Disusun oleh :
KELOMPOK 6
1. ATIKA NUR ALMIRA (1641720078)
2. KRIS WIDYO FEBYANTI (1641720006)
3. MUHAMMAD ARYA PUJA LAKSANA (1641720025)
Rasa syukur kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, nerkat
kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang ditugaskan. Di dalam
makalah ini kami membahas “Konsep Manusia Menurut Islam”, suatu kajian tentang
hakikat kehidupan manusia dalam ajaran islam.
Semoga dengan membaca makalah ini, para pembaca akan lebih memahami Konsep
Manusia Menurut Islam. Kritik dan saran demi kemajuan makalah ini sangat
diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penyusun,
Kelompok VI
1|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 1
BAB 1 ......................................................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................ 3
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................... 3
C. TUJUAN ...................................................................................................................... 3
BAB 2 ......................................................................................................................................... 4
1. PENGERTIAN MANUSIA ............................................................................................... 4
2. HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM.............................................................................. 4
2.1 POTENSI DALAM DIRI MANUSIA ......................................................................... 6
2.2 SEGI POSITIF DAN NEGATIF MANUSIA .............................................................. 8
2.3 FUNGSI KEHIDUPAN MANUSIA ........................................................................... 9
2.4 HAKIKAT HIDUP DIDUNIA DAN AKHERAT ........................................................ 10
3. KONSEP MANUSIA MENURUT FILSUF BARAT ....................................................... 12
4. PERSAMAAN DAN PERBED AAN KONSEP MANUSIA D AL AM PANDANGAN BAR AT DAN ISLAM ... 18
BAB 3 ................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 20
2|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.
Manusia hakihatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia terdapat
perpaduan antara sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan Islam,
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam
menjalankan kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya manusia
dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan
menuntun manusia dalam menjalankan perannya. Dalam hidup di dunia, manusia
diberi tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta
pengelolaan dan pemeliharaan alam dengan perangkat iman dan ilmu pengetahuan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Hakikat Manusia Dalam Islam?
2. Bagaimana Konsep Manusia Menurut Filosofi Barat?
3. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Konsep Manusia Dalam Pandangan
Barat dan Islam?
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Hakikat Manusia dalam Islam.
2. Untuk Mengetahui Konsep Manusia Menurut Filosofi Barat.
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan konsep manusia dalam
pandangan Barat dan Islam.
3|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
BAB 2
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MANUSIA
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan
oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu
konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-
Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
4|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
3. Sebagai khalifah Allah
Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada
hakikatnya, manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah atau
pemimpin di muka bumi.(baca fungsi alqur’an bagi umat manusia)
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …”(QS Shad:26).
Sebagai seorang khalifah maka masing-masing manusia akan
dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir.
5|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
Segala hakikat manusia adalah fitrah yang diberikan Allah SWT
agar manusia dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam
kehidupan. Manusia sendiri harus dapat memenuhi tugas dan
perannya sehingga tidak menghilangkan hakikat utama
penciptaannya.
b) Fitrah
Fitrah manusia pada dasarnya menghendaki adanya kebaikan, dengan
memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi
manusia sejati (insan Kamil). Dalam al-Qur’an “Fitrah” disamakan dengan
“Nafsu Muthmainnah” (jiwa yg tenang), yaitu suatu dorongan untuk
mendekati Allah Swt (Ketaqwaan).
c) Qalb
Qalb merupakan unsur yang membuat manusia memiliki rasa
kebaikan, pusat penalaran, pemikiran, dan kehendak, yang
membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain.
َمل سا أم أنُِ أ اأ أمرعِأو أااأَأَع
َ لِْع سا لاع سم سو سِوأ أارس ُ َ قماوأ َ ق أو رأ عَْ ق ُو أااأ قن ع سأ أنو أَنعَأ قناوأ أو َقْ ق
ال اأ قن ع ْ أا ع س أع س
َٰ
ُ لي ْق ع أأيع أا عواأِعِأو س رقااأ س أ أس أنو َأ عِ أِِقاوأ أو ٌاأ َٰ
لو أااأنق ع أس أنو لاعوأوِسْقاوأ ْق ق رقااأ س أ رأ أ
6|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
d) Aql
Aql (akal atau daya nalar). Dengan menggunakan akal
memungkinkan manusia mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah serta
mengambil pelajaran darinya.
