Anda di halaman 1dari 13

“KELUARGA QUR’ANI KUNCI KEBERHASILAN

KETAHANAN NASIONAL”
Oleh : Kasful Anwar.Us
UIN STS Jambi
Jl. Arif Rahman Hakim No. 111, Simpang IV Sipin, Kec. Telanai
Pura, Kota Jambi, Jambi 36361, No.Telp (0741) 60731/08127395602
Email : kasfulanwarus@gmail.com

ABSTRAK
Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk
ketahanan nasional sebuah Negara. Karena setiap individu dibentuk dan ditempa,
belajar nilai dan norma dari sebuah keluarga yang akhirnya membentuk
kepribadiannya. Tulisan ini akan mengkaji tentang keluarga qur’ani sebagai kunci
keberhasilan ketahanan nasional. Pribadi yang baik hanya akan tercipta di tengah
keluarga yang tenang, aman, dan damai. Jauh dari percekcokan, pertengkaran,
apalagi kekerasan yang menyebabkan dampak buruk bagi seluruh anggota
keluarga. Untuk itu dalam kajian ini penulis menawarkan konsep qur’ani yang
merupakan petunjuk dan pedoman seorang muslim dan hidup dan berkehidupan
berkeluarga yang indah yang disebut dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah
yang berlandaskan konsep pergaulan yang baik (mu’asyarah bilma’ruf).
Kata Kunci : Keluarga, Qur’ani, Keberhasilan, Ketahanan Nasional

A. PENDAHULUAN
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat dan sebuah Negara.
Keluarga memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam pembentukan karakter
suatu individu. Karena dari keluargalah setiap individu-individu belajar mengenal
nilai dan norma, bersikap, dan merasa. Karakter individu-individu ini kemudian
akan berlanjut kepada terbentuknya karakter kumpulan individu dalam lingkup
suami-isteri atau keluarga, kemudian menjadi kumpulan masyarakat dan akhirnya
berdampak pada karakter dan ketahanan nasional sebuah bangsa.1

1Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,


Gema Insani, Jakarta, 2005, hal.72

1
Proses pembentukan pribadi ini akan berjalan baik apabila kondisi
keluarga tersebut aman, tenteram, dan damai. Jauh dari kekerasan, pertengkaran,
caci maki, sehingga tercipta keluarga yang dalam pribahasa dikenal dengan
rumahku syurgaku. Dalam kehidupan sehari-hari terjalin komunikasi yang baik,
rasa saling percaya, menghargai, dan menghormati, dipenuhi dengan kasih
sayang, serta bahu membahu dalam membangun kehidupan yang bermartabat.
Namun demikian, apabila menilik potret keluarga Muslim Indonesia saat
ini, akan ditemukan data yang kurang baik. Berdasarkan data yang dirilis oleh
Komnas Perempuan mendapat temuan kasus kekerasan dalam rumah tangga terus
meningkat.2 Sedangkan ketidak harmonisan rumah tangga dan  trend perceraian
menjamur,3 berbagai permasalahan seperti narkoba, kekerasan seksual, hingga
persoalan lainnya banyak yang bermula dari kerentanan keluarga. Hasilnya, anak-
anak menjadi korban utama, kualitas kehidupan anak-anak bangsa kian memburuk
dan berdampak pada ketahanan nasional karena melahirkan generasi yang tidak
memiliki SDM yang beridentitas atau berkarakter.4
Mengingat urgennya peran keluarga dalam tatanan kehidupan manusia ini,
Islam jauh-jauh hari telah menawarkan konsep tentang keluarga yang disebut oleh
Alqur’an dengan istilah keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah (QS.Al-
Rum:21). Keluarga yang dibina atas konsep pergaulan yang baik (mu’asyarah
bilma’ruf), yakni hubungan suami dan isteri dalam keluarga diibaratkan seperti
pakaian (libas). Suami adalah pelindung bagi isteri, dan isteri adalah pelindung
bagi suami dan seluruh anggota keluarga (QS.Al-Tahrim:6).
Berdasarkan hal tersebut di atas, tulisan ini akan memuat tentang keluarga
qur’ani sebagai kunci keberhasilan ketahanan nasional. Membangun ketahanan
keluarga dengan semangat Alqur’an, menoropong realitas keluarga Muslim saat

