Anda di halaman 1dari 96

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009, menyatakan bahwa kesehatan

merupakan hak azasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang diwujudkan sesuai

dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara

dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan

berdasarkan nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan

sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya asing bangsa bagi

pembangunan nasional.

Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat

Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya

peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan

negara. Upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti

pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan

tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.

Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggitingginya pada mulanya

berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang

kearah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan

masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Salah satu upaya

yang dilakukan pemerintah dibidang kesehatan adalah mengupayakan pemerataan


pelayanan kesehatan yang mencakup pemerataan penyaluran obat dan perbekalan

farmasi.

Salah satu pelayanan kesehatan yang menyalurkan obat dan perbekalan farmasi

adalah apotek.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2017 apotek merupakan

sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.

Apotek berkewajiban untuk menyediakan dan menyalurkan obat dan perbekalan farmasi

lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat dan harus dapat mendukung serta membantu

terlaksananya usaha pemerintah untuk menyediakan obat-obat secara merata dengan

harga yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Selain menyalurkan obat, apotek juga

memberikan informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pekerjaan

Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,

pengelolaan obat, pelayanan obat 3 atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Mengingat akan pentingnya hal tersebut, maka kegiatan Praktik Kerja Lapangan

(PKL) menjadi salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa/I STIKes Arjuna Laguboti yang

diadakan pada semester V, akan tetapi dikarenakan adanya pandemi covid-19 maka Praktik

Kerja Lapangan diganti menjadi studi literatur pada semester VI. Maka dilakukan melalui

studi literatur . Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

metode pengumpumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan

penelitian (Zed,2008:3)
1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Adapun yang menjadi tujuan Praktik Kerja Lapangan di Apotek Kimia Farma No. 29

Sutomo Pematangsiantar dan Apotek Marudut Farma Balige adalah :

1. Untuk mengetahui perencanaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dan

Mengetahui perencanaan sediaan farmasi di Apotek Marudut Farma Balige.

2. Untuk mengetahui pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar Dan

Mengetahui pengadaan sediaan farmasi di Apotek Marudut Farma Balige.

3. Untuk mengetahui penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dan

Mengetahui penyimpanan sediaan farmasi di Apotek Marudut Farma Balige.

4. Untuk mengetahui penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dan

Mengetahui pendistribusian sediaan farmasi di Apotek Marudut Farma Balige.

5. Untuk mengetahui pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dan

Mengetahui pelaporan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dan Apotek

Marudut Farma Balige.

6. Untuk mengetahui pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dan

Apotek Marudut Farma Balige.

7. Untuk mengetahui pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dan

Apotek Marudut Farma Balige.


8. Untuk mengetahui pencatatan dan pelaporan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar dan Apotek Marudut Farma Balige.

9. Untuk mengetahui pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar dan Apotek Marudut Farma Balige.

1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Manfaat Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo

Pematangsiantar yaitu sebagai pengalaman dalam melakukan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan kefarmasian di apotek Kimia Farmasi No.

29 Sutomo Pematangsiantar dan Apotek Marudut Farma Balige

Manfaat dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan (PKL) secara studi literatur :

1. Meningkatkan keterampilan mahasiswa yang berguna untuk memasuki dunia

kerja yang sesuai.

2. Melatih dan mengembangkan sikap profesionalisme yang diperlukan oleh

mahasiswa dalam melakukan pekerjaan kefarmasian.

3. Sebagai bahan pembanding teori-teori yang dipelajari selama masa perkuliahan

dengan masalah yang dihadapi di lapangan.


BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 tahun

2017 tentang apotek. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat

dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker, sedangkan pengertian pelayanan

kefarmasian itu sendiri adalah suatu pelayanan langsung yang bertanggung jawab

kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil

yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apotek merupakan

tempat bagi apoteker dalam melaksanakan pengabdian profesi berdasarkan

keilmuan, tanggung jawab dan etika profesi (Menkes RI, 2017).

2.2 Tujuan Pengaturan Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 pasal 2

tentang Apotek, pengaturan Apotek bertujuan untuk:

a. meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek.

b. memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh

pelayanan kefarmasian di Apotek, dan

c. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan

pelayanan kefarmasian di Apotek (Menkes RI, 2017).

2.3 Persyaratan Pendirian Apotek


Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan apotek

menurut Permenkes RI No. 9 tahun 2017 tentang Apotek, yaitu sebagai berikut:

2.3.1. Surat Izin Apotek ( SIA)

Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin dari menteri. Menteri

melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada kepada pemerintah daerah

kabupaten/kota, izin yang dimaksud berupa SIA. SIA berlaku 5 tahun dan dapat

diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis

kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Permohonan sebagaimana dimaksud

harus ditanda tangani oleh apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen

administratif meliputi:

a. fotocopy STRA dengan menunjukan STRA yang asli.

b. fotocopy Kartu Tanda Penduduk ( KTP)

c. fotocopy Nomor Wajib Pajak Apoteker

d. fotocopy peta lokasi dan denah bangunan

e. daftar sarana, prasaran dan peralatan


Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak menerima permohonan dan

dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif, pemerintah

daerah kabupaten/kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan

setempat terhadap kesiapan apotek.

Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota

yang terdiri atas:

a. Tenaga kefarmasian

b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.

Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak tim periksa ditugaskan, tim

periksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita

Acara Pemeriksaan (BAP) kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.

Paling lama dalam waktu 12 hari kerja sejak pemerintah kabupaten/kota

menerima laporan dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan, pemerintah

kabupaten/kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai

POM, kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota, dan Organisasi Profesi. Dalam hal

hasil pemeriksaan yang belum memenuhi persyaratan pemerintah kabupaten/kota


harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12 hari kerja.

Terhadap permohonan dengan dinyatakan belum memenuhi persyaratan,

pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 bulan sejak

surat penundaan diterima.

Jika pemohon tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, maka pemerintah

daerah kabupaten/kota mengeluarkan surat penolakan. Apabila pemerintah daerah

kabupaten/kota dalam menerbitakan SIA melebihi jangka waktu, apoteker

pemohon dapat menyelengarakan apotek dengan menggunakan BAP sebagai

penganti SIA (Menkes RI 2017).

2.3.2. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)

Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang apoteker

harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/Menkes/per/v/2011 Pasal 7 ayat 1

menyatakan bahwa untuk memperoleh STRA apoteker harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a. memiliki ijazah apoteker

b. memiliki sertifikat kompetensi profesi


c. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah jabatan janji apoteker

d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat

izin praktek

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 31 Tahun 2016 perubahan

atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 Pasal 17

Tentang Registrasi, Izin Praktik dan Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian, Setiap tenaga

kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat

izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut berupa:

a. SIPA bagi apoteker atau

b. SIPTTK untuk Tenaga Teknis Kefarmsian.

2.3.3. Personalia Apotek

A. Apoteker

Menurut peraturan pemerintah RI No.51 Tahun 2009, menyatakan bahwa

“Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan sebagai Apoteker”.


8

B. Apoteker Pengelola Apotek (APA)

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 51

Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa: Dalam

melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker

dapat:

1. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA.

2. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama

komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter

dan/atau pasien.

3. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat

atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

C. Apoteker Pendampinng

Apoteker pendamping adalah Apoteker yang bekerja di apotek selain APA

dan/atau menggantikan pada jam jam tertentu apa hari buka apotek.

D. Apoteker Pengganti
Apoteker pengganti adalah Apoteker yang mengganti APA selama APA

tersebut tidak berada ditempat selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus. Telah

memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.

E. Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga teknis kefarmasian adalah mereka yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian

sebagai tenaga teknis kefarmasian. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51

Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Tenaga teknis

kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk

melakukan pekerjaan kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker

yang telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang

dimilikinya.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 36 tahun 2014 pasal 9 ayat 1

tentang tenaga kesehatan, disebutkan bahwa yang termasuk kedalam tenaga teknis

kefarmasian ialah orang yang memiliki pendidikan minimum Diploma 3

kefarmasian. Sehingga jelas bahwa lulusan di bawah pendidikan Diploma 3

Farmasi tidak termasuk TTK, melainkan sebagai Asisten tenaga teknis

kefarmasian sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2014 pasal 10 ayat 1 (Presiden RI,

2014).
F. Tanggung jawab Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga Teknis Kefarmasian bertanggung jawab kepada Apoteker

Pengelola Apotek sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya, artinya bertugas

atas kebenaran segala tugas yang diselesaikannya, tidak boleh ada kesalahan,

kehilangan, dan kerusakan.

G. Wewenang Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga Teknis Kefarmasian berwewenang melaksanakan pelayanan

kefarmasian sesuai dengan petunjuk atau instruksi dari Apoteker Pengelola

Apotek dan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku (Presiden RI,

2009).

10

2.3.4. Lokasi dan tempat

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No.9 Tahun 2017 pasal 5

Tentang Apotek bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur

persebaran apotek diwilayah dengan memperhatikan akses masyarakat dalam

mendapatkan pelayanan kefarmasian. Lokasi apotek adalah tempat apotek

didirikan. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata

“APOTEK”. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah

dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk

menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan


penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh

Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari

hewan pengerat, serangga, apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama

untuk lemari pendingin (Menkes RI, 2017).

