Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM


Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengajar : Ahmad Bahaudin Almufaro

Disusun oleh :
KELOMPOK 6
1. ATIKA NUR ALMIRA (1641720078)
2. KRIS WIDYO FEBYANTI (1641720006)
3. MUHAMMAD ARYA PUJA LAKSANA (1641720025)

JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK


INFORMATIKA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2017
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, nerkat
kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang ditugaskan. Di dalam
makalah ini kami membahas “Konsep Manusia Menurut Islam”, suatu kajian tentang
hakikat kehidupan manusia dalam ajaran islam.
Semoga dengan membaca makalah ini, para pembaca akan lebih memahami Konsep
Manusia Menurut Islam. Kritik dan saran demi kemajuan makalah ini sangat
diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Penyusun,

Kelompok VI

1|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 1
BAB 1 ......................................................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................ 3
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................... 3
C. TUJUAN ...................................................................................................................... 3
BAB 2 ......................................................................................................................................... 4
1. PENGERTIAN MANUSIA ............................................................................................... 4
2. HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM.............................................................................. 4
2.1 POTENSI DALAM DIRI MANUSIA ......................................................................... 6
2.2 SEGI POSITIF DAN NEGATIF MANUSIA .............................................................. 8
2.3 FUNGSI KEHIDUPAN MANUSIA ........................................................................... 9
2.4 HAKIKAT HIDUP DIDUNIA DAN AKHERAT ........................................................ 10
3. KONSEP MANUSIA MENURUT FILSUF BARAT ....................................................... 12
4. PERSAMAAN DAN PERBED AAN KONSEP MANUSIA D AL AM PANDANGAN BAR AT DAN ISLAM ... 18

BAB 3 ................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 20

2|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.
Manusia hakihatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia terdapat
perpaduan antara sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan Islam,
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam
menjalankan kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya manusia
dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan
menuntun manusia dalam menjalankan perannya. Dalam hidup di dunia, manusia
diberi tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta
pengelolaan dan pemeliharaan alam dengan perangkat iman dan ilmu pengetahuan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Hakikat Manusia Dalam Islam?
2. Bagaimana Konsep Manusia Menurut Filosofi Barat?
3. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Konsep Manusia Dalam Pandangan
Barat dan Islam?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Hakikat Manusia dalam Islam.
2. Untuk Mengetahui Konsep Manusia Menurut Filosofi Barat.
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan konsep manusia dalam
pandangan Barat dan Islam.

3|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
BAB 2
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN MANUSIA
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan
oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu
konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-
Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.

2. HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM


Dalam agama islam, ada enam peranan yang merupakan hakikat
diciptakannnya manusia. Berikut ini adalah dimensi hakikat manusia
berdasarkan pandangan agama islam
1. Sebagai Hamba Allah
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi
Allah SWT. Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi
kepada Allah SWT dengan cara menjalani segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama
yang lurus …,” (QS:98:5).

2. Sebagai al- Nas


Dalam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al
nas dalam Alquran cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain atau dalam masyarakat. Manusia
sebagaimana disebutkan dalam ilmu pengetahuan, adalah makhluk
sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan manusia lainnya
(baca keutamaan menyambung tali silaturahmi). Sebagaimana yang
dijelaskan dalam firman Allah SWT berikut
“Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu
saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS: An
Nisa:1).
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi
Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: Al Hujurat :13).

4|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
3. Sebagai khalifah Allah
Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada
hakikatnya, manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah atau
pemimpin di muka bumi.(baca fungsi alqur’an bagi umat manusia)
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …”(QS Shad:26).
Sebagai seorang khalifah maka masing-masing manusia akan
dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir.

4. Sebagai Bani Adam


Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar
tidak terjadi kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil
evolusi kera sebagaimana yang disebutkan oleh Charles Darwin.
Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk menghormati
nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat. Dalam
Alqur’an Allah SWT berfirman
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, semoga
mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari
surga, …” (QS : Al araf 26-27).

5. Sebagai al- Insan


Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga
disebut sebagai Al insan merujuk pada kemampuannya dalam
menguasai ilmu dan pengetahuan serta kemampuannya untuk
berbicara dan melakukan hal lainnya (baca hukum menuntut ilmu).
Sebagaimana disebutkan dalam surat Al hud berikut ini
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian
rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi
tidak berterima kasih.” (QS: Al Hud:9).

6. Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)


Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar
karena manusia memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan
aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan makanan, berkembang biak dan
lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup pada umumnya.
Sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan
tumbuhan, hakikat manusia sebagai makhluk biologis dapat berakhir
dan mengalami kematian, bedanya manusia memiliki akal dan pikiran
serta perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kelak di
akhirat.

5|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
Segala hakikat manusia adalah fitrah yang diberikan Allah SWT
agar manusia dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam
kehidupan. Manusia sendiri harus dapat memenuhi tugas dan
perannya sehingga tidak menghilangkan hakikat utama
penciptaannya.

