Anda di halaman 1dari 23

DEMOKRASI INDONESIA

PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun oleh:

MUHAMMAD ARI SUSANTO

202011431

MANAJEMEN 1G

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MURIA KUDUS


TAHUN AJARAN 2020/2021
Pentingnya demokrasi pada era 4.0, dilihat dari fakta bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan semakin maju

1. Pendidikan Demokratis

Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sebuah upaya membimbing peserta


didik menuju ke kedewasaan dalam berdemokrasi, yaitu dengan cara mensosialisasikan
dan mentransformasikan nilai - nilai demokrasi dengan tujuan pembentukan perilaku
yang dapat mencerminkan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang demokratis.
Demokrasi merupakan gabungan dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos
yang berarti pemerintahan dalam bahasa Yunani. Demokrasi kemudian diterjemahkan
sebagai “rakyat yang berkuasa”. Dengan kata lain, secara bahasa, demokrasi dimaknai
sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, baik secara langsung maupun melalui
perwakilan. Dapat dikatakan bahwa kekuatan tertinggi dalam demokrasi langsung berada
di tangan rakyat. Secara material, demokrasi merupakan sebuah bentuk pemerintahan
yang menjamin independensi dan egaliter dalam berpikir, mengemukakan pendapat,
bersyarikat, serta kemerdekaan dalam mengatur diri sendiri yang dilandasi oleh corak
pemerintah. Pendidikan demokrasi memiliki tujuan untuk mempersiapkan peserta didik
sebagai warga masyarakat yang mampu berpikir kritis serta bertindak demokratis melalui
aktivitas pembelajaran yang menanamkan kesadaran akan tiga hal, yaitu: 1.) Demokrasi
adalah bentuk kehidupan bermasyarakat yang menjamin hak anggotanya sebagai warga
Negara, 2.) Demokrasi adalah suatu proses belajar bagi masyarakat (learning process)
yang bertahap dan tidak serta merta dapat begitu saja meniru dari kelompok masyarakat
lain, dan 3.) Kelangsungan kehidupan demokratis tergantung pada kemampuan dan
keberhasilan masyarakat itu sendiri dalam menstransformasikan nilai - nilai demokrasi
(kebebasan, persamaan dan keadilan), serta tingkat loyalitas anggotanya kepada sistem
politik yang bersifat demokratis. Salah satu ciri pendidikan demokratis adalah pendidikan
tersebut telah berfokus pada pengajaran keterampilan dan nilai - nilai kewarganegaraan.
Hal tersebut tidak berarti bahwa pengajaran ini harus menjadi fokus utama semua
lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Selama
pendidikan formal maupun non formal telah melaksanakan tugas mereka untuk mengajari
peserta didik pada keterampilan dan kebajikan kewarganegaraan ini, maka orang tua
dapat mengambil sisi lain untuk mendidik anak - anak mereka, selain apabila memang
ada kerjasama antara sekolah dan keluarga dalam menanamkan nilai - nilai demokrasi ini.
Dalam masyarakat demokratis, sekolah memikul tanggung jawab ganda untuk membantu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan individu peserta didik
untuk menjalani kehidupan yang berlandaskan pada kebebasan dan juga nilai - nilai yang
diyakini bersama (termasuk penghormatan terhadap kebebasan sipil dan politik).
Pendidikan demokratis mencakup beragam struktur kelembagaan dan isi kurikulum yang
sesuai untuk mendidik warga negara yang bebas dan masyarakat yang demokratis.
Kurikulum “one size fits all” tidak akan mampu membentuk masyarakat yang
demokratis, karena pendidikan demokratis membutuhkan suatu konteks politik yang
mengharuskan adanya sebuah kebersamaan yang terwujud dalam bentuk perwakilan dari
seluruh pemangku kepentingan pendidikan dalam pengambilan keputusan. Aspek
pertama adalah peserta didik, dengan mengacu pada konsep pendidikan sepanjang hayat
(lifelong education) yang berasumsi bahwa proses pendidikan berlangsung dari lahir
hingga akhir hayat, maka sekolah tidak lagi dianggap sebagai bagian terpisah dari
kehidupan, sebaliknya sekolah adalah kehidupan itu sendiri. Dengan kata lain, sekolah
tidak lagi dianggap sebagai tempat untuk membekali peserta didik bagi kehidupannya di
masa yang akan datang. Lebih dari itu, sekolah adalah bagian dari kehidupan itu sendiri.
Kehidupan adalah wahana pendidikan yang sangat luas dan dijalani untuk saat ini dan
yang akan dating. Implikasi dari cara pandang seperti ini bahwa peserta didik adalah
pelaku utama (subyek) proses pendidikan. Sumber pendidikan, acuan pembelajaran
kehidupan bagi peserta didik adalah lingkungan dan kehidupan sosial mereka sendiri.
Aktivitas pembelajaran yang dialami oleh peserta didik didasarkan pada aktivitas sosial
mereka sendiri, bukan pada mata pelajaran yang disajikan dalam kurikulum. Kegiatan
pembelajaran menekankan pada pengembangan kreativitas peserta didik, toleransi,
kemandirian, dan juga tanggung jawab. Aspek kedua adalah guru sebagai fasilitator
pembelajaran dan motivator bagi peserta didik. Kedua fungsi ini akan muncul apabila
peserta didik diposisikan sebagai subyek dalam pembelajaran. Sebagai seorang fasilitator
dan motivator, guru dapat lebih banyak memposisikan dirinya sebagai pemberi dorongan
dan motivasi kepada peserta didik agar dapat meningkatkan kompetensi dan memenuhi
kebutuhan mereka, meningkatkan kemampuan pandangan kritis agar bisa
mengembangkan berbagai solusi alternatif atas permasalahan kehidupan yang mereka
jalani, serta menegaskan motivasi untuk terus mendalami serta mengembangkan apa yang
telah mereka pelajari selama proses pendidikan berlangsung. Aspek ketiga adalah
dimensi materi, yaitu materi pendidikan yang dikembangkan dalam pendidikan
demokratis ini didasarkan pada permasalahan sosial yang dialami oleh para peserta didik
(problem oriented). Dalam proses pembelajaran, guru menyampaikan bahan ajar yang
diangkat dari permasalahan riil yang dihadapi peserta didik di lingkungan masyarakatnya,
sehingga materi yang bersifat teoritis akan dapat dikorelasikan dengan realitas kehidupan
mereka. Dalam penyampaian materi ini pun guru dituntut berperan aktif, kreatif dan
berani membawa wacana - wacana yang dianggap kontroversial ke dalam proses
pembelajaran agar peserta didik mendapat kesempatan untuk mendiskusikan isu - isu
yang sensitif tersebut. Dimensi terakhir adalah dimensi manajerial, yaitu pengelolaan
pendidikan yang dilaksanakan bersifat desentralisasi. Kebijakan pendidikan lebih
didominasi oleh keputusan yang dibuat pada level daerah, sekolah, hingga kelas.
Pengelolaan yang desentralisasi ini dapat memicu kreativitas dan daya inovatif guru, di
samping bahwa hal ini sangat diperlukan. Dengan mempertimbangkan ketiga dimensi
sebelumnya, dimensi peserta didik sebagai subyek pendidikan, dimensi guru sebagai
fasilitator dan motivator, dimensi materi pembelajaran yang bersifat berbasis masalah,
maka orientasi pendidikan dengan keempat aspek yang dikemukakan oleh Zamroni
tersebut diyakini dapat mewujudkan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
demokratis, sehingga mampu menghasilkan output individu yang demokratis, toleran,
kreatif dan mandiri. Ciri - ciri lulusan semacam ini akan sangat berperan mewujudkan
masyarakat demokratis.