2.3.5 Bangunan dan kelengkapannya

Berdasarkan peraturan Mentri Kesehatan RI No.9 Tahun 2017 pasal 6

Tentang Apotek, bahwa bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,

kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta

perlindungan dan keslamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-

anak, dan lanjut usia. Bangunan apotek harus bersifat permanen. Bangunan

bersifat permanen dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat

perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun dan bangunan

yang sejenis (Menkes RI, 2017).

11

Bangunan apotek setidaknya terdiri dari:

a. ruang tempat pencucian alat

b. kamar kecil (WC)


Selain itu bangunan apotek harus di lengkapi dengan

a. sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan

b. penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan

fungsi apotek.

c. alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi dengan

baik.

d. papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor surat

izin Apotek (SIA), alamat Apotek dan nomor telepon Apotek (bila ada).

Bangunan Apotek harus memenuhi persyaratan seperti berikut:

a. atap dari genteng atau bahan lain yang tidak mudah bocor

b. dinding harus kuat dan tahan air dan permukaan dalam harus rata, tidak

mudah mengelupas dan mudah dibersikan

c. langit-langit terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan berwarna

terang

d. lantai dari ubin atau semen atau bahan lapin dan tidak mudah lembab

e. harus berventilasi dan mempunyai sistem sanitasi yang baik (Menkes RI,

2017).
12

2.4. Perizinan Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.9 tahun 2017 pasal 1 tentang

Apotek, Surat Izin Apotek (SIA) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin untuk

menyelenggarakan apotek.

Izin mendirikan apotek diberikan oleh menteri kesehatan republik

indonesia, kemudian menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek

kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Kepala dinas kesehatan

kabupaten/kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pencairan izin dan

pencabutan izin apotek sekali setahun kepada menteri dan tembusan disampaikan

kepada kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Menkes RI, 2017).

2.5. Pencabutan Surat Izin Apotek

Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehtatan No. 9 Tahun 2017

pada Pasal 32 dijelaskan bahwa:

a. pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota

berdasarkan:
1. hasil pengawasan, dan/atau

2. rekomendasi Kepala Balai POM.

b. pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan teguran tertulis

berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-

masing satu bulan.

13

c. dalam hal apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan jiwa,

SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.

d. keputusan pencabutan SIA oleh pemerintah daerah kabupaten/kota

disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur

Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala badan.

e. dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, selain

ditembuskan kepada Direktur Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi,

dan kepala badan. juga ditembuskan kepada dinas kabupaten/kota (Menkes

RI, 2017)

Keputusan pencabutan izin apotek dilakukan oleh kepala dinas kesehatan

kabupaten/kota disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek,

tembusan kepada menteri dan kepala dinas kesehatan provinsi setempat serta

kepala balai POM setempat. Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola
apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya,

pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

a. dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika,

psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep yang

tersisa di apotek

b. narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

tertutup dan terkunci

c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kepada kepala dinas

kesehatan kabupaten/kota atau petugas yang diberi wewenang tentang

penghentian kegitan disertai lapotan inventararis yang di maksud diatas

14

Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah

membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Hal ini dilakukan setelah kepala balai POM setempat

melakukan pemeriksaan.

2.6. Peran Apoteker di Apotek

Menurut Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standart Pelayanan

Kefarmasian di Apotek pada Bab IV mengenai Sumber Daya Kefarmasian, dalam


menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, apoteker memiliki peran yaitu

sebagai berikut:

a. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi layanan harus berinteraksi dengan pasien.

Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan

kesehatan secara berkesinambungan.

b. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan

dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan

efisien.

c. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi

kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus

mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

15

d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil

keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan

dan mengelola hasil keputusan.

e. Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran

dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan

teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-

hal lain yang berhubungan dengan obat.

f. Pembelajaran seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

profesi melalui pendidikan berkelanjutan.

g. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informasi Perbekalan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian

dan mendapatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan

kefarmasian. (Menkes, 2016).

2.7. Pengelolaan Apotek

Banyak faktor yang perlu diperhatikan sebelum mendirikan apotek,

diantaranya:
16

2.7.1. Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.73 tahun 2016

tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek, bahwa pelayanan kefarmasian

di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat dibantu oleh apoteker

pendampaing atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki surat tanda regitrasi

dan surat izin pratek.

Dalam melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus memenuhi

kriteria:

a. persyaratan administrasi

1. memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi

2. memiliki surat tanda registrasi apoteker (STRA)

3. memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku

4. memiliki surat izin praktik apoteker (SIPA)

b. menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal


c. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan

diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan

atau mandiri

d. harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar

pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang

berlaku (Menkes RI, 2016).

17

2.7.2 Sarana dan Prasarana

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Sarana dan

prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek

meliputi sarana yang memiliki fungsi:

1. Ruang Penerimaan Resep

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat

penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer.
Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan

mudah terlihat oleh pasien.

2. Ruang Pelayanan Resep dan Peracikan

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan

secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di

ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan,

timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat,

bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko

salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan

cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin

ruangan (air conditioner).

3. Ruang Penyerahan Obat

Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang

dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.

18

4. Ruang Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan

kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat

bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan

pasien.

5. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai.

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,

temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu

produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi

dengan rak atau lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari

pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari

penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.

6. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang

berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka

waktu tertentu.

2.8 Aspek Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 tahun 2016 tentang Standar

pelayanan kefarmasian di apotek menyebutkan standar pelayanan kefarmasian di

apotek meliputi :
19

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai.

2. Pelayanan farmasi klinik.

2.8.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73

tahun 2016 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

1. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

2. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan

sediaanfarmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.
3. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

20

4. Penyimpanan.

a. obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam

hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,

maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi

yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama

obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

b. semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai

sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

c. tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan

barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi

d. sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan

dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.


e. pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)dan

FIFO (First In First Out).

5. Pemusnahan dan penarikan

a. obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis

dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang

mengandung narkotika ataupsikotropika dilakukan oleh Apoteker dan

disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat

selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan

disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin

praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita

acara pemusnahan.

21

b. resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan

oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar

atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara

Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem

pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan

untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,

kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.

Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan

cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama

Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan

sisa persediaan.

7. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi

pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan

(nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan

kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.

Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan

manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.

22

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.


Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih

lanjut oleh Direktur Jenderal (Menkes RI, 2017).

2.8.2 Pelayanan Farmasi Klinik

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73

tahun 2016 Pasal 3 Ayat 3 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek .

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan

Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

I. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik

dan pertimbangan klinis.

1. Kajian administratif meliputi:

a) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

b) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor

telepon dan paraf; dan

c) Tanggal penulisan Resep.

2. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

a) Bentuk dan kekuatan sediaan;

b) Stabilitas; dan
23

c) Kompatibilitas (ketercampuran Obat).

3 Pertimbangan klinis meliputi:

a) Ketepatan indikasi dan dosis Obat;

b) Aturan, cara dan lama penggunaan Obat;

c) Duplikasi dan/atau polifarmasi;

d) Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,

manifestasi klinis lain);

e) Kontra indikasi; dan

f) Interaksi.

II. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep

2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan

3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya

a) Warna putih untuk Obat dalam/oral;


b) Warna biru untuk Obat luar dan suntik;

c) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk

suspensi atau emulsi.

4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat

yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan

yang salah.

24

Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:

a. sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,

cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara

penulisan etiket dengan Resep);

b. memanggil nama dan nomor tunggu pasien;

c. memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

d. menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;

e. memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang

terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan


minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara

penyimpanan Obat dan lain-lain;

f. penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara

yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin

emosinya tidak stabil;

g. memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien

ataukeluarganya;

h. membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf

oleh Apoteker (apabila diperlukan);

i. menyimpan Resep pada tempatnya;

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan

Formulir sebagaimana terlampir. Apoteker di Apotek juga dapat

melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker

harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat

25

non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas

atau bebas terbatas yang sesuai

III. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, keamanan

penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,

ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

PIO harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali

dalam waktu yang relatif singkat.

IV. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien atau

keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan

sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan

masalah yang dihadapi pasien.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a) pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati

dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:TB,

DM, AIDS, epilepsi).

c) pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off).

26
d) pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

fenitoin, teofilin).

e) pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk

indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk

pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat

disembuhkan dengan satu jenis Obat.

f) pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

V. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk

kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. VI.

Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping.

VII. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi

fungsi fisiologis (Menkes RI, 2016).

2.9 Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan

kegiatan administrasi yang meliputi :

1. Administrasi Umum.

27

Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan

dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Administrasi Pelayanan.

Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan

hasil monitoring penggunaan obat.

Administrasi yang harus ada seperti:

a) kartu stok, nota penjualan, kwitansi, copy resep, dan surat pesanan (SP).

b) buku-buku (buku pembelian, buku penjualan, buku keuangan, buku

harian).

c) buku-buku wajib apotek (FI, ISO, Peraturan perundang-undangan, buku

standar, IMO ).