2.1 POTENSI DALAM DIRI MANUSIA


a) Roh

َ ‫َ سِ عو ر أ عِ سم أم سأن أا أِو رقاُسَُ ق ع سِوأ لاع سِْع س َس ُو أَْس‬


‫َي‬ ‫أاَأ ِعَأاقاِأ أ ْأ سو لام س‬
‫اَ ْ َق سي لاما ق‬

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu


termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit".

b) Fitrah
Fitrah manusia pada dasarnya menghendaki adanya kebaikan, dengan
memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi
manusia sejati (insan Kamil). Dalam al-Qur’an “Fitrah” disamakan dengan
“Nafsu Muthmainnah” (jiwa yg tenang), yaitu suatu dorongan untuk
mendekati Allah Swt (Ketaqwaan).
c) Qalb
Qalb merupakan unsur yang membuat manusia memiliki rasa
kebaikan, pusat penalaran, pemikiran, dan kehendak, yang
membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain.
‫َمل سا أم أنُِ أ اأ أمرعِأو أااأَأَع‬
َ ‫لِْع سا لاع سم سو سِوأ أارس‬ ُ ‫َ قماوأ َ ق أو رأ عَْ ق ُو أااأ قن ع سأ أنو أَنعَأ قناوأ أو َقْ ق‬
‫ال اأ قن ع ْ أا ع س‬ ‫أع س‬
َٰ
ُ ‫لي ْق ع أأيع أا عواأِعِأو س رقااأ س أ أس أنو َأ عِ أِِقاوأ أو ٌاأ‬ َٰ
‫لو أااأنق ع أس أنو‬ ‫لاعوأوِسْقاوأ ْق ق رقااأ س أ رأ أ‬

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)


kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.” (Qs. Al-A’raf ayat 179)

 Qalb (kalbu,daya rasa) yakni alat untuk mencapai ma’rifatullah


dengan mengenal Allah sebagai dzat pencipta, pemelihara, dan
penyayang atas sekalian manusia alam.
 Qalb merupakan unsur jiwa yang memiliki rasa kebaikan, pusat
penalaran, pemikiran dan kehendak untuk berfikir.
 Qalb merupakan wadah fitrah yang sehat dan tumpuan dari segala
perasaan manusia.

6|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
d) Aql
Aql (akal atau daya nalar). Dengan menggunakan akal
memungkinkan manusia mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah serta
mengambil pelajaran darinya.
‫رأْع أِ َٰع ْق أا اأ أِ عو لاع أَْ أم سأ أ سِ عو سَاأَع أ رقِع سز أي لر أ ُِ أ َأِع أْ ق رأِأ أِ عو‬ ‫ل رقااقا َأُأاأاُ قم سَُِ أِو‬
‫لاأاعأأو س‬
‫ع‬

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang


diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang
buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran,”
e) Nafs
Nafsu adalah dorongan-dorongan yang bersemayam pada jiwa
manusia. Allah berfirman,

‫ِأنع سِن ر ق أأ سم ق‬
‫ب أا أِو‬ ‫ا سَ ُو‬ ‫اا أا أ ُِ أ‬
‫ومَ ُ لاُِنع أ‬ ‫أم سأن أم سَ أ أِو سَ ُو سأواِ س‬ ُ ‫أم سََ ُ أٌن ق‬
‫ام أم سأن سَ ُو‬

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena


sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.”(QS. Yusuf 12:53)

Nafsu digolongkan menjadi 3, yaitu :


1. Nafsu mutmainnah (jiwa tentram, tenang)
2. Nafsu ammarah (jiwa labil)
3. Nafsu ammarah bis suu’ (jiwa hina)
Menurut Ismail bin Sayid Muhammad Said al Qadri, nafsu dibagi
menjadi 7 dan diklasifikasikan menjadi 2 :
1. Yang tergolong nafsu tercela, meliputi nafsu ammarah dan
lawwamah. Ciri-ciri ammarah : kikir, tamak, dengki, jahl (bodoh),
takabur, syahwat, dan pemarah. Sedangkan ciri-ciri lawwamah :
laum (suka mencela), hawa (suka mengumbah nafsu), menipu,
bangga dg amalannya (ujub), mengumpat, riya’, dusta, dan lupa
mengingat Allah.
2. Nafsu yg terpuji, meliputi lima macam, yaitu Mulhammah,
Mutmainnah, Radhiyah, Mardhiyah, dan Kamillah. Ciri-cirinya :
a. Mulhammah : pemurah, nrima, bijak, rendah hati, sabarm
serta tahan uji.
b. Mutmainnah : dermawan tawakkal, ibadah dengan ikhlas,
syukur ridha, dan takut berbuat maksiat.
c. Radhiyah : dermawan zuhud, ikhlas, wara’ (menghindari
larangan Allah), riyadhah, dan menepati janji.
d. Mardiyah : berbudi luhur, meninggalkan apa saja selain Allah,
kasih sayang sesama makhluk, mengajak kebaikan,

7|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
memaafkan, mencintai sesamanya, dan mengamalkan sifat-
sifat terpuji.
e. Kamillah : ilmul-yakin, ‘ainul yakin dan haqqal yakin.

2.2 SEGI POSITIF DAN NEGATIF MANUSIA


Walaupun manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya (positif)
namun secara inhern di dalam diri manusia terdapat kelemahan (negatif).
Disinilah pentingnya mengetahui dua unsur itu sehingga manusia bisa
menentukan alternatif pilihan hidupnya.
Adapun sisi positif manusia adalah :
1. Manusia adalah khalifah Tuhan dibumi.