2Sedikitnya ada 8.315 kasus dalam setahun. Jumlah itu mengalami peningkatan di tahun
2017 yang mencapai 11.719 kasus atau naik 3.404 kasus dari tahun sebelumnya
3Dari dua juta pasangan menikah, sebanyak 15 hingga 20 persen bercerai. Sementara,
jumlah kasus perceraian yang diputus Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia pada 2014
mencapai 382.231, naik sekitar kasus 131.023 dibanding tahun 2010 sebanyak 251.208 kasus
(Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag)
4Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 5 masalah aduan anak terkait
perceraian di tahun 2016. 1.Korban hak asuh 86 kasus 2. pelarangan akses bertemu orang tua 193
kasus 3. penelantaran ekonomi 124 kasus 4. anak hilang dan 5. penculikan keluarga. Potret yang
tak terbantahkan kondisi rapuhnya keluarga sangat berpengaruh pada kualitas generasi

2
ini yang mulai rapuh dengan segala problematikanya, melihat inti permasalahan
dan mencari penyebbnya, serta melihat bagaimana Alqur’an memberikan tawaran
dimulai dari awal membentuk sebuah keluarga hingga membina keluarga yang
indah yang disebut dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah yang berlandaskan
konsep mu’asyarah bilma’ruf.

B. PEMBAHASAN
1. Realitas Keluarga Muslim Indonesia
Sudah menjadi aksioma, bahwa keluarga berfungsi sebagai pengantar pada
masyarakat besar, sebagai penghubung pribadi-pribadi dengan struktur sosial
yang lebih besar yakni sebuah Negara.5 Kekuatan setiap bangsa mempunyai cita-
cita, karena cita-cia berfungsi sebagai penentu untuk mencapai tujuan, dan dalam
usaha mencapainya itu tentu banyak mengalami hambatan, tantangan, dan
ancaman. Oleh karena itu perlu kekuatan untuk mewujudkannya yang disebut
dengan istilah “Ketahanan Nasional”.6
Terbentuknya pribadi-pribadi masyarakat yang kuat tersebut tentunya
berasal dari adanya keluarga yang kuat pula karena keluarga merupakan pondasi
utama sebagai unit terkecil dalam sebuah kesatuan masyarakat/ umat.7 Akan tetapi
apabila menilik kondisi bangsa saat ini, bangsa Indonesia patut prihatin, khawatir,
dan cemas karena rapuhnya kekuatan keluarga bangsa Indonesia akibat krisis
moral di kalangan masyarakat, tingginya angka perceraian, tindak kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT), hingga merosotnya moral akibat kurangnya
perhatian keluarga dalam memberikan pendidikan nilai dan moral.
Berdasarkan data dari Dirjen Bimas Islam, Prof. Muhammadiyah Amin,
tahun 2007 hingga 2017, tercatat angka perceraian yang meningkat sebesar 20
persen. angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data

5M. Bambang Pranowo, Multideminsi Ketahanan Nasional, Pustaka Alavabet, Jakarta,


2010, hal.5
6Ketahanan Nasional dalam bahasa Inggris yang mendekati pengertian aslinya adalah
national resilience yang mengandung pengertian dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan
endurance.
7Astuti, Siti Irene. Pendekatan Holistik dan Kontekstual dalam mengatasi Krisis
Karakterdi Indonesia." Cakrawala Pendidikan, 2010, hal.26

3
2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa.8 Data ini sungguh sangat
memilukan, angka perceraian yang sangat besar mencerminkan belum pahamnya
umat dalam membina rumah tangga yang baik, dan tentunya anak-anak menjadi
korbannya.
Mitra Perempuan pada bulan Bulan Maret Tahun 2018 mencatat jumlah
layanan pengaduan dan bantuan diberikan kepada 204 orang perempuan dan anak-
anak yang mengalami kasus kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), dan rehalibitasi anak dibawah umur dalam masalah sex dan Narkoba.
Hasil penelitian di 16 provinsi di tanah air, ditemukan 2,6 persen siswa SLTP
sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen dari siswa SMA.
Kerapuhan keluarga dalam mengajarkan nilai dan norma ikut diperparah oleh
kasus kriminal dan korupsi, intoleransi SARA, radikalisme dan terorisme,
penyalahgunaan narkoba, kasus kecenderungan pergaulan bebas yang mengarah
pada perilaku sex pra nikah.9
Realitas yang sangat memprihatinkan apabila merujuk bagaimana
kesakralan pernikahan dan makna sebuah keluarga dalam pandangan agama.
Islam memandang sebuah pernikahan dan keluarga merupakan sebuah kewajiban,
ibadah, dan merupakan sunnah Rasul yang harus dikerjakan dengan sebaik-
baiknya. Seorang Muslim dalam sebuah keluarga diperintahkan untuk menjaga
anggota keluarga lainnya dari panasnya api neraka. Firman Allah SWT yang
artinya:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. (QS.Al-Tahrim:6)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini memerintahkan kepada setiap manusia
menjaga dirinya dari api neraka, dan bertanggung jawab mengajarkan kepada
anggota keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah agar terhindar