2.10 Penyerahan/Penyaluran Obat di Apotek


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun

2017 pasal 17 Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada:

a. Apotek lainnya

b. Puskesmas

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

d. Instalasi Farmasi Klinik

e. Dokter

f. Bidan praktik mandiri

g. Pasien

h. Masyarakat (Menkes RI, 2017).

28

2.11 Pengertian Obat

Menurut Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, Obat

adalah bahan atau paduan bahan yang dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosa,

mencegah, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, gejala penyakit, luka,


kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan untuk memperelok

bahan atau bagian badan manusia.

a) Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli dengan bebas dan tidak

membahayakan bagi si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan dan diberi

®
tanda lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. Misalnya: Panadol ,

® ® ® ®
Paracetamol , Sanmol , Mylanta , Melodiar .

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas

b) Obat Bebas Terbatas

Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus

aslinya dari produsen/pabriknya dan diberi tanda bulat berwarna biru dengan garis

tepi hitam serta diberi peringatan (P no. 1 s/d P no. 6). Misalnya: Mixagrip®,

Orphen®, Miconazole®, Combantrin®, Bodrex®, dll.


Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas

29

P. NO. 1 P. NO. 2

Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras

Bacalah aturan pakainya Hanya untuk dikumur jangan ditelan

P. NO. 3 P. NO. 4

Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras

Hanya untuk bagian luar dari badan Hanya untuk dibakar

P. NO. 5 P. NO. 6

Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras

Tidak boleh ditelan Obat wasir jangan ditelan

c) Obat Keras

Obat keras adalah semua obat yang meliputi:

1. Mempunyai takaran atau dosis maksimum (DM) yang tercantum dalam

daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah.


2. Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi

hitam dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya.

3. Semua obat baru kecuali dinyatakan oleh pemerintah tidak

membahayakan.

4. Semua sedian parenteral/injeksi/infus intravena.

® ® ® ®
Misalnya: Yusimox , Amoxicillin , sanprima , aciclovir ,
ambroxol®, dll.

Gambar 2.3 Logo Obat Keras

30

d) Psikotropika

Menurut undang-undang No 5 tahun 1997 Psikotropika adalah zat atau

obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif

melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan

khas pada aktivitas mental dan perilaku. Misalnya golongan ekstasi, diazepam,

barbital atau luminal.


Gambar 2.4 Logo Psikotropika

e) Narkotika

Menurut Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika,

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Misalnya: candu/opium, morfin,

petidin, metadon, codein.

Gambar 2.5 Logo Narkotika

f) Obat Wajib Apotek (OWA)

Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep

dokter oleh apoteker di apotek. Misalnya: Bisakodil Supp, Eritromisin,

Bromhexin, Ibuprofen, dll.


31

g) Obat Generik

Obat Generik adalah obat yang penamaannya didasarkan pada zat aktif

yang terdapat pada obat tersebut dan menggunakan merek dagang.

Gambar 2.6 Logo Obat Generik

h) Obat Paten

Obat paten adalah obat yang menggunakan merek atau nama dagang

® ® ® ®
tertentu. Misalnya: mycoral , mefinal , amoksan , sanmol dan lain-lain.

i) Obat Tradisional

Menurut peraturan BPOM RI No:HK.00.05.41.1384, Tentang kriteria dan

tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka

obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat

diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

1. Jamu

Menurut peraturan BPOM RI No:HK.00.05.41.1384, Tentang kriteria dan

tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka,

jamu adalah obat tradisional Indonesia. Misalnya: Jamu Buyung Upik, Jamu

Nyonya Meneer.

Gambar 2.7 Logo Jamu

32

2. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan

khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah

memenuhi persyaratan yang berlaku.

Menurut peraturan BPOM RI No:HK.00.05.41.1384, Tentang kriteria dan

tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka,

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan

produk jadinya telah di standarisasi.

Misalnya: Stimuno, Nodiar, Tensigard

Gambar 2.8 Logo Fitofarmaka

3. Obat Herbal Terstandar

Menurut peraturan BPOM RI No:HK.00.05.41.1384, Tentang kriteria dan

tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka,

Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan

keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya

telah di standarisasi.

Misalnya: Diapet, Kiranti, Lelap, Psidii.


Gambar 2.9 Logo Obat Herbal Terstandar

33

2.12 Pengelolaan Narkotika

Berdasarkan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Narkotika dapat defenisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman

atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai

menghilaangkan rasa nyari dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika sering digunakan dengan cara maupun tujuan yang salah selain

itu, apotek harus menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka

diadakan pengawasan terhadap penggunaan narkotika yang meliputi pembelian,

penyimpanan, penjualan administrasi serta penyimpanan laporannya. Dalam

rangka mempermudah pengawasan penggunaan narkotika di wilayah indonesia

maka pemerintah menetapkan PT.Kimia Farma sebagai satu-satunya perusahaan

yang diizinkan untuk memproduksi, mengimpor dan mendistribusikan Narkotika

di Indonesia (Presiden RI, 2009).

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 pasal 6 tentang Narkotika

Penggolongan Narkotika meliputi:


a) Golongan 1, Hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan

ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi, berpotensi

ketergantungan sangat tinggi

Contoh: Tanaman Papaver Somniferum L, Opium mentah, Opium masak

(candu, jicing,jicingko) Tanaman koka, Daun koka, Kokain, Tanaman

ganja, dan lain-lain.

34

b) Golongan 2, Hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan

ilmu pengetahuan, untuk pengobatan pilihan terakhir, berpotensi

ketergantungan sangat tinggi.

Contoh: almefetadol, betametadol, alfentanil, difenoksilat, metadona,

morfina,fenadoksona, dan lain-lain.

c) Golongan 3, Dapat digunakan dalam terapi dan berpotensi ketergantungan

ringan

Contoh: etilmorfina, nikokodina, kodeina, propiram,polkodina, etilmorfina

dan lain-lain.

Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan:

a. Pemesanan narkotika
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi

(PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditanda tangani oleh APA

dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat. Tiap jenis pemesanan

narkotika menggunakan satu surat pesanan yang di lengkapi dengan nomor SIPA

apoteker dan stempel apotek.

b. Penyimpanan narkotika

Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35

Tahun 2009 pasal 14 ayat 1. Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur

dalam peraturan menteri kesehatan No. 3 Tahun 2015 pasal 25 ayat 1-2 yaitu:

35

1. tempat penyimpanan Narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dapat

berupa gudang, ruang atau lemari khusus

2. tempat penyimpanan narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain narkotika

Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 3 harus

memenuhi syarat sebagai berikut:

a) terbuat dari bahan yang kuat


b) tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 buah kunci yang

berbeda

c) harus diletakkan dalam ruangan khusus di sudut gudang, untuk

instalasi farmasi pemerintah

d) diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat umum, untuk

apotek, insatalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, instalasi farmasi

klinik dan lembaga ilmu pengetahuan

e) kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker pengelola

apotek/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan

c. Penyerahan Narkotika

Berdasarkan undang-undang No. 35 Tahun 2009 pasal 43 ayat 2 dinyatakan

bahwa penyerahan narkotika oleh apotek hanya dilakukan kepada apotek lainnya,

rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter dan pasien

berdasarkan resep dokter (Presiden RI, 2009)

36

d. Pelaporan Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat 2

dinyatakan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan

sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,

balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,

menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan atau

pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan tersebut

meliputi laporan pemakian narkotika dan laporan pemakian morfin dan petidin.

Laporan harus ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek dengan

mencantumkan SIPA, SIA, nama yang jelas dan stempel apotek, kemudian

dikirimkan kepada kepala dinas kesehatan republik indonesia provinsi setempat

dengan tembusan kepada:

1. Kepala Dinas Kesehatan Kesehatan/kota

2. BPOM setempat

3. Penanggung jawab narkotika PT.Kimia Farma (persero) Tbk.

4. Arsip

Laporan yang ditanda tangani oleh APA meliputi:

1. laporan penggunaan sediaan jadi narkotika

2. laporan penggunaan bahan baku narkotika

3. laporan khusus penggunaan morfin dan petidin


Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim

selama-lamanya tanggal 10, bulan berikutnya (Presiden RI, 2009).

37

e. Pemusnahan Narkotika

Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia No 3 tahun 2015

BAB IV pasal 37 disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal:

1. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku atau

tidak dapat digunakan dalam proses produksi

2. kadaluwarsa

3. tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan

atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan

4. dibatalkan izin edarnya

5. berkaitan dengan tindak pidana

Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan

usaha yang bertanggung jawab atas produksi atau peredaran narkotika, sarana

kesehatan tertentu serta lembaga ilmu pengetahuan dengan disaksikan oleh

pejabat yang ditunjuk oleh menteri kesehatan


Pelaksanaan pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi

persyaratan pada apotek adalah sebagai berikut:

1. bagi apotek ditingkat provinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh

petugas dari BPOM setempat

2. bagi apotek ditingkat kabupaten/kota pemusnahan disaksikan oleh kepala

dinas kesehatan tingkat II

Menurut Permenkes No. 3 Tahun 2015 Pasal 42 ayat 1-3. Pemegang izin

khusus atau apoteker pengelola apotek yang memusnahkan narkotika harus

38

membuat berita acara pemusnahan paling sedikit 3 rangkap. Tembusan

disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai.