‫لس رأ ُو أانأ قمال لاُ ساَوأ أَ أم رأ أااأ ع‬


‫ا لا ُِ أِ أوا س‬ ‫وال سِوأ أا أم أِْعِأو ِأنأُأَعِأوْق أِو أمُعََو أاوِأُأو أا ع‬
‫لام أ‬ ‫اقيُ اع أِ س‬
‫نعِِقاوأ رأِأي أَن َ ٍ ع‬
َ‫أنا‬ ‫َق س‬
"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?." – (QS.21:30)

2. Manusia punya intelegensi/bisa dididik.


3. Manusia punya potensi dekat dengan tuhan. Qs.7:172
4. Dalam fitrahnya memiliki unsur surgawi. Qs.32:7-9)
5. Manusia adalah pilihan tuhan.
6. Memiliki kemerdekaan, amanah.
7. Mempunyai martabat pembawaan mulia.
8. Memiliki kesadaran moral, baik dan buruk.
9. Jiwa manusia bisa damai dengan mengingat Tuhan.
10. Segala yang dialam untuk manusia.
11. Tuhan menciptakan adalah untuk menyembahnya.
12. Kalau lupa Allah akan lupa diri dan sebaliknya.
13. Hidup untuk mencapai ridha Allah.
Sedangkan segi negatif (kelemahan) manusia adalah :
1. Bersifat tergesa-gesa.
2. Suka membantah.
3. Sifat keluh kesah dan kikir.
4. Bersifat susah payah.
5. Sifat ingkar.
6. Berlebih-lebihan dan melampaui batas.
7. Zhalim dan bodoh.
8. Bersifat lalai.
Dengan demikian manusia adalah makhluk tertinggi di hadapan
Allah, manusia diberi akal untuk menentukan pilihan hidupnya yang
harus di pertanggung jawabkan kelak.

8|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
2.3 FUNGSI KEHIDUPAN MANUSIA

‫ا ِسن أمو سْ ُي َسِسن ساْع أِي ساأ سل أمأ أ َأو أي أاَساع‬ ‫َقنع سَِ ق عو أِ ِسَ أنو رأُ أ عمِ أ قي َأواقال أً سَْنأل َ ع‬
‫لام س‬
‫ا سأ أَ عِ سَ أ ِ ق أ‬
‫ِ سأ قس أاِ أ عَ قو لا سَ أِو أا أاَ أ عِ سن ق سَِ أنو‬ ‫عِْ أ قِا أوُ أ و أِو ر أ عْْ أ ق سَ سِن َأو أي ا أ أ أاِقَ أ سَ ق‬
"Ingatlah, ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat:
'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'.
Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih, dengan
memuji Engkau, dan mensucikan Engkau'. Rabb berfirman:
'Sesungguhnya, Aku mengetahui, apa yang tidak kamu ketahui'." –
(QS.2:30)

Allah menjadikan manusia sebagai makhluk tertinggi martabatnya


melampaui dan melebihi makhluk-makhluk lainnya. Allah
mempercayakan amanah kepada manusia daripada pada malaikat-
malaikatnya. Amanah Allah yang dibebankan kepada manusia
merupakan acuan dari fungsi kehidupan manusia. Pada garis besarnya
amanah sekaligus fungsi kehidupan manusia dapat di klasifikasikan
menjadi 3 bagian :
1. FUNGSI ABDULLAH (hamba Allah)
Makna yang terkandung dari kata abd’ (hamba) adalah
ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia hanya layak
diberikan kepada Allah SWT yang dicerminkan dalam ketaatan,
kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.

Oleh karena itu, dalam al-quran dinyatakan dengan “quu


anfusakun waahlikun naran” (jagalah dirimu dan keluargamu
dengan iman dari api neraka).

2. FUNGSI KHALIFATULLAH (khalifah Allah)


Tugas hidup yang di muka bumi ini adalah tugas
kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi,
serta pengolaan dan pemeliharaan alam.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang


kekuasaan. Manusia menjadi khalifah memegang mandat tuhan
untuk mewujud kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang
diberikan manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya
mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi
untuk kepentingan hidpnya.

Oleh karena itu hidup manusia, hidup seorang muslim


akan dipenuhi dengan amaliah. Kerja keras yang tiada henti
sebab bekerja sebagai seorang muslim adalah membentuk amal
saleh.

9|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
3. FUNGSI KERAKHMATAN (mengemban sifat Allah dan Rasul-Nya)
Manusia adalah penerus perjuangan Rasul, maka manusia
harus mentransformasikan masi Rasul Rakhmatan lil ‘alamin dan
menyempurnakan akhlak (makarimal akhlak) dalam kehidupan
manusia.
Adapun fungsi manusia dalam kaitan kerakhmatan diantaranya
:
- Mengemban sifat Rakhman dan Rakhim Allah (kasih
sayang) dalam kehidupan manusia (kepada manusia,
hewan dan tumbuhan). Pengembanan sifat ini akan
mencapai puncak kemanusiaan “ma ‘rifatullah”.
Sebagai contoh :

 Menyelamatkan orang yang tersesat.


 Tidak merokok di kendaraan umum.
 Memeberi makan hewan.
 Tidak menebang pohon sembarangan.
 Memberi makan anak yatim piatu dan fakir miskin.

