Disusun Oleh :
MATIA ULFA
NIM 2008045
SEMARANG 2021
Laporan Pendahuluan
Cidera Kepala Berat (CKB)
A. Konsep Teoritis
1. Pengertian
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal
dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak.(Muttakim , 2015)
Menurut Brain Injury Assosiation of America,cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8 atau dalam keadaan koma
(Mansjoer, A,dkk, 2001 : 3).
2. Anatomi Fiosilogi
Anatomi Kepala
a. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan
vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang
dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak (intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi,
kontusio, laserasi, atau avulas
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya
kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non
impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup
(dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula
eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan
prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
3. Etiologi
Cedera kepala disebabkan oleh
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Jatuh
3) Trauma benda tumpul
4) Kecelakaan kerja
5) Kecelakaan rumah tangga
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
4. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak,
kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat
kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi
pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local,
maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala,
sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi
menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang
Epidural diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada
ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral.
5. Pathway
Cedera Kepala
Ketidakefektifan perfusi
Jaringan serebral
Ketidakefektifan
pola napas
uedema paru
7. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera kepala meliputi
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara khas berlangsung
hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali kejang pada masa minggu
pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
3. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga kuman dapat
masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke
system saraf yang lain.
4. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif.
Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah kesadaran.
5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi
Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
c. MRI, untuk mendapatkan gambaran otak secara detail. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan setelah kondisi
pasien stabil
d. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen
tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
f. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
g. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
h. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera
otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan
otak. Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala Penatalaksanaan umum
adalah:
b. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
c. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
d. Berikan oksigenasi
e. Lakukan resusitasi jantung paru ketika terjadi henti nafas dan henti jantung
f. Memberikan cairan infus ketika untuk mencegah syok hipopolemik akibat perdarahan.
g. Membebat tulang yang retak atau patah.
h. Menghentikan perdarahan
i. Bila nyeri yang sangat hebat dokter dapat memberikan obat anti nyeri
10. Pencegahan
Cedera kepala berat cenderung terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi risiko cedera di bagian kepala. Hal-hal tersebut meliputi:
1. Gunakan perlengkapan yang aman ketika beraktivitas atau berolahraga.
2. Pastikan rumah terbebas dari benda berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh, seperti barang yang berserakan
di lantai atau karpet yang licin.
3. Pastikan rumah aman untuk anak-anak dan pastikan jendela atau balkon tidak terjangkau oleh anak-anak.
4. Selalu gunakan helm ketika mengendarai motor dan pasanglah selalu sabuk pengaman ketika mengendarai
mobil
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
B. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer
Airway dan cervical control Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Breathing dan ventilation Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi
yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang
dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna
kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
Disability Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
Exposure dan Environment control Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Pengkajian sekunder
Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, anggota keluarga, agama.
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian,
pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
Aktivitas/istirahat Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : Perubahan kesadaran,
letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi,
bingung, depresi dan impulsif.
Makanan/cairan Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah, gangguan menelan.
Eliminasi Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan pendengaran,
gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman. Tanda : Perubahan kesadaran
bisa sampai koma, perubahan status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
Pernafasan Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas berbunyi)
Keamanan Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan. Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
Interaksi sosial Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan trauma kepala
b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi cairan.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan cedera medulla spinalis
DAFTAR PUSTAKA