رأْع أِ َٰع ْق أا اأ أِ عو لاع أَْ أم سأ أ سِ عو سَاأَع أ رقِع سز أي لر أ ُِ أ َأِع أْ ق رأِأ أِ عو ل رقااقا َأُأاأاُ قم سَُِ أِو
لاأاعأأو س
ع
ِأنع سِن ر ق أأ سم ق
ب أا أِو ا سَ ُو اا أا أ ُِ أ
ومَ ُ لاُِنع أ أم سأن أم سَ أ أِو سَ ُو سأواِ س ُ أم سََ ُ أٌن ق
ام أم سأن سَ ُو
7|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
memaafkan, mencintai sesamanya, dan mengamalkan sifat-
sifat terpuji.
e. Kamillah : ilmul-yakin, ‘ainul yakin dan haqqal yakin.
8|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
2.3 FUNGSI KEHIDUPAN MANUSIA
ا ِسن أمو سْ ُي َسِسن ساْع أِي ساأ سل أمأ أ َأو أي أاَساع َقنع سَِ ق عو أِ ِسَ أنو رأُ أ عمِ أ قي َأواقال أً سَْنأل َ ع
لام س
ا سأ أَ عِ سَ أ ِ ق أ
ِ سأ قس أاِ أ عَ قو لا سَ أِو أا أاَ أ عِ سن ق سَِ أنو عِْ أ قِا أوُ أ و أِو ر أ عْْ أ ق سَ سِن َأو أي ا أ أ أاِقَ أ سَ ق
"Ingatlah, ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat:
'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'.
Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih, dengan
memuji Engkau, dan mensucikan Engkau'. Rabb berfirman:
'Sesungguhnya, Aku mengetahui, apa yang tidak kamu ketahui'." –
(QS.2:30)
9|Ma k a l a h A g a m a I s l a m
3. FUNGSI KERAKHMATAN (mengemban sifat Allah dan Rasul-Nya)
Manusia adalah penerus perjuangan Rasul, maka manusia
harus mentransformasikan masi Rasul Rakhmatan lil ‘alamin dan
menyempurnakan akhlak (makarimal akhlak) dalam kehidupan
manusia.
Adapun fungsi manusia dalam kaitan kerakhmatan diantaranya
:
- Mengemban sifat Rakhman dan Rakhim Allah (kasih
sayang) dalam kehidupan manusia (kepada manusia,
hewan dan tumbuhan). Pengembanan sifat ini akan
mencapai puncak kemanusiaan “ma ‘rifatullah”.
Sebagai contoh :
10 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan, yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja, di antara kamu. Dan
ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." – (QS.8:25)
d. Semangat kebersamaan.
Dalam kemanusiaan. Manusia tidak diperkenankan
berfikir individualis, nafsi-nafsi, kapitalistik, dan liberalistik dan
tidak memperhatikan oranglain. Di dunia inilah tempat kerja
antar sesaman manusia membangun perdamaian dan
kedamaian umat manusia.
Allah berfirman :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan
dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya, Allah amat berat siksa-Nya." – (QS.5:2).
11 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
“Bagi mereka yang berbuat baik di dunia mendapat
kebaikan dan tentulah kebaikan di akherat lebih lagi”
(QS.16:30)
d. Kehidupan individualistik.
Kehidupan akherat sangat berbeda dengan kehidupan
dunia, sebab kehidupan akherat tidak ada kerjasama antar
manusia, tidak ada tolong menolong semuanya ditanggung
sendiri.
Allah berfirman :
ُ وا أٍنأو أْل ُ سِِع أنو َقَع أأ قي أاو أٍ عَ َو ِأنع َا أْ عو ِأنع
ا ُأ عم سزت و أَ عا َِو أالَُُقال َقنع ًأ ا ق أ
َ قماوأ ْق ع أاو أَْع ُي سِِع أنوَقِع أ
"Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada
hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau
sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan
tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong." –
(QS.2:48)
12 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
merupakan actus humanus dalam arti tindakannya sarat dengan
pertimbangan-pertimbangan nilai.
