Anda di halaman 1dari 12

KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DISUSUN OLEH:

Nama : Sri Wahyuni Siregar


Kelas : A Reg 2020
NIM : 3203122032
Mata Kuliah: Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Armita Sari, S.Pd., M.Pd

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
lah saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah psikologi Pendidikan, dan terima kasih saya
kepada ibu Armita Sari, S.Pd., M.Pd selaku dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Saya menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
karena itu saya meminta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan saya sangat
mengaharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tugas ini.

Medan, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
PETA KONSEP....................................................................................................................................4
BAB I....................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
BAB III................................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................12
PETA KONSEP
Anak Berkebutuhan
Khusus

Definsi

Anak yang mengalami


gangguan fisik, mental, Klasifikasi
inteligensi, dan emosi
sehingga membutuhkan
pendidikan khusus Tunanetra

Tunarungu

Tunawicara

Tunagrahita

Tunadaksa

Tunalaras

Berkesulitan
belajar

Lamban
Belajar

Autis

Gangguan
motoric

Korban
penyalahgunaan
narkoba, dan zat
adiktif

Kelainan
lainnya
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang tua menginginkan dikaruniai anakanak yang lahir dalam kondisi normal,
memiliki kondisi fisik dan mental yang utuh. Faktanya, sebagian orang tua diberikan anak-
anak berkebutuhan khusus, mengemukakan definisi anak berkebutuhan khusus, yaitu anak
yang mengalami gangguan fisik, mental, inteligensi, dan emosi sehingga membutuhkan
pembelajaran secara khusus. Hal senada dikemukakan oleh Heward dan Orlansky, bahwa
anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang dalam proses pertumbuhan atau
perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental, intelektual, social,
emosional) sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Adapun pendidikan anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus yang
bernaung pada sistem pendidikan inklusif. Di dalam pendidikan khusus, anak-anak
berkebutuhan tingkat ringan, sedang, maupun berat ditempatkan pada kelas regular. Di dalam
pendidikan inklusif, pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi dua
jenis, yaitu : pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan khusus sebagai
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaskud dengan anak berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana karakteristik dan klasifikasi anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui definisi anak berkebutuhan khusus
2. Untuk memahami karakteristik dan klasifikasi anak berkebutuhan khusus
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus, yaitu anak yang mengalami gangguan fisik, mental,
inteligensi, dan emosi sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus. Hal senada
dikemukakan oleh Heward dan Orlansky, bahwa anak berkebutuhan khusus sebagai anak
yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau
penyimpangan (fisik, mental, intelektual, social, emosional) sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus. Adapun pendidikan anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan
khusus yang bernaung pada sistem pendidikan inklusif. Di dalam pendidikan khusus, anak-
anak berkebutuhan tingkat ringan, sedang, maupun berat ditempatkan pada kelas regular. Di
dalam pendidikan inklusif, pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu : pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan khusus
sebagai pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

B. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157
Tahun 2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus Pasal 4 anak berkebutuhan khusus dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Tunanetra
2. Tunarungu
3. Tunawicara
4. Tunagrahita
5. Tunadaksa
6. Tunalaras
7. Berkesulitan belajar
8. Lamban belajar
9. Autis
10. Memiliki gangguan motorik
11. Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain
12. Memiliki kelainan lain
Berikut ini adalah penjelasan dari pengelompokan anak berkebutuhan khusus.
1. Tunanetra
Dimata masyarakat umum, tunanetra atau yang lebih dikenal dengan buta adalah seseorang
yang tidak bisa melihat atau seseorang yang telah kehilangan fungsi penglihatannya, padahal
pengertian tunanetra tidak sesempit itu, karena anak yang hanya mampu melihat dengan
keterbatasan (low vision) juga disebut tunanetra, Seperti yang didefinisikan oleh Somantri
(1996:54)anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan penglihatan, baik sebagian
atau menyeluruh yang menyebabkan proses penerimaan informasi kurang optimal.
Gangguan penglihatan atau kebutaan karena kerusakan/kelainan pada mata seseorang,
menyebabkan kemampuan indera penglihatan seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik
atau bahkan tidak dapat berfungsi sama sekali. Penyebab kerusakan/kelainan itu bisa terjadi
saat di dalam kandungan dan bisa juga terjadi setelah lahir. Karena tunanetra memiliki
keterbatasan dalam hal penglihatan, maka dalam proses pembelajarannya lebih menekankan
pada alat indera yang lain yaitu indera perabaan dan pendengaran.
Karakteristik anak tunanetra menurut Somantri (2012: 66), yaitu:Dikatakan tunanetra bila
ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu
membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas/normal dapat dibaca pada jarak 21
meter yang diukur dengan tessnellen card.Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra
dikelompokan menjadi 2 macam, yaitu:
1.    Buta jika anak tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0).
2.    Low vision jika anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membacaheadline pada suarat
kabar.
Indra penglihatan memiliki peran yang sangat penting dalam penerimaan informasi dan
pengalaman, seseorang yang mengalami gangguan penglihatan baik sebagian ataupun
menyeluruh sama-sama mengalami hambatan dan keterbatasan dalam pengalaman,
kemampuan bergerak dalam lingkungan serta interaksi dalam lingkungan.
2. Tunarungu
Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya rusak atau cacat dan
rungu artinya pendengaran, seseorang dapat dikatakan tunarungu apabila ia memiliki
kerusakan/kelainan pada organ pendengarannya yang menyebabkan ia tidak dapat mendengar
atau kurang mampu mendengar suara yang seharusnya mampu didengar orang normal.
“Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan
oleh kerusakan seluruh alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam
perkembangan bahasa sehingga memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus”. (Salim,
1984:8) Dikalangan masyarakat umum, tunarungu lebih dikenal dengan kata tuli, yaitu
seseorang yang tidak mampu mendengar atau memiliki kerusakan pada organ dengarnya.
Namun istilah tuli dimasyarakat kadang lebih sering menuju kearah mengejek atau mencaci.
Tunarungu bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari dalam kandungan ataupun
benturan keras yang menyebabkan kerusakan pada organ pendengaran. Klasifikasi lain
dikemukakanolehStreng yang dikutip Somaddan Hernawati (1997: 28-31) sebagai berikut:
 Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri-
ciri:
1. Sukar mendengar percakapan yang lemah.
2. Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah tentang kesulitannya.
3. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan penguasaan
perbendaharaan kata.
 Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.
2. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran padajarak normal
dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan
kelompok.
3. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang
terbatas.
4. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca,
penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian
dalam perkembangan perbendaharaan kata.
 Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
2. Perbendaharaan kata terbatas
 yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya klakson mobil dan
lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untu kanak-anak tunarungu.
Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat mengembangkan bahasa dan
bicaradari guru kelas khusus.
 Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas. Memiliki
ciri :
Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak mendengar
walaupun menggunakan alat bantu dengar.
3. Tunagrahita
Sebagian besar masyarakat menganggap anak-anak tunagrahita adalah anak yang bodoh,
lemot, lelet, idiot dan lain sebagainya. Anggapan itu membuat anak tunagrahita dipandang
sebelah mata oleh masyarakat. Anggapan itu juga membuat masyarakat menjauhi serta
mengucilkan anak tunagrahita. Padahal anggapan yang beredar luas dimasyarakat adalah
anggapan yang tidak tepat, darisudut bahasa atau istilah tunagrahita berasal dari kata “tuna”
dan “grahita” tuna artinya rusak atau cacat dan grahita artinya berfikir. Definisi yang diterima
secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan oleh Grossman yang
secara resmi digunakan AAMD (American Association of Mental Deficiency) yaitu
ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada
di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian
diri dan semua ini berlangsung pada masa perkembangan. Tunagrahita adalah seseorang yang
mengalami hambatan fungsi kecerdasan intelektual dan adaptasi tingkah laku yang terjadi
pada masa perkembangannya dan juga menyebabkan kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial.
Klasifikasi anak tunagrahita menurut AAMD (American Assosiation on Mental Deficiency)
dan PP No. 72 tahun 1991 dalam Amin (1995:22-24) klasifikasi anak tunagrahita terbagi
menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
 Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya
terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang
pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.
 Tunagrahita sedang
Anak tunagrahita sedang memiliki kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku di
bawah tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar keterampilan sekolah untuk tujuan-tujuan
