Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AL-ISLAM 4

TOKOH ISLAM “ IBNU TAIMIYAH”

DOSEN PENGAMPU : Dr. Tuti Andriani,S.Ag,.M.Pd

DISUSUN OLEH :
WINA ARAHMAH (180301211)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan segala bentuk kenikmatannya kepada kita semua sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah diharapkan. dan tak lupa
pula sholawat beserta salam atas junjungan nabi besar kita Muhammad Saw. atas
rahmat yang telah ia berikan.

Tugas Al – Islam 4”Makalah Tokoh Islam : Ibnu Taimiyah” saya tulis dan
saya susun dengan segenap keikhlasan dan waktu sela-sela yang sangat sempit.

Saya juga berterimakasih kepada Ibu Dosen kami yang telah memberikan
banyak arahan dan bimbingan kepada saya, yaitu menjadikan saya menjadi
mahasiswa yang berakhlak berlandaskan aturan islam.

Penyusunan makalah ini belum sempurna, oleh karena itu penulis


mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.

Wassalamualaikum wr. wb.

8 APRIL 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................1
D. Metode Penulisan...............................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Taimiyah......................................................................................2


B. Pemikiran Ibnu Taimiyah..................................................................................3

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................7
B. Saran..................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibn Taimiyah adalah ahli fikih mazhab Hambali. Pengaruh pemikirannya sangat besar
terhadap gerakan Wahhabi, dakwah gerakan Sanusi, dan kelompok-kelompok agama
yang ekstrem yang ada di dunia Islam saat ini.
Dalam sejarah panjang pemikiran Islam, ada banyak “kata” yang seringkali dianggap
saling berbenturan dan membentuk sebuah efek paradoksal. “Kata” itu bisa saja
mewakili sebuah kelompok pemikiran (firqah), seorang tokoh, atau juga sebuah
pemikiran tertentu.
Dalam pandangan sebagian kalangan, kedua kata ini –Ibnu Taimiyah dan Tasawuf-
dipandang sebagai dua unsur yang tak mungkin bersatu. Ini tentu tidak
mengherankan, sebab Ibnu Taimiyah telah lama dianggap sebagai salah satu tokoh
yang membenci, memusuhi, dan melontarkan kritik-kritik tajamnya terhadap
Tasawuf. Pandangan ini tentu saja semakin menyempurnakan gambaran kekerasan
pada tokoh yang satu ini. Sehingga –bagi mereka yang tidak memahami dengan baik-
setiap kali mendengarkan kata “Ibnu Taimiyah”, maka opini dan image yang tercipta
adalah kekerasan, kekejaman, permusuhan, dan yang semacamnya.
Hal-hal itulah diantaranya yang menjadi alasan pemunculan tulisan ini. Pertanyaan-
pertanyaan seputar kebenaran “permusuhan” Ibnu Taimiyah dan Tasawuf akan
berusaha dijelaskan melalui tulisan ini. Tentu saja dengan merujuk langsung pada
karya-karya yang diwariskan oleh Ibnu Taimiyah untuk peradaban manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Biografi Ibnu Taimiyah?
2. Apa saja pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Biografi Ibnu Taimiyah;
2. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah.

D. Metode Penulisan
Adapun metode dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan metode library
research, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan yang ada kaitannya dengan
permasalahan yang diangkat, kemudian menjadikannya sebuah makalah yang ada
pada pembaca saat ini
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Taimiyah


Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim bin
Taimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari Senin tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661
H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H.
Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan
Mesir, serta kamu muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu
Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibnu Abdullah bin Taimiyah, seorang Syaikh,
Khatib dan hakim di kotanya.
Ibnu Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun, ia telah dipercaya
masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai masalah hukum
secara resmi.Para ulama yang merasa sangat risau oleh serangan-serangannya serta iti
hati terhadap kedudukannya di Istana Gubernur Damaskus, telah menjadikan
pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah sebagai landasan untuk menyerangnya.
Dikatakan oleh lawan-lawannya, bahwa pemikiran Ibnu Taimiyah sebagai klenik,
antroporpisme, sehingga pada awal 1306 M Ibn Taimiyah dipanggil ke Kairo
kemudian dipenjarakan.
Masa hidup Ibnu Taimiyah berbarengan dengan kondisi dunia Islam yang sedang
mengalami disintegrasi, dislokasi sosial, dan dekadensi moral dan akhlak.
Kelahirannya terjadi lima tahun setelah Bagdad dihancurkan pasukan Mongol,
Hulagu Khan. Oleh sebab itu, dalam upayanya mempersatukan umat Islam,
mengalami banyak rintangan, bahkan ia harus wafat di dalam penjara.
Lingkungan keluarga Ibnu Taimiyah sangat mendukung perkembangannya untuk
kelak menjadi seorang ulama dan pemikir Islam besar. Ayahnya, Syihab al-Din ‘Abd
al-Halim adalah seorang ahli hadits dan fakih madzhab Hanbaly yang memiliki
jadwal mengajar di Mesjid Jami ‘Umawy. Ia juga kemudian menjabat sebagai kepala
para ulama (masyikhah) di Dar al-Hadits al-Sukriyah. Sang ayah ini kemudian
meninggal saat Ibnu Taimiyah berusia 21 tahun, tepatnya di tahun 682 H.
Di samping hal itu, ada beberapa faktor lain yang juga dapat disimpulkan sebagai
penyebab kecemerlangan pemikiran Ibnu Taimiyah di kemudian hari. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan hafalan dan pemahamannya yang luar biasa. Di usia yang masih
sangat kecil ia berhasil menyelesaikan hafalan al-Qur’annya. Setelah itu, ia
pun mulai belajar menulis dan hisab. Kemudian membaca berbagai kitab
tafsir, fikih, hadits dan bahasa secara mendalam. Semua ilmu itu berhasil
dikuasainya sebelum ia berusia 20 tahun.
2. Kesiapan pribadinya untuk terus meneliti. Ia dikenal tidak pernah lelah
untuk belajar dan meneliti. Dan itu sepanjang hidupnya, bahkan ketika ia
harus berada dalam penjara. Mungkin itu pulalah yang menyebabkan ia tidak
lagi sempat untuk menikah hingga akhir hayatnya.
3. Kemerdekaan pikirannya yang tidak terikat pada madzhab atau pandangan
tertentu. Baginya dalil adalah pegangannya dalam berfatwa. Karena itu ia juga
menyerukan terbukanya pintu ijtihad, dan bahwa setiap orang –siapapun ia-
dapat diterima atau ditolak pendapatnya kecuali Rasulullah saw. Itulah
sebabnya ia menegaskan, “Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa
kebenaran itu terbatas dalam madzhab Imam yang empat.”
B. Pemikiran Ibnu Taimiyah
1.Ibnu Taimiyah dan Tasawuf
Sering kita mendengar bahwa Ibnu Taimiyah itu anti tasawuf dan penentang sufi,
padahal kalau diperhatikan dari sikap dan pandangannya dia adalah seorang sufi dan
pengikut ajaran tasawuf suni (yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunah), meskipun ia
tidak mengistilahkan ajaran tasawuf dengan istilah tersebut. Istilah yang sering
dipakai oleh Ibnu Taimiyah adalah istilah suluk, akan tetapi substansinya adalah apa
yang ada pada ajaran tasawuf.
Suluk menurut Ibnu Taimiyah merupakan kewajiban setiap mukmin, seperti yang
diungkapkannya dalam kitab Fatawanya. “Suluk adalah jalan yang diperintahkan oleh
Allah dan Rasulnya berupa itikad, Ibadah dan Akhlak. Semua ini telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an dan Sunah, dan suluk ini kedudukannya seperti makanan yang
menjadi keharusan seorang mukmin”.
