Anda di halaman 1dari 20

STRATEGI PELAKSANAAN

KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Nama Dosen : Ns. Ibu Siti Lia Amelia S.Kep MM

Disusun Oleh : Maulana Achmad Rifaldi

Kelas : 2B

AKADEMI KEPERAWATAN BUNTET PESANTEREN CIREBON


Jl. Buntet Pesantren Mertapada Kulon Kec. Astanajapura Kab. Cirebon 45181 Tlp.
(0231)635747 - 63985
BAB I
KONSEP DASAR HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan
pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap
suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.

B. Faktor-faktor penyebab Halusinasi


1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi menurut Yosep (2009), meliputi:
Faktor perkembangan
Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, yang menyebabkan mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi ( unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya strees yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia, seperti bufennol dan dimetytranferase
(DMP). Akibat stress bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya, neurotransmitter
otak, misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl kolin dan dopamine.
Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata kea lam khayal.
Faktor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu skizofreinia cenderung
mengalami skizofreinia. hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang saling berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi yang diterima
oleh otak untuk diinterpretasikan.
Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart Sudden, 2007, halusinasi dibagi dalam:
1. Halusinasi Pendengaran / Audiotorik (70%)
Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara terutama suara orang. Biasanya klien
mendengarkan suara orang yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal.
2. Halusinasi Penglihatan / Visual (20%)
Karakteristik ditandai dengan stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran,
geometrik, gambar kartun dan panorama yang komplek. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidung / Alfaktari
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikan seperti darah,
urin, feses. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan demensia.
4. Halusinasi Peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit. Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
stimulus yang jelas. Contohnya rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan rasa mengecap seperti rasa darah, urin, feses.
6. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti rasa aliran darah vena atau
arteri, pencernaan makanan, pembentukkan urin.
7. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. Tahap-Tahap Halusinasi
Menurut Kusumawati, Farida (2011) tahap-tahap halusinasi, yaitu:
Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini
masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan
perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf
otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi
halusinasi, semakin meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi,
rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang
control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku
klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.

E. Tanda dan Gejala Halusinasi


Adapun tanda dan gejala halusinasi menurut Direja (2011), sebagai berikut:
1. Halusinasi Pendengaran
Data objektif : bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan
telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data subjektif : mendengarkan suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakuakn sesuatu yang
berbahaya.
2. Halusinasi Penglihatan
Data objektif : menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak
jelas.
Data subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster.
3. Halusinasi Penghidungan
Data objektif : menghidung seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup
hidung.
Data subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan.
4. Halusinasi Pengecapan
Data objektif : sering meludah, muntah
Data subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
5. Halusinasi Perabaan
Data objektif : menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa tersengat listrik.

F. Komplikasi dari Halusinasi


Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.

G. Mekanisme Koping
Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. (Stuart, 2007).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
(a) Psikofarmakoterapi
Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya
diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, IM. Pemberian injeksi biasanya cukup
3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg.
Golongan fenotiazine : Chlorpramizine / Largactile / Promactile. Biasanya
diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x100 mg. Apabila kondisi
sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep,
2011).
(b) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
aetificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang pada satu
atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
Joule / detik.
Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul dengan orang lain, penderita
lain, perawat, dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena
bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok yang diberikan pada pasien dengan halusinasi yaitu (Keliat,
2010) :
Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif / persepsi.
Terapi aktivitas kelompok stimulus sensori.
POHON MASALAH
Resiko Perilaku kekerasan

GSP : HALUSINASI Core Problem

Isolasi sosial

Ganguan konsep diri : HDR


STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSINASI PENDENGARAN


A. Kondisi

Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga
kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-suara atau
kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.

B. Diagnosis Keperawatan

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

C. Tujuan

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.

1) Ekspresi wajah bersahabat

2) Menunjukkkan rasa senang

3) Klien bersedia diajak berjabat tangan

4) Klien bersedia menyebutkan nama

5) Ada kontak mata

6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat

7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.

b. Membantu klien mengenal halusinasinya


c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi

D. Intervensi Keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.

b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi

c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan
yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Jelaskan cara menghardik halusinasi

2) Peragakan cara menghardik halusinasi

3) Minta klien memperagakan ulang

4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai

5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi

a. Salam Terapeutik

“Selamat pagi, assalamualaikum………….Boleh Saya kenalan dengan Ibu?


Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Akper Buntet
Pesantren Cirebon Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan
senang dipanggil dengan sebutan apa?”

b. Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
tidak?”

c. Kontrak

1) Topik

“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara
dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak
wujudnya?”

2) Waktu

“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”

3) Tempat

“Di mana kita akan bincang-bincang ???

Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???

2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”

“Apa yang dikatakan suara itu?”

“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”

“Seperti apa yang kelihatan?”

“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”

“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”

“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”

“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”

“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”

“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”

“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar
tidak muncul?”

“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”

“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”

“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”

“Keempat, minum obat dengan teratur.”

“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”

“Caranya seperti ini:


1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak
mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah
begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau
lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang
sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu………..
bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

3. Terminasi

a. Evaluasi subjektif

“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”

b. Evaluasi objektif

“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”

“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak
muncul lagi.”

c. Rencana tindak lanjut

“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”

(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian


klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri maka ibu menuliskan M, jika ibu
melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka Ibu
menuliskan B, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu
mengerti?).

d. Kontrak yang akan datang


1) Topik

“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”

2) Waktu

“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”

3) Tempat

“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai
jumpa besok.

Wassalamualaikum,……………

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)

A. Kondisi klien
DO : Klien tenang

DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas

B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi

C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.

E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Fase Orientasi
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, ibu? Bagaimana kabarnya hari ini? ibu masih ingat dong
dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah massudah makan?
Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan mas hari ini? Kemarin kita sudah berdiskusi tentang
halusinasi, apakah ibu bisa menjelaskan kepada saya tntang isi suara-suara yang ibu dengar ? dan
apakah ibu bisa mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan
menghardik?”
Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di ruamg tamu
mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering ibu dengar dulu agar suara itu tidak
muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja, bagaimana
mas setuju?”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut ibu cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? ibu setuju?”

Fase Kerja
”kalau ibu mendengar suara yang kata ibu kemarin mengganggu dan membuat ibu jengkel. Apa
yang ibu lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?”
”cara yang kedua adalah ibu langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat bahwa ibu
mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak ibu mengobrol sehingga suara itu hilang dengan
sendirinya.
Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya senag sekali ibu
mau berbincang-bincang denagan saya. Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-
bincang?”
Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang ibu katakan tadi, cara yang ibu pilih untuk mengontrol
halusinasinya adalah......
Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, ibu terus praktekkan cara yang telah saya
ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran ibu.”

Kontrak yang akan datang :


Topik :
”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan yang
bermanfaat.”
waktu :
”jam berapa ibu bisa? Bagaimana kalau besok jam 10.00? ibu setuju?”
tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih ibu sudah
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3)

A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktifitas / kegiatan harian.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ?
sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi,
apa itu ? apakah ibu masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan
kemarin
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang
suara- suara yang sering ibu dengar agar bisa dikendalikan engan cara
melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana ibu setuju?”
Fase Kerja
”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi tentang
cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu caar
ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang
bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
”jika ibu mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan
kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan
lain.”
Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya
senag sekali ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan
ibu setelah berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba ibu jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi yang
ketiga?
Tindak lanjut : ”tolong nanti ibu praktekkan cara mengontrol halusinasi seperti
yang sudah diajarkan tadi?
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih ibu
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4)


A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat
secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, ibu? Masih ingat saya ???
Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ? sudah
siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ?
apakah mas masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin.
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang obat-
obatgan yang ibu minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut ibu cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalu di ruang tamu? ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas setuju?”

”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali sehari. Obat yang
warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering mas dengar sedangkan
yang warnanya putih agar ibu tidak merasa gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek
samping diantaranya mulut kering, mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak
lancar. Sudah jelas ibu? Tolong nanati ibu sampaikan ke dokter apa yang mas rasakan
setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Kemudian ibu jangan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter,
gejala seperti yang ibu alami sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal yang harus
diperhatikan oleh mas pada saat mionum obat yaitu beanr obat, benar dosis, benar cara,
benar waktu dan benar frekuensi. Ingat ya ibu..?!!”
Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag sekali
ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-
bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba ibu jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian berapa
dosisnya?
Tindak lanjut : ”tolong nanti ibu minta obat ke perawat kalau saatnya minum obat.”
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana ibu kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)
yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa ibu bisa? Bagaimana kalau jam 09.00? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih mas sudah mau
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

Anda mungkin juga menyukai