fungsional, mencapai suatu tingkat “tanggung jawab sosial” dan mencapai penyesuaian
sebagai pekerja dengan bantuan.
 Tunagrahita berat dan sangat berat
Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki kemampuan
untuk di latih mengurus diri sendiri melakukan sosialisasi dan bekerja. Di antara mereka
(sampai batas tertentu) ada yang dapat mengurus diri sendiri dan dapat berkomunikasi secara
sederhana serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang sangat terbatas.
4. Down Sindrom
Down Sindrom adalah gangguan genetika paling umum yang menyebabkan perbedaan
kemampuan belajar dan ciri-ciri fisik tertentu yang disebabkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom. Down Sindrom disebut juga penyakit genetik karena gangguan
kromosom dengan ciri khas wajah universal (wajah mongoloid). Dimasyarakat sendiri, Down
Sindrom lebih dikenal dengan anak seribu wajah, bukan karena wajah anak down sindrom
ada seribu, melainkan karena ada banyak anak down sindrom dan wajah anak-anak down
sindrom itu sama, down sindrom tidak bisa disembuhkan, namun dengan dukungan, perhatian
dan kasih sayang, anak-anak dengan down sindrom bisa tumbuh dengan maksimal.
Anak-anak dengan down sindrom sangat membutuhkan bimbingan jauh melebihi anak
normal lainnya. Perkembangan mereka dalam berbagai aspek memerlukan waktu, dan
mereka akan menjalaninya bertahap, sesuai dengan kemampuan mereka.
5. Tunadaksa
Ketika kita bergaul dengan teman atau masyarakat sekitar sesekali kita akan bertemu dengan
orang yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, seperti berjalan menggunakan bantuan
kursi roda karena tidak memiliki kaki ataupun memiliki kaki yang tidak mampu menopang
berat tubuhnya, tidak dapat memegang gelas karena bentuk tangan yang tidak normal dan lain
sebagainya. Seseorang yang seperti itu disebut dengan tunadaksa.
Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” dan “daksa”, tuna yang berarti rusak atau cacat dan
“daksa” yang berarti tubuh. Menurut Sutjihati Somantri tunadaksa adalah suatu keadaan yang
terganggu atau rusak sebagai akibat dari gangguan bentuk atau hambatan pada otot, sendi dan
tulang dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kecelakaan, penyakit
atau juga bisa disebabkan karena pembawaan sejak lahir.
Dimasyarakat sendiri istilah tunadaksa masih belum terlalu familiar, masyarakat menyebut
tunadaksa dengan kata cacat atau cacat tubuh. Padahal kata cacat adalah kata yang kurang
baik untuk di ucapkan, apalagi untuk anak berkebutuhan khusus.Tunadaksa yang dialami
seseorang dapat terjadi karena bawaan dari lahir ataupun disebabkan oleh penyakit dan
kecelakaan.
Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari sistem kelainanya. Pada dasarnya kelainan pada anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) Kelainan pada sistem
serebral (cerebral system), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal
system)
1)      Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders)
Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelompok kelainan sistem serebral didasarkan pada
letak penyebab kelainan yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial,
karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup
manusia. Didalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik,
pusat sensoris dan lain sebagainya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah cerebral
palsy.
2)      Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)
 Sistem otot dan rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang membentuk  
gugusan otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang normal dan fungsional dalam
menjalankan tugasnya, antara lain meliputi:
a). Poliomyelitis
b). Muscle dystrophy
c). Spina Bifida
3)      Kelainan tunadaksa karena bawaan (congenital deformities)
Kelainan tunadaksa atau cacat ortopedi dapat terjadi karena faktor bawaan yang disebabkan
oleh faktor endogeen (gen) dari ayah, ibu, dari kedua-duanya, sehingga sel-sel pertama yang
tumbuh menjadi bayi telah mengalami cacat, Kelainan ini terjadi karena faktor exogen, yaitu
pada awal-awal pertumbuhan sel
6. Tunalaras
Saat di sekolah, kita pasti melihat anak yang sering melakukan pelanggaran, baik melanggar
peraturan sekolah, peraturan kelas, peraturan guru dan lain sebagainya. Anak-anak yang
melakukan pelanggaran dan sering dihukum oleh guru akan di cap nakal oleh teman-
temannya. Anak-anak tersebut bisa disebut dengan tunalaras.
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan
kontrol sosial. Tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai
dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena
faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
1. Berkesulitan Belajar/lamban belajar
Seseorang dapat dikatakan berkesulitan belajar atau lamban belajar jika ia memiliki IQ
normal namun jika dibandingkan dengan teman sebaya ia mengalami keterlambatan dalam
proses pemahaman belajarnya.
7. Autis
Autis adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks yang gejalanya sudah terlihat
sebelum anak berusia tiga tahun. Seseorang yang mengalami autisme memiliki gangguan dan
masalah dalam berinteraksi dengan orang lain, kadang anak autisme terlihat sangat linglung,
terkucil, terasing, tidak mau melakukan kontak mata dengan orang lain, tidak mau bermain
bersama teman-temannya, sering mengulang gerakan-gerakan secara terus menerus dan
berlebihan. Akibat gangguan ini seseorang yang mengidap gangguan autis sulit unutk belajar
berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dan menyebabkan seolah-olah
ia hidup dalam dunianya sendiri.
Menurut Yatim (2002) dalam YAI, anak autis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
 Autisme persepsi: dianggap autisme yang asli kerana kelainan sudah timbul sebelum
lahir. Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap
rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan anak bekerjasama dengan orang lain,
sehinggaanak bersikap masa bodaoh.
 Autisme reaksi: terjadi karena beberapa permasalahan yang di menimbulkan
kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah dan
sebagainya. Autisme ini akan memuncukan gerakan-gerakan tertentu berulang –
ulang, kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar
enam sampai tujuh tahun sebelum anak memasuki tahapan berfikir logis.
 Autisme yang timbul kemudian: terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan
jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit dalam hal
pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang
sudah melekat.
 
