SP Halusinasi Maulana A. Rifaldi
SP Halusinasi Maulana A. Rifaldi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Kelas : 2B
A. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan
pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap
suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart Sudden, 2007, halusinasi dibagi dalam:
1. Halusinasi Pendengaran / Audiotorik (70%)
Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara terutama suara orang. Biasanya klien
mendengarkan suara orang yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal.
2. Halusinasi Penglihatan / Visual (20%)
Karakteristik ditandai dengan stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran,
geometrik, gambar kartun dan panorama yang komplek. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidung / Alfaktari
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikan seperti darah,
urin, feses. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan demensia.
4. Halusinasi Peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit. Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
stimulus yang jelas. Contohnya rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan rasa mengecap seperti rasa darah, urin, feses.
6. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti rasa aliran darah vena atau
arteri, pencernaan makanan, pembentukkan urin.
7. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
D. Tahap-Tahap Halusinasi
Menurut Kusumawati, Farida (2011) tahap-tahap halusinasi, yaitu:
Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini
masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan
perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf
otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi
halusinasi, semakin meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi,
rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang
control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku
klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
G. Mekanisme Koping
Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. (Stuart, 2007).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
(a) Psikofarmakoterapi
Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya
diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, IM. Pemberian injeksi biasanya cukup
3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg.
Golongan fenotiazine : Chlorpramizine / Largactile / Promactile. Biasanya
diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x100 mg. Apabila kondisi
sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep,
2011).
(b) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
aetificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang pada satu
atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
Joule / detik.
Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul dengan orang lain, penderita
lain, perawat, dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena
bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok yang diberikan pada pasien dengan halusinasi yaitu (Keliat,
2010) :
Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif / persepsi.
Terapi aktivitas kelompok stimulus sensori.
POHON MASALAH
Resiko Perilaku kekerasan
Isolasi sosial
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga
kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-suara atau
kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.
B. Diagnosis Keperawatan
C. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.
D. Intervensi Keperawatan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan
yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara
dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak
wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar
tidak muncul?”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau
lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang
sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu………..
bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak
muncul lagi.”
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai
jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.
Fase Kerja
”kalau ibu mendengar suara yang kata ibu kemarin mengganggu dan membuat ibu jengkel. Apa
yang ibu lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?”
”cara yang kedua adalah ibu langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat bahwa ibu
mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak ibu mengobrol sehingga suara itu hilang dengan
sendirinya.
Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya senag sekali ibu
mau berbincang-bincang denagan saya. Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-
bincang?”
Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang ibu katakan tadi, cara yang ibu pilih untuk mengontrol
halusinasinya adalah......
Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, ibu terus praktekkan cara yang telah saya
ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran ibu.”
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktifitas / kegiatan harian.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ?
sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi,
apa itu ? apakah ibu masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan
kemarin
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang
suara- suara yang sering ibu dengar agar bisa dikendalikan engan cara
melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana ibu setuju?”
Fase Kerja
”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi tentang
cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu caar
ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang
bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
”jika ibu mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan
kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan
lain.”
Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya
senag sekali ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan
ibu setelah berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba ibu jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi yang
ketiga?
Tindak lanjut : ”tolong nanti ibu praktekkan cara mengontrol halusinasi seperti
yang sudah diajarkan tadi?
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih ibu
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali sehari. Obat yang
warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering mas dengar sedangkan
yang warnanya putih agar ibu tidak merasa gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek
samping diantaranya mulut kering, mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak
lancar. Sudah jelas ibu? Tolong nanati ibu sampaikan ke dokter apa yang mas rasakan
setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Kemudian ibu jangan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter,
gejala seperti yang ibu alami sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal yang harus
diperhatikan oleh mas pada saat mionum obat yaitu beanr obat, benar dosis, benar cara,
benar waktu dan benar frekuensi. Ingat ya ibu..?!!”
Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag sekali
ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-
bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba ibu jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian berapa
dosisnya?
Tindak lanjut : ”tolong nanti ibu minta obat ke perawat kalau saatnya minum obat.”
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana ibu kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)
yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa ibu bisa? Bagaimana kalau jam 09.00? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih mas sudah mau
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”