuk oleh dua komponen, yaitu komponen biotik
dan komponen abiotic (Saktiyono, 2004)
Ekosistem darat yang mencakup daerah yang luas disebut bioma. Dapat
dikatakan bahwa bioma terdiri dari beberapa ekosistem. Semua ekosistem yang

7
ada di bumi beserta atmosfer yang melingkupinya saling berinteraksi membentuk
biosfer atau ekosistem dunia. (Saktiyono, 2004)

2.5 Struktur Ekosistem


Menurut Saktiyono (2004), bila kita memasuki suatu ekosistem, baik
ekosistem daratan maupun perairan, akan dijumpai adanya dua macam organisme
hidup yang merupakan komponen biotik ekosistem. Kedua macam komponen
biotik tersebut adalah (a) autotrofik dan (b) heterotrofik.
a. autotrofik, terdiri atas organisme yang mampu menghasilkan (energi)
makanan dari bahan-bahan anorganik dengan proses fotosintesis ataupun
kemosintesis. Organisme ini tergolong mampu memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri. Organisme ini sering disebut produsen.
b. heterotrofik, terdiri atas organisme yang menggunakan, mengubah atau
memecah bahan organik kompleks yang telah ada yang dihasilkan oleh
komponen autotrofik. Organisme ini termasuk golongan konsumen, baik
makrokonsumen maupun mikrokonsumen.

Secara struktural ekosistem mempunyai enam komponen sebagai berikut:


1. Bahan anorganik yang meliputi C, N, CO2 , H2O, dan lain-lain. Bahan-
bahan ini akan mengalami daur ulang.
2. Bahan organik yang meliputi karbohidrat, lemak, protein, bahan humus,
dan lain-lain. Bahan-bahan organik ini merupakan penghubung antara
komponen biotik dan abiotik.
3. Kondisi iklim yang meliputi faktor-faktor iklim, misalnya angin, curah
hujan, dan suhu.
4. Produsen adalah organisme-organisme autotrof, terutama tumbuhan
berhijau daun (berklorofil). Organisme-organisme ini mampu hidup hanya
dengan bahan anorganik, karena mampu menghasilkan energi makanan
sendiri, misalnya dengan fotosistesis. Selain tumbuhan berklorofil, juga
ada bakteri kemosintetik yang mampu menghasilkan energi kimia melalui
reaksi kimia. Tetapi peranan bakteri kemosintetik ini tidak begitu besar
jika dibandingkan dengan tumbuhan fotosintetik.

8
5. Makrokonsumen adalah organisme heterotrof, terutama hewan-hewan
seperti kambing, ular, serangga, dan udang. Organisme ini hidupnya
tergantung pada organisme lain, dan hidup dengan memakan materi
organik.
6. Mikrokonsumen adalah organisme-organisme heterotrof, saprotrof, dan
osmotrof, terutama bakteri dan fungi. Mereka inilah yang memecah materi
organik yang berupa sampah dan bangkai, menguraikannya sehingga
terurai menjadi unsur-unsurnya (bahan anorganik). Kelompok ini juga
disebut sebagai organisme pengurai atau dekomposer.

Komponen-komponen 1, 2, dan 3, merupakan komponen abiotik/ nonbiotik,


atau komponen yang tidak hidup, sedangkan komponen-komponen 4, 5, 6,
merupakan komponen yang hidup atau komponen biotik.
a. Komponen biotik ekosistem terdiri dari semua makhluk hidup yang berada
dalam suatu ekosistem, misalnya manusia, hewan, tumbuhan, dan
mikroorganisme. Berdasarkan peranannya dalam ekosistem, komponen-
komponen biotik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produsen
(penghasil), konsumen (pemakai), dan decomposer (pengurai). (Saktiyono,
2004)
b. Komponen abiotik ekosistem terdiri dari semua benda tak hidup yang ada
di sekitar makhluk hidup. Misalnya, air, tanah, udara, cahaya matahari,
suhu, dan kelembapan (Saktiyono, 2004). Seperti misalnya, hubungan
temperatur dan kelembaban udara sangat berkaitan, sehingga bila
suhu/temperatur udara berubah, maka kelembaban udara pun turut
berubah. Semakin sedikit volume air pada tanah dapat menyebabkan suhu
udara meningkat. Hal ini dikarenakan kandungan air dalam tanah dan di
udara tidak dapat mempertahankan suhu dan kelembaban. Oleh karena itu,
penambahan volume air sangat erat hubungannya dengan ketersediaan air
dalam tanah (Bambang S.A. & Arief,R., 2010).

9
Pada umumnya komponen abiotik merupakan pengendali organisme dalam
melaksanakan peranannya di dalam ekosistem. Bahan-bahan anorganik sangat
diperlukan oleh produsen untuk hidupnya. Bahan-bahan ini juga merupakan
penyusun dari tubuh organisme, demikian juga bahan organik. Bahan organik
sangat diperlukan oleh konsumen (makro maupun mikrokonsumen) sebagai
sumber makanan. Produsen dengan proses fotosintesis adalah merupakan
komponen penghasil energi kimia atau makanan. Merekalah yang menghasilkan
energi makanan yang nantinya juga digunakan oleh konsumen. Kemudian
komponen mikrokonsumen atau pengurai bertanggung jawab untuk
mengembalikan berbagai unsur kimia ke alam (tanah), sehingga nantinya dapat
digunakan oleh produsen dan keberadaan ekosistem akan terjamin. Bilamana
peran setiap komponen tersebut tidak dapat berjalan, kelangsungan ekosistem
akan terancam. Demikian pula apabila peran tersebut berjalan pada kecepatan
yang tidak semestinya, misalnya tersendat-sendat, keseimbangan di dalam
ekosistem akan mudah terganggu (Saktiyono, 2004).

10
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Pratikum “Analisis Ekosistem” ini dilaksanakan pada Hari Jum’at, 08
November 2019. Bertempat di Asrama Nur, Jl.Komplek Untirta Permai.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang dibutuhkan pada praktikum ini yaitu thermometer (pengukur
suhu), hygrometer (pengukur kelembapan udara), lux meter (pengukur intensitas
cahaya), dan meteran. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain indikator
universal, dan tali raffia.

3.3 Langkah Kerja


Kegiatan dimulai dengan penyiapan atau pencarian lahan untuk pengamatan.
Disiapkan tali raffia untuk membuat stasiun pengamatan di ekosistem ternaungi
dan tidak ternaungi (ukuran 1 x 1 meter). Kemudian dilakukan pengamatan
lingkungan biotik (organisme yang ada), dan abiotik (air, tanah, udara) pada
stasiun pengamatan yang dibuat

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Komponen Biotik dan Abiotik
Komponen
No Ekosistem
Biotik Abiotik
Tidak
1. Daun, ranting, semut, lalat Tanah, udara, batu
Ternaungi
Rumput, nyamuk, semut, lumut,
2. Ternaungi Tanah, udara, batu
laba-laba, tumbuhan, kumbang

Tabel 2. Hasil Pengukuran Komponen Abiotik Pada Dua Ekosistem


No Alat Ekosistem Waktu Hasil
Tidak Ternaungi 07.33 7287 Cd
1. Lux Meter
Ternaungi 07.33 95 Cd
Tidak Ternaungi 07.30 35,3ºC
2. Termometer
Ternaungi 07.30 24,4 ºC
Tidak Ternaungi 07.36 10%
3. Hygrometer
Ternaungi 07.36 88%
pH Tanah : 6
Tidak Ternaungi 07.30
pH air : 7
4. Indikator Universal
pH Tanah : 6
Ternaungi 07.30
pH Air : 7

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu tentang analisis ekosistem. Praktikum ekosistem
dilakukan dengan mengamati ekosistem secara langsung. Ekosistem yang diamati
adalah ekosistem darat atau terestrial.
Ekosistem adalah ruang lingkup alam dimana suatu lingkungan memiliki
hubungan erat dengan makhluk hidup di dalamnya. Sebagaimana pendapat
Sativani (2010), yang menyatakan ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan antara komponen-komponen tersebut terjadi pengambilan dan
perpindahan energi, daur materi, dan produktivitas.

12
Berdasarkan praktikum kali ini, dilakukan suatu analisis terhadap dua sampel
ekosistem terestrial. Dua sampel tersebut terdapat ekosistem terestrial yang
terlindungi sinar matahari dan yang lainnya tidak terlindungi. Pertama-tama
dilakukan suatu pengukuran terhadap lahan yang diamati. Kemudian dilakukan
suatu pengamatan terhadap komponen biotik serta abiotik pada kedua ekosistem
tersebut. Selanjutnya dilakukan suatu pengukuran terhadap empat variabel,
diantaranya yaitu pengukuran suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya, juga
kadar pH tanah dan air.
Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa komponen biotik pada ekosistem
ternaungi memiliki jumlah lebih banyak dari pada ekosistem tidak ternaungi.
Komponen-komponen tersebut diantaranya rumput, lumut, dan tumbuhan
berperan sebagai produsen. Sedangkan nyamuk, semut, laba-laba, dan kumbang
berperan sebagai konsumen tingkat 1 pada ekosistem tesebut. Sebagaimana yang
diungkapkan Saktiyono (2004), komponen-komponen biotik dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produsen (penghasil), konsumen (pemakai),
dan dekomposer (pengurai).
Berdasarkan tabel 2, dilakukan suatu pengukuran terhadap komponen abiotik
yang terdapat dalam dua ekosistem terestrial. Pengukuran pertama dilakukan
terhadap variabel suhu dengan menggunakan termometer yang diarahkan ke
tanah. Data antara ekosistem ternaungi dan tidak ternaungi terdapat perbedaan.
Diketahui bahwa suhu yang diukur pada ekosistem yang ternaungi memiliki kadar
lebih rendah dari pada ekosistem yang tidak ternaungi. Hal tersebut disebabkan
karena populasi pohon yang terdapat pada ekosistem ternaungi lebih banyak
jumlahnya.
Pengukuran kedua dilakukan terhadap variabel kelembapan udara dengan
menggunakan hygrometer yang diarahkan ke udara bebas. Diketahui bahwa kadar
kelembapan udara pada ekosistem yang ternaungi memiliki nilai lebih besar dari
pada ekosistem yang tidak ternaungi. Hal tersebut disebabkan karena konsentrasi
air pada udara dalam ekosistem ternaungi memiliki tingkat lebih tinggi, dan
menyebabkan suhu disekitar ekosistem lebih lembap dan dingin. Sebaliknya,
kelembapan udara pada ekosistem yang tidak ternaungi memiliki kadar
konsentrasi air yang rendah pada udaranya. Sehingga menyebabkan ekosistem