2. Perkembangan TIK dan Kesiapan Guru di Sekolah


Pemanfaatan atas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah
mewarnai dan mencakup hampir semua sisi kehidupan masyarakat, termasuk bidang
pendidikan. Pemanfaatan TIK saat ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang lumrah
dalam kehidupan sehari - hari. Hampir semua orang tidak mengalami kesulitan untuk
berinteraksi dengan teknologi ini, termasuk dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Proses pembelajaran dengan media elektronik maupun internet (e-learning) dan
difasilitasi dengan komputer multimedia sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat pendidikan. Lebih jauh lagi, penggunaan TIK ini dapat dikatakan sudah
menjadi keniscayaan agar semua informasi dan materi pendidikan bisa tersampaikan
lebih efektif dan efisien. Di kota - kota, para peserta didik dari pendidikan dasar hingga
perguruan tinggi telah terbiasa menggunakan TIK untuk mencari dan menemukan
sumber-sumber belajar tambahan sebagai pengayaan atas materi pembelajaran. Materi
pembelajaran yang belum mereka kuasai di sekolah dapat dengan mudah dicari dan
didapatkan lewat penggunaan TIK. Semua kemudahan yang didapat dari penetrasi TIK
disemua segmen dan lingkungan masyarakat, menyebabkan masyarakat dapat semakin
mudah dan cepat membangun jejaring komunikasi pengaksesan sumber-sumber
informasi yang ada secara global. Perkembangan TIK yang telah dirasakan oleh
masyarakat ini, di sisi lain serta merta juga akan menuntut sekolah sebagai bagian dari
masyarakat untuk melakukan penyesuaian dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
Sekolah adalah tempat bertemu antara guru dan murid. Guru memiliki dorongan untuk
melakukan proses pendidikan, sedangkan murid sebagai peserta didik adalah individu
yang memiliki keinginan untuk didik dan belajar. Sinergitas antara keduanya inilah yang
kemudian membentuk interaksi pembelajaran di sekolah. Saat ini, Sebagian besar
kegiatan pendidikan di sekolah, baik administratif maupun pembelajaran, telah terpapar
oleh perkembangan teknologi, meskipun dengan level yang berbeda - berbeda.
Perkembangan teknologi pada kegiatan di sekolah dapat dikategorikan ke dalam empat
tingkat, yaitu emerging, applying, infusing, dan transforming. Walaupun tidak dianggap
sebagai tahapan yang bersifat heirarkis, namun dapat dikatakan bahwa pada level
terendah, sekolah yang hanya baru mengenal dunia komputasi. Tahap pertama adopsi
TIK adalah tahap emerging. Pada tahapan ini sekolah mungkin hanya memiliki satu atau
beberapa unit komputer secara terbatas. Mungkin ada satu - dua orang guru atau tenaga
kependidikan mulai melakukan eksplorasi potensi yang dimiliki sekolah mereka dalam
penggunaan TIK dalam proses pendidikan maupun layanan administrasinya. Penggunaan
TIK dalam tahapan ini cenderung dalam lingkup personal, seperti penggunaan aplikasi
olah kata, membuat daftar, atau materi presentasi. Di samping itu, apabila
memungkinkan, penggunaan internet terbatas pada email maupun mencari informasi di
laman website. Selain itu, kegiatan pembelajaran lebih difokuskan pada pengenalan
teknologi, dan guru juga fokus pada pengembangan personal. Penekanan kegiatan
pembelajaran menggunakan TIK pada tahap ini adalah inisiasi penggunaan tools serta
meningkatnya kesadaran akan pentingnya teknologi dalam pembelajaran. Walau
demikian, pembelajaran pada tahap ini masih didominasi aktivitas yang berpusat pada
guru. Tahap kedua adalah tahap penerapan (applying). Sekolah pada tahap ini telah
memperoleh peralatan TIK lebih banyak dan digunakan di seluruh elemen sekolah.
Penerapan TIK di sekolah ini biasanya juga dipicu oleh kebijakan nasional, dimana
berbagai strategi TIK sedang diujicobakan. Tenaga kependidikan lebih banyak
menggunakan TIK dalam pengelolaan tugas administratif dan manajemen persekolahan.
Sementara para guru juga mulai mengadaptasi pada kurikulum untuk meningkatkan
penggunaan TIK di berbagai bidang pembelajaran, seperti menerapkan perangkat lunak
(software) tertentu untuk menggambar, merancang, membuat model, dan berbagai
simulasi dalam pembelajaran, dan lain sebagainya. Walaupun kemampuan guru dalam
TIK sudah lebih baik dari tahap sebelumnya, namun pada tahap penerapan (applying),
penggunaan TIK masih terlihat terpisah dari kegiatan pembelajaran di kelas. Guru telah
mampu melakukan berbagai aktivitas menggunakan komputer bersama para peserta
didik, seperti penggunaan aplikasi pengolah kata atau aplikasi lainnya secara terpisah dari
apa yang sedang dipelajari di kelas. Komputer mungkin juga masih dilihat sebagai
reward bagi siswa menyelesaikan tugas lebih cepat dalam kegiatan kelas. Sama seperti
tahap emerging, pada tahap penerapan ini guru masih cenderung mendominasi kegiatan
pembelajaran di kelas. Namun, mereka menggunakan TIK untuk tujuan profesional,
dengan fokus pada peningkatan kualitas pembelajaran, dan memperkaya metode
mengajar dengan menggunakan berbagai aplikasi TIK. Secara bertahap guru
mendapatkan kepercayaan diri dalam menggunakan alat TIK terutama dalam proses
mengajar di bidang yang mereka kuasai, walaupun kendala yang masih sering mereka
hadapi adalah masih terbatasnya akses ke fasilitas dan sumber daya TIK yang siap pakai.
Guru masih perlu memerlukan persiapan yang memakan waktu untuk menggunakan TIK
