Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Dosen Pengampuh : Dr. Hairuddin K.S., SKM.,M.Kes

Oleh :
George Septian Pau
(22002017)

PROGRAM STUDI HIPERKES DAN KESELAMTAN KERJA


AKADEMI HIPERKES MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan
Agama Kristen.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak,
bagi kami khususnya dan bagi teman-teman Mahasiswa Akademi Hiperkes Makassar
Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan masih memiliki banyak
kekurangan. Dengan ini kami menantikan kritikan dan masukan untuk kesempurnaan
makalah ini. Sekian Dan Terimakasih.

Makassar,26 November 2020


Penulis

George Septian Pau’


BAB I
Pendahuluan
Ejaan yang Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari
tahun 1972 hingga 2015. Ejaan ini menggantikan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Ejaan ini digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia sejak tahun 2015 Selain itu Ejaan
yang Disempurnakan atau EYD merupakan sistem ejaan yang resmi di Indonesia. EYD
mengatur tentang pemakaian huruf, penulisan unsur serapan, penulisan kata, dan
penggunaan tanda baca.
Masing – masing aturan dalam EYD akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Penulisan Huruf
Aturan dalam penulisan huruf ditujukan pada aturan dalam huruf kapital, huruf
miring, penulisan kata, bentuk ulang, dan gabungan kata, kata ganti, kata depan,
kata si dan sang, dan partake

b. Huruf kapital

Penggunaan huruf kapital sebagai huruf pertama, yang terletak pada awal kalimat;
kemudian di awal petikan kalimat langsung; kata maupun ungkapan yang berkaitan
dengan Tuhan, kitab suci, dan sebagai kata ganti untuk Tuhan.

c. Huruf miring

Penggunaan huruf miring untuk: pertama, menuliskan nama buku, majalah, dan


surat kabar yang dikutip dalam suatu tulisan. Kedua, menuliskan nama ilmiah
maupun istilah asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Ketiga, menegaskan
atau mengkhususkan pada huruf, bagian kata, kelompok kata maupun kata.

d. Gabungan kata

Gabungan kata dibagi menjadi 3, yaitu pertama, gabungan kata yang lazim disebut
dengan kata majemuk. Bahkan yang tergolong pada istilah – istilah yang bersifat
khusus, unsur – unsurnya dituliskan secara terpisah
e. Angka dan lambang bilangan

Dalam menuliskan lambang bilangan yang menyatakan tingkat dapat dituliskan


dengan menggunakan romawi maupun angka. Contoh: Hamengkubuwono IX, abad
ke-18. Kemudian lambang bilangan yang dinyatakan dengan satu maupun dua kata,
dapat ditulis dengan cara menggunakan huruf.

f. Singkatan/ Akronim

Singkatan merupakan suatu bentuk yang dipendekkan, terdiri dari satu huruf atau
lebih. Singkatan yang menunjukkan nama gelar, jabatan, sapaan, atau pangkat
disertai dengan tanda titik. Singkatan yang merupakan nama resmi lembaga
pemerintah, organisasi, dan nama dokumen dan terdiri dari huruf awal kapital, tidak
perlu disertai dengan tanda titik, contoh: SMA. Sedangkan, singkatan umum yang
terdiri dari tiga huruf atau lebih, perlu disertai tanda titik. Dan masih banyak lagi..

Fungsi ejaan yang utama adalah untuk menunjang pembakuan tata bahasa
Indonesia baik kaitannya dengan kosa kata maupun dengan peristilahan. Ejaan sangat
penting dan perlu untuk diprioritaskan.

Adapun fungsi ejaan secara khusus adalah sebagai berikut:

1. Sebagai landasan pembakuan tata bahasa


2. Sebagai landasan pembakuan kosa kata dan peristilahan
3. Sebagai alat penyaring dari masuknya unsur-unsur bahasa lain baik

Adapun tujuan mengetahui EYD dengan adanya aturan kaidah ejaan ini untuk memberi
pengertian pada tulisan agar lebih jelas dan memudahkan pembaca untuk memahami
informasi yang disampaikan secara tertulis.
Beberapa pertimbangan sejak era awal pembuatan EYD adalah sebagai berikut.
1. Pertimbangan teknis, setiap fonem dilambangkan satu huruf
2. Pertimbangan praktis, disesuaikan dengan keperluan
3. Pertimbangan ilmiah, perlambangan mencerminkan studi yang mendalam
tentang kenyataan sosial linguistik yang berlaku
4. Pertimbangan konotatif, bunyi menunjukkan perbedaan makna
5. Pertimbangan politis, keterlibatan pemerintah menghendaki penertiban tata
istilah yang ada
BAB II
Sejarah EYD
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun
1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi
gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempurnaannya
berkali-kali diusahakan. Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia yang
pertama kali di Solo, misalnya disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak
diinternasionalkan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan
pada masa itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No.
264/Bhg. A bahwa perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan
yang berlaku menjadi lebih sederhana.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul
yangdiajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus dirinjau
lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan
penyelarasan ejaan dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa
pergolakan revolusi itu mendapat sambutan baik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad
Yamin,diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai
salah satu mata pertemuan itu. kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan
yang menyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang
dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang dibentuk oleh Menteri Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No.
44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957 setelah bekerja
selama setahun. Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan
Persekutuan Tanah
Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan
bahasa kedua Negara ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan
Melayu (Slametmuljana-Syed Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya megurungkan peresmiannya.
Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan
yangpada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun
1975 menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program
pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia
Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono,
ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino
Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19 September
1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usahapenyempurnaan
yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji leh kalangan luas di seluruh tanah air
selama beberapa tahun.
Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI),
rancangan peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI
yang dibentuk oleh ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21
Februari 1967, No. 011/G-5/II/ 1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan
mengenai ejaan dengan pihak Malaysia di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala
Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada
tahun 1972 rancangan tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama
di dalam pengembangan bahasa nasional kedua negara. Setelah rancangan itu
akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahu 1972,
dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus
Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan
dengan surat keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No.
03/A.I/72, maka pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah
aturan ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972,
dengan nama Ejaan yang Disempurnakan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian
ejaan itu. Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.
156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa
pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.
Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini
telah dimungkinkan oleh tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek
Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (S.W. Rujiati Mulyadi, Ketua). Pencetakan Pedoman Umum ini
dilaksanakan oleh Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan dan
Profesi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kepada segenap instansi, kalangan
masyarakat, dan perorangan yang telah memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum
ini disampaikan penghargaan dan terima kasih
BAB III
Kesimpulan
Setelah bahasa Indonesia lahir pada tahu 1928 pada saat yang sama dengan
Kongres Sumpah Pemuda, setelah itu kemudian digelar Kongres Bahasa Indonesia
Pertama (KB I). Kongres tersebut digelar di Solo, Jawa Tengah pada 1938. Kongres
inipun digelar dengan maksud untuk memberi masukan masukan mengenai ejaan
bahasa Indonesia yang ada pada waktu itu untuk lebih diinternasionalkan.
Pada 18 Agustus 1946, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara. Hal
tersebut diratifikasi oleh UUD 1945 yang dalam diagramnya menyatakan bahwa bahasa
negara adalah bahasa Indonesia.
Pada tahun 1947 ejaan bahasa Indonesia mulai disempurnakan sehingga pada
masa itu menjadi lebih sederhana. Selain itu permintaan untuk diadakan perbaikanpun
dilontarkan oleh Soewandi selaku Menteri Pendidikan, Pendidikan, dan Kebudayaan
Indonesia. Sehingga keputusan ini dituangkan dalam Surat Keputusan No. 264 / Bhg.A
19 Maret 1947.
Keputusan untuk membuat ejaan bahasa Indonesia lebih sederhana datang
dengan solusi yang baik. Sehingga nama ejaan untuk bahasa Indonesia pada saat itu
adalah ejaan republik atau dikenal dengan Ejaan Soewandi. Kita juga mengetahui
bahwa adanya penataan kembali dilakukan setelah diselenggarakannya Kongres
Bahasa Indonesia Kedua (KBI II) pada tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara.
Pada tahun 1966, rancangan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dalam bentuk
panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rancangan
rancangan undang-undang inipun dipakai pada 1967. Serta ada proses pembuatan
rancangan tersebut yang melibatkan Malaysia melalui komite bersama namun ditengah
jalan terdapat beberapa masalah yang dihadapi 2 kubu Negara tersebut akan tetapi
setelah berunding cukup lama akhirnya , kedua negara sepakat dengan rancangan
peraturan tersebut.
Ejaan yang Disempurnakan akhirnya diresmikan berdasarkan keputusan
presiden Nomor 57, tahun 1972. Peresmian ini mendai berlakunya EYD berdasarkan
SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor. 03 / A.I / 72, tertanggal 20 Mei 1972.
Pada 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) Bahasa Indonesia
edisi kedua diterbitkan. Lalu edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2000 berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Daftar Pustaka

Kompas.com.2020 ”Sejarah Penyempurnaan Ejaan yang disempurnakan”

Hasan Alwi,(2000) “PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG


DISEMPURNAKAN” .Jakarta

Nababan, D. 2008. Intisari Bahasa Indonesia untuk SMA. Jakarta: PT Kawan Pustaka .

Arum Karunianti, (2019) “Kaidah Ejaan: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Sejarah, dan

Contoh” Jakarta

Anda mungkin juga menyukai