8https://lifestyle.kompas.com/read/2018/01/05/110000620/angka-perceraian-terus-
meningkat diakses 23 Oktober 2018
9https://nasional.kompas.com/read/2017/08/08/14144061/survei-kompas--88-4-persen-
responden-anggap-narkoba-ancam-ketahanan-bangsa diakses 23 Oktober 2018

4
dari api neraka.10 M. Quraish Shihab menjelaskan caranya adalah dengan
membina diri sendiri terlebih dahulu dalam mendalami akidah dan adab Islam
kemudian setelah mampu melaksanakannya, maka kemudian wajib
mendakwahkannya pula kepada yang lain yaitu orang-orang terdekat/ keluarga
yaitu orang tua, istri, anak, adik, kakak dan karib kerabat. Anak adalah titipan
Allah bagi orang tua dan di tangan orangtualah anak-anak tumbuh dan
menemukan jalan-jalannya yang nantinya dihadapan Allah SWT.11

2. Keluarga dalam Perspektif Alqur’an


Kata keluarga berdasarkan asal-usul sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ki Hajar Dewantara, berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua kata yaitu
kawula dan warga. Didalam bahasa Jawa kuno kawula berarti hamba dan warga
artinya anggota.12 Sedangkan dalam bahasa Arab, keluarga dapat diterjemahkan
ke dalam berbagai kata, seperti al-usrah, al-al, dan adz-dzurriyyah. Adapun
Alqur'an lebih cenderung menggunakan kata al-ahl untuk menterjemahkan makna
keluarga. Kata lain yang digunakan Alqur’an untuk mengacu kepada arti keluarga
adalah al-‘asyiir dan al-‘asyiirah. Kata al-‘asyiir dan al-‘asyiirah juga berarti
kabilah, suku; sahabat, teman; suami, istri.13
Kata al-ahl yang dipersentasikan Alqur’an bermakna keluarga diulang
sebanyak 128 kali sesuai dengan konteksnya. Kata tersebut tidak selamanya
mengandung makna keluarga dalam Alqur’an sebagaimana yang disebutkan di
atas melainkan punya arti yang bermacam-macam seperti pada surah Al-
Baqarah:109 dimaknai dengan ahlul Kitab, Al-Nisa:58 dimaknai dengan orang
yang berhak menerima sesuatu, dan Al-A’raf:96 bermakna penduduk suatu negeri
namun pada akhirnya juga bermuara pada makna sebuah keluarga. Selebihnya

10 Abu Fida Isma’il bin Umar bin Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, Dar al-Fikr,
Beirut, 1401 H, hal.117
11M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Lentera Hati, Jakarta, 2011, hal. 256
12Abu, Ahmadi dan Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001,
hal.176
13Al-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an. Dar al-Fikr, Beirut, t.th,
hal. 347

5
kata al-ahl ditujukan pada laki-laki dan perempuan yang diikat oleh tali
pernikahan dan didalamnya terdapat orang yang menjadi tanggungannya.14
Membentuk keluarga adalah fitrah bagi manusia. Islam telah memberikan
serangkaian tuntunan untuk menata fitrah itu. Yakni tuntunan untuk membentuk
keluarga agar terwujud generasi unggul, umat yang akan melanjutkan estafet
perjuangan para pendahulunya. Semua itu telah menjadi bagian yang yang tak
terpisahkan dari ajaran Islam itu sendiri yang digali dari sumbernya yang utama,
yakni Alqur’an dan Alhadits.15 Alqur’an memberikan perumpaan tentang keluarga
ideal dengan tiga buah kata yang disebut dengan sakinah, mawaddah, dan
warahmah. Firman Allah SWT yang artinya:
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir (QS.Al-Rum:21)

