PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk :
1. Mengamati dan mengidentifikasi komponen biotik dan abiotik pada
beberapa ekosistem terrestrial
2. Mengetahui cara penggunaan alat-alat pengukur komponen abiotik dan
biotik pada beberapa ekosistem terrestrial
3. Mengenal perbedaan dan kesamaan berbagai keadaan ekosistem terestrial
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Ekologi
Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan logos = ilmu),
sehingga secara harfiah bisa diartikan sebagai kajian organisme hidup dalam
rumahnya. Secara lebih formal ekologi didefinisikan sebagai kajian yang
mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan
lingkungan fisik dan biotik secara menyeluruh. Jadi dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa ekologi itu adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik) (Hasmar,
2003).
Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi
merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan hipotesis
5
deduktif, yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji
penjelasan hipotesis dari fenomena-fenomena ekologis (Campbell, 2000).
Ekologi mempunyai tingkatan pengkajian yaitu unsur biotik dan abiotik.
Lingkungan meliputi komponen abiotik seperti suhu, udara, cahaya, dan nutrient.
Yang juga penting pengaruhnya kepada organisme adalah komponen biotik yakni
semua organisme lain yang merupakan bagian dari lingkungan suatu individu
(Campbell, 2000).
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari
berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti: kimia, fisika, geologi, dan klimatologi
untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di
antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama
guna meningkatkan produktivitas (Hasmar, 2009).
2.3 Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen-
komponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi, dan
produktivitas (Sativani, 2010).
Satuan makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau
komunitas. Individu adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci, seekor
serigala, atau individu yang lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu spesies) pada
tempat tertentu akan membentuk populasi. Contoh: di padang tumput hidup
sekelompok kelinci dan sekelompok serigala. Jumlah anggota populasi dapat
mengalami perubahan karena kelahiran, kematian, dan migrasi (emigrasi dan
imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup
di suatu daerah tertentu dan di antara satu sama lain saling berinteraksi. Contoh: di
suatu padang rumput terjadi saling interaksi antar populasi rumput, populasi
kelinci, dan populasi serigala. Setiap individu, populasi, dan komunitas
menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat (Andri, 2011).
Di dalam ekosistem, organisme yang ada selalu berinteraksi secara timbal
balik dengan lingkungannya. Interaksi timbal balik ini membentuk suatu sistem
yang kemudian kita kenal sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Dengan kata lain
6
ekosistem merupakan suatu satuan fungsional dasar yang menyangkut proses
interaksi organisme hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud
dapat berupa lingkungan biotik (makhluk hidup) maupun abiotik (non makhluk
hidup). Sebagai suatu sistem, di dalam suatu ekosistem selalu dijumpai proses
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, antara lain dapat berupa
adanya aliran energi, rantai makanan, siklus biogeokimiawi, perkembangan, dan
pengendalian (Sativani, 2010).
Ekosistem juga dapat didefinisikan sebagai suatu satuan lingkungan yang
melibatkan unsur-unsur biotik (jenis-jenis makhluk) dan faktor-faktor fisik (iklim,
air, dan tanah) serta kimia (keasaman dan salinitas) yang saling berinteraksi satu
sama lainnya. Gatra yang dapat digunakan sebagai ciri keseutuhan ekosistem
adalah energetika (taraf trofi atau makanan, produsen, konsumen, dan redusen),
pendauran hara (peran pelaksana taraf trofi), dan produktivitas (hasil keseluruhan
sistem). Jika dilihat komponen biotanya, jenis yang dapat hidup dalam ekosistem
ditentukan oleh hubungannya dengan jenis lain yang tinggal dalam ekosistem
tersebut. Selain itu keberadaannya ditentukan juga oleh keseluruhan jenis dan
faktor-faktor fisik serta kimia yang menyusun ekosistem tersebut. Berbagai
konsep ekosistem pada dasarnya sudah mulai dirintis oleh beberapa pakar ekologi
(Hasmar, 2009).
7
ada di bumi beserta atmosfer yang melingkupinya saling berinteraksi membentuk
biosfer atau ekosistem dunia. (Saktiyono, 2004)
8
5. Makrokonsumen adalah organisme heterotrof, terutama hewan-hewan
seperti kambing, ular, serangga, dan udang. Organisme ini hidupnya
tergantung pada organisme lain, dan hidup dengan memakan materi
organik.