dalam pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah tahap penanaman (infusing) TIK di
sekolah. Pada tahap ini, hampir semua ruang kelas dilengkapi peralatan komputer,
termasuk di ruang kantor dan perpustakaan. Sekolah juga memiliki akses koneksi
internet. Di samping itu, beragam peralatan TIK pendukung lainnya juga tersedia pada
seluruh unit kerja seperti laboratorium dan kantor tata usaha sekolah. Pada tahap ini, TIK
telah masuk pada semua aspek profesionalitas guru dalam upaya meningkatkan kualitas
kegiatan dan pengelolaan pembelajaran. Peningkatan kemampuan TIK bagi seluruh guru
dan tenaga kependidikan menjadi sebuah kebutuhan. Hal ini untuk mendukung guru yang
aktif dan kreatif yang mampu merangsang dan mengelola pembelajaran peserta didik.
Tahap ini juga memungkinkan bagi para guru untuk mengintegrasikan berbagai gaya
belajar yang disukai dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengintegrasian ini
melibatkan pengetahuan dan keterampilan yang berbeda dari berbagai mata pelajaran.
Kurikulum mulai menggabungkan bidang subjek untuk mencerminkan aplikasi
pengetahuan dan keterampilan di dunia nyata. Walaupun guru telah mengintegrasikan
TIK pada hampir semua aspek kegiatan profesional baik untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan pembelajaran mereka sendiri atau para peserta didik, TIK belum sepenuhnya
menyatu dengan kegiatan pembelajaran reguler lainnya. Siswa, bagaimanapun, perlahan -
lahan sudah diberikan kontrol yang lebih besar atas pembelajaran atau dalam proyek yang
mereka kerjakan. Di samping guru juga menggunakan TIK untuk membantu siswa dalam
menilai capaian pembelajaran. Pada tahap ini pula guru mulai berkolaborasi dengan guru
lain untuk memecahkan masalah pembelajaran ataupun berbagi pengalaman mengajar
mereka dengan para kolega. Tahapan ini lebih pada apa yang dijalani oleh sekolah,
terutama guru. Tahap penanaman ini dapat dikatakan sebagai bagian dari tahap terakhir,
yaitu tahap transformasi. Tantangan terbesar pada kedua tahap ini adalah bagaimana guru
mampu mentransformasikan seluruh kegiatan rutin mereka dengan penggunaan TIK di
seluruh aspek pembelajaran secara keseluruhan. Tahap transformasi TIK di sekolah
ditandai dengan terintegrasinya semua kegiatan pembelajaran di pembelajaran sehari -
hari. TIK juga digunakan dalam kegiatan pembaharuan organisasi kelembagaan dengan
cara kreatif. Lebih jauh lagi, TIK benar - benar terintegrasi menjadi bagian rutinitas
kegiatan lembaga setiap hari. Begitu pula di aktivitas pembelajaran. Fokus di ruang kelas
telah bergerak sepenuhnya dari yang pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered) ke arah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (studen centered) yang
mengintegrasikan bidang pembelajaran dengan aplikasinya di dunia nyata. Hasilnya,
ketika tahap transformasi ini telah tercapai, seluruh kinerja lembaga telah berubah. Para
guru dan tenaga kependidikan lainnya sudah menyadari bahwa TIK adalah bagian
integral dari aktivitas sehari - hari lembaga mereka, yang telah menjadi pusat
pembelajaran bagi komunitas mereka. Melalui tahapan transformasi dapat dilihat
bagaimana posisi guru dalam berproses mengembangkan diri searah dengan
perkembangan TIK. Berbagai aspek pembelajaran juga harus mampu menyesuaikan diri
atas perubahan ini. Menurut Gagne mengatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu
sistem aktivitas belajar yang bertujuan membantu proses belajar peserta didik. Kegiatan
pembelajaran berisi serangkaian peristiwa yang direncanakan dan dikondisikan
sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terlaksananya proses belajar
peserta didik secara internal. Dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk dapat
memberikan informasi dan pengetahuan secara efektif, menyenangkan, dan kreatif,
sehingga terjadi perubahan pada diri peserta didik secara positif dengan mudah.
Pembelajaran sebagai sebuah sistem adalah suatu kombinasi dari unsure - unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk
mencapai suatu tujuan dan terorganisasi dengan rapi. Dengan perkembangan TIK yang
sangat pesat, saat ini peserta didik dapat belajar kapan saja dan di mana saja. Namun
demikian, guru harus mampu mengembangkan dirinya dan meningkatkan kualitas dalam
keterampilan pengelolaan pembelajaran, baik terkait dengan penggunaan berbagai media,
metode, maupun teknik pembelajaran yang sesuai dengan kemajuan teknologi. Proses
pembelajaran masa kini menjadikan posisi guru bukan sebagai satu - satunya sumber
belajar. Peserta didik tidak lagi tergantung pada guru, karena mereka pun dapat mencari
informasi ataupun pengetahuan yang mendukung pembelajaran mereka untuk
mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Wijaya Kusumah menyebutkan bahwa
berkembangnya TIK yang merambah hingga ke sekolah menyebabkan perubahan dalam
sistem pembelajaran. Berbagai bahan dan sumber belajar saat ini telah dapat disajikan
dalam berbagai bentuk, melalui buku, film, audio, video, foto, CD ataupun bentuk media
lainnya. Perlengkapan komputer, alat audiovisual dan lainnya juga merupakan unsur
fasilitas dan perlengkapan pembelajaran, sehingga pembelajaran memiliki bentuk baru,
walaupun masih dalam lingkup kombinasi antara guru, fasilitas dan sumber belajar,
semuanya saling berinteraksi agar tujuan pembelajaran di kelas dapat tercapai.
Demokrasi yang ideal mungkinkah dapat terwujud?

Makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian
bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah - masalah mengenai kehidupannya,
termasuk dalam menilai kebijakan Negara, karena kebijakan Negara tersebut akan menentukan
kehidupan rakyat. Dengan demikian Negara yang menganut sistem demokrasi adalah Negara
yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi,
demokrasi berarti pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas
persetujuan rakyat karena kedaulatan ditangan rakyat.

Kesimpulan - kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa hakikat demokrasi
sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan
pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan berada di tangan
rakyat mengandung pengertian tiga hal, yaitu:

a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)


Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintah yang sah dan diakui
(ligimate government) dimata rakyat. Sebaliknya ada pemerintahan yang tidak sah dan
tidak diakui (unligimate government). Pemerintahan yang diakui adalah pemerintahan
yang mendapat pengakuan dan dukungan rakyat. Pentingnya legimintasi bagi suatu
pemerintahan adalah pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dan program-
programnya.
b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan
atas nama rakyat bukan atas dorongan sendiri. Pengawasan yang dilakukan oleh rakyat
(sosial control) dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung
( melalui DPR).
c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)
Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada
pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah diharuskan menjamin
adanya kebebasan seluas – luasnya.
Secara substantif, prinsip utama dalam demokrasi ada dua, yaitu:

 Kebebasan atau persamaan

Kebebasan dan persamaan merupakan dasar yang kuat dari demokrasi. Kebebasan
adalah sarana mencapao kemajuan dengan memberikan hassil maksimal dari usaha.
Sedangkan persamaan yakni sarana penting untuk kemajuan setiap orang. Dengan prinsip
persamaan, setiap orang dianggap sama, tanpa dibeda - bedakan. Serta memperoleh akses
dan kesempatan yang sama.

 Kedaulatan rakyat

Kedaulatan rakyat artinya kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Dengan
kedaulatan yang dipegang rakyat kecil kemungkinan adanya penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu juga terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas - tugas pemerintahan. Wujud lain
dari konsep kedaulatan adalah pengawasan oleh rakyat.

Demokrasi Sebagai Pandangan Hidup

Menurut Nurcholis Madjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata
kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Demokasi adalah proses menuju dan
menjaga civil society yang menghormati dan berupaya merealisasikan nilai - nilai demokrasi
(Sukron Kamil, 2002). Tujuh norma - norma dan pandangan hidup demokratis yang
dikemukakan oleh Nurcholis Madjid (Cak Nun), sebagai berikut:

a. Pentingnya kesadaran akan pluralisme. Hal ini tidak sekedar pengakuan (pasif) akan
kenyataan masyarakat yang majemuk. Lebih dari itu, kesadaran akan kemajemukan
menghendaki tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif.
Kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia sebagai bangsa
yang sangat beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.
b. Musyawarah Internaliasasi makna dan semangat musyawarah mengehendaki atau
meharuskan keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan
terjadinya “partial finctioning of ideals”, yaitu pandangan dasar belum tentu, dan tidak
harus, seluruh keinginan sepenuhnya.
c. Pertimbangan moral Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa
cara haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang
baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yang ditempuh untuk meraihnya. Demokrasi
tidak terbayang terwujud tanpa ahklak yang tinggi. Dengan demikian pertimbangan
moral (keseluruhan akhlak) menjadi acuan dalam berbuta dan mencapai tujuan.
d. Permufakatan yang jujur dan sehat Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk
menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna
mencapai permufaakatan yang juga jujur dan sehat. Permufakatan yang dicapi melalui
”engineering”, manipulasi atau merupakan permufakatan yang curang, cacat atau sakit,
malah dapat disebut sebagai penghianatan pada nilai dan semangat musyawarah.
Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing- masing pribadi
atau kelompok yang bersangkutan memiliki kesediaan psikologis untuk melihat
kemungkinan orang lain benar dan diri sendiri salah, dan bahwa setiap orang pada
dasarnya baik, berkecenderungan baik, dan beriktikad baik.
e. Pemenuhan segi - segi ekonomi Masalah pemenuhan segi - segi ekonomi yang dalam
pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial - budaya. Warga dengan pemenuhan
kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa rencana - rencana itu
benar - benar sejalan dengan tujuan dan praktik demokrasi. Dengan demikian rencana
pemenuhan kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan aspek keharmosian dan
keteraturan sosial.
f. Kerjasama antar warga untuk mempercayai iktikad baik masing - masing. Kerjasama
antar warga untuk mempercayai iktikad baik masing- masing, kemudian jalinan dukung -
mendukung secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang
ada, merupakan segi penunjang efisiensi untuk demokrasi. Pengakuan akan kebebasan
nurani (freedom of conscience), persamaan percaya pada iktikad baik orang dan
kelompok lain (trust attitude) mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusiaan
yang positif dan optimis.
g. Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan pendidikan
demokrasi. Pandangan hidup demokrasi terlaksana dalam abad kesadaran universal
sekarang ini, maka nilai- nilai dan pengertian – pengertiannya harus dijadikan unsur yang
menyatu dengan sistem pendidikan kita. Perlu dipikirkan dengan sungguh - sungguh
memikirkan untuk membiasakan anak didik dan masyarakat umumnya siap menghadapi
perbedaan dan pendapat dan tradisi pemilihan terbuka untuk mentukan pemimpin atau
kebijakan. Jadi pendidikan demokrasi tidak saja dalam kajian konsep verbalistik ,
melainkan telah membumi dalam interaksi dan pergaulan sosial baik dikelas maupun
diluar kelas.