Al-Maraghi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata sakinah


diambil kata sakana yang terdiri dari huruf sin, kaf, dan nun yang mengandung
makna ketenangan, diam, dan tidak bergerak. Ketiga huruf ini semuanya bermuara
pada makna diatas rumah dinamai maskan karena ia merupakan tempat untuk
meraih ketenangan setelah sebelumnya sang penghuni bergerak (beraktifitas di
luar rumah). Sedangkan kata mawaddah adalah prinsip yang melihat kualitas
pribadi pasangan, dan kata rahmah adalah prinsip cinta kasih yang lembut, siap
berkorban, dan siap member perlindungan kepada yang dicintai.16
Adapun prinsip keseimbangan dalam keluarga, mengandung pengertian
bahwa baik suami maupun isteri memiliki memiliki kewajiban yang sama, yakni
melaksanakan perintah-perintah agama (Q.S. al-Dzariyat: 56). Dalam tatanan

14Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa al-Qur’an al-Karim,


Dar al-Kutub al-Misriyyah, Kairo, 1364 H, hal. 79
15Jalaluddin Rakmat dan Mukhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat
Modern, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal.39
16Kata sakana juga mempunyai derivasi sukkan yang berarti penduduk, artinya keluarga
adalah persekutuan atau perkumpulan hidup yang dimulai dengan pernikahan. Sehingga
mengandung makna keluarga sakinah adalah hidup berkelompok antara dua insan yang berbeda
jenis kelamin untuk membentuk interaksi antara pasangan dan anggota keluarga yang didahului
dengan ucapan akad nikah. (Ahmad Musthofa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy, Jilid 6, Dar al-
Kutub Al-Ilmiyah, Lebanon, 2006, hal.214)

6
relasi antar manusia, setiap laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang
sama dalam targhib (anjuran) dan tarhib (ancaman), masalah fadhail (keutamaan
diri), dan juga dalam pemberlakuan syariat tentang hak-hak dan kewajiban secara
keseluruhan untuk memperoleh pahala bila mampu menjalankan perintah agama,
dan memiliki peluanga yang sama dijatuhi adzab bila masing-masing dari
keduanya melanggar perintah-perintah tersebut (Q.S. Al-Nahl: 97 dan Al-Nisa’:
124).17
Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep keluarga perspektif
Alqur’an yang memuat tentang kehidupan keluarga yang mesti dibangun dengan
tiga konsep yakni sakinah, mawaddah, warahmah, di mana eksistensi keluarga
menjadi sesuatu yang sangat vital dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang saat ini tengah sangat memprihatinkan. Konsep ini hendaknya
dipahami kembali dan mampu diimplementasikan oleh umat Muslim dalam
kehidupan berkeluarga.

3. Membangun Keluarga dengan Semangat Alqur’an


Untuk merealisasikan keluarga yang ideal sesuai dengan apa yang
dikehendaki tuntunan Alqur’an dan Hadis yakni sakinah, mawaddah, dan rahmah,
sebelumnya diperlukan proses pembentukan keluarga itu sendiri. Karena
membangun keluarga sakinah mawaddah dan rahmah tentu menjadi dambaan dan
cita-cita yang ingin dicapai seorang Muslim. Namun tentunya membangun sebuah
keluarga tentu tidak semudah yang diucapkan. Karena itu alam hal ini penulis
mencoba merangkum beberapa kiat dalam membangun sebuah keluarga dengan
semangat Alqur’an antara lain:
Pertama, memahami makna keluarga. Semua tentu saja berawal dari
paradigma yang benar tentang keluarga. Jika paradigmanya bahwa keluarga
bahagia adalah yang bergelimangan harta, maka motivasi dalam berkeluarga pun
adalah mengkapitalisasi kekayaan. Sebaliknya, bagi paradigma berkeluarga
seorang muslim berasal dari motivasi bahwa berkeluarga adalah untuk beribadah

17M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Lentera Hati, Jakarta, 2011, hal. 327

