Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI
OBJEK VII
“PENYIAPAN PATI SINGKONG (AMYLUM MANIHOT)”

OLEH:
NAMA : FANNY DITA ZHAFIRAH
NO.BP : 1911011032
HARI/TANGGAL : SENIN/ 12 APRIL 2021
SHIFT/KELOMPOK : 1 (SATU) / 2 (DUA)
REKAN KERJA : 1. SERA AFDALANITA (1911011036)
2. ZHYA PERMATA INTANI (1911011037)
3. ANGELICHA MAYSYA NAHDA (1911011038)
4. RISKANA SORAYA PUTRI (1911012003)
5. CYNDI MURIA RAMADHAN (1911013037)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
PENYIAPAN PATI SINGKONG (AMYLUM MANIHOT)
I. Tujuan
1. Memahami cara-cara penyiapan Amylum Manihot (pati singkong) yang baik
dan bermutu yang dapat digunakan sebagai obat atau bahan obat.
2. Mengenal lebih dalam cara-cara penentuan standar mutu dari simplisia,
sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam penentuan dari suatu
simplisia memenuhi persyaratan minimal atau tidak bila akan digunakan
sebagai obat atau bahan baku obat.
II. Tinjauan Pustaka
Pati merupakan salah satu bahan alam yang paling banyak dan luas terdapat
dalam alam sebagai karbohidrat cadangan pada tanaman. Tempat penyimpanan pati
pada bagian tanaman adalah pada akar, umbi, biji, buah dan umbi lapis. Simpanan
cadangan pati tersebut berada dalam bentuk granula-granula kecil yang tidak larut
dalam air. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tempat
penyimpanan pati pada bagian akar dan merupakan bahan yang potensial bagi masa
depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustry(1).
Ubi kayu selain sebagai bahan pangan, dapat juga digunakan sebagai bahan
baku industri dan obat-obatan. Sebagai bahan pangan, pati ubi kayu dapat
dimanfaatkan sebagai substitusi terigu dan mengurangi ketergantungan terhadap
beras, karena mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi. Sifat-sifat fisik-kimia
bahan pati memiliki peranan penting dalam upaya pengendalian proses pengolahan.
Pengendalian proses pengolahan ini tidak hanya didasarkan pada pengalaman secara
tradisional, namun selebihnya diperlukan suatu penelitian berupa analisis terhadap
sifat-sifat fisik maupun kimia dari bahan pangan, dalam hal ini ubi kayu yang telah
diolah dalam bentuk pati(1).
Tahapan proses pembuatan ubi kayu diawali dari proses pengupasan dan
pencucian yang bertujuan untuk membersihkan umbi dari akar, kulit maupun kotoran
yang melekat pada umbi tersebut. Dilanjutkan dengan perendaman sekitar 1 jam yang
dimaksudkan untuk melunakkan jaringan umbi agar lebih mudah diparut. Setelah
perendaman ubi kayu, kemudian dilakukan pemarutan. Hal ini dimaksudkan untuk
merusak jaringan umbi dan sel-sel umbi agar pati mudah keluar. Dilanjutkan dengan
ekstraksi yang bertujuan untuk memisahkan pati dengan ampas(1).
Peremasan dan tekanan dilakukan untuk mengeluarkan pati dan jaringan
dengan penambahan air pada perbandingan 1:4 dengan frekuensi ekstraksi sebanyak
3 kali. Hasil ekstraksi dibiarkan selama 1 jam sampai pati mengendap. Setelah
endapan pati dihasilkan, selanjutnya dilakukan pencucian dengan air dan filtrasi
untuk mendapatkan pati yang bersih dari kotoran. Pencucian dan filtrasi diulang
sebanyak 3 kali. Tahap terakhir adalah pengeringan pati basah dengan membiarkan
pada suhu kamar selama 5 jam, selanjutnya dikeringkan pada pengering kabinet pada
suhu sekitar 40-45℃ sampai kadar air mencapai ± 12%. Pati yang berbentuk bongkah
dan tidak seragam sebagai hasil pengeringan dapat segera digilling untuk
mendapatkan ukuran pati yang seragam. Selanjutnya dilakukan pengayakan dengan
menggunakan ayak berukuran 100 mesh(1).
Sifat ubi kayu yang fleksibel dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri
pangan dan non pangan. Akibatnya ubi kayu berkembang dengan pesat dan budidaya
tanaman ini menjadi tren ekonomi dan industri secara global. Sifat fisik dan kimia ubi
kayu sangat penting untuk peningkatan kualitas hasil panen dan pengembangan
produk ubi kayu. Karakterisasi sifat fisik dan kimia ubi kayu salah satunya ditentukan
oleh sifat pati yang merupakan komponen utama dari ubi kayu. Secara umum, ubi
kayu segar mempunyai komposisi kimiawi: kadar air 62 %, pati 31 %, serat kasar 1,5
%, kadar protein 0,5 %, kadar lemak 0,2 % dan kadar abu 1%(2).
Ubi kayu memiliki periode pemanenan yang beragam, akibatnya ubi kayu
yang dihasilkan memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Perbedaan sifat
fisik dan kimia ini menyebabkan sifat fungsionalnya pun berbeda sehingga
mengakibatkan ketidakkonsistenan bahan baku. Hal ini akan berdampak pada
perbedaan produk akhir yang dihasilkan. Pati ubi kayu memiliki sifat yang unik
dengan warna dan flavor netral. Keunikan sifat ini menyebabkan pati ubi kayu
dimanfaatkan sebagai ingredient dan aditif pada industri pangan, diantaranya sebagai
pengental, bahan pengisi dalam produk makanan bayi dan bahan pengikat pada
produk-produk biskuit dan konfeksioneri(2).
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan
dengan cara yang telah ditetapkan. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan derajat halus nomor 8, suhu
pengeringan 105° dan susut pengeringan ditetapkan sebagai berikut : Timbang
saksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam
botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih
kurang 5 sampai 10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan
pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol
dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu ruang(3).
Ubi kayu merupakan tanaman tropis yang memiliki daya adaptasi cukup tinggi,
baik terhadap iklim maupun jenis lahan yang kurang subur. Berdasarkan
perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan bahan dasar pada industri makanan
seperti sumber utama pembuatan pati. Pemanenan ubi kayu yang tepat akan
menghasilkan tapioka dengan kualitas yang baik dan kadar pati yang tinggi. Waktu
panen yang terlalu cepat akan merugikan karena kandungan kadar pati ubi kayu
masih rendah menyebabkan kualitas ubi kayu menjadi kurang baik(4).
Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang diduga juga
mempunyai pola hubungan antara tingkat ketuaan, kekerasan, dan kandungan pati.
Umumnya dengan bertambahnya umur tanaman umbi-umbian akan semakin keras
teksturnya karena kandungan pati yang semakin meningkat. Akan tetapi apabila
terlalu tua kandungan seratnya bertambah sedangkan kandungan pati menurun.
Waktu panen ubi kayu bervariasi tergantung varietas dan kegunaannya, umumnya
berkisar antara 9-12 bulan(4).
Pati adalah karbohidrat (C6H12O6) yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan bagian dari pati yang dapat larut dalam air, namun Amilopektin
tidak dapat larut dalam air. Pengukuran kadar pati biasa dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang berbeda-beda. Pertama, menggunakan metode
oven. Untuk mendapatkan nilai kadar pati pada proses oven, dihitung secara manual
dengan menggunakan metode dry metter, yaitu persentase perbandingan berat awal
sebelum dioven dan akhir setelah dioven yang masing-masing data berat dikurangi
dengan berat wadah yang digunakan untuk meletakkan sampel ubi kayu. Kelemahan
dari metode ini memerlukan banyak waktu dalam proses mendapatkan kadar pati
serta tidak dapat dioperasikan di lapangan. Kedua, menggunakan metode kering,
yaitu mengukur kekerasan menggunakan penetrometer. Kelemahan dari metode ini
yaitu sulitnya kemam-puan masuknya jarum penetrometer kedalam ubi kayu yang
dikarenakan kerapatan antar granula pada ubi kayu tinggi, sehingga penggunaan alat
ini sulit dilakukan pada umur panen ubi kayu yang semakin tua(4).
Kelarutan merupakan berat pati yang terlarut dan dapat diukur dengan cara
mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatan. Nilai kelarutan pati
berkisar antara 4,57 sampai dengan 65,63%. Peningkatan suhu, lama waktu
pemanasan pati dan konsentrasi butanol cenderung menghasilkan peningkatan
kelarutan pati amilosa. Hal ini disebabkan peningkatan suhu dan lama pemanasan
suspensi pati mengakibatkan terjadinya depolimerisasi pati sehingga dihasilkan fraksi
amilosa dengan bobot molekul rendah. amilosa yang memiliki rantai pendek lebih
mudah larut dalam air(5).
Konsentrasi butanol yang semakin tinggi mengakibatkan terjadinya
peningkatan kelarutan pati amilosa namun tidak nyata. Hal ini disebabkan komponen
amilosa pada pati didominasi oleh fraksi amilosa dengan bobot molekul rendah.
Fraksi amilosa dengan bobot molekul rendah tidak dapat membentuk kompleks
amilosa butanol sehingga konsentrasi butanol yang semakin tinggi tidak berpengaruh
nyata terhadap kelarutan pati(5).
Tinggi atau rendahnya rendemen pada suatu produk juga ditentukan oleh
bahan baku yang digunakan. Varietas ubi kayu yang digunakan dalam pembuatan
pati tapioka dapat berasal dari semua varietas. Umbi tidak tahan disimpan sehingga
perlu diperhatikan pada saat panen, pengangkutan, dan penanganan segar. Dalam
waktu 24 jam setelah pemanenan ubi kayu harus segera diproses. Apabila terlambat
memproses akan terjadi kepoyoan, yaitu ubi berwarna kecoklatan, sehingga
menurunkan mutu tapioka. Mutu tapioka sangat ditentukan oleh mutu ubi kayu
segar(6).
Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh pada rendemen yang dihasilkan,
misalnya pada saat pemerasaan yang dilakukan kurang optimal sehingga sel pati tidak
terekstraksi dengan sempurna. Demikan pula pada proses penggilingan, biasanya
pada proses ini apabila tidak ditangani dengan baik maka banyak tepung yang
terbuang karena ukuran butiran yang kecil dan halus sehingga mudah keluar akibat
tiupan udara melalui celah-celah yang terdapat pada sepanjang aliran tepung sampai
pada kemasan(6).
III. Prosedur Kerja
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
 Timbangan  Botol timbnagan
 Panci dan parutan  Krus porselen
 Kain penyaring  Erlenmeyer
 Lumpang dan stamper  Buret dan pipet gondok
 Mikroskop, cover dan  Kertas pH
objek glass  Oven dan Furnace
 Ayakan