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus, yaitu
anak yang mengalami gangguan fisik, mental, inteligensi, dan emosi sehingga membutuhkan
pembelajaran secara khusus Adapun pendidikan anak berkebutuhan khusus mendapatkan
pendidikan khusus yang bernaung pada sistem pendidikan inklusif. Di dalam pendidikan
khusus, anak-anak berkebutuhan tingkat ringan, sedang, maupun berat ditempatkan pada
kelas regular. Di dalam pendidikan inklusif, pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2014 Tentang
Kurikulum Pendidikan Khusus Pasal 4 anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan
menjadi, antara lain Tunanetra, Tunarungu, Tunawicara, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras,
Berkesulitan belajar, Lamban belajar, Autis, memiliki gangguan motoric, menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain, serta memiliki kelainan lain.

B. Saran
Disarankan kepada pembaca terutama untuk kalangan calon pendidik agar
bersungguh-sungguh dalam mempelajari mata kuliah psikologi Pendidikan ini, agar nantinya
kita dapat menjadi pendidik yang baik dan dapat memberikan sikap yang tepat dalam
menghadapi dan mengayomi perbedaan karakteristik yang terdapat pada calon atau peserta
didik kita.

DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/258550-karakteristik-anak-berkebutuhan-khusus-
d-a416e4ec.pdf
https://pauddikmaskalbar.kemdikbud.go.id/berita/mengenal-anak-berkebutuhan-khusus.html

Anda mungkin juga menyukai