Perkembangan demokrasi

Demokrasi dapat terwujud karena adanya proses kehidupan rakyat berdaulat yang dinamis.
Hal tersebut juga dibarengi dengan adanya keberanian moral dalam rakyat. Tanpa keberanian
moral, maka nilai moral termasuk keadilan dan kebenaran tidak akan terjadi dan selaras.

Berikut beberapa perkembangan demokrasi yang terjadi saat ini: Kekuasaan negara
demokrasi dilakukan oleh wakil - wakil yang terpilih. Di mana pilihan rakyat tersebut
berlandaskan kepercayaan bahwa semua kehendak dan kepentingan rakyat diperhatikan oleh
wakil rakyat. Dalam melaksanakan kekuasaan negara demokrasi yakni senantiasa mengingat
kehendak dan keinginan rakyat. Setiap konflik yang terjadi akan diselesaikan dengan cara damai,
kompromi, konsensus, kerja sama, dan dukungan. Baik melalui kelembagaan atau sarana
komunikasi sosial.

Praktik demokrasi dapat dilihat sebagai gaya hidup serta tatanan masyarakat. Dalam
pengertian ini, suatu masyarakat demokratis mempunyai nilai- nilai sebagai berikut:

1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. Dalam alam


demokrasi, perbedaan pendapat dan kepentingan dianggap sebagai hal yang wajar.
Perselisihan harus diselesaikan dengan perundingan dan dialog, untuk mencapai
kompromi, konsensus, atau mufakat.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan dalam masyarakat secara damai atau tanpa
gejolak. Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya terhadap perubahan-
perubahan tersebut dan mampu mengendalikannya.
3. Menyelenggarakan pergantian kepemimpinan secara teratur. Dalam masyarakat
demokratis, pergantian kepemimpinan atas dasar keturunan, pengangangkatan diri
sendiri, dan coup d’etat (perebutan kekuasaan) dianggap sebagai cara-cara yang tidak
wajar.
4. Menekan penggunaan kekerasan seminimal mungkin. Golongan minoritas yang biasanya
akan terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi kesempatan untuk ikut
merumuskan kebijakan.
5. Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman. Untuk itu perlu terciptanya
masyarakat yang terbuka dan kebebasan politik dan tersedianya berbagai alternatif dalam
tindakan politik. Namun demikian, keanekaragaman itu tetap berada dalam kerangka
persatuan bangsa dan negara.
6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam masyarakat demokratis, keadilan merupakan cita -
cita bersama, yang menjangkau seluruh anggota masyarakat.
Kebebasan dalam berpendapat di ruang public menjadi boomerang di era teknologi saat
ini

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga
negara dan ini merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh negara. Negara Indonesia
sebagai negara hukum dan demokrasi berwenang mengatur dan melindungi pelaksanaan Hak
Asasi Manusia. Hal ini diaminkan dalam perubahan keempat Undang - Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 pada Pasal 28E ayat (3) yang mengemukakan bahwa “setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kemudian
penafsiran dari pasal tersebut diakomodir melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 1 ayat (1) “kemerdekaan
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku”.

Beberapa aturan diatas menegasakan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak


mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Implementasi dalam
kebebasan berekspresi dapat berupa tulisan, buku, diskusi, atau dalam kegiatan pers. Setiap
warga negara secara sah dapat mengemukakan apa yang ada dalam pikirannya, baik berupa
kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya. Pendapat atau
kritikan atas setiap kebijakan publik merupakan suatu control terhadap jalannya suatu
pemerintahan. Hal ini diperlukan agar setiap kebijakan tidak bertentangan dengan HAM dan
kebijakan tertuju jelas untuk rakyat. Terdapat empat aspek penting dalam penilaian kondisi
demokrasi di Indonesia, 1.) Kebebasan Sipil, 2.) Partisipasi Sipil, 3.) Supermasi Hukum, 4.)
Perlindungan HAM.

Lokataru Foundation menilai kebebasan berependapat di era Presiden Jokowi mengalami


penyempitan ruang ekspresi publik. Hal ini dilihat dari kebijakan pemerintah yang diambil
seperti dalam isu Papua, kekerasan dan intimidasi kepada demonstran, Penyempitan kebebasan
Akademik, hingga pemberangusan serikat buruh. Baru - baru ini terdapat beberapa kebijakan
pemerintah yang menuai kritikan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan kebijakan yang dibuat
dinilai menyalahi asas demokrasi dalam bernegara. Seperti yang terjadi pada Agustus lalu di
beberapa wilayah provinsi Papua perihal pelambatan akses internet. Hal ini telah menimbulkan
kesulitan warga setempat untuk mencari, memperoleh dan menyampaikan informasi melalui
media telekomunikasi (internet). Kemudian teror terhadap Ravio setelah ia mengkritik penyajian
data kasus Covid-19 oleh BNPB yang dianggap menyesatkan. Tak hanya itu Ravio kerap
mengkritik berbagai kebijakan pemerintah. Kemudian teror terhadap penyelenggaraan diskusi
dengan tema “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem
Ketatanegaraan”. Selanjutnya, teror terhadap panitia penyelenggara diskusi bertemakan papua.
Teror terhadap salah satu Stand up comedy bintang emon yang roasting terkait putusan 1 tahun
penjara terhadap kasus penyiraman air keras Novel Baswedan. Baru - baru ini adalah adanya
kasus penangkapan kepada salah satu warga yang mengunggah lelucon gusdur tentang polisi.

Media sosial sebagai ruang publik memberikan dampak positif dalam negara demokrasi.
Pasalnya aspirasi publik dapat diserap melalui media sosial. Namun dalam praktiknya terdapat
beberapa pelanggaran oleh penggunanya. Kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat jelas
merupakan bentuk HAM yang tidak boleh dilanggar. Akan tetapi dalam konteks negara
demokrasi, keamanan dan kenyamanan bernegara adalah hal yang perlu dijamin oleh pemerintah
melalui kewenangannya dalam mengatur suatu negara karena penegakan hukum merupakan
variable demokrasi. Dalam pembahasan ini akan diuraikan batasan kebebasan dalam konteks
bermedia sosial.