Berita acara pemusnahan memuat:

1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan

2. Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek

3. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek

tersebut

4. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan


5. Cara pemusnahan

6. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi (Menkes RI,

2015).

f. Pelanggaran terhadap ketentuan pengelolaan narkotika

Dalam undang-undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika, disebutkan

bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan

narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh menteri kesehatan berupa

teguran, peringatan, denda administratif, pengehentian sementara kegiatan atau

pencabutan izin (Presiden RI, 2009).

2.13 Pengelolaan Psikotropika

Psikotropika menurut Undang-Undang No 5 tahun 1997 merupakan zat

atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat

psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

39

Menurut Undang-Undang No 5 tahun 1997 Pasal 2 ayat 2 tentang

Psikotropika. Penggolongan Psikotropika meliputi:


a. Psikotropika golongan 1 adalah yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai

potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan

Contoh: ekstasi, LSD (Lysergic Acid Diethylamid)

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan Contoh:

amineptina, metilfenidat, sekobarbital

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi yang sedang mengakibatkan sindroma

ketergantungan

Contoh: amobarbital, mogadon, brupronorfina.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan sangat luas digunakan untuk terapi atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai sindroma ketergantungan.

Contoh: alprazolam, aminoreks, barbital, delorazepam, estazolam,

klobazam, lorazepam, flurazepam, etinamat, dan lain-lain

Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam undang-undang No. 5 tahun

1997 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan psikotropika yang

mempunyai potensi yang mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan

psikotropika ini sama dengan narkotika, yaitu:


40

a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan

kesehatan dan ilmu pengetahuan

b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika

c. Memberantas peredaran gelap psikotropika (Presiden RI, 1997).

Kegiatan-kegiatan pengelolaan psikotropika meliputi:

a. Pemesanan psikotropika

Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat

lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang

dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF), pemesanan psikotropika tidak

memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan apotek dari PBF atau

pabrik obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam undang-undang No. 5

tahun 1997 pasal 12 ayat 2 dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh

apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas,

balai pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan

psikotropika dapat terdiri dari satu jenis atau lebih obat psikotropika.

b. Penyimpanan psikotropika
Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obatan golongan psikotropika

belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Obat-obat psikotropika ini

cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obat

psikotropika tersebut dalam satu rak atau lemari khusus yang terpisah dari obat-

obat lain, tidak harus dikunci dan membuat kartu stok psikotropika.

c. Penyerahan psikotropika

41

Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada apotek

lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien

berdasarkan resep dokter.

d. Pelaporan psikotropika

Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan

sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,

dokter dan lembaga penelitian atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan

menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika

dan wajib melaporkannya kepada menteri kesehatan secara berkala. Pelaporan

psikotropika dilakukan setahun sekali ditanda tangani oleh APA dilakukan secra

berkala yaitu setiap tahun kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan

tembusan kepada kepala dinas kesehatan setempat dan badan pengawasan obat

dan makanan
e. Pemusnahan psikotropika

Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika,

pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana,

diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku atau tidak dapat

digunakan pada pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu kesehatan.

Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh

pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapatkan kepastian. Berita

acara pemusnahan tersebut memuat:

1. Hari, tanggal,bulan dan tahun pemusnahan


2. Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek

3.Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut

4. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan

5.Cara pemusnahan (Presiden RI, 1997)


2.14.1 Pengertian resep

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.73 tahun 2016 tentang

standar pelayanan kefarmasian di apotek, resep adalah permintaan tertulis dari

dokter atau dokter gigi kepada apoteker baik dalam bentuk paper maupun

elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan

yang berlaku.

2.16.2 Kelengkapan resep

1. Tanggal dan tempat ditulisnya resep (inscriptio)

2. Tanda buka penulisan resep (invocatio)

3. Nama obat, jumlah dan cara pembuatannya (praescriptio dan ordinatio)

4. Aturan pakai dari obat yang tertulis dalam resep (signatura)

5. Paraf dan tanda tangan dokter penulis resep (subcriptio)

2.16.3 Salinan Resep/Copy Resep

Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep (istilah lainnya adalah

“Apograph”, “Exemplum”, “Afschift”) salinan resep selain memuat semua

keterangan yang ada diresep asli, harus memuat pula:

1. Nama dan alamat apotek

2. Nama pasien
43

3. Nomor SIK apoteker pengelola apotek

4. Tanda “det” (detur = sudah diserahkan, untuk obat yang telah diserahkan)

dan “nedet” (ne detur = belum diserahkan, untuk obat yang belum

diserahkan)

5. Nomor resep dan tanggal pembuatan.


44
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Sejarah Berdirinya Kimia Farma

Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia

yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini

pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan

keputusan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan,

pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah

perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia

Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF

diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi

PT Kimia Farma (Persero).

Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah

statusnya menjadi perusahaan terbuka, PT Kimia Farma (Persero) Tbk.

Bersamaan dengan perubahan tersebut, PT Kimia Farma telah dicatatkan pada

Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek surabaya (sekarang kedua bursa telah merger

dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). PT Kimia Farma (Persero) Tbk memiliki

anak perusahaan diantaranya PT Sinkosa Indonesia Lestari yang bergerak dalam

bidang produksi kina, garam dan turunannya, PT Kimia Farma dan Apotek, dan

PT Kimia Farma trading and distribution. Telah berkembang menjadi perusahaan

dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. PT Kimia Farma kian


diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa,

khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

3.2 Sejarah Apotek Marudut Farma

Apotek Marudut Farma terletak di Jalan Patuan Nagari No. 9 Balige Kabupaten Toba

Samosir. Apotek Marudut Farma berdiri tahun 2004, dipimpin oleh Linang S.Si., Apt.

sebagai Apoteker Pengelola Apotek.

Pemilik Sarana Apotek dan Apoteker Pengelola Apotek bekerja sama untuk

melaksanakan kelancaran jalannya Apotek. Tetapi dikarenakan Linang S.Si., Apt., tidak lagi

tinggal di tempat yang memungkinkan bekerja di Apotek maka pada tahun 2009 digantikan

oleh Dewi Lumbanbatu, S.Farm., Apt.

3.2 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek No.29 Pematang Siantar

3.2.1 Visi Kimia Farma Apotek No.29 Pematang Siantar

Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan

pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi

bisnis yang sinergis.

3.2.2 Misi Kimia Farma Apotek No.29 Pematang Siantar


Berikut adalah misi dari kimia farma :

Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-

bidang:
1. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan

pengembangan produk yang inovatif.

2. Perdagangan dan jaringan distribusi.

3. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan ritel farmasi dan

jaringan pelayanan kesehatan lainnya.

4. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan

usaha perusahaan.

5. Outlet Kimia Farma BM Medan

3.1 Visi dan Misi Apotek Marudut Farma Balige

3.2.1 Visi Apotek Marudut Farma Balige

Menjadikan Apotek terdepan dan terpercaya di Indonesia khususnya di Toba Samosir

jaminan pelayanan farmasi dan kualitas produk farmasi.

3.2.2 Misi Apotek Marudut Farma Balige

Memuaskan kebutuhan pasien dengan kualitas pelayanan yang dapat diandalkan dan

juga kualitas obat yang terpercaya.


3.4.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Apotek Kimia Farma
No.29 Pematang Siantar

Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dipimpin oleh

seorang Apoteker Pengelola Apotek sebagai kepala superior manager unit bisnis

Medan, apoteker pendamping, Tenaga Teknis Kefarmasian dan bukan Asisten

Tenaga Teknis Kefarmasian.


APA/MAP
(Tri Cahyono,
S.Far.,Apt)

-----------------Apoteker Pendamping
(Elvi Tri Yunita, S.Farm.,
Apt)

Supervisor
(Syaiful Umri)

Tenaga Teknis Kasir


Kefarmasian (Dahriana)
1. Rohani Tampubolon
2. Elizabeth Pakpahan
3. Yogi
4. Sani
5. Midah
6. Redic

Kebersihan
(Roy)

Juru Racik
(Rosman
Damanik)

Gambar 3.1. Struktur Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar


3.2 Struktur Organisasi Apotek Marudut

Struktur organisasi Apotek Marudut Farma dapat kita lihat pada bagan berikut:

STRUKTUR ORGANISASI APOTEK MARUDUT FARMA BALIGE

PEMILIK SARANA APOTEK


dr. Irwan Wirya, M.Kes

APOTEKER PENANGGUNG
JAWAB APOTEK (APA)
Dewi Lumbanbantu, S.Farm., PERAWAT KASIR
Apt

Sinta
Tampubolon,
Adelaide Gultom, Amd. Keb
AMF Kristian Monica
C. Helentina Panjaitan, Amd. Tambunan, Amd.
Siregar Kep Farm
Helena Sianturi Risnawati Titin Tampubolon
Sihotang, Amd.
Kep
Rajumida
Nainggolan, Amd.
Kep
Posma Hutajulu,
Amd. Kep
Maria Pardede,
Amd. Kep

3.3 Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

3.5.1 Asisten Tenaga Kesehatan dan Ahli Madya Farmasi

a. Melayani obat baik resep maupun non resep.

b. Memberikan informasi mengenai obat kepada pasien.

c. Bertanggung jawab atas obat yang dipasarkan berlabel hijau, biru, dan merah.
d. Bertanggung jawab atas pengadaan, penyimpanan serta penyaluran obat dan alat

kesehatan.

e. Membuat Laporan Psikotropika untuk dikirim ke Badan POM dan Dinas

Kesehatan.