6. Mikrokonsumen adalah organisme-organisme heterotrof, saprotrof, dan
osmotrof, terutama bakteri dan fungi. Mereka inilah yang memecah materi
organik yang berupa sampah dan bangkai, menguraikannya sehingga
terurai menjadi unsur-unsurnya (bahan anorganik). Kelompok ini juga
disebut sebagai organisme pengurai atau dekomposer.
9
Pada umumnya komponen abiotik merupakan pengendali organisme dalam
melaksanakan peranannya di dalam ekosistem. Bahan-bahan anorganik sangat
diperlukan oleh produsen untuk hidupnya. Bahan-bahan ini juga merupakan
penyusun dari tubuh organisme, demikian juga bahan organik. Bahan organik
sangat diperlukan oleh konsumen (makro maupun mikrokonsumen) sebagai
sumber makanan. Produsen dengan proses fotosintesis adalah merupakan
komponen penghasil energi kimia atau makanan. Merekalah yang menghasilkan
energi makanan yang nantinya juga digunakan oleh konsumen. Kemudian
komponen mikrokonsumen atau pengurai bertanggung jawab untuk
mengembalikan berbagai unsur kimia ke alam (tanah), sehingga nantinya dapat
digunakan oleh produsen dan keberadaan ekosistem akan terjamin. Bilamana
peran setiap komponen tersebut tidak dapat berjalan, kelangsungan ekosistem
akan terancam. Demikian pula apabila peran tersebut berjalan pada kecepatan
yang tidak semestinya, misalnya tersendat-sendat, keseimbangan di dalam
ekosistem akan mudah terganggu (Saktiyono, 2004).
10
BAB III
METODOLOGI
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Komponen Biotik dan Abiotik
Komponen
No Ekosistem
Biotik Abiotik
Tidak
1. Daun, ranting, semut, lalat Tanah, udara, batu
Ternaungi
Rumput, nyamuk, semut, lumut,
2. Ternaungi Tanah, udara, batu
laba-laba, tumbuhan, kumbang
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu tentang analisis ekosistem. Praktikum ekosistem
dilakukan dengan mengamati ekosistem secara langsung. Ekosistem yang diamati
adalah ekosistem darat atau terestrial.
Ekosistem adalah ruang lingkup alam dimana suatu lingkungan memiliki
hubungan erat dengan makhluk hidup di dalamnya. Sebagaimana pendapat
Sativani (2010), yang menyatakan ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan antara komponen-komponen tersebut terjadi pengambilan dan
perpindahan energi, daur materi, dan produktivitas.
12
Berdasarkan praktikum kali ini, dilakukan suatu analisis terhadap dua sampel
ekosistem terestrial. Dua sampel tersebut terdapat ekosistem terestrial yang
terlindungi sinar matahari dan yang lainnya tidak terlindungi. Pertama-tama
dilakukan suatu pengukuran terhadap lahan yang diamati. Kemudian dilakukan
suatu pengamatan terhadap komponen biotik serta abiotik pada kedua ekosistem
tersebut. Selanjutnya dilakukan suatu pengukuran terhadap empat variabel,
diantaranya yaitu pengukuran suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya, juga
kadar pH tanah dan air.
Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa komponen biotik pada ekosistem
ternaungi memiliki jumlah lebih banyak dari pada ekosistem tidak ternaungi.
Komponen-komponen tersebut diantaranya rumput, lumut, dan tumbuhan
berperan sebagai produsen. Sedangkan nyamuk, semut, laba-laba, dan kumbang
berperan sebagai konsumen tingkat 1 pada ekosistem tesebut. Sebagaimana yang
diungkapkan Saktiyono (2004), komponen-komponen biotik dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produsen (penghasil), konsumen (pemakai),
dan dekomposer (pengurai).
Berdasarkan tabel 2, dilakukan suatu pengukuran terhadap komponen abiotik
yang terdapat dalam dua ekosistem terestrial. Pengukuran pertama dilakukan
terhadap variabel suhu dengan menggunakan termometer yang diarahkan ke
tanah. Data antara ekosistem ternaungi dan tidak ternaungi terdapat perbedaan.