2.4 HAKIKAT HIDUP DIDUNIA DAN AKHERAT


1. Hakekat Kehidupan Dunia.
a. Kehidupan temporer (sesaat).
Kehidupan dunia sekarang ini tidak ada yang langgeng
dan tidak ada yang abadi semuanya mengalami proses
perubahan, kematian, dan kehancuran, dari kecil menjadi
besar, tua, dan kembali lagi menjadi kecil bahkan tidak ada lalu
ada lagi. Inilah kehidupan yang kita sebut dengan alam fana’
(binasa). Sebab kehidupan dunia saat ini menentukan
kehidupan akhir nanti.
b. Tempat amal shaleh-jihad.
Dunia adalah tempat bekerja, tempat ibadah dan tempat
untuk mewujudkan tugas kemanusiaan yaitu kekhalifahan. Jadi
dunia merupakan alat atau jembatan menuju akherat.
‫قً عِ َم ا أ سنن لْ عِ أ‬
‫ِو أو سَ ُو‬
‫ْ سِْقال ٌ أِِقال لاُاسَ أو سَو‬‫س أا أ‬
‫َو سا أَو س‬ ‫َ عال سأواع أَ سْ أاُ أأال أ‬
ُ ‫َ عال لا‬ ‫َأ سعم سأوا أاُ أأال أ‬
ُ
"Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal shaleh, dan nasehat menasehati, supaya mentaati
kebenaran, dan nasehat menasehati, supaya menetapi
kesabaran." – (QS.103:3)
c. Tanggung jawab individual dan kolektif.
Setiap aktivitas yang dilakukan manusia di tengah
masyarakat akan membawa dampak langsung terhadap diri
sendiri dan masyarakat secara keseluruhan.

‫ََأأ ُو و ِسُعِألَ أالَُُقال‬


‫َْأ لاُ ساَوأ ُ ق س‬
‫َلَ سِِعاق ع قِال أ‬
ُ ‫له رأ ُو أال عْْأ قِال ًأو‬ ‫لاع سَِأو س‬
‫ل َ قٍ سأََ ُ أ‬

10 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan, yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja, di antara kamu. Dan
ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." – (QS.8:25)

d. Semangat kebersamaan.
Dalam kemanusiaan. Manusia tidak diperkenankan
berfikir individualis, nafsi-nafsi, kapitalistik, dan liberalistik dan
tidak memperhatikan oranglain. Di dunia inilah tempat kerja
antar sesaman manusia membangun perdamaian dan
kedamaian umat manusia.

Allah berfirman :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan
dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya, Allah amat berat siksa-Nya." – (QS.5:2).

“..maka berlomba-lombalah kamu (dalam mambuat)


kebaikan…”(QS. 2 : 148)

2. Hakekat Kehidupan Akherat


Kehidupan akherat adalah kehidupan yang kekal abadi.
"Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." –
(QS.87:17)
a. Akhir dari sejarah kehidupan alam semesta.
Kehidupan akherat merupakan akhir dari cerita manusia
dan kemanusiaan di dunia.
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”
Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama
dengan orang-orang yang membicarakannya,” (QS.74:42-45)

b. Tidak lagi terdapat kewajiban, amal shaleh.


Di akherat tidak ada kewajiban apapun bentuknya dan
tidak amal shaleh. Kehidupan di akherat merupakan akibat dari
kehidupan dunia, kalau di dunia jelek di akherat jelek, jika di
dunia akheratnya baik pula.
Allah berfirman :
“Barang siapa di sini (dunia) buta (tidak berilmu),
maka di akherat nanti buta pula dan lebih sesat lagi
jalannya.” (QS.17:72)

“Kerajaan pada hari itu hanya bagi Allah, Dia


mengadili antara manusia (QS.22:56). Bukankah Allah
Hakim yang seadil-adilnya”. (QS.95:8)

11 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
“Bagi mereka yang berbuat baik di dunia mendapat
kebaikan dan tentulah kebaikan di akherat lebih lagi”
(QS.16:30)

c. Pertanggung jawaban individu secara mutlak.


Apapun yang manusia laksanakan di bumi sebagai
pengemban amanah Allah akan dipertanggung jawabkan
secara individu di hadapan Allah. Jadi tidak ada pertanggung
jawaban secara kolektif.
“Tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan tiap-tiap kamu
bertanggung jawab atas pemimpinnya…”(HR. Bukhari Muslim)

d. Kehidupan individualistik.
Kehidupan akherat sangat berbeda dengan kehidupan
dunia, sebab kehidupan akherat tidak ada kerjasama antar
manusia, tidak ada tolong menolong semuanya ditanggung
sendiri.
Allah berfirman :
ُ ‫وا أٍنأو أْل ُ سِِع أنو َقَع أأ قي أاو أٍ عَ َو ِأنع َا أْ عو ِأنع‬
‫ا ُأ عم سزت و أَ عا َِو أالَُُقال‬ ‫َقنع ًأ ا ق أ‬
‫َ قماوأ ْق ع أاو أَْع ُي سِِع أنو‬‫َقِع أ‬
"Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada
hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau
sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan
tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong." –
(QS.2:48)