3.5.2 Kasir

a. Membuat Laporan keuangan harian dan bulanan.

b. Menangani segala sesuatu yang menyangkut arus keuangan apotek.

c. Membuat tanda terima pembayaran pelanggan atau non pelanggan.

d. Mengatur tagihan yang akan ditagih oleh perusahaan.

e. Bertanggung jawab atas pemasukan dan pengeluaran.

3.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai Di Apotek Kimia Farma No.29 Pematang siantar dan Apotek
Marudut Farma Balige

3.5.1 Perencanaan Apotek Kimia No.29 Pematang Siantar

Untuk memenuhi kebutuhan di Apotek, dilakukan pemesanan berdasarkan

buku defekta, pareto, dan histori penjualan.

.
a. Buku Defekta

Buku defakta berisi pencatatan persediaan yang habis dan penolakan resep

karena tidak adanya persediaan barang yang habis dalam penolakan resep karena

tidak adanya barang di apotek.


Pembuatan buku defekta dilakukan sebagai berikut:

a) Setiap hari petugas memeriksa barang yang kosong atau hampir

habis

b) Pencatatan buku defekta meliputi nama barang dan dosis/satuan

per item

c) Menyerahkan buku defekta kepada petugas pembelian sebagai

dasar pemesanan barang.

b. Pareto

Sistem pareto adalah perencanaan pengadaan obat berdasarkan nilai

jualnya atau sistem yang memprioritaskan penyediaan barang-barang yang laku.

Jadi barang dipesan berdasarkan kebutuhan dan seringnya barang tersebut dicari

konsumen. Sistem ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan barang, perputaran

modal menjadi cepat, menghindari kerusakan barang, dan memperkecil

kemungkinan barang hilang. Obat, alat kesehatan, dan barang-barang OTC (Over

The Counter) yang tinggal sedikit atau sudah habis dicatat pada buku defekta yang

mencakup antara lain: nama sediaan obat, dosis obat dan jumlah satuan obat yang

51

hendak ditambah. Kemudian pemesanan dan pembelian barang didasarkan pada

buku defekta. Perencanaan pengadaan obat berdasarkan data penolakan resep

adalah pengadaan yang datanya diperoleh saat ini, dimana berasal dari buku

catatan penolakan resep, buku ini berisi daftar obat-obatan yang tidak tersedia di

apotek.
Perencanaan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek.

a. kasus

b. berisi pencatatan persediaan barang yang penjualannya

meningkat pada saat-saat tertentu.

3.5.1.1 Perencaanaan Apotek Marudut Farma Balige


Perencanaan perbekalan farmasi Apotek Marudut Farma Balige dilakukan dengan cara

memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, budaya masyarakat dan obat yang

paling banyak digunakan oleh masyarakat.

3.5.2 Pengadaan Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar

Dilakukan dengan cara:

1. Bagian pengadaan di Apotek Kimia Farma merekapitulasi defekta, pareto,

kasus dan membuatnya dalam bentuk Bon Permintaan Barang Apotek

(BPBA) dan dikirim kebagian pengadaan di BM (Bisnis Manajer) kimia

farma Pusat Medan.

2. Dari BPBA yang masuk dibuat menjadi Surat Pesanan (SP) di Bisnis

Manager (BM), kemudian bagian pengadaan di BM mengirim surat

pesanan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF).

3. Barang di kirim dari PBF ke Apotek dalam bentuk faktur.


4.Untuk obat Narkotika, Psikotropika dan obat yang dibutuhkan maka apotek memesan
langsung ke distributor dengan membuat SP yang akan dipesan.

3.5.2.2 Pengadaan Apotek Marudut Farma Balige

Pengadaan barang di Apotek Marudut Farma Balige dilakukan dengan membuat

pesanan barang dapat melalui distributor obat secara langsung atau Surat Pesanan langsung di

fax ke perusahaan yang bersangkutan.

3.5.3
Penerimaan Apotek Kimia No.29 Pematang Siantar

Perbekalan farmasi yang dikirim oleh pedagang besar farmasi (PBF) disertai

dengan faktur dan surat pesanan yang berasal dari apotek. Penerimaan barang

dilakukan dengan penyesuaian dengan faktur dan pemeriksaan fisik sebagai

berikut:

a. Pemeriksaan barang dan kelengkapannya

1) Alamat pengiriman barang yang dituju.

2) Nama, kemasan, nomor batch dan jumlah barang yang dikirim harus

sesuai dengan yang tertera pada surat pesanan dan faktur.

3) Kualitas dan kuantitas barang serta tanggal kadaluarsa.

b. Jika barang-barang tersebut dinyatakan diterima, maka petugas akan

membutuhkan cap/stempel Apotek Kimia Farma dan kemudian

menandatangani faktur asli sebagai bukti bahwa barang telah diterima

sesuai kondisinya.

c.Salinan faktur dikumpulkan setiap hari lalu dicatat sebagai data stok

barang dalam komputer.


3.5.3.3 Penerimaan Apotek Marudut Farma Balige
penerimaan sediaan farmasi Apotek Marudut Farma Balige di lakukan

dengan cara penyesuaian dengan faktur, jika barang sudah diterima

petugas menandatangani dan membubuhkan cap/stampel dan salinan

faktur di kumpulkan kemudian dicatat sebagai data stok barang secara

manual.

c.

3.5.4 Penyimpanan Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar

Setelah penerimaan barang, penyimpanan dan pengisian kartu stok barang-

barang dilakukan disertai pencantuman tanggal penerimaan dan jumlah

penambahan barang yang disimpan. Penyimpanan stok maksimal adalah selama 1

bulan untuk meminimalisir risiko (hilang, expired, rusak) dan memperbesar

perputaran modal.

Penyimpanan dikelompokkan menjadi beberapa golongan, sebagai berikut:

1. Rubrik (bentuk sediaan)

Penyimpanan ini berdasarkan bentuk sediaannya seperti: sediaan tablet,

sediaan sirup, sediaan injeksi, sediaan tetes mata, tetes telinga, sediaan

inhalasi, sediaan kosmetik, sediaan salep/cream dan alat kesehatan.

2. FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out)

Penyimpanan perbekalan farmasi secara FIFO yaitu obat yang pertama

masuk akan dikeluarkan terlebih dahulu sedangkan penyimpanan


perbekalan farmasi secara FEFO yaitu obat yang batas kadaluarsanya lebih

awal maka lebih dahulu dikeluarkan

3. Alfabetis

Penyimpanan perbekalan farmasi secara alfabetis diurutkan

berdasarkan abjad mulai A-Z.

4. Efek farmakologi

5. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
secara efek farmakologi yaitu berdasarkan khasiat obat seperti: Obat antibiotik,
suplemen dan vitamin .

6. Suhu

Ada beberapa perbekalan farmasi yang harus disimpan pada lemari

pendingin misalnya vaksin, serum dan suppositoria.

6.Penggolongan obat

Penyimpanan ini disesuaikan berdasarkan pembagian jenis obat misalnya:

obat paten, obat genetik, obat narkotika dan psikotropika.

3.5.4.4 Penyimpanan Apotek Marudut Farma Balige

Adapun tata penyimpanan sediaan farmasi di Apotek Marudut Farma, yaitu:

a. Menurut golongan obat

Obat bebas dan obat bebas terbatas disusun dengan rapi di lemari obat. Obat keras

disusun di ruang racik, dan Psikotropika disusun di lemari khusus dan dikunci. Kunci
lemari hanya boleh disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek dan Tenaga Teknis

Kefarmasian.

b. Berdasarkan bentuk atau jenis sediaan

Obat disusun berdasarkan bentuk atau jenis sediaan, misalnya sirup, tetes mata, tetes

hidung, tablet, salep, infus, cairan obat suntik, dan lain sebagainya.

c. Menurut Alfabetis

Penyusunan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaannya yang disusun menurut

abjad/alfabetisnya.

d. FIFO (First In First Out)

Penyimpanan sediaan yang pertama masuk disusun di barisan terdepan untuk dijual

terlebih dahulu.

e. FEFO (First Expiredate First Out)

Penyimpanan sediaan berdasarkan tanggal kadaluarsa. Sediaan yang tanggal

kadaluarsanya lebih dekat dijual terlebih dahulu.

3.5.5 Pendistribusian Obat Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar

Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dapat menyalurkan obat

ke :

1. Apotek lainnya

2. Puskesmas

3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

4. Instalasi Farmasi Klinik

5. Dokter

6. Bidan praktik mandiri


7. Pasien

8. Masyarakat.

3.5.5.5 Pendistribusian Obat Apotek Marudut Farma Balige


pendistribusian sediaan farmasi Apotek Marudut Farma Balige di lakukan

berdasarkan resep dokter dan penjualan bebas.