Diketahui bahwa suhu yang diukur pada ekosistem yang ternaungi memiliki kadar
lebih rendah dari pada ekosistem yang tidak ternaungi. Hal tersebut disebabkan
karena populasi pohon yang terdapat pada ekosistem ternaungi lebih banyak
jumlahnya.
Pengukuran kedua dilakukan terhadap variabel kelembapan udara dengan
menggunakan hygrometer yang diarahkan ke udara bebas. Diketahui bahwa kadar
kelembapan udara pada ekosistem yang ternaungi memiliki nilai lebih besar dari
pada ekosistem yang tidak ternaungi. Hal tersebut disebabkan karena konsentrasi
air pada udara dalam ekosistem ternaungi memiliki tingkat lebih tinggi, dan
menyebabkan suhu disekitar ekosistem lebih lembap dan dingin. Sebaliknya,
kelembapan udara pada ekosistem yang tidak ternaungi memiliki kadar
konsentrasi air yang rendah pada udaranya. Sehingga menyebabkan ekosistem
13
tersebut lebih kering dengan tingkat suhu yang lebih panas. Seperti menurut
Bambang S.A. & Arief,R (2010), hubungan temperatur dan kelembaban udara
sangat berkaitan, sehingga bila suhu/temperatur udara berubah, maka kelembaban
udara pun turut berubah. Semakin sedikit volume air pada tanah dapat
menyebabkan suhu udara meningkat. Hal ini dikarenakan kandungan air dalam
tanah dan di udara tidak dapat mempertahankan suhu dan kelembaban.
Pengukuran ketiga dilakukan terhadap variabel intensitas cahaya dengan
menggunakan lux meter yang diarahkan ke udara bebas. Diketahui bahwa kadar
intensitas cahaya pada ekosistem tidak ternaungi jauh lebih besar dari pada
ekosistem ternaungi. Faktor yang paling menentukan adalah sedikitnya populasi
pohon yang tumbuh pada ekosistem tersebut, sehingga cahaya matahari bisa
dengan mudah menyinari ekosistem tersebut. Sebaliknya, intensitas cahaya pada
ekosistem ternaungi memiliki kadar lebih rendah dikarenakan cahaya matahari
yang masuk terhalang oleh populasi pohon yang tumbuh.
Pengukuran terakhir dilakukan terhadap variabel kadar pH dengan
menggunakan indikator universal yang dicelupkan dalam dua gelas yang berisi air
biasa dan air kotor. Diketahui bahwa air kotor karena dicampur dengan tanah
memiliki kadar pH lebih rendah dari pada kadar pH pada air biasa. Hal tersebut
menunujukkan bahwa air kotor memiliki pH satu tingkat lebih asam dari pada air
biasa.
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum diatas yaitu ekosistem
merupakan luasan daerah yang didalamnya terdapat komponen biotik dan abiotik
dimana antara kedua komponen tersebut saling terjadi keterkaitan. Komponen
biotik adalah makhluk hidup yang ada di dalam sebuah ekosistem yang meliputi
tumbuhan, hewan bahkan manusia. Sedangkan komponen abiotik adalah benda
mati yang menunjang keberadaan ekosistem. Komponen biotik meliputi
tumbuhan dan hewan. Didalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen
dan hewan sebagai konsumen (II, III, IV dan seterusnya). Komponen abiotik
meliputi tanah, udara, suhu, kecepatan angina, air, kelembaban, dan intensitas
cahaya. Sebagaimana pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
komponen abiotik sangat berperan terhadap komponen biotik dalam suatu
ekosistem. Hal tersebut dikarenakan banyaknya komponen biotik dalam suatu
ekosistem dipengaruhi oleh sesuai atau tidaknya kondisi lingkungan di dalamnya.
5.2 Saran
Saran untuk setiap praktikum adalah lebih berusaha lagi untuk meningkatkan
ketelitian dalam setiap praktikum atau pengamatan, baik bagi seorang praktikan
maupun pihak lainnya. Teruntuk permasalah sarana dan prasarana, semoga pihak
yang berkewajiban menjadi lebih memerhatikan segala bentuk penunjang
akademik bagi setiap insan yang berkemauan kuat dalam menuntut ilmu.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
4