7
kepada Allah, menjaga kesucian diri, dan merealisasikan amal bahwa berkeluarga
adalah bagian dari sebuah mengimplementasikan pesan-pesan Allah dalam
Alqur’an dan petunjuk Rasulullah SAW.18
Rasulullah SAW pun menganjurkan pernikahan lewat berbagai sabdanya
yang artinya “Wahai kaum muda, barang siapa diantara kamu mampu berumah
tangga, maka kawinlah, karena kawin dapat menundukan pandangan dan
memelihara kemaluan. Dan barang siapa belum mampu, maka hendaknya
berpuasa, karena yang demikian dapat mengendalikanmu.” (HR. Bukhari dan
lain-lain). Dalam hadits lain yang artinya: Apabila seorang hamba menikah,
sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Oleh karena itu maka
hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh yang lainnya. (HR. Al-
Baihaqi).
Kedua, memahami bahwa pernikahan merupakan perjanjian sacral yang
diikat dengan kokoh yang disebut sebagai mitsaqan ghaliza (ikatan yang kokoh).
Sehingga berkeluarga adalah komitmen yang harus dijaga dengan baik dan
bukanlah sebuah permainan yang dengan mudah berakhir.19 Menurut hemat
penulis, apabila paradigma tentang pembentukan keluarga lahir dari prinsip dan
tujuan benar di atas, maka setiap orang akan memandang perkawinan sebagai
sesuatu yang sakral, bermuatan ibadah, jauh dari pemuas nafsu belaka.
Ketiga, Rasulullah SAW. menyuruh umatnya untuk pandai-pandai
memilih pasangan hidup, dan telah memberikan kriteria yang baik sebagaimana
yang telah disebutkan dalam sebuha Haditsnya yang artinya : Dari Abu Hurairah
ra. dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Seorang perempuan (boleh) dinikahi
karena empat hal; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya,
dan karena agamanya. Maka hendaklah kamudapatkan perempuan yang memiliki
agama, (karena jika tidak), binasalah kedua tanganmu.”  (HR. Muttafaq ‘Alaih
bersamayang tersisa dari tujuh perawi lainnya).

18Jalaluddin Rakmat dan Mukhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat


Modern, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal.39
19 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005, hal. 10.

8
Keempat hal di atas sangat penting keberadaannya dalam kehidupan
rumah tangga, dan umum terjadi di tengah-tengah masyarakat yang dalam
memilih calon istri maupun calon suami kebanyakan sangat mendambakan calon
yang memiliki hal-hal tersebut. Mempunyai harta, keturunan yang baik, Tampan
atau cantik tentu adalah dambaan setiap manusia, namun agama adalah hal utama,
tanpanya ketiga hal sebelumnya tiada berguna. Dengan menaati ajaran agama,
seseorang akan bisa mengatasi tiga persoalan lainnya (harta, keturunan,
kedudukan, dan kegantengan atau kecantikan), sementara ketiga hal yang lainnya
belum tentu bisa menjamin kehidupan diniyah (keagamaan).20
Keempat, Setelah terbentuk sebuah keluarga sesuai dengan ajaran Islam,
maka demi terpeliharanya kehidupan keluarga yang harmonis dan dapatnya unit
terkecil dari suatu negara itu menjalankan fungsinya dengan baik, Islam melalui
syariatnya menetapkan sekian banytak petunjuk dan peraturan. Adapun jalinan
perekat bangunan keluarga adalah hak dan kewajiban yang disyariatkan Allah
terhadap para anggotanya (ayah, ibu, suami dan istri, serta anak-anak). Adanya
aturan tentang hak dan kewajiban masing-masing tidak lain agar tercipta
keharmonisan dalam hidup berumah tangga yang pada akhirnya menciptakan
suasana aman, bahagia, dan sejahtera bagi seluruh bangsa.21
Keluarga adalah “umat terkecil” yang memiiliki pimpinan dan anggota,
mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban masing-masing.
Saling menjaga, saling menghormati, dan menghargai, saling mengasihi, dan
tentunya saling mengingatkan dalam kebenaran antar suami dan isteri. Terhhadap
anak keturunan peranan dan kewajiban orang tua adalah memberikan pendidikan
aqidah kepada anak-anak sehingga akan terlahir generasi penerus yang memiliki
nilai dan moral yang Islami.
Kelima, jangan melakukan kekerasan dalam rumah tangga sangat tidak
dibenarkan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Janganlah
kamu memukuli isterimu seperti kamu memukul budakmu yang kemudian di

20M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat. Mizan, Bandung, 1996, hal. 255
21 Jalaluddin Rakmat dan Mukhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat
Modern, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal.39

9
malam hari kamu gauli, tidakkah kamu malu”. (HR. Bukhari). Apabila terjadi
silang pendapat dalam berumah tangga hendaknya dikedepan konsep musyawarah
dan pergaulan dengan baik atau yang dikenal dengan mu’asyarah bilma’ruf.
(QS.Al-Nisa:19, QS.Al-Baqarah:228).22
Dalam ruang lingkup sebuah keluarga, konsepnya adalah saling menjaga
bukan menyakiti, memelihara bukan malah menjajah. Alqur’an mengisyaratkan
antara anggota satu dengan anggota lainnya adalah pelindung. Sebagaimana yang
diibaratkan oleh Alqur’an bahwa hubungan suami dan isteri dalam keluarga
diibaratkan seperti pakaian (libas). Suami adalah pelindung bagi isteri, dan isteri
adalah pelindung bagi suami dan seluruh anggota keluarga (QS.Al-Tahrim:6).
Firman Allah SWT yang artinya:
Artinya : “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka. (QS.Al-Baqarah:187)

Dengan demikian, apabila kiat-kiat ini dilakukan, diharapkan akan


terbentuknya keluarga dengan semangat Alqur’an. Keluarga yang bercirikan
sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi dambaan setiap umat Muslim
yang nantinya akan melahirkan generasi penerus yang mempunyai akahlak Islami
pula sehingga terciptnya keluarga kokoh yang berkesinambungan dan
terbentuknya ketahanan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan.

C. PENUTUP
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa keluarga merupakan tempat
terbentuknya kpribadan setiap individu yang semestinya dipenuhi dengan kasih
sayang, ketenteraman, saling menjaga, menghargai, dan menghormati. Di tengah
kondisi keluarga Muslim Indonesia saat ini, konsep keluarga ideal perspektif
Alqur’an perlu dipahami kembali dan kemudian benar-benar diimplementasikan
dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari.

22Badriyah Fayumi, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai


Pemikiran Ulama Muda, LKiS, Yogyakarta, 2002, hal.106-107

10
Terpenuhinya konsep sakinah, mawaddah, dan rahmah dalam keluarga
berarti telah mencerminkan ajaran Alqur’an yang disebut dengan mu’asyarah bil
ma’ruf (pergaulan suami isteri yang baik), Serta keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Hal ini mengandung makna bahwa Allah SWT menghendaki
perkawinan dan relasi suami isteri berjalan dalam pola interaksi yang harmonis,
suasana hati yang damai serta serta keseimbangan hak dan kewajiban. Dengan
kata lain bahwa mu’asyarah bil ma’ruf merupakan landasan moral yang harus
dijadikan acauan dalam semua hal yang menyangkut hubungan suami isteri, orang
tua dan anak, bermasyarakat, berbangsa, beragama, dan bernegara.
Wallahu a’lam. . .

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Alqur’an dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 2013

Abu Fida Isma’il bin Umar bin Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir,
Dar al-Fikr, Beirut, 1401

Abu, Ahmadi dan Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta,
2001

Ahmad Musthofa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy, Jilid 6, Dar al-Kutub


Al-Ilmiyah, Lebanon, 2006

Al-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan


Masyarakat, Gema Insani, Jakarta, 2005

Al-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an. Dar al-Fikr,


Beirut, t.th

Badriyah Fayumi, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan:


Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, LKiS, Yogyakarta, 2002

Jalaluddin Rakmat dan Mukhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim dalam


Masyarakat Modern, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-


Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, 2011

_____, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat. Mizan, Bandung, 1996

Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, PT.


Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa al-Qur’an


al-Karim, Dar al-Kutub al-Misriyyah, Kairo, 1364

Pranowo, M. Bambang, Multideminsi Ketahanan Nasional, Pustaka


Alavabet, Jakarta, 2010

12
Astuti, Siti Irene. Pendekatan Holistik dan Kontekstual dalam mengatasi
Krisis Karakterdi Indonesia." Cakrawala Pendidikan, 2010

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/01/05/110000620/angka-
perceraian-terus-meningkat, di akses 23 Oktober 2018

https://nasional.kompas.com/read/2017/08/08/14144061/survei-kompas--
88-4-persen-responden-anggap-narkoba-ancam-ketahanan-bangsa diakses 23
Oktober 2018

13

Anda mungkin juga menyukai