3.5.6 Pemusnahan Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar

Pemusnahan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar

terdiri dari pemusnahan obat dan pemusnahan resep. Pemusnahan di apotek harus

membuat berita acara pemusnahan.

1. Pemusnahan Obat

Pemusnahan obat di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar

adalah obat yang rusak atau kadaluwarsa jika tidak dapat di kembalikan ke

distributor maka harus di musnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk

sediaan yaitu dengan cara dibakar atau ditanam. Obat kadaluwarsa atau

obat rusak yang mengandung narkotika dan psikotropika pemusnahannya

55

disaksikan oleh Dinas Kesehatan setempat, Balai POM, tenaga

kefarmasian lain yang memiliki surat izin kerja dan wajib di laporkan ke

Dinas Kesehatan setempat. Dan membuat berita acara pemusnahan obat

sebagai bukti.
2. Pemusnahan resep

Pemusnahan resep di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar adalah


resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun. Pemusnahan dilakukan
oleh apoteker dengan cara dibakar dan membuat berita acara pemusnahan resep.

3.5.6.6 Pemusnahan Apotek Marudut Farma Balige

pemusnahan sediaan farmasi Apotek Marudut Farma Balige dilakukan

dengan cara obat yang kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai

dengan jenis dan bentuk sediaan dan resep yang telah disimpan melebihi

jangka waktu lima tahun dapat dimusnahkan dengan cara di bakar .

3.5.7 Pengendalian Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar

Pengendalian di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar

Yaitu:

a. Pengendalian barang yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar menggunakan komputer, dimana setiap barang yang masuk

dientri ke komputer dan setiap barang yang keluar (terjual) juga tercatat di

komputer, sehingga dapat diketahui status persediaan setiap barang. Masing-

masing karyawan diberi tanggung jawab untuk memeriksa atau mengawasi

rak-rak barang yang ditentukan tersebut. Bila stok sudah kosong atau tinggal

sedikit, petugas mencatatnya ke dalam buku defekta yang antara lain

mencakup nama sediaan, bentuk sediaan, satuan, dan jumlah yang hendak

ditambah.
b. Pengendalian uang adalah pengendalian keuangan apotek maka dibuat

petugas kasir apotek untuk menghindari kekeliruan uang hasil penjualan

apotek setiap harinya untuk kemudian disetor ke bank dan setiap slip setoran akan dikirim
ke BM Medan dengan via e-mail.
3.5.7.7 Pengendalian Apotek Marudut Farma Balige

pengendalian sediaan farmasi Apotek Marudut Farma Balige di lakukan

dengan cara manual.

3.5.8 Pencatatan dan Pelaporan Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar

Pencatatan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar

dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),

penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan

lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar yaitu sebagai berikut:

1. Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar melakukan

pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika sesuai peraturan yang

berlaku. Pelaporan Narkotika dilakukan satu kali dalam sebulan paling

lambat tanggal 10 setiap bulannya, secara online menggunakan aplikasi

SIPNAP ( Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika ) .

2. LIPH (laporan ikhtisar penjualan harian) yang merupakan seluruh hasil

penjualan resep maupun non resep perhari,berasal dari laporan penjualan

dari tiap shift kerja. Selanjutnya laporan ini akan di kirim ke BM Medan

Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar, melakukan Pelaporan Barang Rusak
dengan cara pengecekan barang dari BM Medan ke Apotek, Apabila ada kerusakan
barang selama di perjalanan atau kemasan rusak dari pabrik, maka dilakukan retur
ulang kepada pabrik.
3.5.8.8 Pencatatan dan Pelaporan Apotek Marudut Farma Balige

Pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi Apotek Marudut Farma Balige di lakukan dengan

cara Pelaporan penggunaan Psikotropika sesuai peraturan yang berlaku, dimana pelaporan

Psikotropika dilakukan dalam tiga bulan sekali yang dilaporkan kepada Dinas Kesehatan

Daerah Setempat, dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Balai POM Medan,

dan arsip.

3.5.9 Pelayanan Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar

Pelayanan di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar mencakup pelayanan


sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakaitanpa resep, resep tunai dan resep
kredit.

3.5.9.9 Pelayanan Apotek Marudut Farma Balige

Pelayanajn di Apotek Marudut Farma ada dua yaitu pelayanan resep dan non resep.

Pelayanan resep yaitu adanya permintaan dokter untuk memberikan obat kepada pasien

disertai resep. Pelayanan non resep merupakan pelayanan yang diberikan oleh Apotek kepada

pasien yang datang dengan memberitahukan keluhan-keluhan kepada petugas Apotek dan

petugas Apotek memberikan obat yang sesuai dengan keluhan pasien tersebut
3.6.1 Pelayanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai Tanpa Resep Dokter/Swamedikasi Apotek Kimia Farma Farma
No.29 Pematang Siantar

Pelayanan obat tanpa resep dokter dilakukan atas permintaan langsung dari

pasien. Obat-obat yang dapat dilayani tanpa resep dokter meliputi obat bebas, obat

bebas terbatas, obat keras yang tercantum dalam daftar Obat Wajib Apotek

(OWA), obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

3.6.2 Pelayanan Atas Resep Tunai Apotek Kimia No.29 Pemataang Siantar

Pelayanan obat atas resep tunai dilakukan dengan alur sebagai berikut:

1. Petugas (Tenaga Teknis Kefarmasian) menerima resep, kemudian memeriksa

kelengkapan resep dan ketersediaan obat yang diminta (skrining resep).

2. Jika obat yang diminta tidak tersedia atau jumlahnya kurang dari yang diminta

maka petugas akan menghubungi Apotek Kimia Farma lainnya atau apotek

swasta lain, dan jika obat yang diminta tidak tersedia maka petugas akan

menghubungi dokter yang bersangkutan untuk menawarkan penggantian obat.

3. Kasir menghitung dan menginformasikan harga obat kepada pasien untuk

menyetujui apakah obat dalam resep diambil semua atau sebagian.

4. Kasir menyerahkan resep yang telah dibayar kepada petugas peracikan atau

penyimpanan obat.

5. Setelah obat disiapkan dan diberi etiket, petugas memeriksa kembali

kesesuaian obat dengan resep serta aturan pakainya. Jika obat yang kurang
jumlahnya atau atas permintaan pasien maka petugas akan membuat salinan

resep.

Petugas menyerahkan resep kepada pasien disertai pemberian informasi mengenai

aturan pakai obat, kemudian resep disahkan.

Resep yang telah diproses, dikumpulkan disuatu tempat, untuk

kemudian diarsipkan.

3.6.3 Pelayanan Atas Resep Kredit Apotek Kimia Farma No.29 Pematang
Siantar

1. Resep kredit diterima.

2. Dicek apakah pasien dapat mengambil obat tersebut apa tidak. Termasuk

item obatnya apakah ada retriksi khusus. Misalnya : (Atorvastatain,

Brillinta, Clopidogrel, Simvastatin, dll).

3. Jika bisa, diberi nomor dan dientri baik di aplikasi BPJS maupun KIS.

Ketika entri perhatikan obat-obat insulin untuk dihitung dosisnya.

4. Setelah di entri disiapkan obatnya. Jika ada obat yang diganti maka di

resep ditandai “da (nama obat yang diberikan)”, missal di resep dituliskan

aspilets tapi diberikan miniaspi, maka di resepnya ditulis “da miniaspi”

kemudian ditulis tanda terimanya (pada poin 4 ini dipastikan juga apakah

sesuai dengan tanda terima dengan obat yang diberikan serta dipastikan
sudah lengkap ditulis nama pasien, nomor kartu, nama obat, dosis, aturan

pakai, jumlah obatnya).

5. Obat diserahkan langsung oleh pegawai kepada pasien.

6. Setelah diserahkan, simpan resep tersebut di rak yang sudah disediakan.

3.6.4 Administrasi Apotek Marudut Farma

Administrasi di Apotek Marudut Farma dilakukan oleh kasir. Barang sediaan yang

masuk dan yang keluar ditulis dalam buku besar setiap harinya dan disimpan sabagai

dokumen penting di Apotek Marudut Farma.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktik Kerja Lapangan (PKL) di ganti menjadi studi literatur.Metode studi literatur

adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data dan daftar

pustaka, membaca dan mencatat,serta mengolah bahan penelitian.

Adapun Literatur yang diambil adalah laporan mahasiswa STIKes Arjuna tahun ajaran

2019/2020 atas nama Devi Sari Panjaitan yang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Apotek Kimia Farma No. 29 Pematang Siantar dan laporan mahasiswa tahun ajaran

2018/2019atas nama Harris Simangunsong, yang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL)

di Apotek Marudut Farma Balige.

Apotek adalah suatu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan

farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek berfungsi sebagai tempat

pengabdian profesi seorang apoteker dan sebagai sarana pendistribusian obat dan perbekalan

farmasi lainnya. Seorang apoteker dalam melaksanakan tugasnya dituntut tidak hanya sebatas

penanggung jawab teknis kefarmasian, namun juga bertanggung jawab atas pengelolaan

manajerial dan kelangsungan hidup apotek.

Apotek memiliki fungsi sosial dan fungsi bisnis dalam pelaksanaannya. Dalam fungsi

sosisalnya, apotek memiliki fungsi sebagai sarana penyaluran perbekalan kesehatan (obat,

suplemen, dan alat kesehatan) yang diperlukan masyarakat dengan menggunakan kualitas

produk dan pelayanan. Dalam fungsinya, apotek merupakan badan usaha yang melakukan

sistem ekonomi untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dengan cara memperoleh


omset yang optimal tanpa mengabaikan peraturan dan perundang-undangan kefarmasian

yang berlaku, serta tetap mengutamakan aspek moral dan etika.

Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar merupakan Apotek Kimia

Farma pusat di daerah Pematangsiantar dan merupakan Apotek Kimia Farma cabang pusat

Apotek Kimia Farma Palang Merah No. 27 Medan. Apotek Kimia Farma No.29

Pematangsiantar memiliki area parkir yang minim tepat didepan pintu masuk apotek.

Keberadaan apotek bisa dikenali dengan adanya papan nama yang terpasang di apotek dan

neon box di depan halaman apotek dengan warna biru tua dan logo jingga dengan tulisan

Kimia Farma. Hal ini memudahkan masyarakat menemukan apotek Kimia Farma.

Apotek Marudut Farma Balige bertempat di Jalan Patuan Nagari No. 5 Napitupulu

Bagasan, Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, lokasi yang sangat strategis dimana

berada pada kawasan penduduk yang padat, mudah dijangkau kendaraan, dekat dengan pasar,

pertokoan daan lain-lain.

Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar menyediakan tempat praktik beberapa

dokter ( Dokter spesialis kulit dan dokter splesialis THT ) di ruangan tersendiri apotek.

Pelanggan/pasien yang datang ke Apotek Kimia Farma No.29 Pematangsiantar tidak hanya

berasal dari sekitar kawasan tersebut, melainkan juga dari luar kota atau instansi yang

memiliki ikatan kerja sama dengan Apotek Kimia Farma. Hal ini menjadi dasar pemikiran

bahwa lokasi yang demikian sangatlah layak untuk didirikan sebuah Apotek.

Perencanaan dilakukan oleh masing-masing penanggung jawab rak sesuai

dengan kebutuhan masing-masing. Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar melakukan perencanaan pengadaan barang atau obat berdasarkan

prinsip pareto dan data saat ini (buku defekta).

Sistem pareto adalah sistem perencanaan obat berdasarkan nilai jualnya atau

sistem yang memprioritaskan penyediaan barang-barang yang laku. Jadi barang


dipesan berdasarkan kebutuhan dan seringnya barang tersebut dicari konsumen.

Sistem ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan barang, perputaran modal

menjadi cepat, menghindari kerusakan barang, dan memperkecil kemungkinan

barang hilang. Obat, alat kesehatan, dan barang-barang OTC (Over The Counter)

yang tinggal sedikit atau sudah habis dicatat pada buku defekta yang

mencakup antara lain: nama sediaan obat, dosis obat dan jumlah satuan obat yang

hendak ditambah. Kemudian pemesanan dan pembelian barang didasarkan pada

buku defekta.

Perencanaan perbekalan farmasi Apotek Marudut Farma Balige dilakukan

dengan cara memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, budaya

masyarakat dan obat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.

Pengadaan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar

dilakukan dengan mengirimkan daftar Pesanan Obat secara komputer ke Bisnis

Manajer (BM) Medan, kemudian gudang BM akan menyediakan pesanan,

pemesanan melalui BM Medan ini dilakukan setiap dua kali sebulan. Apotek

Kimia Farma No.29 Sutomo Pematang Siantar dapat melakukan pemesanan

sendiri, yaitu pemesanan secara langsung melalui distributor dan maembuat surat

pesanan barang yang akan dipesan.

Pengadaan barang di Apotek Marudut Farma Balige dilakukan dengan membuat

pesanan barang dapat melalui distributor obat secara langsung atau Surat Pesanan langsung di

fax ke perusahaan yang bersangkutan.

Penerimaan Apotek Kimia Farma Balige Pematang Siantar barang

dilakukan dengan penyesuaian dengan faktur dan pemeriksaan fisik seperti alamat

pengiriman barang yang dituju, nama, kemasan, jumlah barang, kualitas dan
kuantitas serta tanggal kadaluarsa. Jika barang-barang tersebut dinyatakan

diterima, maka petugas akan membutuhkan cap/stempel Apotek Kimia Farma dan

menandatangani faktur asli sebagai bukti bahwa barang telah diterima sesuai

kondisinya.

Penyimpanan Obat di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar, disimpan berdasarsarkan (1) Bentuk sediaan, yaitu: sediaan

Sirup, sediaan Tablet, sediaan Injeksi, Supositoria, Salep dan Krim, (2) Khasiat

farmakologinya, yaitu: vitamin dan Antibiotik (3) Alfabetis/abjad, yaitu mulai

huruf A-Z, (4) Golongan obat, yaitu: Obat Paten, Obat Generik, Obat Narkotika,

Obat Psikotropika, Obat Keras dan Obat Tradisional. FIFO (First In First Out)

yaitu barang yang pertama masuk itu yang pertama dikeluarkan dan FEFO (First

Expired First Out) yaitu barang yang batas kadaluarsanya lebih dulu itu yang

pertama dikeluarkan, Penyimpanannya berdasarkan FIFO yaitu barang yang

pertama masuk ditempatkan didepan sedangkan berdasarkan FEFO barang yang

tanggal kadaluarsanya lebih lama ditempatkan di belakang. Suhu, ada obat yang

harus disimpan di lemari pendingin dan ada juga harus pada suhu ruangan.

Penyimpanan obat di Apotek Marudut Farma Balige, disimpan berdasarkan:

1. Bentuk sediaan, yaitu sediaan sirup, tetes mata, tetes hidung, tablet, salep, infus,

cairan obat suntik, dan lain sebagainya.

2. Alfabetis/abjad, yaitu mulai huruf A-Z.

3. Golongan obat, yaitu obat psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas, dan obat

bebas.

4. FIFO (First In First Out) yaitu barang yang pertama masuk itu yang pertama

dikeluarkan dan FEFO (First Expired First Out) yaitu barang yang batas

kadaluarsanya lebih dulu itu yang pertama dikeluarkan.

Suhu, ada obat yang harus disimpan dilemari pendingin dan ada juga harus

pada suhu ruangan.


Penjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pelanggan yang

langsung datang ke apotek atau pasien praktik dokter yang terdapat di Apotek

Kimia Farma No. 29 Pematangsiantar untuk menebus obat yang tercantum dalam

resep dan dibayar secara tunai, penjualan obat bebas dilakukan untuk produk OTC

yang terletak di swalayan farmasi yaitu produk-produk yang dapat dibeli tanpa

resep dari dokter seperti obat bebas, bebas terbatas, alat kesehatan, kosmetik,

perlengkapan dan makanan bayi, vitamin, susu dan minuman nutrisi. Pelayanan

penjualan obat dengan resep kredit di Apotek Kimia Farma No. 29

Pematangsiantar meliputi pelayanan resep Kronis dan resep BPJS. Pada pelayanan

resep yang mengandung narkotika dan psikotropika, apoteker atau tenaga teknis

kefarmasian meminta alamat dan nomor telepon pasien. Pada penyerahan obat,

pasien diberikan informasi mengenai indikasi, cara penggunaan obat, jangka

waktu pemakaian, makanan minuman yang dianjurkan atau dihindari ataupun

saran terapi nonfarmakologis lainnya oleh apoteker atau tenaga teknis

kefarmasian.

Penjualan sediaan Farmasi di Apotek Marudut Farma Balige dilakukan

secara bebas untuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas yang merupakan

Obat Wajib Apotek, sedangkan untuk Obat Keras lainnya tidak dapat diserahkan

tanpa Resep Dokter. Obat Narkotika dan Psikotropika hanya dapat diserahkan

dengan menggunakan Resep Dokter.

Pelayanan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar

mencakup pelayanan resep tunai, resep kredit, obat-obatan serta alat kesehatan.

Setiap petugas yang menerima resep selalu memperhatikan isi resep yang

menyangkut nama pasien, umur pasien, nama obat, bentuk obat, jumlah obat

aturan pakai dan cara penggunaan obat. Apabila petugas apotek ragu maka

petugas bertanya kepada dokter yang menulis resep. Sebelum obat disiapkan,

petugas apotek memberi harga resep dan mengecek ada atau tidaknya stok obat
yang dimintanya, setelah pasien setuju dengan harga resep dan jenis obat maka

petugas apotek menyiapkan obatnya.

Pelayanan di Apotek Marudut Farma Balige, pelayanan ada dua yaitu pelayanan resep

dan non resep. Pelayanan resep yaitu adanya permintaan dokter untuk memberikan obat

kepada pasien disertai resep. Pelayanan non resep merupakan pelayanan yang diberikan oleh

Apotek kepada pasien yang datang dengan memberitahukan keluhan-keluhan kepada petugas

Apotek dan petugas Apotek memberikan obat yang sesuai dengan keluhan pasien tersebut.

