Manajemen Hepatitis B Pada Anak
Manajemen Hepatitis B Pada Anak
Pendahuluan
Infeksi virus Hepatitis B (HBV) telah terjadi pada lebih dari 350 juta
penduduk di seluruh dunia. Infeksi HBV saat ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit
HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai
perkutaneus atau permukosal terhadap cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi
HBV, melalui hubungan seksual dan transmisi perinatal dari seorang ibu yang
subklinik hingga hepatitis simtomatik, dan meskipun jarang dapat terjadi hepatitis
fulminan. Komplikasi jangka panjang dari hepatitis mencakup sirosis hepatis dan
hepatoma.1
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 350 juta orang pengidap HBV
Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina,
tinggi. Hal ini berhubungan dengan transmisi virus secara vertikal maupun
1
horizontal pada bayi dan anak di Indonesia juga sangat tinggi. Dengan prevalensi
sampai dengan tinggi, dan termasuk negara yang sangat dihimbau oleh WHO
pada usia dewasa menimbulkan kemungkinan pengidap HBsAg hanya pada 10%
sampai 20% saja, tetapi infeksi pada masa perinatal atau masa kanak-kanak dapat
menimbulkan pengidap HbsAg pada 90-95% dari bayi/anak yang terpapar.( 2,3)
pengendalian faktor resiko, deteksi dini dan penemuan kasus serta penanganan
kasus.
1.2 Tujuan
Pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas mengenai penanganan kasus Hepatitis
B pada anak.
2
BAB 2
Hepatitis B
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Amerika Serikat setiap tahun. Jumlah kasus baru pada anak adalah rendah tetapi
sukar diperkirakan karena sebagian besar infeksi pada anak tidak bergejala. Risiko
infeksi kronis berbanding terbalik dengan umur; walaupun kurang dari 10%
infeksi yang terjadi pada anak, infeksi ini mencakup 20-30% dari semua kasus
kronis.(5)
Risiko penularan adalah paling besar jika ibu juga HBeAg positif; 70-90%
dari bayinya menjadi terinfeksi secara kronis bila tidak diobati. Selama periode
neonatal antigen hepatitis pada B ada dalam darah 2,5% bayi yang dilahirkan dari
3
ibu yang terkena sehingga menunjukkan bahwa infeksi intrauterin terjadi. Pada
terjadi pada saat persalinan; virus yang ada dalam cairan amnion atau dalam tinja
2.3 Etiologi
virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk
dalam family ini adalah virus hepatitis woodchuck (sejenis marmot dari Amerika
Utara) yang telah diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis
B pada bebek Peking, dan bajing tanah (ground squirrel). Virus hepatitis B tidak
bersifat sitopatik.8
4
Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi
alat yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan
penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B yang utuh berukuran
42 nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis
Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah
yaitu : virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan selubung virus
yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul virus kosong berukuran 22 nm, dapat
5
Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa. Telah
diketahui adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B yang letaknya
untuk gen C (core), X untuk gen X, P untuk gen P (polymerase). Dua ORF
Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan
pre-C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri
mengkode 212 asam amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian
pre-S2, pre-S2, dan S, mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226
ini juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2 protein yang
virus. Gen ini merupakan ORF terpendek. Gen ini mengkode untuk pembentukan
protein X VHB (HBxAg) yang terdiri dari 154 asam amino. Protein ini juga
6
Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati
2.4 Patogenesis
Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV,
menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting
dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg,
baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein
MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau
hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang
ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang
sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang
7
mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika,
Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan sederetan
strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebebkan
hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat. 10,11
untuk mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi
imun non-spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera
diaktifkan, antara lain interferon. Interferon ini meningkatkan ekspresi HLA kelas
atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini kemudian
akan mempresentasikan antigen VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel CD4
(sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan dan membentuk suatu kompleks.
Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin. Sel CD4 ini mulanya
adalah berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. Diferensiasi
8
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan
IFN γ, sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel
hepatosit yang terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga
melisiskan virus. Pada hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi.
Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2, sehingga respons imun yang
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan
mengaktifkan sel NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara
non-spesifik akan melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis
dan proliferasi sel NK ini bergantung pada interferon. Walaupun peran sel NK
yang jelas belum diketahui, tampaknya sel ini berperan penting untuk terjadi
resolusi infeksi virus akut. Pada hepatitis B kronis siketahui terdapat gangguan
1. Hepatitis Akut
ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut.
lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat. Gejala yang muncul terdiri atas
gejala seperti flu dengan malaise, lelah, anoreksia, mual dan muntah, timbul
kuning atau ikterus dan pembesaran hati dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari
timbulnya gejala klinis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa kasus
dapat didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi kulit
9
(urtikaria, purpura, makula, dan makulopapular). Ikterus terdapat pada 25%
penderita, biasanya mulai timbul saat 8 minggu setelah terinfeksi dan berlangsung
selama 4 minggu. Gejala klinis ini jarang terjadi pada infeksi neonatus, 10% pada
anak dibawah umur 4 tahun dan 30% pada dewasa. Sebagian besar penderita
hepatitis B simptomatis akan sembuh tetapi dapat menjadi kronis pada 10%
2. Hepatitis Kronis
sebagian besar penderita hepatitis kronis adalah asimtomatis atau bergejala ringan
respons imun terhadap HBV. Pada saat kadar aminotransferase serum meningkat
dapat timbul gejala klinis hepatitis dan IgM anti-HBc. Namun gejela klinis ini
sedang akan menjadi sirosis selama 6 tahun. Kecepatan terjadinya sirosis mungkin
berhubungan dengan beratnya nekrosis jaringan hati yang dapat berubah dari
10
waktu ke waktu sehingga untuk melakukan perkiraan kapan timbulnya sirosis
Gagal hati fulminan terjadi pada tidak lebih dari 1% penderita hepatitis B
serum sehingga ribuan unit. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya reaksi
imunologis yang berlebihan dan menyebabkan nekrosis jaringan hati yang luas.
4. Pengidap Sehat
Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar
aminotransferase serum dalam batas normal. Dalam hal ini terjadi toleransi
imunologis sehingga tidak terjadi kerusakan pada jaringan hati. Kondisi ini sering
terjadi pada bayi didaerah endemik yang terinfeksi secara vertikal dari ibunya.
Prognosis bagi pengidap sehat adalah membaik (anti HBe positif) sebesar 10%
setiap tahun, menderita sirosis pada umur diatas 30 tahun sebesar 1% dan
11
Gambar 5. Keadaan hati pada hepatitis yang menjadi kronis
2.6 Diagnosis
saat awal infeksi HBV terjadi toleransi imunologis, dimana virus masuk kedalam
sel hati melalui aliran darah. Dan dapat melakukan replikasi tanpa adanya
kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis. Pada saat ini DNA HBV, HBsAg,
HBeAg, dan anti-HBc terdeteksi dalam serum. Keadaan ini berlangsung selama
pengidap sehat. Pada tahap selanjutnya terjadi reaksi imunologis dengan akibat
kerusukan sel hati yang terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau
12
Antigen Interpretasi Bentuk Klinis
kambuh kekebalan
Hibridisasi DNA HBV Replikasi aktif dan sangat Hepatitis akut, hepatitis
menular kronis
13
lain dari hepatitis kronis pada anak termasuk penyakit Wilson’s, hepatitis
BAB 3
14
khususnya di wilayah Asia-Pasifik yang prevalensinya tinggi. Di Asia Pasifik,
infeksi HBV biasanya terjadi melalui infeksi perinatal atau pada awal masa kanak-
kanak, dan penderita dapat juga terinfeksi virus hepatotropik lainnya secara
bersamaan14,15.
yang sedang pada Bolivia, Peru dan Ekuador. Diagnosis Hepatitis B dilakukan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, tes fungsi hati dan darah lengkap, tes
replikasi HBV berupa HBeAg/anti-HBe, HBV DNA (bila perlu), tes untuk
menghilangkan kemungkinan penyebab infeksi yang lain pada hepar seperti anti
HCV, tes untuk skrining KHS —AFP, PIVKA (bila perlu) dan pada pasien risiko
tinggi USG bila memungkinkan, dilakukan biopsi hati untuk menentukan tingkat
(grade) dan stadium (stage) penyakit hepar - pada pasien yang termasuk kriteria
hepatitis B kronik14,15.
