Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

“ SISTEM KOLID “

KELOMPOK :2

GELOMBANG :3

ANGGOTA : 1. Nur Indah Fitriyani ( 19040037 )

2. Patricia Rezky Wijaya ( 19040041 )

3.Rino Dwi Nurhidayanto ( 19040046 )

4. Septi Wulandari ( 19040049 )

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH

TANGERANG

2020
II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Koloid di sebut juga disperse kolid atau suspense kolid adalah
campuran yang berada antara larutan sejati dan suspense. Misalnya adalah
susu segar. Yang terdiri dari butir-butir halus dari lemak mentega yang
terdispersi dalam fase cair yang mengandung kasein atau suatu protein
juga dan beberapa zat lainnya. Dalam koloid seperti susu, partikel seperti
zat terlarutnya lebih besar dari pada partikel larutan, tetapi lebih kecil dari
partikel yang mengapung pada suspense. Oleh karena itu bentuk ukuran
partikelnya yang mempunyai daya Tarik ( perekat ) satu sama lain, zat ini
di sebut dengan kolid ( Bahasa yunani : cola = perekat ) ( Syukri, 1999 :
453 )
Partikel koloid merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam
suspense air baku, dan partikel ini lah yang merupakan penyebab utama
kekeruhan. Stabilitas koloid bergantung pada ukuran koloid serta muatan
elektrik yang di pengaruhi oleh kandungan kimia pada koloid dan pada
media disperse ( seperti kekuatan ion, pH dan kandungan organic dalam
air ). Dengan penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat dihancurkan
sehigga partikel koloid dapat menggumpal dan membentuk partikel
dengan ukuran yang lebih besar, sehingga dapat dihilangkan pada unit
sedimetasi ( Rachmawati, 2009 : 40 )
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di simpulkan bahwa pada
praktikum kali ini akan di lakukan percobaan sistem koloid dengan tujuan
agar dapat mengetahui sifat koloid, jenis koloid dan pembuatan sistem
pada koloid.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada praktikum kimia fisika tentang “ Sistem
Koloid “ adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana cara mengetahui sifat, jenis dan pembuatan sistem
kolid ?
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum kimia fisika ini tentang “ Sistem Kolid “adalah
sebagai berikut :
a. Mengetahui sifat, jenis dan pembuatan sistem kolid.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Koloid adalah sistem disperse, sistem disperse merupakan suatu
sistem yang menunjukan bahwa suatu zat terbagi halu dalam zat lain.
Berdasarkan perbedaan ukuran yang di dispersikan sistem disperse
dibedakan atas dispresi kasar, disperse halus, dan disperse moleculer. Zat
yang terbagi atau di dispersikan disebut fase disperse, fase intem atau fase
pendispersi, fase ekstern atau fase kontinu ( Sumardjo, 2006 )
Partikel koloid merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam
suspense air baku, dan partikel inilah yang merupakan penyebab utama
kekeruhan. Stabilitas koloid tergantung pada ukuran koloid serta muatan
elektrik yang dipengaruhi oleh kandungan kimia pada koloid dan pada
media disperse ( seperti kekuatan ion, pH dan kandungan organic dalam
air ). Dengan penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat di hancurkan
sehingga partikel koloid dapat menggumpal dan membentuk partikel
dengan ukuran yang lebih besar, sehingga dapat dihilangkan pada unit
sedimentasi ( Rachmawati, 2009 : 40 ).
Mobilitas koloid dipengaruhi oleh perubahan kimia larutan yang
mengubah interaksi gaya – gaya antar permukaan koloid dan butiran
aquifer. Gaya antar muka itu terdiri dari gaya tarik menarik Londonvan der
Waals dan gaya tolak menolak hail netto dari interaksi kedua gaya gaya
permukaan tersebut di jelaskan dengan teori DLVO. Agar koloid dapat
bergerak perubahan kimia larutan harus menghasilkan gaya replusi pada
permukaan koloid dan butiran yang lebih besar dari gaya tarik
menariknya. Transport koloid ini dapat dihambat dengan filtrasi. Karena
ukurannya yang relative besar dibandingkan dengan larutan, maka koloid
mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan unsur terlarut ( Heru, 2012 ).
Analisis kualitatif kadang – kadang terjadi bahwa suatu zat tak
muncul sebagai endapan ketika pereaksi – pereaksi terdapat dalam
konsentrasi sedemikian sehingga hasil kali kelarutan zat itu telah jenuh