Administrasi di Apotek Marudut Farma dilakukan oleh kasir. Barang atau sediaan yang

masuk dan yang keluar ditulis dalam buku besar setiap harinya dan disimpan sabagai

dokumen penting di Apotek Marudut Farma.

Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematang siantar dan Apotek Marudut Farma

Balige, melakukan pelaporan Narkotika dan psikotropika sesuai peraturan yang berlaku, yang

dilaporkan ke Dinas Provinsi, BPOM kemudian diarsip, dan menggunakan sistem SIPNAP

dan dilaporkan setiap bulan paling lama tanggal 10 (sepuluh).

Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematang Siantar melakukan

pemusnahan obat yang rusak atau kadaluwarsa dengan membuat berita acara

pemusnahan obat. Obat yang rusak atau kadaluwarsa dikirim ke BM Medan

dengan membuat tanda terima Obat rusak atau kadaluwarsa dua rangkap, satu

untuk arsip apotek dan satu lagi untuk arsip BM Medan, pemusnahan obat

dilakukan oleh apoteker dengan di saksikan oleh Dinas Kesehatan setempat, jika

mengandung Narkotika dan Psikotropika disaksikan oleh Balai POM serta tenaga

kefarmasian apotek yang memiliki surat izin kerja. Resep yang disimpan jangka

waktu lebih dari 5 tahun dapat di musnahkan dengan cara di bakar dan disaksikan

oleh Dinas Kesehatan setempat dan sedikitnya petugas apotek, membuat berita

acara pemusnahan resep sebagai bukti atau Arsip dengan membuat berita acara.
Dikedua Apotek, resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun

dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-

kurangnya petugas lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep, selanjutnya

dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pengendalian di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar

dilakukan dengan pengendalian orang, barang dan pengendalian uang.

Pengendalian orang dilakukan dengan mengevaluasi petugas apotek setiap

setahun sekali. Pengendalian barang dilakukan dengan memperhatikan pengadaan

untuk menghindari penerimaan obat palsu dan harga pokok pembelian barang

dengan pelanggan. Pengendalian uang dilakukan dengan membuat petugas kasir

apotek yang bertanggung jawab penuh atas keuangan Apotek.

Pencatatan Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo Pematangsiantar dilakukan

pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan

(kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya

disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 29 Sutomo

Pematangsiantar ada 3 pelaporan, yaitu: (1) Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

yang dilakukan setiap kali dalam satu bulan, yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan

Daerah setempat, dengan tembusan kepada BPOM, Dinas Kesehatan Provinsi,

dan Arsip. Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. (2)

Pelaporan ikhtisar penjualan harian yang merupakan seluruh hasil penjualan resep

maupun non resep perhari, yang berasal dari laporan penjualan tiap shift kerja.

Selanjutnya laporan ini akan di kirim ke BM Medan. (3) Apotek Kimia Farma No.

29 Sutomo Pematangsiantar, melakukan Pelaporan Barang Rusak ke BM Medan.


Pelayanan farmasi klinik kedua Apotek merupakan bagian dari pelayanan

kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Kegiatan pengkajian resep di Apotek Kimia Farma No.29 Pematang siantar dan Apotek

Marudut Farma Balige, meliputi administrasi yaitu, Apoteker atau Tenaga Teknis

Kefarmasian memeriksa kelengkapan resep berupa: Nama pasien, umur, jenis kelamin, berat

badan, kemudian nama dokter, nomor surat izin praktek (SIP), alamat, nomor telepon, paraf

dan tanggal penulisan resep. Kemudian melakukan pengkajian resep Tenaga Teknis

Kefarmasian. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep, melakukan peracikan obat

bila diperlukan, memberi etiket, memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah

untuk obat yang berbeda. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016 pelayanan

farmasi klinik di Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar dan di Apotek Marudut

Farma Balige, belum dilakukan sesuai dengan peraturan yakni tentang, Konseling yang

merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga untuk meningkatkan

pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan dalam penggunaan obat dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Kemudian pelayanan kefarmasian di rumah

yaitu kunjungan rumah yang biasanya dilakukan untuk kelompok lansia.

Apotek Kimia Farma No.29 Pematang siantar dipimpin oleh seorang Apoteker

pengelolah Apotek (APA) yang bertugas mengelolah seluruh kegiatan di apotek dan

dibantu oleh satu orang Apoteker Pendamping dan 6 orang Tenaga Teknis Kefarmasian.

Hal ini disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan

Kefarmasian bahwa semua kegiatan Apotek dikelolah oleh Apoteker dan dibantu oleh

Tenaga Teknis Kefarmasian. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73

Tahun 2016.
Pemilik sarana Apotek Marudut Farma Balige yaitu dr. Irwan Wirya, M.Kes., dipimpin

oleh seorang Apoteker penganggung jawab Apotek (APA) yang bertugas mengelolah

seluruh kegiatan di apotek dan dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya, seperti Perawat dan

Ahli Madya Farmasi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berikut adalah kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan PKL , dengan


cara studi literatur :

1. Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar berdasarkan buku

defekta, pareto, dan histori penjualan. Sedangkan perencanaan perbekalan

farmasi Apotek Marudut Farma Balige di lakukan dengan cara

memperhatikan pola penyakit,kemampuan masyarakat ,dan obat yang

paling banyak di gunakan oleh masyarakat.

2. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di

Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar, dilakukan dengan

dua cara yang pertama, membuat Surat Pesanan ke BM Medan, BM

Medan akan menyediakan pesanan sesuai Surat Pesanan. Kedua distributor

dengan membuat surat pesanan barang yang akan dipesan. Sedangkan

pengadaan barang di Apotek Marudut Farma Balige di lakukan dengan

membuat pesanan barang dapat melalui distributor obat secara langsung

atau Surat Pesanan langsung di fax ke perusahaan yang bersangkutan.

3. Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar dilakukan dengan

penyesuaian dengan faktur, jika barang sudah diterima maka petugas


membubuhkan cap/stempel dan salinan faktur dikumpulkan kemudian

dicatat sebagai data stok barang dalam komputer. Sedangkan penerimaan

sediaan farmasi Apotek Marudut Farma Balige di lakukan dengan cara

penyesuaian dengan faktur, jika barang sudah diterima petugas

menandatangani dan membubuhkan cap/stampel dan salinan faktur di

kumpulkan kemudian dicatat sebagai data stok barang secara manual.

4. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di Kimia

Farma 29, disimpan berdasarkan bentuk sediaan, kelas terapi obat, alphabetis/abjad, FIFO

(First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), dan berdasarkan stabilitas obat.

Sedangkan penyimpanan sediaan farmasi Apotek Marudut Farma Balige berdasarkan

golongan obat,bentuk sediaan, FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First

Out),dan tersusun rapi berdasarkan alfabetis.

5. Pendistribusian Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar

didistribusikan ke Apotek Kimia Farma lainnya, Puskesmas, Instalasi

Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Dokter, Bidan praktik

mandiri, Pasien dan Masyarakat. Sedangkan pendistribusian sediaan

farmasi Apotek Marudut Farma Balige di lakukan berdasarkan resep

dokter dan penjualan bebas.

6. Pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

tidak dilakukan di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar,

tetapi di BM Medan. Sedangkan pemusnahan sediaan farmasi Apotek

Marudut Farma Balige dilakukan dengan cara obat yang kadaluwarsa atau

rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan dan

resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu lima tahun dapat

dimusnahkan dengan cara di bakar .


7. Pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar menggunakan

komputer. Sedangkan pengendalian sediaan farmasi Apotek Marudut

Farma Balige di lakukan dengan cara manual.

8. Pencatatan dan Pelaporan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar ada dua yaitu pelaporan

internal dan pelaporan eksternal. Sedangkan Pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi

Apotek Marudut Farma Balige di lakukan dengan cara Pelaporan penggunaan Psikotropika

sesuai peraturan yang berlaku, dimana pelaporan Psikotropika dilakukan dalam tiga bulan

sekali yang dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Daerah Setempat, dengan tembusan kepada

Dinas Kesehatan Provinsi, Balai POM Medan, dan arsip.

9. Pelayanan di Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar

mencakup pelayanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakaitanpa resep, resep tunai dan resep kredit. Sedangkan pelayanan

di Apotek Marudut Farma Balige di lakukan dengan cara pelayanan resep

dan non resep.

5.2 Saran

Adapun saran yang penyusun utarakan ialah sebagai berikut :

1) Sebaiknya Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar

mempertahankan pelayanan kesehatan yang ada di Apotek

2) Sebaiknya Apotek Kimia Farma No.29 Sutomo Pematangsiantar tetap

mempertahankan disiplin waktu yang telah dilaksanakan dengan baik agar lebih baik

lagi.
3) Sebaiknya Apotek Kimia Farma No.29 Pematang Siantar memperluas

bangunan seperti ruang hingga pasien , ruang penyimpanan obat dan ruang

racik agar pegawai lebih leluasa mengerjakan resep.

4)
66
66

Anda mungkin juga menyukai