Setiap bayi baru lahir dalam waktu 12 jam pertama harus diberikan
vaksinasi hepatitis B. Bila ibu HBsAg positif, dianjurkan untuk memberikan baik
15
Gambar 6. Pola pemberian imunisasi hepatitis pada bayi.
mengeliminasi atau menekan secara permanen HBV. Hal ini akan mengurangi
nekroinflamasi hati. Dalam istilah klinis, tujuan jangka pendek adalah mengurangi
DNA (dengan serokonvers HBeAg ke anti-HBe pada pasien HBeAg positif) dan
normalisasi ALT pada akhir atau 6-12 bulan setelah akhir pengobatan. Tujuan
untuk konfirmasi reaktif, maka pasien dirujuk ke Rumah sakit yang telah mampu
melakukan tatalaksana Hepatitis B dan C terdekat. Pada bayi yang dilahirkan dari
bayi berusia di atas 9 bulan, perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs
pada bayi tersebut. Sedangkan pada bayi yang dilahirkan dari ibu dnegan hepatitis
16
Indikasi terapi pada infeksi virus Hepatitis B kronik dilakukan dengan
Nilai DNA VHB merupakan salah satu indikator mortalitas dan morbiditas
bahwa nilai DNA VHB serum yang tinggi (>2.000 IU/mL) adalah
prediktor sirosis dan KHS yang kuat. Maka penggunaan kadar DNA VHB
sebagai indikasi memulai terapi dan sebagai tujuan akhir terapi merupakan
Status HbeAG
Kadar ALT serum telah lama dikenal sebagai penanda kerusakan hati,
namun kadar ALT yang rendah juga menunjukkan bahwa pasien berada
pada fase IT dan akan mengalami penurunan respons terapi. Telah banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa respons obat yang lebih baik dapat
17
Derajat kerusakan hati pada pemeriksaan histopatologi anatomi
Pemeriksaan awal pada semua pasien yang dicurigai menderita hepatitis B adalah
berdasarkan status DNA VHB-nya. Pasien yang memiliki DNA VHB < 2 x 104
IU/mL dan memiliki kadar ALT normal tidak memerlukan pengobatan apapun.
Pasien cukup menjalani pemantauan DNA VHB, HBeAg, dan ALT rutin setiap 3
bulan. Demikian pula pasien yang memiliki kadar DNA VHB ≥ 2 x 104 IU/mL
harus dipertimbangkan untuk mendapat terapi bila nilai ALT-nya lebih besar dari
2 kali batas atas normal. Pasien dengan kadar DNA VHB tinggi dan ALT di
bawah 2 kali batas atas normal tidak memerlukan pengobatan dan cukup
menjalani pemantauan DNA VHB, HBeAg, dan ALT rutin setiap 3 bulan. Pasien-
pasien ini berada pada fase IT sehingga terapi tidak akan efektif. Pada pasien-
pasien ini, pemeriksaan biopsi hati atau pemeriksaan fibrosis non invasif harus
dipertimbangkan pada semua pasien yang berusia ≥ 30 tahun atau pasien yang
berusia < 30 tahun namun memiliki riwayat KHS atau sirosis dalam keluarga. Bila
pada pemeriksaan ini ditemukan adanya inflamasi derajat sedang atau lebih, maka
terapi diindikasikan. Pasien yang memiliki kadar DNA VHB tinggi dan kadar
ALT 2-5 kali batas atas normal yang menetap selama lebih dari 3 bulan atau
18
memiliki risiko dekompensasi hati harus mendapat terapi. Pemberian terapi juga
dianjurkan pada pasien dengan DNA VHB tinggi dan ALT di atas 5 kali batas atas
normal. Namun pada pasien di kelompok terakhir ini, bila DNA VHB masih di
bawah 2 x 105 IU/mL dan tidak ditemukan tanda dekompensasi hati, maka terapi
bisa ditunda 3-6 bulan untuk memantau munculnya serokonversi HBeAg spontan.
Semua pasien yang berada dalam kelompok indikasi terapi ini diduga berada di
fase IC sehingga terapi bisa memberikan hasil optimal. Pada pasien yang
memberikan respons baik terhadap terapi, pemantauan lebih lanjut masih tetap
sama dengan pada pasien dengan HBeAg positif, namun batasan DNA VHB yang
digunakan lebih rendah, yaitu 2 x 103 IU/mL. Pasien yang memiliki DNA VHB <
2 x 103 IU/mL dan memiliki kadar ALT normal tidak memerlukan pengobatan
apapun dan cukup menjalani pemantauan DNA VHB dan ALT rutin setiap 6
bulan. Demikian pula pasien dengan kadar DNA VHB ≥ 2 x 103 IU/mL dan ALT
di bawah 2 kali batas atas normal tidak memerlukan pengobatan dan cukup
menjalani pemantauan DNA VHB dan ALT rutin setiap 6 bulan. Pada pasien-
2012, pemeriksaan biopsi hati atau pemeriksaan fibrosis non invasif harus
dipertimbangkan pada semua pasien yang berusia ≥ 30 tahun atau pasien yang
berusia < 30 tahun namun memiliki riwayat KHS atau sirosis dalam keluarga. Bila
pada pemeriksaan ini ditemukan adanya inflamasi derajat sedang atau lebih, maka
terapi diindikasikan14,17,18.