3.1.2 Bahan
 Singkong  Fenolftalein 0,1 % dalam etanol
 Etanol 96% 80%
 Etanol 70% dan 80%  NaOH 0,1 N
 Iodium P (2 g Iodium, 3 g  Ammonium Karbonat 16%
KI, Air ad 100 ml)  Aquadest

3.2 Cara Kerja


Timbang 1-2 kg umbi yang telah dikupas dan dicuci, parut lalu diperas,
ampas ditambah air secukupnya (takar) dan diperas lagi kumpulkan air
perasan lalu enap tuangkan. Endapkan dikeringkan dan diayak.
Hasil yang diperoleh dihitung dengan rumus:
Berat endapan kering
Rendemen (%) = x 100%
Berat awal
DAFTAR PUSTAKA

1. Augustyn GH, Polnaya FJ, Parinusa A. Karakterisasi Beberapa Sifat Pati Ubi
Kayu (Manihot esculenta, Crantz). Buletian Penelit BIAM. 2007;III(51):35–9.
2. Rahmiati TM, Purwanto YA, Budijanto S, Khumaida N. Sifat Fisikokimia
Tepung dari 10 Genotipe Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Hasil
Pemuliaan (Physicochemical Properties of Cassava Flour (Manihot esculenta
Crantz) of 10 Breeding Genotipes). Agritech. 2017;36(4):459.
3. Kemenkes RI. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2. 2017;561.
4. Aprilliana P, Supriyanto A dan, Surtono A. Rancang-bangun Alat Ukur Kadar
Pati Ubi Kayu Menggunakan Loadcell dan Arduino Berdasarkan Metode
Spesific Gravity. J Penelit Sains. 2017;19(3):132–6.
5. Haryanti P, Setyawati R, Wicaksono R. Effect of temperature and time of
heating of starch and butanol concentration on the physicochemical. Agritech.
2014;34(3):308–15.
6. Mustafa A. Analisis Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu (Tapioka) Berbasis
Neraca Massa. Agrointek. 2016;9(2):118.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai