TINJAUAN PUSTAKA
8
9
2. Klasifikasi
Menurut National Kidney Foundation dalam Lewis, Dirksen, Heitkemper,
dkk. (2011), klasifikasi PGK berdasarkan derajat LFG adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi PGK berdasarkan derajat LFG
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥90
2 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG berat 15-29
5 PGK <15
Sumber: National Kidney Foundation dalam Lewis, Dirksen, Heitkemper,
dkk. (2011)
3. Etiologi
PGK dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama penyebab PGK di
Indonesia menurut PERNEFRI (2011), berdasarkan prosentase kejadian
tertinggi adalah penyakit ginjal hipertensi (34%), nefropati diabetika (27%),
glumerulopati primer (14%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis kronik
(6%), nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), tidak diketahui (1%),
dan disebabkan karena lain-lain (6%).
4. Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital di dalam
tubuh. Fungsi tersebut adalah menyaring darah dari kelebihan cairan, garam,
dan produk sisa untuk menjaga komposisi tubuh agar tetap stabil.
Mengingat fungsi ginjal yang sangat penting, maka apabila terjadi gangguan
pada ginjal akan berdampak signifikan terhadap keberlangsungan hidup
manusia (Desitasari, Utami & Misrawati, 2013).
Cairan akan dipertahankan pada kondisi yang seimbang antara retensi dan
ekskresi pada saat kondisi ginjal normal. Asupan cairan ke dalam tubuh
akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi, sehingga meningkatkan
volume filtrat glomerulus dan ekskresi urin. Jumlah haluran urin akan
10
5. Manifestasi klinik
Surrena, Gaghardi, Scott, dkk. (2010), mengemukakan bahwa manifestasi
klinik dari PGK adalah sebagai berikut:
11
a. Sistem kardiovaskuler
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini berupa hipertensi,
pitting edema pada kaki, tangan, dan tulang duduk, edema periorbital,
perikarditis, efusi perikardial, hiperkalemia, dan hiperlipidemia.
b. Sistem integumen
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain warna
kulit cenderung seperti perunggu keabu-abuan, kulit kering bersisik,
pruritis berat, echymosis, purpura, kuku tipis dan rapuh, rambut kasar
dan menipis.
c. Sistem pulmonal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain nyeri
pleuritis, napas pendek, tachipnea, napas kussmaul.
d. Sistem gastrointestinal
Pada sistem gastrointestinal dapat muncul manifestasi klinik seperti
napas bau amonia, ulserasi di mulut dan perdarahan, anoreksia, mual dan
muntah, cegukkan, konstipasi atau diare, perdarahan saluran cerna.
e. Sistem neurologik
Manifestasi klinik yang dapat muncul dari sistem ini antara lain
kelemahan dan kelelahan, bingung, ketidakmampuan konsentrasi,
disorientasi, tremor, kejang, perubahan perilaku.
f. Sistem muskuloskeletal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain kram
otot, kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang, fraktur, dan foot drop.
g. Sistem reproduksi
Manifestasi klinik yang dapat muncul dari sistem ini antara lain
amenorea, atropi testis, infertilitas, dan penurunan libido.
h. Distibusi metabolik
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik karena
PGK antara lain akan terjadi peningkatan BUN dan serum kreatinin yang
meningkat sebagai akibat adanya penurunan LFG.
12
6. Penatalaksanaan
Penanganan awal PGK difokuskan pada pengendalian gejala, pencegahan
terhadap komplikasi, dan memperlambat terjadinya progresi PGK. Obat
dapat dipakai untuk mengendalikan hipertensi, mengatur elektrolit, dan
mengendalikan volume cairan intravaskuler (Baradero, Dayrit & Siswadi,
2009; Husna, 2010). Menurut Aziz, Witjaksono & Rasjidi (2008), prinsip
dari penatalaksanaan pasien PGK adalah sebagai berikut:
a. Mengobati penyakit dasar dari tanda dan gejala yang ada.
b. Mengobati penyakit penyerta.
c. Menghambat terjadinya progresifitas kerusakan ginjal.
d. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit kardiovaskuler.
e. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi.
f. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal.
7. Komplikasi
Masalah umum yang sering dihadapi pasien PGK adalah ketidakpatuhan
dalam pengobatan. Salah satu ketidakpatuhan yang paling sering ditemui
pada pasien PGK adalah ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan.
Ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan akan mengakibatkan
berbagai masalah antara lain: edema, sesak napas, hipertensi, dan gangguan
jantung, serta yang paling serius adalah kematian (Sulistyaningsih, 2011;
15
B. Haus
1. Definisi
Haus merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Para ahli
memiliki pendapat mengenai definisi haus. Beberapa pendapat ahli tentang
definisi haus, antara lain:
a. Haus adalah panduan pada orang sehat untuk memenuhi kebutuhan
hidrasi tubuh (Millard-Stafford, Wendland, O’Dea, dkk., 2012).
b. Haus adalah keinginan individu untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh
yang dilakukan secara sadar (Guyton, 2012).
c. Haus adalah keinginan akan cairan yang menghasilkan naluri dasar untuk
minum (Said & Hanan, 2013).
d. Haus merupakan sensasi yang disebabkan oleh mulut dan tenggorokan
yang kering berhubungan dengan keinginan akan cairan (Kara, 2013).
Rasa haus segera akan hilang ketika seseorang minum air bahkan sebelum
air tersebut diabsorpsi dari traktus gastrointestinalis. Seseorang yang
memiliki fistula esofagus (esofagus yang memiliki lubang sehingga air tidak
akan pernah sampai tepat di traktus gastrointestinalis), rasa haus akan tetap
berkurang setalah tindakan minum yang dilakukan seseorang, tetapi rasa
haus akan datang kembali setelah 15 menit atau lebih. Apabila air benar-
benar masuk ke lambung, maka peregangan lambung dan bagian traktus
17
Xerostomia merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada pasien
PGK. Xerostomia didefinisika sebagai perasaan mulut kering. Gejala ini
muncul karena menurunnya aliran saliva di rongga mulut. Xerostomia
dilaporkan sering membuat pasien meningkatkan frekuensi minum.
Xerostomia juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan mulut dari
pasien seperti bau mulut dan stomatitis (Bruzda-Zwiech, Szczepanska &
Zwiech, 2013).
19
Proses mastiktasi dan rasa permen karet dapat merangsang sekresi saliva.
Kelenjar saliva yang tidak dirangsang akan menghasilkan saliva
sebanyak 0,4 ml/menit. Adanya proses mengunyah dapat meningkatkan
sekresi saliva sebanyak 10-12 kali lipat, sehingga merupakan keuntungan
tersendiri mengunyah permen karet dalam usaha menurunkan rasa haus
yang muncul akibat program pembatasan cairan (Arfany, Armiyati &
Kusuma, 2015).
e. Berkumur
Salah satu fungsi berkumur adalah untuk membersihkan rongga mulut.
Akan tetapi pada keadaan PGK, berkumur berguna membasahi rongga
mulut yang berfungsi menghindarkan mulut kering yang pada akhirnya
mengurangi rasa haus. Gerakan berkumur juga berfungsi untuk
merangsang otot-otot bibir, lidah, dan pipi untuk berkontraksi. Adanya
kontraksi otot-otot tersebut, maka kelenjar saliva akan terangsang untuk
menghasilkan saliva. Adanya saliva di mulut akan mencegah mulut dari
erosi dan kering, serta mengurangi rasa haus (Pratama, 2014).
0 10
“Tidak haus sama sekali” “Sangat haus sekali”
Gambar 2.1 Visual analogy scale
Sumber: Millard-Stafford, Wendland, O’Dea, dkk. (2012)
C. Kerangka Teori
Munculnya
Rasa haus ↓
Rasa Haus
Mengulum es batu
Frozen grapes
Sikat gigi
Mengunyah permen
karet atau permen
mint atau permen
bebas gula
D. Kerangka Konsep
Mengulum es batu
Penurunan rasa haus
E. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang diteliti meliputi:
1. Variabel independent (bebas)
Variabel independent dalam penelitian ini adalah manajemen rasa haus yang
terdiri dari mengulum es batu dan berkumur air matang.
2. Variabel dependent (terikat)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah penurunan rasa haus pasien
PGK di RSUP. Dr. Kariadi Semarang.
F. Hipotesis
Peneliti mengajukan beberapa hipotesis penelitian pada penelitian ini.
Hipotesis disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian. Hipotesis alternatif
(Ha) dalam penelitian ini, antara lain:
1. Ada perbedaan skor haus sebelum dan sesudah mengulum es batu.
2. Ada perbedaan skor haus sebelum dan sesudah berkumur air matang.
3. Ada perbedaan efektifitas mengulum es batu dan berkumur air matang
terhadap penurunan rasa haus pasien PGK di RSUP. Dr. Kariadi Semarang.