Meski jaminan atas kebebasan berpendapat sudah diatur dalam UUD 1945, namun sistem
hukum kita juga menerapkan batasan terhadap pelaksanaan hak tersebut yang salah satunya
diatur dalam Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sejak
diundangkan pada 2008, UU ITE telah digunakan secara jamak oleh penegak hukum untuk
menindak penyalahgunaan teknologi informasi utamanya melalui media internet. Di antara
beberapa pasal yang mengatur mengenai tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik, UU ITE mengatur mengenai pemidanaan terhadap aktivitas berpendapat di
internet. Pembatasan tersebut berulang kali mengundang perhatian publik, selain karena sering
kali melibatkan figur publik, juga karena dianggap secara berlebihan mengekang publik dalam
berpendapat. 

Belakangan polemik ini muncul kembali dalam kasus penyebaran konten pencemaran nama
baik maskapai Garuda Indonesia di Youtube dan Instagram (kasus vlogger Rius Vernandes).
Terlepas dari maraknya perdebatan hukum mengenai pembuktian kasus tersebut, public tentunya
perlu bertanya, sejauh mana Negara dapat secara proporsional membatasi hak / kebebasan warga
Negara dalam berpendapat.

Pada kasus Rius, video dan pernyataan yang dibuat merupakan suatu hal yang jamak
dilakukan oleh para pembuat konten di sosial media di mana Rius mengkritik pelayanan yang
diterimanya sebagai konsumen Garuda Indonesia. Namun, hal itu justru membuatnya tersangkut
kasus pidana karena dianggap telah melakukan pencemaran nama baik. Bagi publik yang awam
dengan UU ITE tentunya wajar apabila merasa hal ini dinilai berlebihan dan mengekang
kebebasan berpendapat. Pasalnya, konten yang disebarluaskan di media sosial tidak lain adalah
kritik dan berdasarkan pengalaman yang dialaminya sendiri.

Di sisi lain, hakim dan aparat penegak hukum terikat dengan ketentuan pidana yang tidak
memungkinkan untuk mempertimbangkan konten pernyataan seseorang secara objektif.
Pengaturan mengenai pencemaran nama baik dalam UU ITE memungkinkan pemidanaan
seseorang karena perkataannya secara subjektif dinilai menjatuhkan harga diri orang / pihak lain.
Dalam hal ini, perbuatan mencemarkan nama baik berbeda dengan perbuatan fitnah atau
menyebarkan berita bohong yang penilaian kontennya tidak bergantung pada salah satu pihak
saja melainkan pada benar / tidaknya isi pernyataan yang disampaikan.

Padahal, kritik tidak ubahnya pendapat seseorang berupa ketidaksetujuan yang disampaikan
dalam konteks menanggapi suatu hal/peristiwa. Secara konten, pendapat tidak dapat dinilai
kebenarannya karena berkaitan dengan apa yang diyakini oleh seseorang. Polemik mengenai
pengusutan kasus pencemaran nama baik secara pidana tidak perlu terjadi apabila pembuat
undang - undang dapat secara proporsional menyusun ketentuan pidana sehingga menutup
kemungkinan seseorang dipidana semata-mata karena menyampaikan pendapatnya. Lantas,
bagaimana sebaiknya negara mengatur mengenai aktivitas berpendapat warganya? 

Idealnya, negara cukup mengatur mengenai bagaimana cara menyampaikan pendapat dan
tidak membatasi konten/isi pendapat. Yang dimaksud dengan cara adalah berkaitan dengan
kapan, di mana, dan bagaimana (time, place, manner) pendapat itu disampaikan. Dengan
demikian, negara dapat mencegah penggunaan hukum pidana untuk membungkam orang-orang
yang kritis dalam menyampaikan pendapat. Di sisi lain, meski tetap dibatasi cara
penyampaiannya, setiap orang tidak akan lagi dipenjara hanya karena pandangannya terhadap
suatu hal dinilai berseberangan dengan kelompok lain.

Garis Batas

Penyampaian pendapat tidak selalu dilakukan melalui pernyataan lisan maupun tulisan.
Dalam arti luas, pendapat juga dapat disampaikan dengan melakukan atau tidak melakukan suatu
perbuatan. Misalnya, aksi mogok kerja sebagai pernyataan sikap menolak kebijakan pemerintah
mengenai upah buruh. Dengan kata lain, elemen penting dari pendapat tidak terletak pada apa
bentuk aktivitas yang dilakukan tapi pada pesan apa yang dikomunikasikan.

Luasnya cakupan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan "pendapat"


memunculkan potensi adanya misinterpretasi. Misalnya, apakah suatu karya seni dapat dianggap
sebagai pendapat? Sederhananya, selama karya seni tersebut memiliki pesan baik dari sudut
pandang pembuat maupun siapapun yang menikmatinya, maka karya tersebut dapat dianggap
sebagai pendapat. Jika demikian, apakah seseorang dapat melakukan tindakan tertentu untuk
membungkam orang lain yang berseberangan pandangan dengan dirinya atas nama kebebasan
berpendapat? Tentu saja tidak. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa jaminan kebebasan berpendapat
sebagaimana diatur dalam UUD 1945 tidak berlaku untuk semua jenis pendapat.

Negara perlu secara tegas membuat garis pembatas untuk membedakan mana saja pendapat
yang secara konten dilindungi dan tidak dilindungi. Terhadap kelompok yang pertama, berlaku
pendekatan nondiskriminasi di mana negara tidak ikut campur dan membatasi konten mana yang
diperbolehkan atau tidak, baik melalui peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah.