3
4

dilampaui, dan telah di ambil tindakan – tindakan untuk mecegah


terjadinya keadaan lewat jenuh dari larutan tersebut. Larutan sejati, yaitu
larutan dengan partikel – partikel yang mempunyai dimensi seperti
molekul, tak memperlihatkan efek Tyndall. Jadi jelas, bahwa reaksi sudah
berlangsung membentuk arsenic ( III ) sulfide, tetapi partikel – partikel
berada dalam keadaan yang begitu halus sehingga tak muncul sebagai
endapan. Partikel – partikel ini ada dalam koloid atau larut dalam koloid
( Svehla, 1985 : 91 ).
Efek Tyndall adalah adanya gejala penghamburan berkas cahaya
oleh partikel – partikel koloid. Apabila berkas cahaya di jatuhkan kedalam
sistem koloid, maka cahaya akan di hamburkan. Apabila berkas cahaya
dijatuhkan kedalam sistem larutan, maka cahya akan diteruskan. Dalam
kehidupan sehari – hari, efek Tyndall dapat diamati pada sorot lampu
mobil pada malam yang berkabut atau sorot lampu proyektor dalam
gedung bioskop ( Ari, 2008 : 2 )
Koloid lifofilik ini di sebut koloid pelindung. Koloid lifofilik
umumnya lebih sukar di koagulasikan dibandingkan dengan koloni
liofobik. Jika suatu koloid liofilik misalnya gelatin di tambahkan kepada
suatu koloid liofobik, misalnya kolid emas maka koloid liofobik itu
nampak terlindung kuat terhadap daya memflokulasi dari elektrolit –
elektrolit. Kemungkinannya adalah bahwa partikel – partikel koloid
lifofilik diadsorbsi oleh koloid liofobik dan memberikan sifat – sifatnya
terhadap koloid liofobik tersebut ( Based, J. dkk. 1991 ).
Konsentrasi koloid yang tinggi berkolerasi dengan jumlah partikel
yang tinggi di larutan sehingga dapat meningkatkan frekuensi tumbukan
dari partikel yang sudah menjadi tidak stabil ( terdestabilisasi ) dan
akhirnya dapat memperbaiki kinetika flokulasi. Konsentrasi koloid yang
tinggi memberikan peningkatan pada derajat penurunan kekeruhan pada
dosis yang sama, dan juga memperlebar rentang pH operasi terutama pada
penggunaan koagulan alum ( Winarni, 2003 ).
5

