Ulum Qur'an Hermeunetik
Ulum Qur'an Hermeunetik
B. Metode
Hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa sebuah metode tafsir, hermeneutik
bukanlah tunggal melainkan terdiri atas berbagai model dan varian. Terdapat tiga bentuk atau
model hermeneutika dan ketiga bentuk itu dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, hermeneutik objektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh klasik, seperti
Friedrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911) dan Emilio Betti
(1890-1968). Menurut model ini, penafsiran berarti memahami teks sebagaimana dipahami
pengarangnya, sebab apa yang disebut teks, menurut Friedrick adalah ungkapan jiwa
pengarangnya, sebagaimana juga dalam hukum Betti menyebutkan bahwa apa yang
dimaksud makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan kita melainkan
diturunkan dan bersifat intruktif. Untuk mencapai tingkat seperti yang diinginkan itu,
menurut Friedrick ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu melalui bahasanya yang
mengungkapkan hal-hal baru, atau melalui karakteristik bahasanya yang ditransfer kepada
kita. Ketentuan ini didasarkan atas konsepnya tentang teks. Menurutnya, setiap teks
mempunyai dua sisi: (1) Sisi linguistik yang menunjuk pada bahasa yang memungkinkan
proses memahami menjadi mungkin, (2) Sisi psikologis yang menunjuk pada isi pikiran si
pengarang yang termanifestasikan pada gaya bahasa yang digunakan.
Kedua, hermeneutik subjektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh modern
khususnya Hans-Georg Gadamer (1900-2002 M) dan Jacques Derida (1930 M). Hermeneutik
model ini bermakna bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud si penulis
seperti diasumsikan oleh model hermeneutik objektif, melainkan memahami apa yang tertera
dalam teks itu sendiri. Model ini dapat dipahami dengan stressing merekalah isi teks itu
sendiri secara mandiri bukan ide awal si penulis. Dalam pandangan hermeneutik subjektif,
teks bersifat terbuka dan dapat diinterpretasikan oleh siapapun, sebab begitu sebuah teks
dipublikasikan, maka ia menjadi berdiri sendiri dan tidak lagi terkait dengan si penulisnya.
2
23
Ketiga, hermeneutik pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh muslim
kontemporer khususnya Hasan Hanafi (1935 M) dan Farid Esack (1959 M). Ide umum dari
model ini dapat dipahami bahwa hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau
metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi. Menurut Hasan Hanafi, dalam kaitannya
dengan Al-qur’an, hermeneutika adalah ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai
kenyataan, dari logos sampai praksis, dan juga transformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada
kehidupan manusia. Hermeneutika merupakan sebuah proses pemahaman yang hanya
menduduki tahap kedua dari keseluruhan proses hermeneutika. Yang pertama adalah kritik
historis untuk menjamin keaslian teks dalam sejarah. Hal ini sangat penting, karena tidak
akan terjadi pemahaman yang benar jika tidak ada kepastian bahwa yang dipahami tersebut
secara historis adalah asli. Pemahaman atas teks yang tidak asli akan menjerumuskan orang
pada kesalahan.
Amin. (2018, Desember 10). Hermeneutika dan Penerapannya Dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks
Keindonesiaan). Retrieved from slideshare.net:
https://www.slideshare.net/maghfuramien/hermeneutika-dan-penerapannya-dalam-
penafsiran-alquran-konteks-keindonesiaan
Arsal. (2017). Metode Hermeneutika dan Tafsir Alquran. ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam, 4-6.
Muchtar. (2016). Analisis Konsep Hermeunetika Dalam Tafsir Al-Qur'an. www.jurnalhunafa.org, 69-
70.
33