2. Plato
Dalam pemikirann Plato, seorang pribadi merupakan
bagian dari dunia fisik dalam pengertian bahwa ia mempunyai
tubuh yang melaluinya dia menerima impresi-impresi indrawi.
Tetapi, pada waktu yang sama ia mempunyai budi rohani yang
mampu mengetahui kebenaran-kebenaran abadi yang
mengatasi dunia. Ia juga mempunyai daya mengarahkan, jiwa,
yang digambarkan oleh Plato sebagai pengendara kereta, yang
membimbing dan dibimbing oleh dua kuda, budi dan badan.
Budi ingin menjelajahi kawasan surgawi dari ide-ide
memahami mereka; badan ingin terlibat dalam masalah-
masalah duniawi yang berkaitanm dengan indera. Jiwa manusia
terperangkap antara dua kekuatan yang berlainan ini. Jiwa
mencoba mengarahkan, tetapi terperangkap dalam penjara
badan. Maka, menurut Plato, manusia tidak mempunyai
kebebasan nyata bila hidup mereka dipusatkan pada tuntutan-
tuntutan fisik. Namun, jiwa manusia dapat membebaskan diri
dari belenggu ini dan mengarahkan hidup, baik di lingkungan
fisik maupun kegiatan-kegiatan intelektual. Tetapi, ini terjadi
hanya setelah eksistensi badani sehingga jiwa naik ke dunia
abadi, Ide-Ide. Bagi Plato, jiwa dan badan merupakan dua hal
berbeda. Jiwa itu immortal, abadi; dia mendiamni badan yang
sementara.
13 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
mempunyai martabat yang lebih luhur daripada, katakanlah,
batu atau meja. Subjektivitas yang dimaksud Sartre adalah
bahwa manusia pertama-tama eksis. Bahwa manusia adalah
manusia (man is), sesuatu yang mendesak, bergerak maju
menuju masa depan dan bahwa ia menyadari apa yang ia
lakukan itu. Jika memang benar bahwa eksistensi itu
mendahului esensi, maka manusia itu bertanggungjawab atas
mau menjadi apa dia (what he is). Inilah dampak paling pertama
dari eksistensialisme, bahwa manusia dengan menyadari bahwa
kontrol berada penuh di tangannya, ia memikul beban
eksistensinya itu, yaitu tanggungjawab, di pundaknya. Namun
hal ini tidak lantas berarti bahwa ia bertanggungjawab hanya
atas individualitasnya sendiri. Melainkan, bahwa ia
bertanggungjawab atas semua umat manusia. Kita tentu
bertanya, bagaimana bisa demikian?
Untuk menjawab ini, Sartre mengadakan dua distingsi atas
subyektivisme. Pengertian yang pertama adalah kebebasan
subjek individu. Pengertian kedua adalah bahwa manusia tidak
bisa melampaui subjektivitas kemanusiaannya (human
subjectivity). Pengertian kedua inilah yang pengertian yang lebih
mendalam dari eksistensialisme. Pengertian yang kedua inilah
yang memberikan gambaran kepada kita mengenai sifat dasar
manusia yang kreatif, yang terus menerus mencipta dan menjadi
apa yang dia inginkan. Mencipta ini berarti juga memilih dari
sekian banyak kemungkinan-kemungkinan yang terbentang
luas di hadapannya.
Memilih antara ini atau itu pada saat yang bersamaan juga
berarti mengafirmasi nilai dari apa yang dipilih. Dan, yang kita
pilih itu tentu apa yang kita anggap lebih baik, dan yang lebih
baik bagi kita tentu juga kita anggap baik untuk semua.
Tanggung-jawab kita lantas terletak pada kualitas pilihan kita ini.
Pilihan-pilihan yang kita buat itu menyangkut kemanusiaan
sebagai suatu keseluruhan. Berangkat dari pengertian ini, kita
siap memasuki dimensi kedua dari eksistensialisme yang mau
dibuktikan Sartre dalam tulisannya yaitu tentang humanisme.
Dalam pandangan Sartre, yang membedakan
humanismenya dengan humanisme yang sudah digagas oleh
banyak filsuf yang mendahuluinya terletak pada radikalitasnya.
Nilai humanisme pada era sebelumnya oleh Sartre dianggap
belum radikal karena masih mengandaikan adanya nilai-nilai
yang ditentukan dari luar diri manusia itu sendiri, entah itu
Tuhan, Realitas Tertinggi, ataupun norma-norma buatan
manusia yang dilanggengkan. Individu tidak mendapatkan
tempat untuk menciptakan sendiri nilai-nilai yang ia percayai dan
yang ia libati (engagement). Baginya, tidak akan ada satu
perubahan apapun jika kita masih menganggap bahwa Tuhan
itu ada. Kita seharusnya menemukan kembali norma-norma
seperti kejujuran, kemajuan, dan kemanusiaan. Untuk itu Allah
harus dibuang jauh-jauh sebagai sebuah hipotesis yang sudah
usang dan yang akan mati dengan sendirinya. Bagi Sartre,
14 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
mengutip Dostoevsky, “Jika Allah tidak eksis, maka segala
sesuatu akan diizinkan”. Inilah titik berangkat dari
eksistensialisme yang diacu Sartre.
Manusia lantas tidak bisa lagi menggantungkan dirinya
erat-erat pada kodrat manusia yang spesifik dan tertentu. Tidak
ada determinisme. Manusia itu bebas, manusia adalah bebas.
Tidak ada lagi excuse, manusia ditinggalkan sendirian. Manusia
dikutuk, terhukum untuk menjadi bebas. Terkutuk, sebab ia tidak
menciptakan dirinya sendiri namun sungguh-sungguh bebas.
Dan, terhitung sejak ia terlempar ke dunia ini ia
bertanggungjawab atas segala sesuatu yang ia lakukan. Action
(tindakan), itulah kata kunci yang mau ditunjukkan Sartre
kepada kita guna memberi makna pada kemanusiaan. Action
dan bukan quietism. Dengan kata lain, “Man is nothing else but
what he purposes, he exists only in so far as he realises himself.
He is therefore nothing else but the sum of his actions, nothing
else but what his life is”. Jadi, jelas di sini bahwa realisasi diri
manusia lewat tindakan adalah yang sesungguhnya membuat
dirinya menjadi manusia.
Namun, tindakan ini jangan dimengerti sebagai tindakan
tunggal pada saat tertentu saja. Tindakan di sini dimengerti
sebagai totalitas dari rangkaian tindakan-tindakan yang sudah,
sedang, dan akan dilakukannya sepanjang hidupnya. “A man is
no other than a series of undertakings that he is the sum, the
organisation, the set of relations that constitute these
undertakings”. Lewat itulah muncul apa yang kita sebut
komitmen. “I ought to commit myself and then act my
commitmen”. Dan, komitmen itupun perlu dipahami sebagai
komitmen total dan bukan komitmen kasus-per-kasus atau
tindakan tertentu. Inilah yang membedakan Humanisme Sartre
dengan humanisme sebelumnya. Konsepsi humanisme Sartre
tidak hanya bermain di level abstrak-spekulatif, namun lebih
pada etika tindakan dan self-commitment.
Konsepsi humanisme Sartre yang kedua menyangkut
martabat manusia itu sendiri, satu-satunya hal yang tidak
membuat manusia menjadi sebuah objek. Dengan mengkritik
materialisme yang mendasarkan segala realitas (termasuk
manusia di dalamnya) pada materi, Sartre mau membangun
kerajaan manusia (bukan Kerajaan Allah!) sebagai sebuah pola
dari nilai-nilai yang berbeda dari dunia materi. Subyektivitas,
sebagaimana sudah disinggung pada bagian satu di atas tidak
bisa dipersempit artinya menjadi individual subjectivism.
Sebabnya apa? Meminjam istilah yang digunakan Descartes,
namun sekaligus mengoreksinya, dalam kesadaran cogito, aku
berpikir, tidak hanya diri sendiri yang ditemukan namun juga
orang lain. Manusia tidak bisa menjadi apapun kecuali, kalau
orang lain mengakui (bukan menentukan) dirinya secara
demikian. Penyingkapan jati diriku pada saat yang bersamaan
berarti penyingkapan diri orang lain sebagai sebuah kebebasan
yang berhadapan dengan kebebasanku. Berhadapan baik
15 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
dalam artian “bagi” atau “melawan.” Dengan begitu, kesadaran
akan diriku dalam dunia ini sifatnya adalah inter-subjectivity.