Thomas Graham ( 1805 – 1809 ), dalam penyelidikannya mengenai


difusi larutan melalui membrane telah membedakan koloid dan kristaloid.
Dari pengamatannya, ternyata partikel zat dalam larutan ada yang
berdisfusi cepat dan lambat. Zat – zat yang mudah berdisfusi umumnya
membentuk Kristal dalam keadaan padat., sehingga ia menyebutnya
kristalodi. Contohnya NaCl dalam air. Istilah ini tidak popular karena ada
zat yang bukan Kristal tetapi mudah terdisfusi misalnya seperti HCl,
sedangkan zat – zat yang sukar berdisfusi seperti lem, agar – agar putih
telur dinamakan koloid. Menurut graham kecepatan disfusi suatu zat
dipengaruhi oleh masa partikelnya. Makin besar massa partikel makin
kecil kecepatan difusinya. Ada hubungan antara massa partikel dan ukuran
partikel. Bila massa partikel besar berarti ukurannya besar, demikian
sebaliknya jika ukuran kecil maka massa partikelnya juga akan kecil
( Yazid, 2015 : 189 ).
Penelitian lebih lanjut terhadap larutan koloid arsenik (III) sulfide
menyingkapkan sifaft – sifat lain yang istimewa. Ketika larutan di coba
untuk di saring partikel itu ternyata lolos menembus kertas saring, juga
jika larutan koloid itu di diamkan beberapa lama, tak nampak penurunan
endapan kedasar bejana yang berarti juga tak terjadi pengendapan setelah
dikocok dengan arsenik (III) sulfida padat, sehingga terhapuslah
kemungkinan bahwa larutan adalah lewat jenuh. Namun, penambahan
larutan alumunium sulfat, misalnya langsung menimbulkan pengendapan
arsenic ( III ) sulfide meskipun tak ada reaksi yang nampak antara ion –
ion atau dengan ion – ion lainnya yang ada dalam larutan ( Svehla, 1985 :
91 – 92 ).
Perbedaan nyata antara kolid dan kritaloid adalah ukuran
partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel ini, campuran zat dapat di
bedakan menjadi tiga : pada kristaloid ukuran partikelnya lebih kecil dari 2
nm. Pada koloid diameter partikelamya antara 1 nm – 100 nm. Ukuran
partikel sangat kecil, sehingga tidak dapat di amati oleh mikroskop, dan
dapat juga melalui kertas saring maupun membrane. Partikel koloid
ukurannya terletak antara karutan dan suspense, sehingga masih cukup
6

kecil untuk menembus kertas saring biasa, tetapi cukup besar untuk
melewati membrane tu filter ultra. Berbeda dengan larutan, partikel koloid
dapat terlihat dengan mikroskop ultra ( Yazid, 2015 : 189 ).
Sistem disperse adalah sistem dimana suatu zat terbagi halus atau
terdispersi dalam zat lain. Koloid merupakan suatu sistem dispersi karena
terdiri dari dua fasa, yaitu fase terdispersi (fasa yang tersebar halus) yang
diskontinu dan fasa pendispersi yang kontinu. Fase terdisperssi umunya
memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip dengan zat terlarut dan fasa
terdispersi jumlahnya lebih besar atau mirip pelarut pada suatu larutan.
Pada contoh dispersi tanah liat, partikel tanah liat adalah fase terdispersi
sedangkan air merupakan fase pendispersinya. Larutan sejati tidak
termasuk sistem disperse karena terdiri dari satu fasa. Baik fasa terdispersi
maupun fasa pendispersi dapat berupa gas, cair atau padat. Dengan
demikian terdapat 8 macam sistem koloid dari 9 macam kombinasi-
kombinasi jeadaan yang mungkin. Sistem gas-gas bukan termasuk sistem
koloid keduanya bercampur secara homogeny atau satu fasa ( Yazid,
2015 : 190 ).
Sistem koloid, dimana suatu cairan merupaka medium
terdispersinya sering dinamakan sol, untuk membedakannya dari larutan
sejati : sifat cairan itu ditunjukkan dengan menggunakan awalan, misalnya
akuasol, alkosol, dan seterusnya. Zat padat yang dihasilkan pada koagulasi
atau flokulasi suatu sol disebut gel, tetapi sekarang nama ini umumnya
terbatas untuk kasus dimana seluruh sistem mengeras menjadi suatu
keadaan semi-padat, tanpa adanya sedikitpun cairan perantara pada
mulanya. Beberapa pengarang memakai kata gel untuk meliputi endapat-
endapan yang mirip gelatin, seperti alumunium hidroksida dan besi (III)
hidroksida yang terbentuk dari sol, sementara yang lainnya menyebutnya
sebagai koagel. Proses mendispersinya zat padat yang telah berflokulasi
atau gel (atau koagel) dengan membentu larutak kolodi, disebut peptisasi
( Svehla, 1985 : 93 ).
Pembuatan partikel koloid terbagi atas du acara, yakni cara
kondensasi dan disperse. Pada cara kondensasi, molekul-molekul diubah
7