3. KONSEP MANUSIA MENURUT FILSUF BARAT


Beberapa filsuf memberikan pandangannya dalam memahami
makhluk yang bernama manusia. Beberapa filsuf antara lain :
1. Aristoteles
Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk yang
berakal budi. Dengan akal budi itulah ia dapat berpikir dan
mengambil tindakan. Manusia adalah makhluk yang rasional.
Puncak perbuatan kesusilaan manusia terletak dalam “pikiran
murni”. Kebahagiaan mnausia yang tertinggi adalah “berpikir
murni”. Tetapi, puncak itu hanya dapat dicapai oleh para Dewa.
Manusia hanya dapat mencoba mendekatinya dengan
mengatur keinginannya. Manusia itu bukan serigala, melainkan
ia adalah makluk yang berpikir ( animal rationale). Artinya,
dengan pikirannya ia mampu membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk dalam tindakannya. Dengan pikirannya pula,
ia bisa mengatasi naluri kebinatangannya dan bertindak lebih
menusiawi. Berbekalkan akal budinya aksinya bukan hanya
merupakan actus hominis dalam arti gerakan-gerakan yang
hanya dikuasai oleh hukum-hukum biologis, melainkan

12 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
merupakan actus humanus dalam arti tindakannya sarat dengan
pertimbangan-pertimbangan nilai.

2. Plato
Dalam pemikirann Plato, seorang pribadi merupakan
bagian dari dunia fisik dalam pengertian bahwa ia mempunyai
tubuh yang melaluinya dia menerima impresi-impresi indrawi.
Tetapi, pada waktu yang sama ia mempunyai budi rohani yang
mampu mengetahui kebenaran-kebenaran abadi yang
mengatasi dunia. Ia juga mempunyai daya mengarahkan, jiwa,
yang digambarkan oleh Plato sebagai pengendara kereta, yang
membimbing dan dibimbing oleh dua kuda, budi dan badan.
Budi ingin menjelajahi kawasan surgawi dari ide-ide
memahami mereka; badan ingin terlibat dalam masalah-
masalah duniawi yang berkaitanm dengan indera. Jiwa manusia
terperangkap antara dua kekuatan yang berlainan ini. Jiwa
mencoba mengarahkan, tetapi terperangkap dalam penjara
badan. Maka, menurut Plato, manusia tidak mempunyai
kebebasan nyata bila hidup mereka dipusatkan pada tuntutan-
tuntutan fisik. Namun, jiwa manusia dapat membebaskan diri
dari belenggu ini dan mengarahkan hidup, baik di lingkungan
fisik maupun kegiatan-kegiatan intelektual. Tetapi, ini terjadi
hanya setelah eksistensi badani sehingga jiwa naik ke dunia
abadi, Ide-Ide. Bagi Plato, jiwa dan badan merupakan dua hal
berbeda. Jiwa itu immortal, abadi; dia mendiamni badan yang
sementara.

3. Jean- Paul Sartre


Eksistensi mendahului esensi adalah bahwa pertama-
tama manusia itu eksis (ada, hadir), menjumpai dirinya, muncul
(Inggris: surges up; Jawa: mentas) di dunia dan baru setelah itu
mendefinisikan dirinya itu siapa. Jika manusia sebagai
eksistensialis melihat bahwa dirinya itu belum ditentukan. Hal itu
adalah karena pada permulaannya dia itu memang bukan apa-
apa (nothing). Dia tidak akan menjadi apa-apa sampai tiba
saatnya ketika ia menjadi apa yang ia tentukan sendiri. Oleh
karenanya, tidak ada itu yang dinamakan kodrat manusia, sebab
tidak ada Allah yang mempunyai konsepsi tentang dia
(manusia).Inilah prinsip pertama dari eksistensialisme.
Manusia tak lain tak bukan adalah dia yang menentukan
dirinya sendiri mau menjadi apa. Apakah pandangan ini tidak
terlalu subyektif? Lalu, di mana tempat orang lain dalam
eksistensi si individu itu? Bagaimana dengan hal-hal tertentu
yang tidak bisa kita tentukan sendiri misalnya: kita lahir di mana,
dalam keluarga apa, dibesarkan dalam lingkungan berbahasa
apa, dan macam-macam hal lainnya?.
Mengenai subjektivitas ini, Sartre mengakuinya. Namun,
bukan subjektivitas sebagaimana dimaksud oleh para
pengkritiknya. Subjektivitas yang dimaksud Sartre dalam
pengertiannya tentang eksistensi, bahwa manusia itu