19
Pasien yang memiliki kadar DNA VHB tinggi dan kadar ALT di atas 2
kali batas atas normal yang menetap selama lebih dari 3 bulan atau memiliki
respons baik terhadap terapi, pemantauan lebih lanjut masih tetap perlu dilakukan,
sementara pada pasien yang tidak respons, penggantian ke strategi terapi lain
juga harus menjalani pemantauan (surveilans) KHS setiap 6 bulan sekali. Pasien
yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi mencakup laki-laki ras Asia dengan
usia >40 tahun, perempuan ras Asia dengan usia >50tahun, pasien dengan sirosis
hati, dan pasien dengan riwayat penyakit hati lanjut di keluarga. Surveilans ini
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan AFP dan USG hati secara berkala14.
Terapi pada pasien hepatitis B kronik dengan sirosis sedikit berbeda dari
kelompok yang belum sirosis. Pada pasien dengan sirosis kompensata, indikasi
terapi masih ditentukan kadar DNA VHB. Pasien dengan kadar DNA VHB < 2 x
103 IU/mL tidak perlu diterapi dan cukup menjalani pemantauan DNA VHB,
HBeAg, dan ALT rutin setiap 3-6 bulan. Sebaliknya, pasien yang memiliki kadar
DNA VHB ≥ 2 x 103 IU/mL harus mendapat terapi. Pilihan jenis terapi pada
pasien hepatitis B kronik dengan sirosis kompensata ditentukan oleh kadar ALT
pasien. Pada pasien yang memiliki kadar ALT < 5 kali batas atas normal,
dipertimbangkan. Namun pada pasien dengan ALT ≥ 5 kali batas atas normal,
terapi interferon tidak bisa diberikan sehingga pilihan yang tersisa hanya analog
20
nukleos(t)ida. Pada pasien hepatitis B kronik yang mengalami sirosis
DNA VHB ataupu ALT. Interferon dikontraindikasikan pada kondisi ini sehingga
pilihan yang tersedia tinggal analog nukleos(t)ida. Terapi suportif sirosis lain juga
yang paling sesuai dengan pasien adalah hal yang perlu diperhatikan sebelum
memulai terapi. Sampai saat ini terdapat setidaknya 2 jenis obat hepatitis B yang
yaitu14,16,19,20:
dewasa16,18,19,20.
21
Pegylated interferon a adalah interferon a yang dipegilasi. Sama
dengan mayoritas pasien dalam studi ini adalah ras Asia (85-87%),
kadar HBV DNA < 100.000 kopi/mL 42%, kadar HBV DNA <
pegylated interferon a-2a tunggal. Uji klinis fase III pada 537
22
kombinasi pegylated interferon a-2a dan lamivudine lebih baik
ringannya efek samping dan cara pemberian yang oral. Obat jenis ini
juga bisa digunakan pada pasien yang mengalami penyakit hati lanjut.
o Lamivudine
23
positif dan HbeAg negatif / HBV DNA positif. Pada penderita
yang lebih baik terhadap efek langsung anti virus pada terapi
o Adefovir diprovxil
o Entecavir
24
Entecavir adalah analog nukleosida guanosin yang menghambat
DNA dari nilai dasar yang secara bermakna lebih besar daripada
25
kopi/mL (p<0,001). Pada minggu ke 48 tidak terdapat bukti adanya
Kesimpulan
Daftar Pustaka
26
3. WHO. Hepatitis B; 2016. Available at:
September 1, 2018].
2010.
Indonesia.2016;3: 225-31
Med. 2017;5(3):1-13
(2) : 103-114
12. Szu TC, Mei HC. Epidemiology and Natural History of Hepatitis B in
27
14. PPHI. Panduan tatal laksana infeksi hepatitis B kronik Jakarta: PPHI;
2006.
15. Nel E, Sokol RJ, Comparcola D, Nobili V, Hardikar W, Gana JC, et al.
children, young people, and adults: summary of NICE guidance. BMJ July
2013;347.p 31-5
19. Maureen MJ, et all. Treatment of Children With Chronic Hepatitis B Virus
121-24
28