menjadi partikel koloid, sedangkan cara dispersi partikel-partikel besar


diubah menjadi partikel-partikel dengan ukuran kolid. Cara kondensasi
umunnya terjadi dalam reaksi hidrolisis, reaksi penggantian maupun reaksi
redoks. Sedangkan pada cara dipersi, gumpalan zar besar diperkecil
dengan cara penggilingan atau penggerusan, pengadukan atau pengocokan
( Tim Dosen Kimia Dasar, 2016 : 10 )
Larutan koloid dapat di bagi secara kasar dalam dua golongan
utama, yang dinamai liofob (bahasa Yunani : benci pelarut) dan liofil
(bahasa Yunani : suka pelarut). Bila air merupakan medium dispersinya,
istilah yang dipakai adalah hidrofob dan hidrofil. Sifat-sifat utama dari
setiap golongan diikhtisarkan tetapi perlu ditekankan bahwa pembedaan
ini tidaklah mutlak, karena sebagian koloid, terutama sol-sol hidroksida-
hidroksida logam, menunjukkan sifat – sifat pertengahan ( Svehla, 1985 :
93 ).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat

Lumpang & Alu Gelas Kimia 250 mL Tabung Reaksi


( 1 Set ) ( 1 Buah ) ( 2 Buah )
Rak & Tabung Batang Pengaduk Lampu Senter
Reaksi ( 1 Buah )
( 1 Buah )
Gelas Ukur 100 mL Pipet Tetes Botol Semprot
( 1 Buah ) ( 1 Buah ) ( 1 Buah )
3.1.2 Bahan

Gula Larutan KCrO4 5% 200 mL


Belerang 2 gr Larutan AlCl3 0,2 M 5 mL
Larutan FeCl3 1 tetes Larutan NaCl 1 M 5 mL
Minyak Tanah 2 mL Larutan NaCl 0,02 M 5 mL
Larutan Sabun 15 tetes Larutan BaCl3 0,2 M 5 mL

3.2 Cara Kerja


I. PEMBUATAN KOLOID
1. Pembuatan Sol dengan cara Dispersi
a. Sol Belerang dalam Air
Campurkan satu bagian gula dan satu bagian belerang dan gerus
sampai halus. Ambil satu bagian campuran itu dan campurkan
dengan satu bagian gula, kemudian gerus lagi sampai halus.
Lanjutkan pekerjaan menggerus satu bagian campuran dengan
satu bagian gula. Setelah pengerjaan keempat kalinya, tuang
campuran ke dalam air. Aduk campuran ini dan perhatikan
apakah terjadi endapan.

8
9

2. Pembuatan sol dengan cara kondensasi


a. Sol Fe(OH)3

Panaskan 50 ml air sampai mendidih. Tambahkan larutan


FeCl3 jenuh satu tetes sambal di aduk, sampai larutan
menjadi merah coklat dan simpanlah sol ini
3. Pembuatan Emulsi

Masukan 1 ml minyak tanah dan 5 ml air ke dalam satu


tabung reaksi. Guncangkan tabung reaksi itu dengan keras.
Kemudian letakan tabung itu di rak tabung reaksi dan
perhatikan waktu yang di perlukan untuk pemisahan ke dua
zat itu

Masukan 1 ml minyak tanah dan 5 ml air dan 15 tetes


larutan sabun ke dalam suatu tabung reaksi. Guncangkan
tabung dengan keras. Kemudian letakan tabung itu di rak
tabung reaksi dan perhatikan apakah kedua zat itu memisah.