13 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
mempunyai martabat yang lebih luhur daripada, katakanlah,
batu atau meja. Subjektivitas yang dimaksud Sartre adalah
bahwa manusia pertama-tama eksis. Bahwa manusia adalah
manusia (man is), sesuatu yang mendesak, bergerak maju
menuju masa depan dan bahwa ia menyadari apa yang ia
lakukan itu. Jika memang benar bahwa eksistensi itu
mendahului esensi, maka manusia itu bertanggungjawab atas
mau menjadi apa dia (what he is). Inilah dampak paling pertama
dari eksistensialisme, bahwa manusia dengan menyadari bahwa
kontrol berada penuh di tangannya, ia memikul beban
eksistensinya itu, yaitu tanggungjawab, di pundaknya. Namun
hal ini tidak lantas berarti bahwa ia bertanggungjawab hanya
atas individualitasnya sendiri. Melainkan, bahwa ia
bertanggungjawab atas semua umat manusia. Kita tentu
bertanya, bagaimana bisa demikian?
Untuk menjawab ini, Sartre mengadakan dua distingsi atas
subyektivisme. Pengertian yang pertama adalah kebebasan
subjek individu. Pengertian kedua adalah bahwa manusia tidak
bisa melampaui subjektivitas kemanusiaannya (human
subjectivity). Pengertian kedua inilah yang pengertian yang lebih
mendalam dari eksistensialisme. Pengertian yang kedua inilah
yang memberikan gambaran kepada kita mengenai sifat dasar
manusia yang kreatif, yang terus menerus mencipta dan menjadi
apa yang dia inginkan. Mencipta ini berarti juga memilih dari
sekian banyak kemungkinan-kemungkinan yang terbentang
luas di hadapannya.
Memilih antara ini atau itu pada saat yang bersamaan juga
berarti mengafirmasi nilai dari apa yang dipilih. Dan, yang kita
pilih itu tentu apa yang kita anggap lebih baik, dan yang lebih
baik bagi kita tentu juga kita anggap baik untuk semua.
Tanggung-jawab kita lantas terletak pada kualitas pilihan kita ini.
Pilihan-pilihan yang kita buat itu menyangkut kemanusiaan
sebagai suatu keseluruhan. Berangkat dari pengertian ini, kita
siap memasuki dimensi kedua dari eksistensialisme yang mau
dibuktikan Sartre dalam tulisannya yaitu tentang humanisme.
Dalam pandangan Sartre, yang membedakan
humanismenya dengan humanisme yang sudah digagas oleh
banyak filsuf yang mendahuluinya terletak pada radikalitasnya.
Nilai humanisme pada era sebelumnya oleh Sartre dianggap
belum radikal karena masih mengandaikan adanya nilai-nilai
yang ditentukan dari luar diri manusia itu sendiri, entah itu
Tuhan, Realitas Tertinggi, ataupun norma-norma buatan
manusia yang dilanggengkan. Individu tidak mendapatkan
tempat untuk menciptakan sendiri nilai-nilai yang ia percayai dan
yang ia libati (engagement). Baginya, tidak akan ada satu
perubahan apapun jika kita masih menganggap bahwa Tuhan
itu ada. Kita seharusnya menemukan kembali norma-norma
seperti kejujuran, kemajuan, dan kemanusiaan. Untuk itu Allah
harus dibuang jauh-jauh sebagai sebuah hipotesis yang sudah
usang dan yang akan mati dengan sendirinya. Bagi Sartre,

14 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
mengutip Dostoevsky, “Jika Allah tidak eksis, maka segala
sesuatu akan diizinkan”. Inilah titik berangkat dari
eksistensialisme yang diacu Sartre.
Manusia lantas tidak bisa lagi menggantungkan dirinya
erat-erat pada kodrat manusia yang spesifik dan tertentu. Tidak
ada determinisme. Manusia itu bebas, manusia adalah bebas.
Tidak ada lagi excuse, manusia ditinggalkan sendirian. Manusia
dikutuk, terhukum untuk menjadi bebas. Terkutuk, sebab ia tidak
menciptakan dirinya sendiri namun sungguh-sungguh bebas.
Dan, terhitung sejak ia terlempar ke dunia ini ia
bertanggungjawab atas segala sesuatu yang ia lakukan. Action
(tindakan), itulah kata kunci yang mau ditunjukkan Sartre
kepada kita guna memberi makna pada kemanusiaan. Action
dan bukan quietism. Dengan kata lain, “Man is nothing else but
what he purposes, he exists only in so far as he realises himself.
He is therefore nothing else but the sum of his actions, nothing
else but what his life is”. Jadi, jelas di sini bahwa realisasi diri
manusia lewat tindakan adalah yang sesungguhnya membuat
dirinya menjadi manusia.
Namun, tindakan ini jangan dimengerti sebagai tindakan
tunggal pada saat tertentu saja. Tindakan di sini dimengerti
sebagai totalitas dari rangkaian tindakan-tindakan yang sudah,
sedang, dan akan dilakukannya sepanjang hidupnya. “A man is
no other than a series of undertakings that he is the sum, the
organisation, the set of relations that constitute these
undertakings”. Lewat itulah muncul apa yang kita sebut
komitmen. “I ought to commit myself and then act my
commitmen”. Dan, komitmen itupun perlu dipahami sebagai
komitmen total dan bukan komitmen kasus-per-kasus atau
tindakan tertentu. Inilah yang membedakan Humanisme Sartre
dengan humanisme sebelumnya. Konsepsi humanisme Sartre
tidak hanya bermain di level abstrak-spekulatif, namun lebih
pada etika tindakan dan self-commitment.
Konsepsi humanisme Sartre yang kedua menyangkut
martabat manusia itu sendiri, satu-satunya hal yang tidak
membuat manusia menjadi sebuah objek. Dengan mengkritik
materialisme yang mendasarkan segala realitas (termasuk
manusia di dalamnya) pada materi, Sartre mau membangun
kerajaan manusia (bukan Kerajaan Allah!) sebagai sebuah pola
dari nilai-nilai yang berbeda dari dunia materi. Subyektivitas,
sebagaimana sudah disinggung pada bagian satu di atas tidak
bisa dipersempit artinya menjadi individual subjectivism.
Sebabnya apa? Meminjam istilah yang digunakan Descartes,
namun sekaligus mengoreksinya, dalam kesadaran cogito, aku
berpikir, tidak hanya diri sendiri yang ditemukan namun juga
orang lain. Manusia tidak bisa menjadi apapun kecuali, kalau
orang lain mengakui (bukan menentukan) dirinya secara
demikian. Penyingkapan jati diriku pada saat yang bersamaan
berarti penyingkapan diri orang lain sebagai sebuah kebebasan
yang berhadapan dengan kebebasanku. Berhadapan baik