Sebaliknya, negara wajib melarang pernyataan atau perbuatan yang masuk dalam kelompok
tidak dilindungi. Meski sulit, namun kita dapat mengambil kaidah normatif sebagai pegangan
dalam membuat pemisahan kedua jenis konten pendapat tersebut. Dalam hal ini, konten yang
dimaksud adalah konten yang secara intrinsik dianggap jahat atau tidak layak disampaikan ke
publik. Misalnya, dalam hal pornografi, meskipun hubungan seks adalah suatu hal yang natural
dan biologis, norma-norma sosial dan keagamaan menghendaki agar hal tersebut dilarang untuk
menjadi konsumsi publik.

Menutup Peluang

Jika mengacu pada website Mahkamah Konstitusi (MK), setidaknya sudah ada 5 putusan
terkait pengujian konstitusionalitas UU ITE. Hanya satu dari kelima putusan tersebut yang
dikabulkan seluruhnya oleh MK, yaitu terkait kewajiban negara menyusun ketentuan mengenai
penyadapan melalui Undang-Undang. Satu putusan dikabulkan sebagian berkaitan dengan
penafsiran informasi/dokumen elektronik yang hanya dapat dimaknai sebagai alat bukti mana
kala didapat atas permintaan institusi penegak hukum. Selebihnya, MK menolak semua
permohonan pengujian terhadap UU ITE, termasuk dua permohonan yang berkaitan dengan
konten elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik. 

Tidak bisa dipungkiri, hal ini menutup jalur hukum yang dapat digunakan oleh masyarakat
sipil untuk mengoreksi pengaturan norma yang nyatanya selama ini mengekang kebebasan
berpendapat di internet. Kemungkinan yang tersisa adalah melalui jalur politik di parlemen yaitu
dengan mendorong revisi atas UU ITE. Meski sudah di amandemen pada 2016 lalu, revisi UU
ITE masih juga meninggalkan polemik di publik yang belum terselesaikan.

Melanjutkan praktik pemidanaan terhadap aktivitas berpendapat di internet justru akan


menutup peluang - peluang diskusi kritis yang sebenarnya dibutuhkan oleh negara untuk
mendewasakan pengguna internet di Indonesia. Pemerintah tetap dapat memainkan peran
sebagai regulator dengan menerapkan tanggung jawab atas konten kepada
penyedia platform guna mencegah dampak negatif dari kebebasan berpendapat yang melewati
batas. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan di beberapa platform sosial media besar yang
menyediakan fitur filtering dan flagging. Sayangnya, UU ITE belum menjadikan hal ini sebagai
kewajiban bagi seluruh penyedia plat form sosial media.

Kesimpulan

Kebebasan masyarakat dalam berekspresi untuk mengemukakan pendapatnya merupakan


hak dan tanggung jawab dari negara demokrasi. Media sosial sebagai bentuk perkembangan
teknologi informasi komunikasi merupakan sarana komunikasi yang tidak dapat diabaikan
keberadaannya. Media sosial sebagai ruang publik untuk merealisasikan kebebasan berekspresi
dan berpendapat mendorong negara demokrasi yang partisipatif.

Negara Indonesia sebagai negara hukum telah meratifikasi berbagai aturan internasional
dalam menjunjung tinggi hak kebebasan berekspresi dan berpendapat. Konstitusi telah menjamin
kebebasan berekspresi dan berpendapat yang selanjutnya ditafsirkan dalam undang-undang,
kemudian aparat kepolisian mengeluarkan Surat Edaran demi tercapainya keamanan dan
terhindarnya penyelewengan atas kebebasan yang dimiliki, sehingga dapat menganggu
kebebasan orang lain.

Kritikan kepada pemerintah bukan merupakan pelanggaran hukum, kebebasan dalam


berpendapat dijamin dalam konstitusi Indonesia. Adapun pembatasan dalam kebebasan
berekspresi dan berpendapat ditujukan agar terciptanya suatu kemanan dan kesejahteraan antar
sesama warga negara.
Bagaimana pandanganmu tentang demokrasi Indonesia saat ini, demokrasi, atau semi
otokrasi, atau otoriter? (jelaskan secara objektif)

Indonesia merupakan negara demokrasi, berarti pemerintahan yang berasal dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat , dan menurut saya hal tersebut meliki arti di mana semua orang bebas
mengeluarkan pendapat atau aspirasi dan kita juga harus mendengarkan aspirasi dari orang lain.
Terutama para pejabat - pejabat pemerintah yang wajib mendengarkan aspirasi dari masyarakat.
Mendengar Master assy tersebut juga harus menjalankan pendapat yang menurutnya baik untuk
semua kalangan. Pemerintah harus mempunyai kebijakan untuk masyarakat suatu negara
pemerintah juga memiliki pendapatnya yang baik buat masyarakat dan negara. Demokrasi yang
dianut di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi suatu perubahan orde lama ke orde
baru dan banyak memberikan pendapat sesuai dengan keinginannya masing - masing Demi
kemajuan negara . Di Indonesia pergerakan nasionalisme juga mencita-citakan pembentukan
negara demokrasi yang berwatak anti feodalisme dan anti imperialisme dengan tujuan
membentuk masyarakat sosial. Landasan demokrasi di Indonesia adalah keadilan dalam arti
terbukanya peluang kepada semua lapisan masyarakat.

Demokrasi juga merupakan kebebasan manusia untuk berserikat dan berkumpul dalam
menyampaikan aspirasi, tetapi harus sesuai dengan norma yang berlaku dan mematuhi aturan .
Maksud dari demokrasi itu adalah suatu proses pemungutan suara yang di mana semua warga
negaranya mempunyai hak dan nilai yang sama untuk memilih pemimpinnya agar negaranya
dapat dipimpin atau dijalankan dengan baik. Indonesia sudah cukup lama menganut sistem
demokrasi . Namun saat ini Indonesia sudah masuk negara dalam kategori livery dan status ini
sudah berlangsung cukup lama. Indonesia terus mengalami kemunduran dan masih jauh dari
sempurna dalam bidang politik, ekonomi dan sebagainya. Saat ini Indonesia memang
mempunyai segudang masalah di mana masalah yang dihadapi Indonesia memang berat tapi jika
ketidak sempurnaan ada ketegasan dari pemerintah akan membuat masalah - masalah yang ada
akan semakin sulit dan kepercayaan masyarakat pada kinerja dan kekuatan pemerintah akan
semakin berkurang. Dengan begitu pada era pemerintah tidak akan memiliki legitimasi.