II. SIFAT-SIFAT KOLOID


1. Efek Tyndall

Isi sebuah gelas kimia dengan larutan K2CrO4 5% dan


terangi larutan itu dengan berkas cahaya lampu senter.
Amati berkas yang sama, amati arah tegak lurus. Dengan
cara yang sama, amati sol Fe(OH)3 dan perbedaan apakah
yang di lihat ?
2. Kestabilan Koloid
a. Pengaruh elektrolit terhadap kestabilan koloid

Masukan 5 ml sol Fe(OH)3 ke dalam suatu tabung reaksi.


Tambahkan 5 ml larutan NaCl 1 M pada tabung reaksi
tersebut. Guncangkan tabung reaksi dan catat waktu yang di
perlukan agar terjadi koagulasi

Kerjakan seperti pada langkah (1), tetapi gunakan larutan


elektrolit yang lain, yaitu berturut-turut : i. Larutan NaCl 0,2
M, ii. Larutan BaCl2 0,2 M iii. Larutan AlCl3 0,2 M.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


1. Pembuatan Koloid
a. Pembuatan Sol dengan cara disperse (sol belerang dalam air )

Perlakuan Pengamatan
Campurkan 1 bagian gula dan -Buat campuran sulfur 1-4
1 belerang gerus sampai halus. (dengan penambahan 1 sendok
Ambil 1 bagian campran dan gula di setiap campuran)
campurkan dengan satu bagian kemudian tambahkan 50 ml
gula kemudian gerus lagi Aquadest
sampai halus. Lanjutkan -Terjadi endapan pada bagian
menggerus satu bagian bawah ketika campuran 4 di
campuran dengan satu bagian tambah aquadest.
gula, setelah ke empat kalinya
tuang campuran ke dalam air
kemudian aduk campuran
tersebut.
b. Pembuatan Sol dengan cara kondensasi

Perlakuan Pengamatan
Panaskan 50 ml air sampai -Membuat Sol Fe (OH)3.
mendidih, tambahkan larutan Masukan aquadest 50 ml,
FeCl3 jenuh satu tetes di aduk didihkan di atas beaker glass
sampai larut menjadi merah (sampai mendidih). Teteskan
cokelat FeCl3 ke dalam beaker glass
(sebanyak 3 tetes).
-Menghasilkan larutan merah
kecoklatan.

10
11

c. Pembuatan Emulsi

Perlakuan Pengamatan
-Masukan minyak tanah 1 ml -Masukan minyak kedelai pada
dan 5 ml air ke dalam satu tabung reaksi(1ml), ukur
tabung reaksi, guncangkan aquadest (5ml) kemudian
tabung dengan keras. guncang keras. Hasil
Kemudian letakan tabung itu pemisahan dari minyak + air
di rak tabung reaksi adalah 21,09 detik.
-masukan 1 ml minyak tanah, -Dengan larutan yang sama
5 ml air dan 15 tetes larutan masukan 15 tetes air sabun
sabun ke dalam suatu tabung kemudian guncang keras.
reaksi, guncangkan tabung Simpan di rak tabung
dengann keras -Hasil pemisahan air + minyak
+ air sabun adalah 12,18 detik.

2. Sifat Koloid
a. Efek Tyndall

Pelakuan Pengamatan
-Isi sebuh gelas kimia dengan -Di dapati hasil dari efek
larutan K2CrO4 5% dan terangi tyndall yaitu cahaya yang dapat
larutan dengan bekas cahaya menembus larutan K2CrO4 5%
lampu senter lebih luas dan jauh untuk daya
-Dengan cara yang sama amati tembusnya.
sol Fe ( OH )3 -Sedangkan pada Fe(OH)3 lebih
sedikit menembus atau sempit
dan tidak jauh dari pada larutan
K2CrO4 5%.

b. Kestabilan Koloid
12

Perlakuan Pengamatan
-Masukan 5 ml sol Fe (OH)3 - Fe (OH)3 + NaCl 1 M
ke dalam suatu tabung reaksi, Guncangan keras  koagulasi
tambahkan 5 ml larutan NaCl menghasilkan buih berwarna
1 M pada tabung reaksi merah bata di bagian atas
tersebut , guncangkan tabung larutan di dalam waktu 1 menit
rekasi. 12,71 detik.
-Kerjakan seperti langkah 1 - Fe (OH)3 + NaCl 0,2 M
namun dengan elektrolit yang Guncangan keras  koagulasi
lain secara berturut-turut. menghasilkan buih berwarna
Larutannya yaitu : larutan merah bata pada bagian atas
NaCl 0,2 M , Larutan BaCl2 larutan di dapatkan dalam
0,2 M dan larutan AlCl3 0,2 M waktu 20 detik.
- Fe (OH)3 + BaCl 0,2 M
Guncang keras  koagulasi
menghasilkan buih merah bata
di bagian atas larutan di
dapatkan hasil dalam waktu
00,26 detik
- Fe (OH)3 + AlCl 0,2 M
Guncangan keras  koagulasi
menghasilkan buih berwarna
merah bata di bagian atas
larutan di dapati waktu 18,51
detik

4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum kimia fisika yang telah di lakukan pada
percobaan sistem koloid, Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran
dua atau lebih zat yang bersifat heterogen namun memiliki ukuran partikel
13

terdispersi yang cukup besar. Oleh karena itu ada dua cara pemuatan
sistem koloid yaitu cara disperse dan cara kondensasi.
Pembuatan koloid dengan secara disperse dilakukan percobaan sol
belerang dalam air di dapati dari hasil pengamatan yaitu dari pembuatan
sulfur larutan 1 sampai 4 dengan penambahan 1 sendok gula di setiap
campuran, kemudian dilakukan penambahan 50 ml aquadest di dapatkan
hasil endapan yang terjadi ketika campuran 4 di campur dengan aquadest.
Ketika campuran 4 sudah di larutkan dengan aquadest maka terjadi
endapan pada bagian bawah larutan dengan warna endapan putih.
Pada percobaan pembuatan sol dengan cara kondensasi dengan
perlakuan sol Fe (OH)3 ketika air 50 ml di panaskan sampai mendidih
kemudian ditambahkan FeCl3 jenuh sebanyak 3 tetes maka hasil yang
diperoleh dari larutan tersebut yaitu warna merah kecoklatan , kemudian
simpanlah larutan ini.
Karena jika FeCl3 di tambah ke air mendidih maka larutan FeCl3 akan
terhidrolisis membentuk sol Fe (OH)3.
FeCl3 (aq) + 3H2O (i)  Fe (OH)3 (Koloid) + 3HCl (aq)
Larutan dapat di bah menjadi koloid menggunakan teknik kondensasi,
yaitu menggabungkan partikel larutan sejati menjadi partikel koloid.
Dalam percobaan ini, larutan FeCl3 di ubahn menjadi sol Fe (OH)3
menggunakan salah satu cara kondensasi yaitu hidrolisis (peristiwa
penguraian molekul oleh air). Untuk membuktikan apakah Fe (OH)3
adalah suatu koloid, kami mengujinya dengan menyorot senter ke cairan
tersebut. Karena terjadi penghamburan berkas cahaya, maka Fe (OH)3
merupakan suatu koloid.
Pada percobaan pembuatan emulsi dengan memasukan minyak
kedelai atau soy oil sebanyak 1 ml di masukan ke dalam tabung reaksi,
masukan 5 ml aquadest kemudian di lakukan guncangan kuat pada tabung
reaksi di dapatkan hasil pemisahan minyak kedelai dan air sebanyak 21,09
detik. Kemudian dengan larutan yang sama ditambahkan 15 tetes air sabun
lalu di lakukan guncangan kuat pada tabung reaksi didapatkan hasil
pemisahan dari air, minyak dan sabun dengan waktu 12,18 detik.
14