15 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
dalam artian “bagi” atau “melawan.” Dengan begitu, kesadaran
akan diriku dalam dunia ini sifatnya adalah inter-subjectivity.
Berkenaan dengan itu, meskipun menyangkal adanya kodrat
manusia, Sartre mengakui adanya “a human universality of
condition”. Human universality ini bukan sesuatu yang sudah
jadi (given), namun yang harus senantiasa dibuat oleh manusia
yang melakukan tindakan pemilihan lagi, dan lagi selama
hidupnya.
Sartre sudah menekankan bahwa tidak ada Tuhan yang
menciptakan nilai-nilai bagi manusia. Manusia sendirilah yang
harus menemukan (invent dan bukan create) nilai-nilai bagi
dirinya sendiri. Dan, penemuan nilai-nilai ini berarti bahwa tidak
ada yang à priori dalam hidup. Hidup belumlah apa-apa jika
belum dihayati. Dan, penghayatan ini, engkau sendirilah yang
menetukannya. Dan nilai atau makna atas kehidupan ini tak lain
tak bukan adalah sesuatu yang engkau pilih. Karenanya,
menjadi jelas bahwa selalu ada kemungkinan untuk
menciptakan sebuah komunitas manusia. Dengan itu, Sartre
mau menegaskan bahwa yang ia maksud dengan humanisme
di sini bukanlah humanisme dalam kerangka teori yang
meninggikan manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri, dan
sebagai nilai tertinggi (supreme value).
Bagi Sartre, ini humanisme yang absurd sebab hanya
anjing atau kuda yang paling mungkin berada dalam posisi untuk
melontarkan penilaian umum atas apa manusia itu. Seorang
eksistensialis tidak pernah menganggap manusia sebagai
tujuan pada dirinya sendiri sebab manusia masih harus
ditentukan. Humanity yang absurd semacam ini akan
menggiring manusia pada pengkultusan, suatu sikap tertutup -
pada-dirinya-sendiri sebagaimana sudah dirintis oleh Auguste
Comte (comtian humanism), dan berpuncak pada Fasisme.
Pengertian humanisme yang diikuti Sartre adalah
pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang mampu
mengejar tujuan-tujuan transenden. Karena. manusia adalah
makhluk yang mampu melampaui dirinya sendiri, self-
surpassing, dan mampu meraih obyek-obyek hanya dalam
hubungannya dengan ke-self-surpassing-annya, maka ialah
yang menjadi jantung dan pusat dari transendensinya (bukan
dalam pengertian bahwa Tuhan adalah Yang Transenden,
namun dalam pengertian self-surpassing). Dan, relasi antara
transendensi manusia dengan subjektivitas (dalam pengertian
bahwa manusia tidak tertutup dalam dirinya sendiri, melainkan
selalu hadir dalam semesta manusia). Itulah yang disebut Sartre
dengan existential humanism. Ini disebut humanisme karena
mengingatkan kita bahwa manusia adalah legislator bagi dirinya
sendiri; betapapun ditinggalkan (abandoned) ia harus
memutuskan bagi dirinya sendiri. Bukan dengan berbalik pada
dirinya sendiri, namun dengan mencari, sembari melampaui
dirinya, tujuan yang berupa kemerdekaan atau sejumlah

16 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
realisasi tertentu, manusia bisa sampai pada kesadaran bahwa
dirinya adalah sungguh-sungguh manusia.
Yang manusia butuhkan bukanlah bukti dari eksistensi
Tuhan, namun penemuan dirinya kembali dan untuk memahami
bahwa tidak ada satupun yang dapat menyelamatkan dirinya
kecuali dirinya sendiri. Dalam terang pengertian inilah Sartre
berani mengatakan bahwa eksistensialisme itu optimistis, bukan
sebuah ajaran untuk menarik diri dari dunia ramai dan masuk ke
pertapaan guna menemukan kedamaian jiwa, melainkan
sebuah ajaran untuk bertindaksecara konkret dalam dunia
nyata, dunia sehari-hari, dunia umat manusia.
Sartre mendefinisikan manusia sebagai “nol yang me-nol-
kan” pour soi yang bukan merupakan objek melainkan subjek,
yang kodratnya bebas (Loren Bagus, 2000:266)

4. Rene Descartes
Filsuf terkenal dari Perancis, mendefinisikan manusia
sebagai ‘animal rationale,’ binatang yang dapat berpikir, atau ‘a
thinking being,’ makhluk yang berpikir. Sementara itu, berpikir
diartikan sebagai kegiatan refleksif yang melibatkan otak
sebagai organ pengendali semua panca indera, organ yang
secara auto-refleksif melakukan fungsi perencanaan,
penelaahan, pengambilan keputusan, dan pengkoordinasian
terhadap program-program kerja jasmani-rohani tubuh manusia.
Salah satu program kerja yang paling penting adalah berpikir,
melakukan penelaahan atas sesuatu topik yang biasanya
muncul dari adanya rangsangan atau impulsi dari luar. Topik
yang muncul tersebut bisa jadi memerlukan penelahaan yang
terkait dengan sebab-akibat, dengan kemungkinan
pelaksanaannya atau terjadinya, dengan segi baik-buruknya
atau untung-ruginya, dan/atau berbagai segi lain.