Diantara kata-kata Ibnu Taimiyah mengenai tasawuf adalah “amal-amal hati yang
diberi nama maqâmât dan ahwâl seperti: cinta kepada Allah dan Rasulnya, tawakal,
Ikhlas, sabar, syukur, khauf dan semacamnya adalah kewajiban setiap maklhuk, baik
kaum khâs atapun orang-orang awam”.
Kesufian Ibnu Taimiyah tidak hanya terbukti dari keilmuannya saja akan tetapi
perbuatan dan sikapnya telah membuktikan akan semua ini. Adz-Dzahabi pernah
bercerita bahwa dia tidak pernah menemukan orang yang banyak berdoa dan
bertawajuh kepada Allah melebihi Ibnu Taimiyah.
Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Madarus Salikin banyak bercerita tentang Ibnu
Taimiyah dalam kerohanian (baca: Tasawuf). Dalam kitab Kawakibud Duriyah
bahwa Ibnu Taimiyah pada malam hari sering menyepikan diri dari manusia, dia
hanya sibuk dengan tuhannya, banyak bermunajat dan membaca Al-Qur’an.
Sedang ke zuhudan dan ketawaduan Ibnu Taimiyah adalah tauladan yang baik, dalah
hal ini terbukti dengan kata-katanya, “Aku tidak punya apa-apa, dariku tak ada apa-
apa dan padaku tak ada apa-apa”.
Itulah pribadi Ibnu Taimiyah dalam suluk dan kerohaniannya, cukuplah kiranya Ibnu
al-Qayyim dan karyanya Madarus Salikin sebagai bukti tarbiah Ibnu Taimiyah dalam
konteks kesufian.
Tidak hanya itu, Ibn Taimiyah dan murid-muridnya sangat mempercayai adanya
karamah para wali. Di sini Baduruddin al-Aini berkata tentang Ibnu taimiyah, “Di
samping kemuliaan dan ketinggian Ilmunya, beliau (ibnu Taimiyah) juga mempunyai
karamah yang tidak diragukan lagi seperti yang ku dengar dari banyak orang”.
Ibnul Qayyim juga banyak bercerita tentang firasat (mukasyafah) Ibnu Taimiyah
dalam kitabnya, “Aku telah menyaksikan firasat Syaikhul Islam dari hal-hal yang
menabjubkan. Sedang hal yang tidak kusaksikan tentu lebih banyak dan lebih agung”.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah dan
kelompoknya anti ajaran Tasawwuf. Adapun kepercayaan-kepercayaan yang
mengatas namakan sufi dan tasawwuf akan tetapi bertentangan dengan al-Quran dan
Sunnah tidak hanya Ibnu Taimiyah dan Madrasahnya yang menentang, para sufipun
juga menentangnya.
Sebagai seorang intelektual wajar kalau Ibnu taimiyah sering melontarkan kritikan
terhadap tokoh-tokoh lain, hanya saja kadang Ibnu taimiyah melampau batas dalam
pandangan dan kritikannya sehingga menjadikan dia sebagai sosok yang kontrofersi.
2. Kontrofersi pemikiran Ibnu Taimiyah.
Pemikiran Ibnu taimiyah sering menjadi ajang polemik di kalangan para Ulama, sejak
zaman Ibnu Taimiyah sendiri, dan gara-gara itu dia sering keluar masuk penjara,
terutama mengenai masalah-masalah Akidah dan Fiqih. Keberanian Ibnu Taimiah ini
tidak hanya berbeda dengan para ulama di zamannya, namun Ibnu Taimiyah juga
sering menyalahi Ijma`. Itulah yang membuat ulama di zamnnya geram pada Ibnu
Taimiah.
Pemikiran pertama yang menjadi kontrofersi terjadi pada tahun 698 H. Hal itu gara-
gara satu fatwa yang dikenal dengan masalah hamawiah. Fatwa ini membuat Qadhi
waktu itu turun tangan, yaitu Imamauddin al-Quzwaini. Qadhi itu memberi fatwa
“Barang siapa yang mengambil pendapatnya Ibnu taimiah maka dia akan dita`zir.”
Pada tahun 705 Ibnu Taimiah kembali membikin heboh yang membuat dirinya
kembali masuk penjara, dan pada tahun 709 dia dipindahkan ke Iskandariah, di
sanapaun dia jaga mengeluarkan fatwa-fatwa aneh yang dipermasalahkan oleh ulama
setempat.
Begitulah seterusnya Ibnu taimiiyah, dia terus keluar masuk penjara baik ketika dia di
Syam atau di Mesir. Dalam beberapa kasus, Ibnu Taimiyah terkesan tidak konsekwen
pada pendapatnya, kadang dia mengaku bermazhab Syafii, atau bermazhab Hambali
dan kadang dia juga mengaku berakidah Asyairah namun di lain kesempatan dia juga
mencaci tokoh-tokoh Asya’irah, seperti Imam Ghazali dan yang lainnya. Tidak hanya
itu, Ibnu Taimiyah juga berani lancang mencaci sahabat Nabi.
Oleh sebab itulah, ulama dari masa ke masa senantiasa memperselisihkan sosok dan
pemikiran Ibnu Taimiyah, ada yang menganggapnya fasik, ada yang menganggapnya
mubtadi` (ahli bid’ah) dan bahkan ada yang menganggap kafir. Tidak hanya para
penentangnyya yang mengkritik Ibnu taimiyah, murid-muridnya juga sering berbeda
dan menasehatinya, seperti Ibnu Katsir dan adz-Dzahabi. Bahkan adz-Dzahabi
menulis sebuah risalah husus yang berisi nasehat-nasehat agar Ibnu Taimiyah kembali
dan bertobat. Surat ini di kenal dengan an-Nashîhah adz-Dzahabiyah li Ibn Taimiyah.
Penentang Ibnu Taimiyah sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri sampai pada saat ini
terus mengalir, mulai dari kalangan fuqaha madzahabil arb’ah sampai para ulama
kalam. Sedang yang mengarang kitab yang berisi kritikan pada Ibnu taimiyah juga
sangat banyak, seperti as-Subki dan ulama-ulama setelahnya.
3. Pemikiran kontrofersi Ibnu Taimiyah
Adapun pemikiran Ibnu Taimiyah yang dianggap bertentangan dengan Ijma`dan
mayoritas ahlu sunnah wal jamaah sangat banyak diantaranya adalah:
a. Keyakinanya tentang Zat Allah yang mempunyai jasad seperti jasadnya
makhluk, duduk seperti duduknya makhluk, bertangan, mempunyai mata dang
telinga. Bahkan Ibnu Taimiyah berkata bahwa Allah turun dari langit sebagai
mana turunnya dia dari mimbar. Mazhab ini di sebut al-Hasyawiyah al-
Mujassamah.
b. Berani mencaci Ulama dan Sahabat Nabi. Kelancangan Ibnu taimiyah ini
membuat nyawanya terancam karena telah berani mencaci Imam al-Ghazali
dan pengikut Asya`irah lainnya. Bukan hanya itu, Ibnu Taimiyah beranggapan
bahwa Imannya Sayyidina Ali tidak sah, sebab beliau masuk Islam sebelum
baligh, dan Iman sayyidina Abu Bakar juga tidak sah karena Abu Bakar
beriman dalam keadaan pikun hingga beliau tidak mengerti apa yang di
ucapkan. Imam Ali ra. menurutnya mempunyai 17 kesalahan. Dan beliau
berperang karena cinta kedudukan. Sedang sayyidina Utsman menurutnya
sangat cinta dunia. Dalam kitab Durarul Kaminah dan kitab Fatawa Ibnu
Taimiyah fil-Mizan dijelaskan panjang lebar masalah ini.
c. Inkar terhadap Majaz. Ibnu taimiyah berasumsi bahwa dirinya dengan
pemikiran itu berada dalam Manhaj salaf. Sebab sebagaimana yang telah
masyhur bahwa ulama dalam menyikapi ayat-ayat musytabihat ada dua
kelompak, kelompok pertama adalah Tafwidh (menyerahkan penafsirannya
pada Allah sendiri) mazhab ini yang diikuti oleh kebanyakan ulama salaf. Dan
kelompok kedua adalah mazhab Ta`wil (mentafsiri ayat musytabihat sesuai
dengan keesaan dan keagungan Allah) cara ini dipakai oleh ulama khalaf.
d. Sedang pendapat Ibnu taimiyah dalam masalah ini berkonsekwensi pada
pemahaman yang berbahaya dalam memahami al-Quran dan nama dan sifat
Allah, sebab hanya membawa pada pengertian yang mustahil pada zat dan
sifat Allah. Adapun pendapat salaf mengenai masalah Tafwidh, salaf tidak
mau panjang lebar mengenai masalah ini, sehingga menyerahkan urusan ini
pada Allah. Beda halnya dengan Ibnu taimiyah yang berani menafsiri Al-
Quran dengan lahirnya saja, sehingga mengakibatkan hal yang fatal.
e. Disamping itu keingkaran Ibnu taymiyah pada majaz dapat menimbulkan
pengertian yang salah terhadap teks Syariah, Ibnu Qayyim sendiri sebagai
murid setia Ibnu Taimiyah merasa kebingungan menyikapi masalah ini, sebab
tidak sedikit dari ulama salaf dan pengikut mazhab Hanafi (Ibnu Taimiyah
mengaku bermazhab ini) yang mempercayai adanya majaz dalam al-Quran.
Seperti Ibnu Abi Ya`la, Ibnu Agil, Ibnu al-Khattab dan lain-lain sangat
menganggap keberadaan majaz dalam al-Quran.
f. Seseorang yang membaca kitab Shawaiq al-Mursalah karya Ibnu Qayyim,
maka akan tampak kebingungannya dalam menyikapi pendapat gurunya
tersebut.
g. Ibnu Taimiyah menyalahi Ijma` ulama. Seperti pendapatnya talak waktu haid
itu tidak terjadi, masalah ta`liq talak, seorang haid boleh tawaf tampa
membayar kaffarat, kata-kata talak tiga hanya terjadi satu dan beberapa
pendapat nyeleneh lainnya. Al-hasil banyak pendapat Ibnu taimiyah yang
bertentangan dengan mayoritas ulama Ahlu sunnah wal jamaah.
Namun begitu sumbangan Ibnu Taimiyah terhadap pemikiran Islam tidaklah sedikit,
maka sikap yang terbaik mengenai Ibnu taymiyah adalah sikap yang disampaikan
oleh Syaekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, “Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama
besar yang masyhur dari salah satu umat Muhammad, namun begitu dia tidak lepas
dari kesalahan” Dalam buku yang sama an-Nabhani juga berkata, “Ibnu taimiyah
ibarat lautan besar yang berkecamuk ombak, di mana ombak itu kadang membawa
intan permata dan kadang membawa batu dan pasir dan kadang juga melempar
kotoran”.
4. Prinsip dasar Ibnu Taimiyah
a. Wahyu merupakan sumber pengetahuan agama. Penalaran dan intuisi hanyalah
sumber terbatas.
b. Kesepakatan umum pada ilmuwan yang terpercaya selama tiga abad pertama
Islam juga turut memberi pengertian tentang asas pokok Islam disamping Al-
Qur’an dan As-Sunnah.
c. Hanya Al-Qur’an dan As-Sunnah penuntun yang otentik dalam segala persoalan.
Ia membuang dan sungguh-sungguh mencela pengaruh asing yang korup serta
mencemarkan kemurnian dan kesederhanaan Islam masa awal.
Dari Ibnu Taimiyah Muhammad Ibnu Abdul Wahhab seorang pemikir besar abad
ke-18 dan sekolah Pembaruan al-Manar di Mesir mendapat ilham bagi persoalan
itu. Ia terang-terangan menyatakan permusuhan dengan eksponen Muslim
berfilosofi yunani. Filosofi katanya menimbulkan kebimbangan dan menyebabkan
perpecahan dalam Islam. Ia mengkritik keras doktrin Ibnu Arabi tentang Kesatuan
makhluk.
Menurut pendapatnya kesimpulan Ibnu arabi dalam hal ini tidak saja bertentangan
dengan ajaran Nabi tetapi juga dengan doktrin ke-Esa-an Tuan seperti yang
termaktub di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibn Taimiyah merupakan tokoh
controversial dalam dunia Islam.
Seorang pemikir bebas yang yakin kepada keunggulan hati nurani individu dan
seorang yg ingin melihat Islam dalam kemuliaan sejati ia lalu mengecam kepada
semua pencemaran dan pengaruh asing yang marasuk ke dalam Islam. Karena
sikap inilah ia dicaci dipukul dicambuk dipenjarakan dan dianiaya lahir batin.
Namun ia tetap nekad hidup berhenti menghadapi penganiayaan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim bin
Taimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari Senin tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661
H dan meninggal senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H. Ayahnya bernama
Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah,
seorang Syaikh, Khatib dan hakim di kotanya.
Kata-kata Ibnu Taimiyah mengenai tasawuf adalah “amal-amal hati yang diberi nama
maqâmât dan ahwâl seperti: cinta kepada Allah dan Rasulnya, tawakal, Ikhlas, sabar,
syukur, khauf dan semacamnya adalah kewajiban setiap maklhuk, baik kaum khâs
atapun orang-orang awam”.
Ibn Taimiyah merupakan tokoh controversial dalam dunia Islam. Seorang pemikir
bebas yang yakin kepada keunggulan hati nurani individu dan seorang yg ingin
melihat Islam dalam kemuliaan sejati ia lalu mengecam kepada semua pencemaran
dan pengaruh asing yg marasuk ke dalam Islam. Karena sikap inilah ia dicaci dipukul
dicambuk dipenjarakan dan dianiaya lahir batin. Namun ia tetap nekad hidup berhenti
menghadapi penganiayaan.
Saran
Inilah yang dapat saya paparkan dalam makalah ini yang tentunya pembahasan
tentang Ibnu Taimiyah disini masih sedikit, serta perlu didalam dan diperluas lagi.
Dan untuk memperluas serta mendalaminya itu butuh waktu yang lama dan bantuan
dosen yang benar – benar paham dan mengerti tentang materi ini. Dan membutuhkan
referensi yang banyak pula. Namun saya harap makalah saya ini dapat membantu
kegiatan perkuliahan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999
Abul Hasan Ali An-Nadawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Solo: CV. Pustaka Mantiq,
1995
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001
Ibrahim Zaki Khurshid, Da’irah al-Ma‘arif al-Islamiyah:, Mathba‘ah al-Sya‘ab, Tahun
1969
Ibnu Hajar al-‘Asqalany, Al-Durar al-Kaminah fi A’yan al-Mi’ah al-Tsaminah:, Dar al-
Ma‘arif, Cetakan pertama, Tahun 1947.
http://ibnujusup.multiply.com/journal/item/17/SOSOK_DAN_PEMIKIRAN_IBN_TAIM
IYAH
Jamil Ahmad Al-Islam, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pusat Informasi dan
Komunikasi Islam Indonesia, 2004

Anda mungkin juga menyukai