Faktor mengapa air dan minyak kedelai tidak bersatu karena air
memiliki berat jenis lebih berat dari pada minyak, maka jika di campur air
akan ada di bawah dan minyak akan berada di atas. Pada air, minyak dan
sabun saat di guncangkan bersamaan akan menimbulkan banyak busa
maka campuran tersebut akan menghasilkan warna keruh karena molekul
pada sabun akan menjadi jembatan antara molekul minyak dan air
sehingga minyak dan air tidak dapat di pisahkan.
Pada percobaan sifat-sifat koloid dilakukannya percobaan efek
tyndall dari sebuah gelas kimia dan larutan K2CrO4 5% dan Fe(OH)3
dengan di terangi berkas cahaya lampu senter, di dapatkan hasil cahaya
dari sinar senter yang dapat menembus larutan larutan K2CrO4 5% dan
cahaya nya tembus luas dan pandang jauh. Sedangkan pada larutan
Fe(OH)3 cahaya yang tembus lebih sempit dan memiliki jarak yang tidak
jauh tidak seperti larutan K2CrO4 5%.
Kemudian percobaan kestabilan koloid dengan pengaruh elektrolit
terhadap kestabilan koloid yaitu dengan memasukan 5 ml FeOH3 ke dalam
tabung reaksi di tambahkan dengan NaCl 1 molal di dapatkan hasil setelah
di guncang keras yaitu koagulasi dengan warna buih merah bata di bagian
atas larutan koagulasi dapat di lihat dengan waktu 1 menit 12,71 detik.
Pada Fe(OH)3 dan NaCl 0,2 molal masing-masing sebanyak 5 ml ketika di
lakukan guncangan keras menghasilkan koagulasi dengan warna buih
merah bata pada bagian atas permukaan, waktu yang di perlukan untuk
mendapatkan koagulasi pada campuran larutan tersebut adalah 20 detik.
Campuran larutan pada Fe(OH)3 ditambahkan dengan BaCl 0,2
molal sebanyak 5 ml FeCl (OH) dan Fe(OH)3 sebanyak 5 ml dengan BaCl
0,2 molal, setelah di lakukan guncangan keras di dapatkan koagulasi
dengan buih merah bata di bagian atas larutan. Koagulasi di dapatkan pada
waktu 1 menit 00,26 detik. Pada larutan terakhir yaitu larutan Fe(OH)3 di
tambah AlCl dan 0,2 molal masing-masing sebanyak 5 ml setelah
dilakukan guncangan keras di dapatkan koagulasi dengan warna buih
merah bata di atas larutan dengan waktu 18,51 detik.
15