13
tersebut lebih kering dengan tingkat suhu yang lebih panas. Seperti menurut
Bambang S.A. & Arief,R (2010), hubungan temperatur dan kelembaban udara
sangat berkaitan, sehingga bila suhu/temperatur udara berubah, maka kelembaban
udara pun turut berubah. Semakin sedikit volume air pada tanah dapat
menyebabkan suhu udara meningkat. Hal ini dikarenakan kandungan air dalam
tanah dan di udara tidak dapat mempertahankan suhu dan kelembaban.
Pengukuran ketiga dilakukan terhadap variabel intensitas cahaya dengan
menggunakan lux meter yang diarahkan ke udara bebas. Diketahui bahwa kadar
intensitas cahaya pada ekosistem tidak ternaungi jauh lebih besar dari pada
ekosistem ternaungi. Faktor yang paling menentukan adalah sedikitnya populasi
pohon yang tumbuh pada ekosistem tersebut, sehingga cahaya matahari bisa
dengan mudah menyinari ekosistem tersebut. Sebaliknya, intensitas cahaya pada
ekosistem ternaungi memiliki kadar lebih rendah dikarenakan cahaya matahari
yang masuk terhalang oleh populasi pohon yang tumbuh.
Pengukuran terakhir dilakukan terhadap variabel kadar pH dengan
menggunakan indikator universal yang dicelupkan dalam dua gelas yang berisi air
biasa dan air kotor. Diketahui bahwa air kotor karena dicampur dengan tanah
memiliki kadar pH lebih rendah dari pada kadar pH pada air biasa. Hal tersebut
menunujukkan bahwa air kotor memiliki pH satu tingkat lebih asam dari pada air
biasa.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum diatas yaitu ekosistem
merupakan luasan daerah yang didalamnya terdapat komponen biotik dan abiotik
dimana antara kedua komponen tersebut saling terjadi keterkaitan. Komponen
biotik adalah makhluk hidup yang ada di dalam sebuah ekosistem yang meliputi
tumbuhan, hewan bahkan manusia. Sedangkan komponen abiotik adalah benda
mati yang menunjang keberadaan ekosistem. Komponen biotik meliputi
tumbuhan dan hewan. Didalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen
dan hewan sebagai konsumen (II, III, IV dan seterusnya). Komponen abiotik
meliputi tanah, udara, suhu, kecepatan angina, air, kelembaban, dan intensitas
cahaya. Sebagaimana pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
komponen abiotik sangat berperan terhadap komponen biotik dalam suatu
ekosistem. Hal tersebut dikarenakan banyaknya komponen biotik dalam suatu
ekosistem dipengaruhi oleh sesuai atau tidaknya kondisi lingkungan di dalamnya.

5.2 Saran
Saran untuk setiap praktikum adalah lebih berusaha lagi untuk meningkatkan
ketelitian dalam setiap praktikum atau pengamatan, baik bagi seorang praktikan
maupun pihak lainnya. Teruntuk permasalah sarana dan prasarana, semoga pihak
yang berkewajiban menjadi lebih memerhatikan segala bentuk penunjang
akademik bagi setiap insan yang berkemauan kuat dalam menuntut ilmu.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andri. 2011. Laporan Tetap Ekologi Pertanian. Jakarta : Erlangga.


Bambang S.A. & Arief,R. 2010. Jurnal Institut Teknologi Sepuluh November.
AN27 - Weather Station I (Temperature & Humidity), Vol.1, No.2.
Hasmar, R. 2003. Seri Diktat Kuliah Ekologi Tumbuhan. Jakarta : Fakultas
Biologi Universitas Nasional.
Hasmar, R. 2009. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Jakarta : Fakultas
Biologi Universitas Nasional.
Rhidwan, M. 2012. Jurnal Tingkat Keanekaragaman Hayati Dan Pemanfaatannya
Vol. 1 No. 1. ISSN: 2302-416X
Saktiyono. 2004. IPA BIOLOGI Jilid 1 : ESIS
Waluyo, J. 2013. Petunjuk Praktikum Biologi Umum. Jember : Jember University
Press

16
4

Anda mungkin juga menyukai