Berkenaan dengan itu, meskipun menyangkal adanya kodrat
manusia, Sartre mengakui adanya “a human universality of
condition”. Human universality ini bukan sesuatu yang sudah
jadi (given), namun yang harus senantiasa dibuat oleh manusia
yang melakukan tindakan pemilihan lagi, dan lagi selama
hidupnya.
Sartre sudah menekankan bahwa tidak ada Tuhan yang
menciptakan nilai-nilai bagi manusia. Manusia sendirilah yang
harus menemukan (invent dan bukan create) nilai-nilai bagi
dirinya sendiri. Dan, penemuan nilai-nilai ini berarti bahwa tidak
ada yang à priori dalam hidup. Hidup belumlah apa-apa jika
belum dihayati. Dan, penghayatan ini, engkau sendirilah yang
menetukannya. Dan nilai atau makna atas kehidupan ini tak lain
tak bukan adalah sesuatu yang engkau pilih. Karenanya,
menjadi jelas bahwa selalu ada kemungkinan untuk
menciptakan sebuah komunitas manusia. Dengan itu, Sartre
mau menegaskan bahwa yang ia maksud dengan humanisme
di sini bukanlah humanisme dalam kerangka teori yang
meninggikan manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri, dan
sebagai nilai tertinggi (supreme value).
Bagi Sartre, ini humanisme yang absurd sebab hanya
anjing atau kuda yang paling mungkin berada dalam posisi untuk
melontarkan penilaian umum atas apa manusia itu. Seorang
eksistensialis tidak pernah menganggap manusia sebagai
tujuan pada dirinya sendiri sebab manusia masih harus
ditentukan. Humanity yang absurd semacam ini akan
menggiring manusia pada pengkultusan, suatu sikap tertutup -
pada-dirinya-sendiri sebagaimana sudah dirintis oleh Auguste
Comte (comtian humanism), dan berpuncak pada Fasisme.
Pengertian humanisme yang diikuti Sartre adalah
pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang mampu
mengejar tujuan-tujuan transenden. Karena. manusia adalah
makhluk yang mampu melampaui dirinya sendiri, self-
surpassing, dan mampu meraih obyek-obyek hanya dalam
hubungannya dengan ke-self-surpassing-annya, maka ialah
yang menjadi jantung dan pusat dari transendensinya (bukan
dalam pengertian bahwa Tuhan adalah Yang Transenden,
namun dalam pengertian self-surpassing). Dan, relasi antara
transendensi manusia dengan subjektivitas (dalam pengertian
bahwa manusia tidak tertutup dalam dirinya sendiri, melainkan
selalu hadir dalam semesta manusia). Itulah yang disebut Sartre
dengan existential humanism. Ini disebut humanisme karena
mengingatkan kita bahwa manusia adalah legislator bagi dirinya
sendiri; betapapun ditinggalkan (abandoned) ia harus
memutuskan bagi dirinya sendiri. Bukan dengan berbalik pada
dirinya sendiri, namun dengan mencari, sembari melampaui
dirinya, tujuan yang berupa kemerdekaan atau sejumlah
16 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
realisasi tertentu, manusia bisa sampai pada kesadaran bahwa
dirinya adalah sungguh-sungguh manusia.
Yang manusia butuhkan bukanlah bukti dari eksistensi
Tuhan, namun penemuan dirinya kembali dan untuk memahami
bahwa tidak ada satupun yang dapat menyelamatkan dirinya
kecuali dirinya sendiri. Dalam terang pengertian inilah Sartre
berani mengatakan bahwa eksistensialisme itu optimistis, bukan
sebuah ajaran untuk menarik diri dari dunia ramai dan masuk ke
pertapaan guna menemukan kedamaian jiwa, melainkan
sebuah ajaran untuk bertindaksecara konkret dalam dunia
nyata, dunia sehari-hari, dunia umat manusia.