17 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
4. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP MANUSIA DALAM
PANDANGAN BARAT DAN ISLAM
Menurut pandangan islam, manusia adalah sejenis makhluk
Allah yang teristimewa daripada makhluk lain. Ia bukan jelmaan atau
hasil evolusi dari makhluk lain dan tidak akan berevolusi menjadi
makhluk lain pula. Manusia juga diberikan sifat-sifat khusus yang
membolehkannya menanggung amanah Allah yang tidak tertanggung
oleh makhluk lain. Keistimewaan manusia tidak ditentukan oleh bahan
baku dari mana ia diciptakan, melainkan dari adanya roh yang ditiupkan
kepadanya dan kemampuan rohani yang diberikan Allah kepadanya.
Kejadian manusia adalah sebaik dan seindah kejadian iaitu keindahan
yang dikehendaki dalam kedua-dua unsurnya iaitu jasmani dan rohani.
Walaupun manusia dicipta dari dua unsur yang berbeza dan
bercanggah tetapi dengan kekuasaan Allah telah mencantumkan
kedua-dua unsur tersebut dalam satu bentuk kejadian yang dinamakan
manusia.
Manakala menurut pandangan barat, manusia dikatakan berasal
dari hewan. Ia lahir di penghujung proses evolusi pada alam binatang.
Darwin menteorikan bahwa manusia dan beruk sama bermoyangkan
kera-purba. Teori sains itu adalah jawapan akal manusia. Manusi a
adalah makhluk yang terhad (terbatas), karena itu akalnya terbatas
sekalipun begitu tinggi ilmu dan teknologi yang dihasilkannya di zaman
moden ini. Karena terbatasnya akal, terbatas pulalah teori evolusi yang
disusunnya.
Namun sesungguhnya di dalam Al-Quran telah dinyatakan tentang
proses kejadian manusia dan bukannya berasal dari hewan.
Perbedaan mendasar pada keduanya terletak pada :
Dalam Pandangan Islam
 Bersifat teosentris (segala sesuatu berpusat kepada Tuhan)
 Allah-lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan
manusia adalah ciptaan Alla h untuk mengabdi kepada-Nya
Dalam Pandangan Barat
 Bersifat antroposentris (segala sesuatu berpusat kepada manusia)
 Manusia lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu.

18 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
BAB 3
KESIMPULAN
Manusia sebagai puncak ciptaan Allah. Manusia dilahirkan telah
memiliki potensi suci (fitrah). Berbagai potensi manusia harus dikembangkan
untuk mewujudkan fungsi kehidupannya. Manusia bukan hanya sebagai
Abdullah melainkan juga sebagai kholiffatulah. Dengan potensi yang dimiliki
manusia serta kesadaran tugas hidupnya, manusia akan mengerti hakekat
kehidupan dunia dan akherat. Kita sebagai manusia harus menjadi individu
yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain.

Manusia itu tidak sepenuhnya sempurna, dalam kehidupan yang kita


jalani pasti selalu ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan, oleh karena
itu juga membutuhkan bantuan dari orang lain, karena manusia adalah
makhluk sosial sama seperti yang lain karena manusia tidak bisa berdiri
sendiri, dalam hal agama kita juga mempunyai banyak maka dari itu kita
harus saling menghargai dan mengasihi karena kita sama-sama makhluk
yang diciptakan tidak ada bedanya , selain itu dalam hidup manusia juga
terdapat banyak aturan yang harus kita patuhi sebagai umat manusia.

Konsep manusia dalam pandangan filsafat Barat dan Islam memiliki


perbedaan yang prinsipil. Barat melihat manusia dari sisi yang berbeda-beda
setiap ilmuwan (parsial). Berbeda dengan pemahaman ilmuwan muslim
bahwa manusia merupakan makhluk yang unik yang diciptakan sempurna
dari mahluk-makluk lainnya. Dalam diri manusia terdapat unsur-unsur ruh,
nafs, qolbu dan hawa. Kendati secara harfiah keempatnya terpisah namun
dalam hakekatnya mereka menyatu. Bahkan ruh disebut-sebut ikut
berpengaruh terhadap eksistensi manusia dalam kehidupan ini.

Perbedaan pemahaman Barat dan Islam tersebut sedikit banyak akan


mempengaruhi perbedaan dalam memahami konsep manusia dan
kepribadiannya.

19 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
DAFTAR PUSTAKA

Handbook Pendidikan Agama Islam (Perguruan Tinggi Umum) – Polinema


https://islamagamauniversal.wordpress.com/db_cover/
http://sultonimubin.blogspot.co.id/2013/08/al-muddassir-ayat-41-50-dan-
terjemah.html
http://padenulis.blogspot.co.id/2016/04/memahami-konsep-manusia-
dalam.html
Fridayanti. 2006. “Tentang Manusia dalam Perspektif Ilmu Barat”. Dalam
Sejarah Ilmu Pengetahuan, http://arc.itb.ac.id/~aris/PRIVAT/galileo.
Musa Asy’ari, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, Yogyakarta, 1999
Smith, Linda dan William Raeper. 2004. Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu
dan Sekarang. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Muhammad Abdul Halim Sani, Filsafat Manusia; Siapakah Manusia?
http://halimsani.wordpress.com/2007/09/06/

20 | M a k a l a h A g a m a I s l a m

Anda mungkin juga menyukai