Perbedaan cara disperse dan kondensasi yaitu jika kondensasi


merupakan partikel larutan sejati berupa molekul atau ion yang bergabung
hingga membentuk partikel koloid, cara kondenasi juga dapat di lakukan
dengan reaksi kimia seperti reaksi redoks, hidrolisis dan dekomposisi
rangkap (penggaraman) atau dengan penggantian pelarut ( penjernihan
larutan ). Sedangan disperse merupakan partikel kasar/ suspense yang di
pecah menjadi partikel koloid. Cara disperse ini dapat di lakukan dengan
peptisasi, busur bredig, dan homogenisasi.
Peptasi adalah cara pembuatan koloid dengan menggunakan zat
kimia ( zat elektrolit ) untuk memecah partikel besar ( kasar ) menjadi
partikel koloid. Contoh, proses pemcernaan makanan dengan enzim dan
pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfide, dengan mengalirkan
gas asam sulfide.
Pengaruh sabun terhadap campuran air dan minyak kedelai ( soy
oil ) larutan sabun memiliki efek tyndall, sehingga dapat dikatakan pula
larutan sabun adalah koloid berupa buih berfase terdispersi gas dan
medium berdispersi air. Larutan sabun yang memiliki dua kutub yaitu
polar yang bersatu dengan air dan non polar yang bersatu dengan minyak,
dengan adanya dua kutub ini, membuat larutan sabun mampu menjadi
elmugator ( pembentuk emulsi ) minyak dan air.
Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit terhadap kestabilan koloid
semakin tinggi konsentrasi larutan, daya tarik – menarik antara partikel
elektrolit dan partikel kolid semakin kuat. Sehingga, koagulasi atau
penggumpalan berlangsung lebih cepat.
Pengaruh muatan ion terhadap kestabilan koloid adalah partikel
koloid yang bermuatan negative akan mengadsorpsi koloid dengan muatan
positive ( kation ) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya partikel positive
akan mengadsopsi partikel negative ( anion ) dari elektrolit. Dari adsorpsi
tersebut maka terjadi koagulasi, stabilitas kolid sangat berpengaruh.
Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel – partikel
mempunyai muatan permukaan sejenis ( negative ).
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada percobaan sistem
koloid dapat di simpulkan bahwa :
a. Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat
yang bersifat heterogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi
yang cukup besar.
b. Perbedaan antara cara disperse dan cara kondensasi yaitu cara
kondensasi adalah dengan mengubah partikel-partikel larutan yang
terdiri dari molekul-molekul atau ion-ion menjadi partikel koloid.
Sedangkan cara disperse adalah pembuatan koloid dengan mengubah
dari suspense kasar menjadi partikel koloid.
c. Pengaruh sabun terhadap campuran air dan minyak kedelai ( soy oil )
larutan sabun memiliki efek tyndall, sehingga dapat dikatakan pula
larutan sabun adalah koloid berupa buih berfase terdispersi gas dan
medium berdispersi air. Larutan sabun yang memiliki dua kutub yaitu
polar yang bersatu dengan air dan non polar yang bersatu dengan
minyak, dengan adanya dua kutub ini, membuat larutan sabun mampu
menjadi elmugator ( pembentuk emulsi ) minyak dan air.
d. Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit terhadap kestabilan koloid
semakin tinggi konsentrasi larutan, daya tarik – menarik antara partikel
elektrolit dan partikel kolid semakin kuat. Sehingga, koagulasi atau
penggumpalan berlangsung lebih cepat.
5.2 Saran
Saran praktikum pada percobaan sistem koloid yaitu:
a. Disarankan kepada praktikan agar memahami materinya terlebih
dahulu sebelum di lakukannya praktikum.
b. Disarankan ke pda praktikan agar lebih teliti lagi dalam praktikum.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ari A, Andian, 2008. Bahan Ajar Kimia Dasar. Yogyakarta : Universitas Negri

Yogyakarta.

Bassett, J,. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel. Penerbit bukuu kedokteran EGC : Jakarta

Heru, S,. dan Suryantoro. 2012. Pengaruh ukuran butir koloid terhadap Deposisi

Koloid pada tanah sekitar fasilitas penyimpanan Lestari Limbah

Radioaktif . Jurnal Radioaktif. Vol 2.

Rachmawati, Bambang Iswanto, dan Winarni. 2009. Pengaruh pH pada proses

koagulasi denan koagulan alumunium sulfat dan ferii klorida. Jurnal

Teknologi Lingkungan. Vol 5 No. 2.

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC :

Jakarta.

Svehla, G. 1985. Vogel Analisis Anorganik Kualitatif Edisi Kelima. Jakarta : PT

Kalman Media Pustaka.

Syukri, 1999. Kimia Dasar. Bandung : ITB

Tim Dosen Kimia Dasar. 2016. Penentuan Praktikum Kimia Dasar Lanjut.

Makasar : FMIPA UNM.

Yazid, Esten. 2015. Kimia Fisika. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

18
LAMPIRAN

Bahan-bahan yang di gunakan Aquadest, Gula & Larutan NaCl

NaCl 1 mol, NaCl 2 mol & NH2SO4 BaCl2, Alumunium Klorida, Sulfur dan Minyak

Alat-alat yang di gunakan

Efek Tyndall menggunakan K2CrO4 5% Efek Tyndall menggunkanFe(OH)3

19

Anda mungkin juga menyukai