Sartre mendefinisikan manusia sebagai “nol yang me-nol-
kan” pour soi yang bukan merupakan objek melainkan subjek,
yang kodratnya bebas (Loren Bagus, 2000:266)
4. Rene Descartes
Filsuf terkenal dari Perancis, mendefinisikan manusia
sebagai ‘animal rationale,’ binatang yang dapat berpikir, atau ‘a
thinking being,’ makhluk yang berpikir. Sementara itu, berpikir
diartikan sebagai kegiatan refleksif yang melibatkan otak
sebagai organ pengendali semua panca indera, organ yang
secara auto-refleksif melakukan fungsi perencanaan,
penelaahan, pengambilan keputusan, dan pengkoordinasian
terhadap program-program kerja jasmani-rohani tubuh manusia.
Salah satu program kerja yang paling penting adalah berpikir,
melakukan penelaahan atas sesuatu topik yang biasanya
muncul dari adanya rangsangan atau impulsi dari luar. Topik
yang muncul tersebut bisa jadi memerlukan penelahaan yang
terkait dengan sebab-akibat, dengan kemungkinan
pelaksanaannya atau terjadinya, dengan segi baik-buruknya
atau untung-ruginya, dan/atau berbagai segi lain.
17 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
4. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP MANUSIA DALAM
PANDANGAN BARAT DAN ISLAM
Menurut pandangan islam, manusia adalah sejenis makhluk
Allah yang teristimewa daripada makhluk lain. Ia bukan jelmaan atau
hasil evolusi dari makhluk lain dan tidak akan berevolusi menjadi
makhluk lain pula. Manusia juga diberikan sifat-sifat khusus yang
membolehkannya menanggung amanah Allah yang tidak tertanggung
oleh makhluk lain. Keistimewaan manusia tidak ditentukan oleh bahan
baku dari mana ia diciptakan, melainkan dari adanya roh yang ditiupkan
kepadanya dan kemampuan rohani yang diberikan Allah kepadanya.
Kejadian manusia adalah sebaik dan seindah kejadian iaitu keindahan
yang dikehendaki dalam kedua-dua unsurnya iaitu jasmani dan rohani.
Walaupun manusia dicipta dari dua unsur yang berbeza dan
bercanggah tetapi dengan kekuasaan Allah telah mencantumkan
kedua-dua unsur tersebut dalam satu bentuk kejadian yang dinamakan
manusia.
Manakala menurut pandangan barat, manusia dikatakan berasal
dari hewan. Ia lahir di penghujung proses evolusi pada alam binatang.
Darwin menteorikan bahwa manusia dan beruk sama bermoyangkan
kera-purba. Teori sains itu adalah jawapan akal manusia. Manusi a
adalah makhluk yang terhad (terbatas), karena itu akalnya terbatas
sekalipun begitu tinggi ilmu dan teknologi yang dihasilkannya di zaman
moden ini. Karena terbatasnya akal, terbatas pulalah teori evolusi yang
disusunnya.
Namun sesungguhnya di dalam Al-Quran telah dinyatakan tentang
proses kejadian manusia dan bukannya berasal dari hewan.
Perbedaan mendasar pada keduanya terletak pada :
Dalam Pandangan Islam
Bersifat teosentris (segala sesuatu berpusat kepada Tuhan)
Allah-lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan
manusia adalah ciptaan Alla h untuk mengabdi kepada-Nya
Dalam Pandangan Barat
Bersifat antroposentris (segala sesuatu berpusat kepada manusia)
Manusia lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu.
18 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
BAB 3
KESIMPULAN
Manusia sebagai puncak ciptaan Allah. Manusia dilahirkan telah
memiliki potensi suci (fitrah). Berbagai potensi manusia harus dikembangkan
untuk mewujudkan fungsi kehidupannya. Manusia bukan hanya sebagai
Abdullah melainkan juga sebagai kholiffatulah. Dengan potensi yang dimiliki
manusia serta kesadaran tugas hidupnya, manusia akan mengerti hakekat
kehidupan dunia dan akherat. Kita sebagai manusia harus menjadi individu
yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
19 | M a k a l a h A g a m a I s l a m
DAFTAR PUSTAKA
20 | M a k a l a h A g a m a I s l a m