Aktualisasi demokrasi di Indonesia diwujudkan salah satunya dengan pemilihan umum atau
pemilu. Yang menjadi rutinitas bangsa Indonesia untuk memilih para wakil rakyat dan nantinya
diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi aspirasi rakyat atau dengan kata lain membuat
kebijakan - kebijakan yang pro rakyat. Namun dalam hal ini Rakyat sudah beberapa kali
melakukan dan mengamati pemilihan langsung dalam memilih wakil rakyat, tapi dilihat masih
belum banyak perubahan perbaikan dan pembangunan ekonomi masyarakat. Sementara di sisi
lain , dengan kedewasaan politik masyarakat yang masih terpengaruh dengan politik uang dan
menghalalkan segala cara yang sering menimbulkan gesekan dan konflik. Saat ini Pemilu damai
hanya ada dalam mimpi dan angan - angan.

Saat ini banyak para pemimpin dan politisi yang dapat melupakan kewajibannya untuk
memimpin negara dengan baik dan memakmurkan rakyatnya, mereka lebih mementingkan
dirinya sendiri akan kekuasaan dan kesehatan yang akhirnya membuat mereka nekat untuk
menjadi seorang koruptor, yang mengakibatkan kan yang miskin menjadi lebih miskin, dan yang
kaya semakin begelimang harta. Dengan ketidakadilan dan ketidaktegasan seperti ini dari
pemerintah yang membuat rakyat bertindak sendiri dengan tindakan menuntut keadilan dan
tindakan Onat dengan tindakan kekerasan dan merusak fasilitas umum karena kekecewaannya
terhadap kinerja pemerintah yang dijalankan di Indonesia saat ini. Hal yang diperlukan di
Indonesia saat ini Seharusnya ketegasan dari pemerintah untuk menentukan sikap yang
seharusnya dapat menjalankan keadilan. Maksudnya adalah sikap pemerintah memperdulikan
rakyat dan memiliki visi dan misi yang jelas mengenai arah negara ini dalam menjalankan
tugasnya dengan benar untuk mensejahterakan rakyat dan menindak pejabat yang koruptor
dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa sogokan dari para koruptor untuk hakim
pengadilan agar hukumnya diringankan.

Secara umum beberapa kajian terkini juga menyebutkan Indonesia sebagai negara yang
tidak murni demokrasi atau demokrasi hanya sebagai prosedur saja. Masa tua demokrasi kita
tampaknya belum akan pulih dalam waktu yang cukup dekat. Memang tidak akan mengarah
pada model pemerintahan otoriter, namun juga belum mengarah pada bentuk pemerintahan
demokrasi tulen, yang memiliki artian suatu pemerintah yang sungguh - sungguh memaksakan
kehendak rakyat yang sebenarnya di mana golongan yang memerintah dan golongan yang
terindah itu adalah sama dan tidak terpisah - pisah dalam satu sistem pemerintahan negara
dimana jalan pokoknya semua orang atau rakyat adalah berhak sama untuk memerintah dan juga
untuk diperintah. Nafsu berpuasa dan perseteruan sejumlah elite telah merembes ke bawah dan
terjadilah konflik baik di kalangan atas maupun kalangan bawah.

Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan dimana seluruh rakyatnya turut serta
memerintah melalui wakil - wakilnya. Masa depan demokrasi pada umumnya membicarakan
mengenai hal yang mengarah tidaknya pada dua hal, yaitu penguatan demokrasi atau kelemahan
demokrasi. Dalam hal Pelemahan demokrasi ada dua model. Yang pertama mengarah kembali
pada kondisi otoriter dan kedua mengalami kondisi yang disebut Colin Crouch dengan sebagai
"postdemocracy". Namun pemulihan stabilitas politik sosial yang tidak dapat berujung pada
restriksi ke berkepanjangan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan demokrasi. Sebuah
situasi yang menyebarkan pegiat demokrasi harus melupakan tidur neneknya lebih panjang lagi
oleh karena itu tidak ada pilihan bagi kalangan Civil Society untuk bangkit kembali memainkan
peran assassinnya dalam melindungi dan menyuburkan kehidupan demokrasi. Kerja kolektif para
pihak yang peduli terhadap kualitas kehidupan demokrasi harus semakin dikaitkan sebagai
bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional anak bangsa.

Bersama kita perbaiki kesalahan dalam berdemokrasi. Demokrasi bukanlah sebagai tujuan,
melainkan sarana untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, sebagai sarana maka Demokrasi
adalah sistem yang tidak sempurna yang butuh penyempurnaan dari waktu ke waktu. Jika
demokrasi dengan pengertian sebagai praktik politik yang terbuka, kompetitif dan bebas
dianggap sudah mencapai tujuan, Apakah tujuan yang sebenarnya dari demokrasi akan
terabaikan. Tujuan demokrasi yang sebenarnya adalah terciptanya kebebasan keadilan dan
kesejahteraan rakyat. Bersama kita berupaya lebih memperhatikan kompetensi sehat seutuhnya.
Setengah belum optimalnya daya kritis masyarakat partai politik harus peduli memberikan
pendidikan politik kepada masyarakat. Partai politik dan elit politik turut membantu mengatasi
keterbelakangan masyarakat akan politik dengan tidak menggunakan uang dan popularitas
sebagai senjata utama untuk memenangkan setiap proses demokrasi. Kerja keras untuk terus -
menerus melakukan pendidikan politik guna mencerdaskan dan membebaskan masyarakat dari
belum kebutuhan dan kemiskinan harus terus dilakukan. Para intelektual di negeri ini juga harus
memiliki peran yang lebih dominan di tengah kelalaian partai politik yang seharusnya melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat. Para intelektual harus menanamkan pada generasi
penerus bangsa mengenai nilai dasar seperti keadilan , kejujuran , antikorupsi , kesetaraan , dan
humanisme. Untuk juga langkah ke depan harus didasarkan kepada prinsip-prinsip negara bangsa
dan demokrasi yang telah disepakati bersama dengan berpijak pada prinsip demokrasi baru akan
bisa ditegakkan untuk menopang terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai